• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. penelitian ini. Tanamman nilam ini berasal dari perkebunan nilam di Kembangan,

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. penelitian ini. Tanamman nilam ini berasal dari perkebunan nilam di Kembangan,"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

46

Nilam jenis Pogostemon cablin Benth adalah nilam yang digunakan dalam penelitian ini. Tanamman nilam ini berasal dari perkebunan nilam di Kembangan, Ngemplak Sleman Yogyakarta. Nilam jenis Pogostemon cablin Benth merupakan tanaman nilam paling banyak diminati pasar karena kualitas minyaknya yang baik dan memiliki kandungan minyak paling banyak dibandingkan dengan tanaman nilam jenis lainnya.

5.1 Perlakuan sebelum proses destilasi

Proses perlakuan nilam sebelum distilasi dilakukan dalam penlitian ini. Proses sebelum distilasi yang dilakukan adalah pelayuan, pengecilan ukuran dan fermentasi. Proses tersebut perlu dilakukan karena minyak atsiri terdapat di vakuola daun, kelenjar minyak, pembuluh-pembuluh, dan kantong minyak atau rambut glandular sehingga perlu dikeluarkan.

5.1.1 Pelayuan dan Pengeringan

Proses pengeringan dan pelayuan dilakukan dengan menggantungkan tanaman nilam selama 1 hari tanpa terkena sinar matahari langsung. Apabila proses pelayuan langsung terkena sinar matahari, air yang terdapat dalam tanaman akan berdifusi dan mengangkut minyak atsiri akhirnya minyak atsri tersebut menguap. Proses pengeringan bertujuan untuk menghilangkan kadar air dan mempermudah keluarnya minyak. Pengeringan tidak akan optimal jika suhu yang digunakan terlalu panas. Pelayuan dihentikan apabila warna daun nilam menjadi abu-abu kehijaun dan timbulnya aroma minyak nilam yang lebih tajam.

(2)

(A) (B)

Gambar 10. Pelayuan Tanaman Nilam; (A) Nilam yang diangin-anginkan, (B) Nilam yang sudah dilayukan 1 hari. (Sumber: Pribadi)

5.1.2 Pengecilan ukuran

Sampel nilam setelah dilayukan kemudian dilakukan pemotongan atau pengecilan ukuran. Hal ini selain bertujuan menjadikan tanaman lebih kecil dan mempermudah lepasnya minyak atsiri setelah sampel ditembus oleh uap (Sastrohamidjojo, 2004). Tujuan perajangan adalah untuk mempersiapkan bahan siap disuling dan untuk mempermudah penguapan minyak atsiri dari bahan. Sehingga setelah bahan dihancurkan maka bahan tersebut harus segera disuling (Guenther, 1987).

Sebanyak 2 kg tanaman nilam yang telah dilayukan selama 1 hari kemudian dilakukan pemotongan dengan menggunakan gunting. Kandungan minyak dalam batang, cabang atau ranting sekitar (0,4-0,5 %) sedangkan dalam daun (5-6 %) (Rusli, 2002). Sehingga perbandingan yang sesuai untuk dilakukan proses penyulingan antara batang dan daun adalah 3:1.

(3)

5.1.3 Fermentasi

Fermentasi merupakan salah satu metode untuk menghancurkan jaringan daun nilam. Prinsip fermentasi pada isolasi minyak nilam adalah memecahkan dinding sel dan rambut kelenjar daun nilam dengan menggunakan enzim yang dihasilkan oleh mikroorganisme yang tumbuh pada daun nilam. Dinding sel dan rambut-rambut kelenjar yang telah hancur dalam daun nilam mengakibakan minyak nilam terpisah dari daun dan dapat diisolasi lebih mudah.

(A) (B)

Gambar 11. Nilam segar (A) ; Penampakan mikroskopik daun nilam segar (B) Proses fermentasi perlu dilakukan karena minyak atsiri dalam tanaman dikelilingi oleh kelenjar minyak, pembuluh-pembuluh, kantong minyak atau kelenjar granular. Proses fermentasi dapat mendegradasi komponen-komponen dinding sel jaringan daun nilam sehingga minyak atsiri lebih banyak didapatkan selama proses destilasi (Raharjo dan Retnowati, 2012).

