• Tidak ada hasil yang ditemukan

NO UNSUR PAKAN PERCOBAAN

5 A B C D E 1 Air 5.74 5.37 6.36 4.19 5.78 2 Abu 6.44 6.55 6.25 5.79 6.12 3 Protein 30.70 30.12 30.71 30.10 30.47 4 Lemak 6.90 6.83 6.62 6.66 6.94 5 Serat kasar 9.29 10.39 11.84 15.37 18.05 6 BETN1 46.67 46.12 44.57 42.07 38.41 7 Energi2 428.10 421.90 416.99 403.66 393.37

1) Bahan ekstrak tanpa nitrogen

Keterangan :

2) Nilai energi dinyatakan dalam kkal GE3

3) Gross energy

/Kg (Watanabe 1988), yaitu Energi (GE) didapat dari penjumlahan protein (1 g protein = 5,6 kkal GE), lemak (1 g lemak = 9,4 kkal GE) dan karbohidrat yang dapat dicerna/BETN (1 g karbohidrat/BETN = 4,1 kkal GE)

4) dan 5) A = Pakan + 0,1% enzim mannanase

B = Pakan + 0,1% enzim mannanase : selulase (0,075 : 0,025) C = Pakan + 0,1% enzim mannanase : selulase (0,050 : 0,050) D = Pakan + 0,1% enzim mannanase : selulase (0,025 : 0,075) E = Pakan tanpa penambahan enzim

Kelima jenis pakan yang digunakan dalam penelitian ini memiliki protein dan energi yang sama yaitu 30,00% (dalam % bobot kering) dan 400,00 kcal GE/Kg. Adapun yang menjadi perlakuan adalah penambahan enzim ke dalam pakan, yaitu sebagai berikut; perlakuan A adalah pakan ditambah 0,1% enzim mannanase; Perlakuan B adalah pakan ditambah 0,1% enzim mannanase dan selulase dengan perbandingan 0,075 : 0,025; Perlakuan C adalah pakan ditambah 0,1% enzim mannanase dan selulase dengan perbandingan 0,050 : 0,050 dan perlakuan D adalah pakan ditambah 0,1% enzim mannanase dan selulase dengan perbandingan 0,025 : 0,075. Selanjutnya, perlakuan E digunakan sebagai kontrol yang merupakan perlakuan tanpa penambahan enzim ke dalam pakan. Enzim yang

18

digunakan merupakan enzim komersial buatan pabrik yang berbentuk serbuk, sehingga aplikasinya cukup dicampurkan hingga merata ke dalam pakan sebelum diadon dan dicetak. Setelah enzim dicampurkan ke dalam pakan, kemudian dilakukan inkubasi pada inkubator bersuhu 60o

Formulasi pakan yang digunakan dalam penelitian ini merupakan formulasi pakan yang tidak menggunakan sumber protein hewani, melainkan murni menggunakan sumber protein nabati. Pembuatan formulasi seperti ini didasari pertimbangan untuk mengurangi bahkan sama sekali tidak menggunakan bahan – bahan hewani seperti tepung ikan, tepung tulang dan daging, tepung kepala udang dan lain sebagainya yang semakin hari semakin sulit didapat karena kendala suplai dan harga. Pakan ini pun ditujukan untuk ikan omnnivora yang lebih dapat memanfaatkan sumber protein nabati daripada spesies karnivora.

C selama 48 jam. Rincian pembuatan pakan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 2.

Penentuan dosis enzim kombinasi dalam pakan ikan dilandasi oleh pertimbangan dosis enzim kombinasi pada penelitian Sundu & Dingle (2003). Penelitian Sundu & Dingle (2003) menggunakan enzim kombinasi gamanase (mannanase dan galaktosidase) dan selulase 0,1% dari total bahan dan melakukan observasi pada unggas. Penelitian kombinasi enzim mannanase dan selulase dalam pakan ikan belum pernah dilakukan sebelumnya, sehingga dosis enzim kombinasi mannanase dan selulase merujuk pada penelitian tersebut.

