• Tidak ada hasil yang ditemukan

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.3 Hasil Analisis Kimia

4.3.1 Komposisi Proksimat

Analisis mengenai komposisi kimia suatu bahan pangan sangat penting dilakukan untuk memperoleh informasi mengenai kandungan gizi yang terdapat di dalam bahan pangan tersebut. Beberapa metode telah dikembangkan untuk mengetahui komposisi kimia kandungan suatu bahan pangan. Salah satu metode yang digunakan untuk mengetahui komposisi kimia suatu bahan pangan secara kasar (crude) adalah analisis proksimat yang meliputi kadar air, abu, protein, lemak dan karbohidrat. Analisis kadar air, abu, lemak, dan protein dilakukan di

laboratorium, sedangkan perhitungan kadar karbohidrat dihitung secara

by difference.

Hasil analisis proksimat daging patin dapat dilihat pada Tabel 5. Contoh perhitungan komposisi kimia daging patin dapat dilihat pada Lampiran 2.

Tabel 5 Komposisi kimia daging patin segar dan goreng Komposisi

Daging patin segar (%) Daging patin goreng (%)

selisih (%) Basis basah (bb) Basis kering (bk) Basis basah (bb) Basis kering (bk) Air 82,27 - 63,56 - 22,74 Abu 0,77 4,34 0,91 2,50 42,40 Lemak 0,36 2,03 7,34 20,14 89,92 Protein 15,07 85,00 19,45 53,38 37,20 Karbohidrat 1,53 8,63 8,74 23,98 64,01

Kandungan bahan dalam produk merupakan parameter penting bagi konsumen dalam mempertimbangkan pemilihan makanan yang dikonsumsinya. (1) Kadar air

Analisis kadar air dilakukan untuk mengetahui jumlah air bebas yang terdapat dalam daging ikan patin. Kadar air dalam ikan patin menunjukkan persentase tertinggi dibandingkan dengan kadar abu, protein, lemak, dan karbohidrat. Kadar air daging patin segar dan goreng dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8 Kadar air (bk) daging patin segar dan patin goreng

Kadar air yang terdapat pada daging patin mengalami perubahan proporsi dari 82,27% pada daging patin goreng menjadi 63,56% (bb) pada daging patin goreng. Tingginya kadar air pada daging disebabkan oleh kemampuan bahan untuk mengikat air yang disebut water holding capacity (WHC). Molekul air akan terikat melalui ikatan hidrogen berenergi besar. Kadar air yang tinggi dalam ikan segar menunjukkan air yang tidak terikat dalam jaringan suatu bahan atau air murni. Daging patin segar memiliki kadar air yang tinggi yakni 82,27%. Hasil tersebut tidak berbeda jauh dengan hasil penelitian Maghfiroh (2000), yaitu kadar air patin sebesar 82,22%. Hal ini menunjukkan ikan patin adalah bahan pangan

82,27 63,56 0 20 40 60 80 100 Air K ad ar ( % )

daging patin segar daging patin goreng

yang bersifat mudah rusak (high perishable food). Kandungan air dalam bahan makanan ikut menentukan daya terima, kesegaran dan daya simpan bahan tersebut (Winarno 2008).

Setelah daging ikan digoreng terjadi penurunan kadar air yang dipengaruhi oleh faktor pemasakan, sehingga menyebabkan cairan dari dalam daging patin merembes keluar (terjadi drip) (Nurjanah et al. 2009). Pada saat daging ikan digoreng, terjadi pindah panas dari sumber panas penggoreng ke daging melalui media pindah panas, yaitu minyak goreng. Akibat proses pemanasan tersebut, daging patin akan melepaskan uap air yang dikandungnya. Daging patin memiliki struktur yang porous. Selama penggorengan, air dan uap air akan dikeluarkan melalui kapiler yang lebih besar terlebih dahulu dan digantikan oleh minyak panas. Adanya perbedaan tekanan uap air pada bagian dalam bahan pangan yang basah dengan minyak merupakan gaya yang mendorong terjadinya kehilangan air (Muchtadi dan Ayustaningwarno 2010).