Sampel nilam difermentasi dengan memanfaatkan air. Air yang digunakan adalah aquades. Menurut Herliana (2015) Air berfungsi sebagai pencipta suasana lembab pada daun nilam. Daun nilam dalam keadaan lembab sangat mudah

(4)

diserang oleh jamur (Sudaryani dan Sugiharti 2001). Menurut Dwidjoseputro (1994), mikroorganisme dapat tumbuh dengan baik dengan keadaan pH netral, sedangkan pH asam dan basa dapat merusak mikroorganisme. Sehingga Air dapat digunakan untuk membantu menumbuhkan mikroorganisme dengan baik karena memiliki pH netral.

Sebanyak 400 mL air dicampurkan nilam dan di aduk secara merata. Kemudian dimasukan kantong hitam disimpan di tempat yang kedap udara dan cahaya.. Sampel yang sudah dimasukkan kantong hitam kemudian dibiarkan selama 16, 20 dan 24 jam. Dilakukan pengukuran suhu tiap 1 jam sekali untuk mengetahui kenaikan suhu pada sampel nilam. Pengukuran awal saat pertama kali daun nilam dimasukan kantong sebagai (To) dan hasil pengukuran tiap 1 jam sebagai (T1). Hasil pengukuran temperatur selama proses fermentasi dapat dilihat di tabel 6.

Tabel 6. Kenaikan temperatur selama proses fermentasi daun nilam Waktu

( Jam )

Temperatur (oC)

Fermentasi 16 Jam Fermentasi 20 Jam Fermentasi 24 Jam

0 26 26 26 1 26 26 26 2 26 27 26 3 27 27 27 4 27 27 27 5 27 28 27 6 28 28 28 7 28 29 28 8 29 29 28

(5)

9 29 29 29 10 29 29 29 11 29 30 29 12 30 30 29 13 30 30 29 14 30 30 30 15 30 30 30 16 31 30 30 17 - 30 30 18 - 31 30 19 - 31 31 20 - 31 31 21 - - 31 22 - - 31 23 - - 31 24 - - 31

Hasil tabel pengukuran suhu pada saat nilam difermentasi mengalami kenaikan, hal ini menunjukan adanya aktivitas pertumbuhan mikroorganisme dalam daun nilam. Pertumbuhan mikroorganisme umumnya dipengaruhi oleh faktor lingkungan diantaranya temperatur. Saat terjadinya metabolisme akan menghasilkan panas yang membuktikan terjadinya aktivitas mikroorganisme dalam nilam selama proses fermentasi (Fardiaz,1989). Mikroorganisme yang tumbuh

(6)

pada saat proses fermentasi daun nilam adalah jenis jamur Aspergillus sp dan Penicillium sp. Jamur ini akan tumbuh optimal pada suhu 29- 32oC (Herliana, 2015)

(A) (B) (C)

Gambar 12. (A) Daun Nilam Fermentasi 16 Jam, (B) Daun Nilam Fermentasi 20 Jam, (C) Daun Nilam Fermentasi 24 Jam. (Sumber: Pribadi)

5.2 Penyulingan Nilam

Nilam yang sudah di fermentasi pada waktu 16, 20 dan 24 jam masing-masing dimasukan dalam ketel distilasi Water Bubble dan ditambahkan akuades sebanyak 10 L pada masing-masing ketel. Penyulingan dilakukan selama 6 jam setelah tetesan pertama keluar minyak. Setelah selesai penyulingan, hasil yang didapatkan dipisahkan antara minyak dan air, kemudian ditambahkan Na2SO4anhidrat pada minyak yang diperoleh. Na2SO4anhidrat berfungsi untuk mengikat air yang masih tertinggal di dalam minyak sehingga didapatkan minyak nilam yang bebas air.

Menurut Yandi (2015) optimasi alat water bubble perlu dilakukan untuk menentukan kondisi optimum alat nya. Optimasi tersebut dilakukan dengan beberapa parameter yakni kapasitas bahan yang digunakan, tekanan dan temperatur. Kapasitas bahan nya maksimal 1 kg apabila melebihi kapasitas maka setelah dilakukan pemanasan pada boiler, ketel destilasi menjadi tidak stabil. Kemudian