Pemeliharaan Benih Ikan Mas

Wadah yang digunakan untuk pemeliharaan benih ikan mas adalah 15 buah akuarium masing – masing berukuran 50x30x40 cm3, dilengkapi 1 buah bak tandon yang dirangkai membentuk sistem resirkulasi. Perlakuan pakan disusun menggunakan metode acak (Steel & Torrie 1993). Akuarium diisi dengan air sebanyak 80% dan diaerasi selama 24 jam. Pemanas air diletakkan pada tandon untuk menjaga kestabilan suhu media pemeliharaan. Ruangan tidak diberi penerangan baik siang maupun malam hari, sehingga hanya mengandalkan cahaya matahari yang masuk ke dalam ruangan. Untuk menjaga kualitas air dalam wadah perlakuan, akuarium disifon untuk menghilangkan sisa-sisa pakan dan kotoran sebanyak dua kali sehari pada pukul 07.00 dan 17.00 WIB. Setelah disifon, air

diganti sebanyak ±10% dari total volume akuarium, sedangkan pergantian air di bak tandon maksimal 30% dari total volume bak tandon, dilakukan 2 hari sekali.

Pakan diberikan tiga kali sehari yaitu pada pukul 08.00, 12.00 dan 16.00. Pemberian pakan disesuaikan dengan kebutuhan benih ikan mas (at satiation) setiap harinya, dengan cara mengamati respon makannya. Sisa-sisa pakan yang tidak termakan dikumpulkan dalam botol-botol film untuk menghitung jumlah konsumsi pakan (JKP) pada akhir percobaan.

Pengamatan Harian

Pengamatan harian yang dilakukan meliputi pencatatan pemberian pakan harian, jumlah dan bobot mas yang mati serta beberapa parameter kualitas air seperti suhu dan pH. Pengukuran bobot mas dilakukan pada awal dan akhir pemeliharaan. Untuk mengantisipasi kemungkinan hilangnya mas karena melompat dari dalam akuarium atau sakit, mas diamati setiap saat sebelum memberi pakan dan ketika mengamati respon makan dan bagian atas akuarium ditutupi dengan kassa plastik. Ikan mas yang mati segera dikeluarkan dari dalam akuarium kemudian ditimbang bobotnya. Data bobot ikan yang mati ini nantinya akan berguna untuk menghitung konversi pakan (FCR).

Faktor kualitas lingkungan yang perlu diperhatikan adalah suhu yang diukur secara in situ. Nilai pH diamati pada saat awal dan akhir pemeliharaan dengan pHmeter. Suhu media budidaya pada saat pemeliharaan relatif stabil pada kisaran 28 – 30oC, sedangkan nilai pH berkisar antara 6,8 – 7,2.

Analisis Kimia Analisis Kimia Pakan dan Ikan Mas Uji

Analisis proksimat dilakukan terhadap bahan baku, pakan percobaan dan sampel mas uji pada awal dan akhir percobaan. Analisis meliputi kadar protein kasar, lemak kasar, serat kasar, abu, air dan bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN). Analisis proksimat dilakukan di Laboratorium Nutrisi Ikan BRPBAT Bogor dan Laboratorium Nutrisi Ikan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Analisis proksimat untuk protein kasar dilakukan dengan metode Kjeldahl, lemak kasar dengan metode ekstraksi dengan Soxchlet, abu dengan pemanasan

20

sampel dalam tanur bersuhu 600°C, serat kasar menggunakan metode pelarutan sampel dengan asam dan basa kuat serta pemanasan dan kadar air dengan metode pemanasan dalam oven bersuhu 105 - 110°C (Takeuchi, 1988). Metode analisis dijelaskan pada Lampiran 1.