(2) Kadar abu

Kadar abu suatu bahan pangan menunjukkan besarnya jumlah mineral yang terkandung dalam bahan tersebut. Kadar abu (bb) daging patin segar adalah 0,77%. Menurut hasil penelitian Maghfiroh (2000), kadar abu patin sebesar 0,74%. Perbedaan komposisi kimia dapat terjadi antar spesies, antar individu

dalam suatu spesies dan antara bagian tubuh satu dengan yang lain (Suzuki 1981 dalam Nurjanah et al. 2009). Variasi ini dapat disebabkan beberapa

faktor, diantaranya musim, ukuran, tahap kedewasaan, suhu lingkungan dan ketersediaan bahan makanan (Sudhakar et al. 2009). Kadar abu daging patin segar dan patin goreng dengan basis kering dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9 Kadar abu (bk) daging patin segar dan patin goreng 4,34 2,5 0 2 4 6 8 10 Abu K ad ar ( % )

daging patin segar daging patin goreng

Penentuan pada berat basis kering dimaksudkan untuk mengetahui besar perubahan sesungguhnya yang terjadi pada kadar abu daging patin setelah proses penggorengan dengan mengabaikan kadar airnya. Berdasarkan Gambar 9, kandungan abu patin goreng lebih rendah dibandingkan kandungan abu daging patin segar. Kadar abu daging patin segar mencapai 4,34% (bk), namun setelah digoreng terjadi perubahan menjadi 2,50% (bk). Perbedaan tersebut disebabkan oleh adanya proses penggorengan. Penggorengan dapat mempengaruhi nilai gizi suatu bahan pangan.

Proses penggorengan dapat menyebabkan kandungan gizi suatu bahan menurun akibat panas. Perubahan proporsi mineral dalam daging patin goreng disebabkan oleh adanya sejumlah mineral yang larut dan terbawa ke dalam minyak saat proses penggorengan. Menurut Debnath et al. (2003), deep fat frying biasanya melibatkan tiga tipe pindah massa, yaitu (a) migrasi air dari bagian inti bahan pangan ke permukaan yang terbuang selama pemasakan; (b) absorpsi minyak ke dalam bahan pangan; dan (c) leaching komponen bahan pangan yang bersifat mudah larut ke dalam minyak. Mineral (abu) adalah komponen yang mudah larut dalam air atau minyak.

(3) Kadar lemak

Lemak adalah salah satu komponen utama yang terdapat dalam bahan pangan selain karbohidrat dan protein, oleh karena itu peranan lemak dalam menentukan karakteristik bahan pangan cukup besar. Lemak merupakan sumber energi yang lebih efektif dibandingkan dengan karbohidrat dan protein. Satu gram lemak dapat menghasilkan 9 kkal/gram energi sedangkan karbohidrat dan protein hanya menghasilkan 4 kkal/gram.

Analisis kadar lemak yang dilakukan untuk mengetahui kandungan lemak yang terdapat pada daging patin segar dan setelah penggorengan. Ikan patin merupakan ikan berlemak rendah. Menurut Junianto (2003), ikan dengan kandungan lemak <5% termasuk ikan berlemak rendah. Berdasarkan perhitungan basis basah, kadar lemak daging patin pada penelitian ini adalah 0,36%, sedangkan menurut Maghfiroh (2000) kadar lemak patin yaitu 1,09%. Perbedaan nilai lemak ini dapat disebabkan karena umur panen dan laju metabolisme organisme.

Lemak semakin meningkat dengan bertambahnya usia, karena sifat fisiologis hewan yang akan menuju fase perkembangbiakan. Hewan akan membutuhkan lebih banyak energi yang disimpan dalam bentuk lemak untuk berkembang biak. Variasi komposisi kimia dapat terjadi antar spesies dan antar individu dalam satu spesies (Suzuki 1981). Selain itu, daging patin yang digunakan dalam penelitian ini adalah daging putih, sedangkan bagian daging yang banyak mengandung lemak terdapat pada daging merah. Kadar lemak basis kering daging patin segar dan setelah penggorengan disajikan pada Gambar 10.

Gambar 10 Kadar lemak (bk) daging patin segar dan patin goreng

Penentuan pada berat basis kering dimaksudkan untuk mengetahui besar perubahan sesungguhnya yang terjadi pada kadar lemak daging patin setelah proses penggorengan dengan mengabaikan kadar airnya. Gambar 10 menunjukkan kadar lemak daging patin segar sebesar 2,03% (bk) dan proporsinya meningkat menjadi 20,14% (bk) pada daging patin goreng. Perubahan proporsi kadar lemak tersebut disebabkan oleh penggunaan minyak pada proses penggorengan. Minyak goreng merupakan lemak cair sebagai penghantar panas, penambah rasa gurih, dan meningkatkan nilai kalori bahan pangan (Winarno 2008). Proses penggorengan akan menambah kandungan lemak dan memperbesar penguapan air (Suwandi 1990).

(4) Kadar protein

Analisis kadar protein dilakukan untuk mengetahui kandungan protein pada daging patin segar dan patin goreng. Kandungan protein daging patin segar dan goreng secara basis basah berturut-turut adalah 15,07% dan 19,45%. Menurut

2,03 20,14 0 5 10 15 20 25 Lemak K ad ar ( % )

daging patin segar daging patin goreng

Maghfiroh (2000), kadar protein patin segar adalah 14,53%. Ikan dengan kandungan protein 15-20% termasuk ikan berprotein tinggi (Junianto 2003). Hal ini menunjukkan bahwa ikan patin merupakan ikan berprotein tinggi.