(7)

bahan baku yang terdapat di dalam ketel meluap dan tumpah. Tekanan yang optimum <0,5 Barr karena pada tekanan >0,5 Barr menghasilkan panas yang besar sehingga temperatur pada ketel melebihi 100oC sehingga ketel tidak stabil. Pada tekanan ini uap keluar di beberapa bagian ketel seperti pada tutup, tempat baut ketel serta pada konektor dan akan sangat mengganggu proses destilasi. Temperatur yang optimum pada suhu 100oC, lebih dari itu minyak yang akan dihasilkan berkualitas rendah. Temperatur >100oC akan menyebabkan kebocoran uap pada ketel destilasi. Oleh karena itu alat destilasi dijaga temperatur tepat 100 oC. Selain itu, kualitas minyak atsiri yang baik proses penyulingannya diusahakan pada suhu pemanasan rendah. Minyak yang dihasilkan akan berwarna kecoklatan, bau yang sangat menyangat dan agak berbau gosong (Sastrohamidjojo 2004).

Proses distilasi nilam terfermentasi bahan baku yang digunakan dimasukkan ketel dan ditambahkan 10 L aquades. Boiler sebagai sumber penghasil uap dalam distilasi water bubble juga ditambahkan air. Setelah bahan baku siap kemudian boiler dipanaskan. Boiler di atur agar tekanan stabil pada 0,5 Barr dimana pada tekanan ini merupakan kondisi optimum pada distilasi Water Bubble.

Tidak seperti destilasi uap yang menahan uap pada boiler hingga tekanan tertentu kemudian baru dilepaskan ke ketel, uap dari boiler pada destilasi Water Bubble langsung dilepaskan ke ketel. Hal ini bertujuan agar menjaga stabilitas ketel karena pada destilasi uap tekanan yang dilepaskan langsung dengan tekanan yang besar sehingga dapat membuat ketel menjadi tidak stabil. Dalam hal ini perlu penanganan yang baik serta pengalaman yang mencukupi.

(8)

Gelembung-gelembung air dihasilkan dari tekanan yang dilepaskan sehingga akan memanaskan air dalam ketel. Terjadinya gelembung-gelembung air pada tahap ini, maka distilasi ini dinamakan Water Bubble. Pada proses ini gelembung-gelembung air akan mempermudah hidrodifusi. Pengadukan akan meratakan pemanasan sehingga lebih maksimal. Pada ketel dijaga temperatur stabil pada 100 oC. Untuk dapat mengatur tekanan dan temperatur butuh keahlian dan pengalaman dalam mengatur panas dari kompor pemanas

Uap air akan menembus jaringan sel nilam dan membawa minyak dari bawah ke atas menuju pipa kondensor pada saat proses distilasi berlangsung (Qodrillah, 2015). Air dan minyak yang menguap dilewatkan menuju kondensor. Pendingin yang digunakan berbentuk pipa yang dikumpar dan direndam dalam bejana yang dialiri dengan air dingin. Pendingin yang digunakan terbuat dari stainless steel. Hal ini dikarenakan pendingin seperti besi dan tembaga akan dapat memberikan warna pada minyak atsiri (Sastrohamidjojo, 2004).

Kondensor akan menampung uap air dan minyak kemudian akan memisahkan antara uap air tersebut dengan minyak. Minyak nilam akan berada diatas karena memiliki berat jenis yang lebih kecil dari hidrosol nya. Minyak nilam kemudian ditambahkan garam seperti Na2SO4yang berfungsi mengikat air.

5.3 Perbandingan Kualitas Minyak Nilam

Minyak nilam hasil distilasi Water bubble kode F16 untuk minyak nilam hasil fermentasi 16 jam, F20 untuk hasil minyak nilam fermentasi 20 jam, dan F24 untuk hasil minyak nilam fermentasi 24 jam. Dilakukan uji sifat fisik dan kimia berdasarkan SNI-06-2385-2006 minyak nilam. Uji fisika minyak nilam seperti uji

(9)

warna, berat jenis, rendemen, indeks bias, dan uji kimia seperti bilangan asam dan kadar patchoulol. Pembandingan hasil analisis sifat fisik kimia minyak nilam dari ketiga parameter tersebut untuk mengetahui kualitas minyak yang terbaik dalam penyulingan nilam.