Pakan yang sudah jadi, selain diproksimat juga diukur kandungan kadar gulanya, yaitu manosa dan gula total. Pengukuran gula dilakukan dengan metode DNS dilakukan di Laboratorium Terpadu PAU – IPB. Metode pengukuran kandungan manosa dan gula total dengan DNS disajikan pada Lampiran 5, 6, 7 dan 8.

Pengamatan Kecernaan

Pengukuran kecernaan dilakukan pada akhir penelitian. Setiap akuarium berisi 10 ekor ikan tersebut diberi pakan perlakuan yang sudah ditambahkan 0,5 % Cr2O3 sebagai indikator kecernaan (Watanabe 1988). Pada hari ke lima setelah ikan mas diberi pakan yang mengandung kromium, feses mulai dikumpulkan kemudian disimpan dalam botol film selama 14 hari atau hingga feses yang terkumpul cukup untuk analisis. Feses yang sudah terkumpul tersebut disimpan dalam lemari pendingin (freezer) untuk menjaga kesegarannya. Feses diambil 30 – 60 menit setelah ikan memakan pakan yang sudah dicampur Cr2O3

Feses yang terkumpul dikeringkan di dalam oven bersuhu 110°C selama 4 – 6 jam. Selanjutnya dilakukan analisis kandungan protein dan Cr

.

2O3 terhadap feses yang sudah dikeringkan tadi dengan bantuan alat spektrofotometer yang memiliki panjang gelombang 350 nm. Pengukuran kadar Cr2O3 dalam feses dengan menggunakan spektrofotometer dilakukan di Laboratorium Nutrisi Ikan Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Pengamatan Ekskresi Amonia

Sebanyak 3 ekor ikan mas dari keenam perlakuan diletakkan dalam 6 buah wadah berupa toples plastik bervolume 2 liter. Dua wadah lainnya digunakan sebagai kontrol (K1 dan K2

Pengamatan ekskresi amonia dilakukan untuk mengetahui seberapa banyak amonia yang dikeluarkan oleh ikan mas setelah mengkonsumsi pakan

yang diberikan. Oleh sebab itu, sebelum dilakukan pengamatan ini ikan dipuasakan terlebih dahulu selama 1 (satu) hari, kemudian ditimbang bobotnya. Setelah itu, diberi pakan perlakuan sampai kenyang (at satiation) dan dibiarkan selama 1 (satu) jam agar beradaptasi. Ikan mas yang telah diberi pakan ditimbang kembali dan selanjutnya siap dimasukkan ke dalam wadah.

Sementara itu, wadah-wadah tertutup disiapkan dengan memasukkan air bersuhu 28 - 30°C yang telah diaerasi kuat dan didesinfektan sebanyak 1000 ml (1 liter). Sebanyak 72 buah botol sampel bervolume 100 ml disiapkan untuk pengambilan sampel yang terdapat dalam wadah toples plastik sebanyak 6 kali, yaitu pada jam ke 0, 2, 4, 8 dan 16. Pengambilan sampel pada jam ke 0 dilakukan sebelum ikan mas uji dimasukkan ke dalam wadah. Selanjutnya, pengambilan air sampel dilakukan dengan mengikuti prosedur yang sudah ditentukan setelah ikan mas uji dimasukkan ke dalam wadah.

Air sampel yang telah dimasukkan ke dalam botol, ditetesi H2SO4 sebagai pengikat amonia sebanyak 3 tetes. Kemudian sampel disimpan dalam lemari pendingin. Selanjutnya sampel didestilasi dan diukur kandungan total amonia nitrogennya (TAN) dengan bantuan alat spektrofotometer. Total Amonia Nitrogen (TAN) diukur di Laboratorium Lingkungan BRPBAT Bogor.

Parameter yang Diukur Jumlah Konsumsi Pakan (JKP)

Jumlah konsumsi pakan ditentukan dengan menimbang jumlah pakan yang diberikan pada benih ikan mas uji setiap hari selama percobaan dilakukan. Pada akhir percobaan, pakan yang telah diberikan dijumlahkan dan dikurangi sisa pakan yang telah dikeringkan menjadi data jumlah konsumsi pakan (JKP).