Peningkatan kadar protein basis basah terjadi secara proporsional setelah penggorengan diakibatkan oleh pengurangan kadar air (Syarief dan Halid 1993). Secara basis basah, kandungan protein daging patin segar dan goreng dipengaruhi oleh kadar airnya. Daging patin yang telah melalui proses penggorengan memiliki kandungan air yang lebih kecil dibandingkan saat daging masih segar, sehingga menyebabkan persentasi protein dalam daging meningkat secara proporsional.

Nilai protein yang terkandung di dalam ikan umumnya 15-25% (Nurjanah dan Abdullah 2010). Kandungan protein yang sesuai diperlihatkan

dengan perhitungan basis kering dapat dilihat pada Gambar 11.

Gambar 11 Kadar protein (bk) daging patin segar dan patin goreng Berdasarkan Gambar 11, diketahui bahwa kadar protein basis kering antara daging patin segar dan goreng berturut-turut adalah 85% dan 53,38%. Perubahan proporsi kandungan protein terjadi akibat pemanasan dalam proses penggorengan. Hasil tersebut sesuai dengan hasil dari penelitian Suwandi (1990) yang menyatakan bahwa pemanasan menyebabkan protein terkoagulasi dan terdenaturasi, sehingga protein menjadi tidak larut.

Protein yang terhidrolisa dan terdenaturasi akan mengalami peningkatan kandungan senyawa terekstrak bernitrogen, amonia, dan hidrogen sulfida pada daging (Suwandi 1990). Perubahan ini diperlukan untuk meningkatkan daya cernanya atau untuk memanfaatkan perubahan warna atau citarasa yang timbul

85 53,38 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 Protein K ad ar ( % )

daging patin segar daging patin goreng

pada makanan tersebut. Semakin tinggi suhu, semakin besar jumlah protein yang terdenaturasi, sehingga membentuk struktur yang lebih sederhana. Kandungan protein bersifat tidak stabil dan mempunyai sifat dapat berubah dengan berubahnya kondisi lingkungan (Georgiev et al. 2008).

Kandungan protein daging patin yang dihasilkan setelah melalui proses penggorengan sebenarnya kurang valid karena masih dipengaruhi oleh persentase minyak yang terkandung di dalam ikan. Kadar lemak semakin tinggi akibat banyaknya minyak yang masuk ke dalam daging ikan, sehingga kandungan protein menurun secara proporsional seiring dengan tingginya kandungan lemak.

(5) Kadar karbohidrat

Karbohidrat memiliki peranan penting dalam menentukan karakteristik bahan makanan, misalnya rasa, warna, tekstur, dan lain-lain. Setelah digoreng daging patin mengalami perubahan warna. Hal ini dikarenakan pada proses penggorengan terjadi reaksi Maillard antara karbohidrat (glikogen) khususnya gula pereduksi dengan gugus amina primer. Hasil tersebut menghasilkan warna coklat pada bahan (Winarno 2008). Analisis karbohidrat dalam daging patin dilakukan secara by difference.

Kadar karbohidrat daging patin segar dan goreng dapat dilihat pada Gambar 12.

Gambar 12 Kadar karbohidrat (bk) daging patin segar dan patin goreng Kandungan karbohidrat daging patin segar adalah 8,63% (bk), dan mengalami perubahan menjadi 23,98% (bk) setelah mengalami proses penggorengan. Adapun kandungan karbohidrat daging patin segar basis basah yaitu 1,53%. Hasil tersebut sesuai dengan penelitian Okuzumi dan Fuzii (2000)

8,63 23,98 0 5 10 15 20 25 30 Karbohidrat K ad ar ( % )

daging patin segar daging patin goreng

yang menyatakan bahwa kandungan glikogen yang terkandung pada produk perikanan sebesar 1% untuk ikan. Pada hasil perhitungan by difference diduga masih terdapat kandungan lain selain karbohidrat, karena tidak dilakukan pengujian khusus tentang karbohidrat.

Variasi komposisi kimia dapat terjadi antar spesies, misalnya pada ikan air tawar (ikan patin) dan ikan laut (ikan layang). Ikan layang pada kondisi segar memiliki kandungan air 67,37%. Setelah melalui proses penggorengan kadar airnya menjadi 10,24%. Kandungan protein ikan layang segar sebesar 25,90% dan mengalami perubahan menjadi 15,28% setelah digoreng. Metode pengolahan yang berbeda juga dapat mempengaruhi komposisi kimia ikan. Ikan layang yang dikukus mengalami perubahan proporsi kadar air menjadi 59,24% dan kandungan protein menjadi 21,14% (Zaelanie dan Kartikaningsih 2008).

Dokumen terkait