5.3.1 Uji Fisika Minyak Nilam

Di antara sifat fisika yang tercantum dalam Standar Nasional Indonesia (SNI-06-2385-2006) tentang minyak nilam, warna, berat jenis dan indeks bias yang diuji pada sampel minyak nilam yang diperoleh yakni sampel minyak F16, F20 dan F24. Warna minyak nilam yang dihasilkan F16 memberikan warna kuning emas, warna minyak sampel F20 berwarna kuning emas, sedangkan untuk sampel minyak F24 berwarna kuning emas. Ketiga sampel minyak nilam tersebut juga berbau khas nilam. Berdasarkan hasil pengamatan tersebut dapat diimpulkan warna minyak dari ketiga sampel tersebut memenuhi standar SNI-06-2385-2006 dimana warna yang diperbolehkan kuning muda-coklat kemerahan.

Gambar 13. Minyak nilam F16, F20 dan F24 (Sumber: Pribadi) 1. Berat Jenis dan Rendemen

Berat jenis minyak atsiri salah satu kriteria penting dalam menentukan mutu dan kemurnian minyak atsiri. Nilai berat jenis pada suhu 25oC/25oC di definisikan

(10)

sebagai perbandingan antara berat minyak pada suhu 25 oC dengan berat air pada volume yang sama dengan volume minyak dan pada temperatur yang sama pula.

Berat jenis sering dihubungkan dengan fraksi berat komponen-komponen yang terkandung didalamnya. Semakin tinggi fraksi berat minyak, maka berat jenisnya semakin tinggi.

(A) (B) (C)

Gambar 14. Uji Berat Jenis Minyak Nilam (A) Fermentasi 16 Jam, (B) Fermentasi 20 jam, (C) Fermentasi 24 jam (Sumber: Pribadi)

Berdasarkan SNI-06-2385-2006 tentang minyak nilam menyatakan bahwa berat jenis minyak nilam berkisar antara 0,950-0,975 (25 oC/25 oC). Dari hasil pengukuran menunjukkan bahwa berat jenis sampel F16 sebesar 0,9677. Hasil berat jenis F20 sebesar 0.9667 sedangkan F24 sebesar 0,9630. Hasil berat jenis yang didapatkan menunjukkan bahwa sampel F16, F20 dan F24 memiliki berat jenis yang memenuhi standar SNI.

(11)

Rendemen minyak nilam dari ketiga sampel masing-masing minyak adalah 1,872 % untuk sampel F16 dengan jumlah minyak 9 mL, rendemen sampel minyak F20 adalah 2,670 % dengan jumlah minyak 12,8 mL, sedangkan rendemen sampel minyak F24 adalah 1,612 % dengan jumlah minyak sebesar 7,8 mL. Rendemen yang dihasilkan relatif kecil, karena alat pengadukan water bubble nya tidak bisa digunakan secara maksimal, sehingga berpengaruh terhadap banyak nya minyak yang didapatkan saat proses distilasi.

Rendemen adalah minyak nilam dinyatakan dalam presentase dengan perbandingan antara berat minyak nilam yang dihasilkan per berat bahan baku basah. Hasil rendemen minyak terbesar dari ketiga waktu fermentasi nilam berasal dari rendemen minyak nilam fermentasi 20 jam sedangkan pada waktu fermentasi 24 jam rendemennya mengalami penurunan. Hal ini disebabkan karena waktu optimal jamur untuk tumbuh dan menghasilkan minyak yang dapat disuling secara keseluruhan terjadi pada waktu fermentasi 20 jam. Sedangkan pada waktu fermentasi 24 jam diduga minyak atsiri yang keluar dari pembuluh-pembuluh nilam ada yang menguap, sehingga minyak yang dihasilkan dari proses distilasi F24 lebih sedikit dibandingkan waktu F16 dan F20.

2. Penentuan Indeks Bias

Indeks bias minyak atsiri berhubungan erat dengan komponen-komponen yang tersusun dalam minyak atsiri yang dihasilkan. Sama halnya dengan berat jenis dimana komponen penyusun minyak atsiri dapat mempengaruhi nilai indeks biasnya. Semakin kecil ukuran bahan, maka indeks bias minyaknya semakin besar. Hal ini disebabkan penguapan minyak dari bahan berukuran kecil berlangsung lebih

(12)

mudah, sehingga fraksi berat minyak lebih banyak terkandung dalam minyak, yang mengakibatkan kerapatan molekul minyak lebih tinggi dari sinar yang menembusnya.

Pengujian kemurnian minyak nilam menggunakan refraktor. Prinsip refraktor adalah ketika sinar monokromatis melewati suatu media (A) ke media yang lebih padat (B), maka akan terjadi perubahan kecepatan pada pembiasan sinar tersebut mendekati garis normal atau sudut sinar datang lebih besar dari sudut bias. Indeks bias akan meningkat pada minyak nilam yang memiliki komponen penyusun dengan rantai karbon yang panjang dan juga dengan terdapatnya sejumlah ikatan rangkap (Nainggolan, 2002).