Pertumbuhan Relatif (PR)

Pertumbuhan relatif (PR) dihitung dengan menggunakan rumus :

% 100 ) ( x Wo Wo Wt PR= −

Keterangan : PR = Pertumbuhan Relatif (%) Wt

W

= Biomassa ikan mas pada waktu t (gram)

22

Tingkat Kelangsungan Hidup (SR)

Tingkat kelangsungan hidup dihitung berdasarkan persamaan (Zonneveld

et al. 1991) : % 100 x No Nt SR=

Keterangan : SR = Kelangsungan hidup ikan mas Nt

N

= Jumlah ikan mas pada akhir pemeliharaan 0 = Jumlah ikan mas pada awal pemeliharaan

Konversi Pakan (FCR)

Konversi Pakan (FCR) dihitung dengan menggunakan rumus :

      − + = Wo D Wt F FCR ) (

Keterangan : FCR = Konversi Pakan

F = Jumlah pakan kering yang diberikan (gram) Wt

W

= Biomassa ikan mas pada waktu t (gram) 0

D = Bobot ikan mas yang mati selama pemeliharaan (gram)

= Biomassa ikan mas pada awal pemeliharaan (gram)

Retensi Protein (RP)

Nilai retensi protein dihitung berdasarkan persamaan (Takeuchi 1988) :

% 100 ) ( x P I F RP     − =

Keterangan : RP = Retensi Protein (%)

F = Jumlah protein tubuh ikan mas pada akhir pemeliharaan (gram)

I = Jumlah protein tubuh ikan mas pada awal pemeliharaan (gram)

Retensi Lemak (RL)

Nilai retensi lemak dihitung berdasarkan persamaan (Takeuchi 1988) :

% 100 ) ( x L I F RL     − =

Keterangan : RL = Retensi Lemak (%)

F = Jumlah lemak tubuh ikan mas pada akhir pemeliharaan (gram)

I = Jumlah lemak tubuh ikan mas pada awal pemeliharaan (gram)

L = Jumlah lemak yang dikonsumsi ikan mas (gram)

Kecernaan Protein dan Kecernaan Total

Nilai kecernaan protein dan kecernaan total dihitung berdasarkan persamaan (Takeuchi 1988) :       − − = b b x a a otein Kecernaan ' ' 1 100 Pr       − − = ' 1 100 a a otal KecernaanT Keterangan : a = % Cr2O3 a’ = % Cr

dalam pakan perlakuan 2O3

b = % protein dalam pakan perlakuan dalam feses ikan mas

b’ = % protein dalam feses ikan mas

Ekskresi Amonia

Nilai ekskresi amonia dihitung dengan rumus (Ming 1985) :

Ekskresi amonia/NH3

[

] [

]

xt gram BobotIkan toxV N NH ti N NH ) ( 3 3− − − -N (mg/g tubuh/jam) = Keterangan : [NH3-N]ti [NH

= Konsentrasi amonia pada akhir pengamatan (mg/l) 3-N]t0

V = Volume air di dalam wadah

= Konsentrasi amonia pada awal pengamatan (mg/l)

24

Analisis Statistika

Desain penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 5 (lima) faktor peubah dan 3 (tiga) ulangan. Parameter yang diuji secara statistik antara lain jumlah konsumsi pakan (JKP), pertumbuhan relatif (PR), kelangsungan hidup ikan mas (SR), konversi pakan (FCR), efisiensi pakan (EP), retensi protein (RP), retensi lemak (RL), kecernaan protein, kecernaan total dan ekskresi amonia. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan analisis ragam (one way anova) dan dilanjutkan dengan uji Duncan untuk menentukan perbedaan pengaruh perlakuan dengan tingkat kepercayaan 95%. Uji statistik menggunakan perangkat lunak komputer MS Excel 2007 dan SPSS 16.00.