Berdasarkan SNI-06-2385-2006 tentang minyak nilam menyatakan bahwa indeks bias (nD20) minyak nilam berkisar antara 1,507-1,515. Indeks bias yang dihasilkan berdasarkan pengamatan refraktometer pada F16 , F20, dan F 24 masing-masing sebesar 1,508 ; 1,507 ; 1,507. Indeks bias yang dihasilkan memenuhi standar SNI-06-2385-2006.

Tabel 7. Perbandingan uji fisika F16, F20 dan F24 terhadap standar SNI-06-2385- 2006

No. Parameter F16 F20 F24

SNI-06-2385-2006 1. Warna Kuning emas Kuning bening Kuning emas Kuning muda-coklat kemerahan 2. Berat jenis 0,9677 0,9667 0,9630 0,950-0,975 3. Rendemen (%) 1,872 % 2,670 % 1,612 % -4. Indeks bias 1,508 1,507 1,507 1,507-1,515

(13)

5.3.2 Uji Kimia Minyak Nilam

SNI-06-2385-2006 tentang minyak nilam menyatakan bahwa minyak nilam yang baik memiliki bilangan asam maksimal 8,0 sedangkan kadar patchouli alkohol yang terkandung dalam minyak nilam minimal 30 %.

1. Bilangan asam

Bilangan asam yang tinggi dapat mempengaruhi kualitas minyak nilam. Senyawa asam tersebut dapat merubah bau khas nilam. Pengeringan yang terlalu lama dapat meningkatkan bilangan asam. Bilangan asam adalah ukuran dari asam lemak bebas, serta dihitung berdasarkan BM dari asam lemak/campuran asam lemak.

Hasil pengukuran didapatkan bahwa bilangan asam sampel F16 sebesar 5,07. Hasil pengukuran sampel F20 sebesar 6,53 sedangkan hasil pengukuran F24 adalah 7,98 . Data yang dihasilkan menunjukkan bilangan asam dari ketiga sampel minyak tersebut masih memenuhi standar yang diterapkan SNI.

2. Analisis Kromatografi Gas-Spektrometer Massa

Analisis komponen minyak nilam dilakukan dengan kromatografi gas-spektrometri massa. Prinsip dasar dari KG-SM yaitu fasa diam yang digunakan adalah cairan dan fasa gerak yang digunakan harus bersifat inert (tidak berekasi) dengan cuplikan maupun fasa diam. Interaksi yang terjadi berupa partisi antara fasa diam dan fasa gerak (Sastrohamidjojo, 2002).

Senyawa-senyawa yang memiliki afinitas rendah terhadap fasa diam akan keluar dari kolom pertama, sedangkan senyawa-senyawa dengan afinitas tinggi terhadap fasa diam akan keluar dari kolom kemudian. Hasilnya adalah berupa

(14)

molekul gas yang kemudian akan diionisasikan pada spektrometer massa sehingga molekul gas itu akan mengalami fragmentasi yang berupa ion-ion positif. Ion akan memiliki rasio yang spesifik antara massa dan muatannya. Hasil analisis dilakukan dengan membandingkan spektrum massa dari sampel dengan data spektrum massa yang tersimpan di komputer (kepustakaan), dengan melihat nilai SI (Similarity Index) atau indeks kemiripan spektrum senyawa yang ada pada komputer. Semakin tinggi nilai SI maka semakin tinggi kemiripannya (Wati, 2011).

Gambar 15. Hasil Analisis KG-MS F16 (Sumber: Pribadi)

Hasil analisis KG-MS akan mengahasilkan data yang disebut kromatogram. Kromatogram merupakan pemisahan fisik komponen-komponen oleh kromatografi gas sebagai deretetan luas puncak terhadap waktu. Hasil analisis minyak nilam fermentasi 16 jam dengan KG-MS menghasilkan data sebanyak 15 puncak kromatogram. Data keseluruhan komponen yang muncul pada analisis minyak nilam 16 jam dapat dilihat di tabel 8 dan tabel 9.

(15)

Gambar 16. Hasil Analisis KG-MS F20 (Sumber: Pribadi)

Hasil analisis minyak nilam fermentasi 20 jam dengan KG-MS menghasilkan data sebanyak 16 puncak kromatogram. Hasil tersebut dapat dilihat pada gambar 16. Data keseluruhan komponen yang muncul pada analisis minyak nilam 20 jam dapat dilihat di tabel 8 dan tabel 9.

Gambar 17. Hasil Analisis KG-MS F24 (Sumber: Pribadi)

Hasil analisis minyak nilam fermentasi 24 jam dengan KG-MS menghasilkan data sebanyak 16 puncak kromatogram. Hasil tersebut dapat dilihat pada gambar 17. Data keseluruhan komponen yang muncul pada analisis minyak nilam 24 jam dapat dilihat di tabel 8 dan tabel 9.

(16)

Tabel 8. Komponen Senyawa Yang Sama Pada Masing-Masing Minyak Nilam

Tabel 9. Komponen Senyawa Yang Berbeda Pada Masing-Masing Minyak Nilam

F16 F20 F24 Nama Senyawa Waktu retensi % Luas Waktu retensi % Luas Waktu retensi % Luas 11,980 1,74 11,977 1,28 11,976 0,53 Trans-Caryophyllene 12,206 1,69 12,204 1,64 12,207 1,60 Alpha-humulene 12,376 1,26 12,374 0,90 12,375 0,76 1,5-Heptadiene 12,916 4,31 12,914 2,78 12,911 1,07 Cyclobutene 13,820 0,44 13,821 0,27 13,824 0,65 Patchulane 14,011 0,65 14,009 0,43 14,016 1,27 4,11,11-trymethyl-8-methylene 14,490 0,58 14,487 0,41 14,491 0,49 Cyclooctene 14,881 2,79 14,888 2,32 14,883 2,48 1,5,9,11-Tridecatraene 15,115 84,23 15,121 87,08 15,117 86,88 Patchouli alcohol Minyak Nilam Waktu retensi % Luas Senyawa F16 11,293 0,52 1,4,8-cycloundecatriene 11,800 0,57 Cyclopropane 12,275 0,17 1,3,6 Octatriene 12,470 0,27 Octahydro-1,4,9,9-tetramethyl 12,817 0,52 4,4-dimethyl-1-(2,7,-octadienyl)-(CAS) 15,812 0,26 4-Hexadecen-6-yne F20 11,289 0,31 Hexamethyl-tetracyclo 11,797 0,35 Farnesol 12,815 0,28 Bicyclo 13,775 0,28 No hit compound 15,486 0,80 No hit compound 15,610 0,44 No hit compound 16,243 0,43 Aromadendrenepoxide F24 12,468 0,23 z3,z6,e8–dodecatrien -1-ol

13,767 0,36 Longipinenepoxide 15,505 1,44 4,4-dimethyl-1-heptene 15,615 1,05 Limone dioxide

15,819 0,41 Thujyl alcohol 17,204 0,36 Trans-p-mentha

(17)

Berdasarkan data pada tabel 8 dan 9, senyawa minyak nilam F16, F20 dan F24 memiliki komponen senyawa manyor berupa Patchouli alkohol. Senyawa Patchouli alkohol muncul pada akhir-akhir puncak. Hal ini dikarenakan sifat dari Patchouli alkohol yang nonpolar akan terikat lebih lama dalam kolom Rtx 5MS yang bersifat semipolar, sedangkan senyawa-senyawa yang bersifat semipolar akan keluar kolom terlebih dahulu dibandingkan senyawa yang nonpolar.

Titik didih yang relatif tinggi pada senyawa Patchouli alkohol tersebut dapat menerangkan mengapa minyak nilam memiliki sifat fiksatif, yaitu sebagai pengikat senyawa atsiri lainnya, sehingga titik didih senyawa atsiri yang relatif rendah jika dicampur dengan minyak nilam akan menaikkan titik didih campurannya (Permatasari, 2015). Tingginya titik didih campuran ini membuat aroma pada minyak atsiri yang dicampurkan tidak mudah menguap. Sifat inilah yang merupakan sifat unik dari minyak nilam, sehingga dapat digunakan sebagai pengikat bau (aroma) pada produk-produk parfum atau kosmetik (Ma’mun dan

Maryadhi, 2008).