Hasil Penelitian

Penelitian terhadap benih ikan mas yang dilakukan selama 50 hari pemeliharaan pada skala laboratorium menghasilkan data mengenai jumlah konsumsi pakan (JKP), bobot biomassa, pertumbuhan relatif (PR), tingkat kelangsungan hidup (SR), konversi pakan (FCR), retensi lemak (RL) dan protein (RP) serta eksresi amonia (TAN). Selanjutnya, pengujian kecernaan selama 14 hari menghasilkan data kecernaan total dan kecernaan protein. Hasil penelitian disajikan pada Tabel 4 dan hasil pengujian kadar gula dalam pakan disajikan pada Tabel 5.

Tabel 4 Hasil penelitian terhadap benih ikan mas yang diberi pakan berbasis BIS

PARAMETER PERLAKUAN A B C D E JKP (gram) 146.95 ± 9.66a 156.65 ± 13.53a 162.79 ± 13.17a 154.90 ± 16.43a 155.16 ± 12.44a Bobot Biomassa (gram) 117.00 ± 6.35 116.03 ± 5.72 a 118.93 ± 15.24 a 115.93 ± 13.52 a 121.77 ± 2.43 a PR (%) a 102.49 ± 13.50a 100.88 ± 9.35a 105.45 ± 27.10a 101.22 ± 24.69a 112.43 ± 5.39 SR (%) a 100 ± 0.00a 100 ± 0.00a 93.33 ± 5.77a 93.33 ± 5.77a 96.67 ± 5.77 FCR a 2.49 ± 0.15a 2.69 ± 0.13a 2.36 ± 0.19a 2.36 ± 0.26a 2.36 ± 0.18 RL (%) a 46.92 ± 0.54c 27.15 ± 1.19a 40.79 ± 4.12b 24.76 ± 2.70a 40.02 ± 2.28 RP (%) b 23.72 ± 0.92b 22.92 ± 1.01b 18.56 ± 3.30a 22.69 ± 2.96b 28.11 ± 1.39 Kec. Total (%) c 64.18 ± 0.13b 61.59 ± 0.31a 64.78 ± 0.43b 64.26 ± 0.26b 64.79 ± 0.50 Kec. Protein (%) b 74.15 ± 0.12b 74.27 ± 0.20b 74.07 ± 0.37bc 75.83 ± 0.08d 71.54 ± 0.35 TAN (mg/g bobot tubuh/jam) a 0.0177 ± 0.0006a 0.0179 ± 0.0008a 0.0179 ± 0.0004a 0.0177 ± 0.0002a 0.0173 ± 0.0005a

Keterangan : A = Pakan + 0,1% enzim mannanase

B = Pakan + 0,1% enzim mannanase : selulase (0,075 : 0,025)

C = Pakan + 0,1% enzim mannanase : selulase (0,050 : 0,050)

D = Pakan + 0,1% enzim mannanase : selulase (0,025 : 0,075)

E = Pakan tanpa penambahan enzim

JKP = Jumlah konsumsi pakan

PR = Pertumbuhan relatif

SR = Tingkat kelangsungan hidup (Survival rate)

FCR = Konversi pakan (Feed Convertion Ratio)

RL = Retensi lemak

RP = Retensi Protein

TAN = Total Amonia Nitrogen

Hasil penelitian yang disajikan pada Tabel 4 menunjukkan bahwa jumlah konsumsi pakan (JKP) memiliki kisaran nilai antara 146,95 ± 9,66 gram (perlakuan A) hingga 162,79 ± 13,17 gram (perlakuan C). Ditinjau secara

26

statistika, JKP pada semua perlakuan tidak menunjukkan respon yang berbeda (P>0,05). Begitu pula dengan bobot biomassa dan pertumbuhan relatif (PR) antar perlakuan tidak menunjukkan pengaruh yang berbeda (P>0,05). Bobot biomassa berkisar antara 115,93 ± 13,52 gram (perlakuan D) hingga 121,77 ± 2,43 gram (perlakuan E) dan pertumbuhan relatif berkisar antara 100,88 ± 9,35% (perlakuan B) hingga 112,43 ± 2,43% (perlakuan E).