Kadar patchoulol yang dihasilkan sampel F16 sebesar 84,23 % sedangkan pada F20 sebesar 87,08 % dan kadar patchoulol F24 sebesar 86,88%. Hasil ini menujukkan bahwa kadar patchouli alkohol yang dikandung oleh minyak nilam lebih tinggi dibandingkan standar mutu minyak nilam berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) maupun menurut Essential Oil Association (EOA). Menurut SNI 06-2385-2006 standar mutu minyak nilam yang baik adalah memiliki kadar patchouli alcohol minimal 30 %, sedangkan standar minyak nilam

(18)

internasional menurut EOA memiliki kadar patchouli alkohol minimal 38 %. Sehingga mutu minyak nilam hasil penelitian ini dikatakan sangat baik.

Tabel 10. Perbandingan sifat kimia F16, F20 dan F24

No. Parameter F16 F20 F24 SNI-06-2385-2006

1 Bilangan asam 5,07 6,53 7,98 Maks.8,0

2 Patchoulol (%) 84,23 87,08 86,88 Min. 30

Hasil kadar patchouli alcohol yang dihasilkan relatif tinggi, hal ini dikarenakan adanya kombinasi metode fermentasi dan metode water bubble karena sangat mempengaruhi rendemen dan kadar patchouli alcohol yang dihasilkan suatu minyak nilam. Jika dibandingkan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Andini (2011), menggunakan daun nilam dari tanaman nilam asal Jepara, Jawa Tengah menggunakan sistem penyulingan yang sama yaitu distilasi water bubble hanya mampu menghasilkan minyak nilam dengan kandungan patchouli alcohol sebesar 43,19%. Faktor lain adalah perlakuan fermentasi pada daun nilam sebelum penyulingan juga mempengaruhi kadar patchouli alcohol. Selain itu proses penyulingan menggunakan metode distilasi water bubble juga mempengaruhi tingginya kadar patchouli alcohol yang didapatkan. Jika dibandingkan dengan hasil penelitian oleh Nuryani (2006a), penyulingan minyak nilam dari tanaman nilam asal Lhokseumawe, NAD menggunakan destilasi uap hanya mampu menghasilkan patchoulol dalam minyak nilam sebesar 29,11%..

Gambar

Gambar 10.  Pelayuan Tanaman Nilam; (A) Nilam yang diangin-anginkan, (B) Nilam yang sudah dilayukan 1 hari
Gambar 11. Nilam segar (A) ; Penampakan mikroskopik daun nilam segar (B)
Gambar 13. Minyak nilam F16, F20 dan F24 (Sumber: Pribadi)
Gambar 14. Uji Berat Jenis Minyak Nilam (A) Fermentasi 16 Jam, (B) Fermentasi 20 jam,  (C) Fermentasi 24 jam (Sumber: Pribadi)
+3

Referensi

Dokumen terkait

semakin tinggi intensitas mengikuti bimbingan keagamaan Islam maka semakin tinggi tingkat kesehatan mental pada penghuni Lapas Klas II A Wanita Semarang yang dalam

pendapatan dari 20 persen kelompok masyarakat berpendapatan tinggi adalah 1,2 kali lipat dari pendapatan 40 persen masyarakat kelompok berpendapatan rendah. Relatif

Rata- rata SDM petani masih relatif rendah. Hal ini terlihat dari rata-rata petani yang berpendidikan SMP dan SMA. Tetapi walaupun berpendidikan rendah, petani

Mekanisme aksi golongan terpenoid sebagai antimalaria berawal dari adanya jembatan peroksida yang terdapat pada senyawa terpenoid dalam ekstrak kasar etanol dan

Nilai R 2 sebesar 0,572 artinya persentase sumbangan pengaruh variabel Perubahan Uang Beredar, BI Rate, Kurs Rupiah, Harga Minyak Mentah Indonesia terhadap Perubahan

Terlihat pada gambar 5.4, grafik salah satu titik pengukuran arus listrik pada beban, nilai arus listrik yang dihasilkan oleh sumber arus listrik alat 4-PP cukup stabil dengan nilai

Peta kerentanan juga menunjukkan wilayah Kota Yogyakarta bagian selatan mempunyai nilai amplifikasi, indek kerentanan seismik, PGA dan regangan geser bernilai relatif lebih

Senyawa ini memiliki berbagai sifat farmakologis termasuk hepatoprotektan, anti bakteri, antihistamin, dan efek biologis lainnya.21 Pada penelitian ini dilakukan pengukuran kadar