Tingkat kelangsungan hidup atau Survival Rate (SR) juga menunjukkan

bahwa tidak ada perbedaan pada setiap perlakuan (P>0,05) yaitu berkisar antara 93,33 ± 5,77 % (perlakuan C dan D) hingga 100,00 ± 0,00 % (perlakuan A, B dan E). Tingkat kelangsungan hidup yang diperoleh dalam penelitian ini tergolong relatif baik karena dapat mencapai kisaran 100,00%. Konversi pakan atau sering

disebut Feed Convertion Ratio (FCR) bervariasi antara 2,36 ± 0,18 (perlakuan C,

D dan E) hingga 2,69 ± 0,13 (perlakuan B). Namun, secara statistika konversi pakan tidak menunjukkan respon yang berbeda (P>0,05).

Retensi lemak menunjukkan respon yang bervariasi, begitu pula dengan retensi protein pada setiap perlakuan. Retensi lemak tertinggi diperoleh pada perlakuan A yaitu sebesar 46,92 ± 0,54 % dan terendah pada perlakuan D yaitu 24,76 ± 2,70 % (P<0,05). Selanjutnya, retensi protein tertinggi diperoleh pada perlakuan E yaitu 28,11 ± 1,39 % dan terendah pada perlakuan C yaitu 18,56 ± 3,30 % (P<0,05).

Kecernaan yang dinyatakan dalam persentase (%) pada Tabel 4 menunjukkan bahwa kecernaan total terendah pada perlakuan B, yaitu sebesar 61,54 ± 0,42 % (P<0,05), sedangkan perlakuan A, C, D dan E tidak menunjukkan respon yang nyata terhadap perlakuan. Akan tetapi, perlakuan E memiliki kecernaan protein terendah yaitu sebesar 71,60 ± 0,48 %, sedangkan tertinggi ditunjukkan oleh pakan D yaitu sebesar 75,83 ± 0.08 % (P<0,05).

Ekskresi amonia yang dinyatakan dalam satuan mg/g bobot tubuh/jam merupakan indikator banyaknya limbah metabolisme makanan berupa amonia yang dibuang tubuh ikan ke lingkungan medianya. Semakin tinggi limbahnya, akan semakin berbahaya bagi biota budidaya. Pada hasil penelitian yang disajikan pada Tabel 4 menunjukkan bahwa nilai ekskresi amonia berkisar antara 0,0173 ± 0,0005 mg/g bobot tubuh/jam (perlakuan E) hingga 0,0179 ± 0,0008 mg/g bobot

tubuh/jam (perlakuan B dan C). Namun secara statistika, respon parameter ekskresi ammonia terhadap perlakuan yang diberikan tidak menunjukkan pengaruh yang nyata (P>0,05).

Adapun hasil pengujian kadar gula dalam pakan uji (Tabel 5), menunjukkan bahwa pakan yang diberi perlakuan 0,1% enzim manannase (perlakuan A) memiliki persentase mannosa dan gula total pakan tertinggi yaitu masing – masing 9,05% dan 18,91%. Kadar gula ini jauh berbeda jika dibandingkan dengan persentase kadar gula pakan terendah yang ditunjukkan oleh perlakuan tanpa penambahan enzim (pakan E) yaitu sebesar 1,70% mannosa dan 7,43% gula total. Pada data ini, semakin tinggi rasio kombinasi mannanase terhadap selulase, semakin tinggi pula kandungan gula di dalam pakan.

Tabel 5 Hasil pengujian kadar gula dalam pakan uji

PAKAN UJI

Dokumen terkait