• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I. PENDAHULUAH

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.4 Komposit Matriks Polimer

Menurut Feldman (1995) komposit merupakan sejumlah sitem multi fasa sifat gabungan antara bahan matriks atau pengikat dengan pemerkuat. Kekuatan dan sifat menyeluruh ditingkatkan dengan memasukkan fasa terdispersi kedalam matriks. Matriks yang digunakan dapat berupa keramik, logam maupun berupa polimer. Secara umum dikenal tiga kelompok komposit yaitu komposit serat (berpenguat serat), komposit laminer/laminant (penguatnya lembaran kertas, kain) dan komposit partikel/partikulat (penguatnya butiran, kerikil, pasir, filler lain dalam matriks kontinu). Sedangkan komposit polimer ialah makrokomposit bermatriks polimer. Polimer yang biasa digunakan untuk matriks komposit adalah polimer termoplastik (polietilena, polipropilena dan PVC) dan termoset (poliester, fenol formaldehida, epoksida, silikon dan lain-lain). Beberapa komposit matriks polimer dari jenis termoset dan termoplastik telah banyak diproduksi dan digunakan. Komposit dari matriks termoset yang lazim dipakai adalah poliester glas dipakai untuk atap dan isolasi bangunan. Komposit dari matriks termoplastik yang banyak dikomersilkan adalah komposit matriks polietilena dengan menggunakan serat glas dan dimanfaatkan untuk pipa air minum. Sedangkan komposit matriks polipropilena digunakan untuk alat rumah tangga, karpet, alas sepatu, tali, pipa dan lain-lain. Untuk pengolahan komposit polimer dapat dilakukan dengan penguatan fisik dan penguatan kimia. Penguatan fisik dengan cairan dingin dan korona dan penguatan kimia dengan anhidrida maleat, organosilena, isocyanat, natrium hidroksida, permanganat dan peroksida (Wambua, 2003).

2.4.1. Faktor-faktor yang mempengaruhi komposit

Sifat komposit yang berdasarkan serat tergantung kepada bahan pengisi, penyebaran serat dan interaksi antara matriks dengan serat (Abdul Khalil et al, 2000). Selain itu, sifatnya bergantung kepada ikatan permukaan antara matriks dengan serat, sifat serat, ukuran serat, bentuk serat, jumlah serat dalam matriks, teknik pemerosesan dan penyebaran serat dalam matriks.

Selain daripada komposisi kimia yang dapat menentukan sifat sesuatu komposit yang dihasilkan, ia juga turut dipengaruhi oleh beberapa keadaan serat seperti bagaimana serat itu diperoleh, ukuran dan bentuk serat. Ukuran dan bentuk serat sangat diperlukan untuk tujuan yang tertentu seperti pemerosesan dan perekatan dengan matriks. Selain itu menurut Rozman (2001 dan 2002) kandungan serat biasanya juga dapat mempengaruhi kekuatan mekanik komposit. Dalam hal penyebaran, pengisi adalah penyebab tanpa pengetumpukan atau pengelompokan, atau dengan kata lain serat tersebar di sekitar matriks. Dua faktor yang dapat mempengaruhi sebaran pengisi ialah interaksi antara sesama pengisi dan panjang pengisi. Menurut Razaina (1998), interaksi antara sesama pengisi lignoselulosik melalui ikatan hidrogen menyebabkan pengetumpukan serat yang mengakibatkan keretakan atau terputusnya serat. Selain itu, jenis pengisi dapat juga mempengaruhi kekuatan komposit karena pengisi lignoselulosik yang berlainan mempunyai kandungan selulosa, lignin dan hemiselulosa yang berbeda. Misalnya dalam serat tandan kosong sawit mengandung 65% selulosa dan 95% lignin sedangkan serat kelapa mengandung 32-43% selulosa dan 40-45% lignin.

2.4.2. Serat Selulosa sebagai penguat komposit polimer

Dalam beberapa dekade yang lalu, penelitian dan ilmu rekayasa telah tertarik pada material serat sebagai penguat komposit polimer. Dalam hal ini serat komposit yang digunakan adalah aramid, carbon dan serat glas sebagai plastik. Menurut Wambua dkk (2003) serat glas adalah paling banyak digunakan untuk penguat polimer karena harganya murah dibandingkan dengan aramid dan carbon dan begitu juga dengan sifat mekaniknya serat glas jauh lebih baik. Namun bagaimanapun baiknya serat glas ini mempunyai beberapa kelemahan seperti yang ditunjukkan pada tabel 2.2. Tabel 2.2 membandingkan serat glas dan serat alam dan jelas terlihat dukungan untuk komposit serat alam jauh lebih baik untuk dikembangkan di kemudian hari. Karbon dioksida bersifat netral pada serat alam dan atraktif sedangkan karbon dioksida pada serat glas tidak netral sehingga dapat berdampak negatip terhadap udara. Hal ini dipercaya menjadi pendukung dari efek masalah lingkungan dan dapat berhubungan dengan keadaan iklim di dunia (Larbig, Schezer, Dahlke dan Poltrock, 1998). Serat yang digunakan untuk penguat plastik biasanya adalah serat glas. Komposit yang menggunakan serat glas sebagai penguat telah banyak digunakan dalam bidang otomotif, industri sport, kontruksi bahan bangunan dan dalam bidang aerospace. Selain itu sejumlah besar menggunakan serat glas sebagai penguat plastik karena harganya yang rendah dibandingkan dengan serat aramid dan karbon dan mempunyai sifat mekanis yang baik. Saat ini, perhatian lebih besar pada serat alam.

Tabel 2.5. Perbandingan antara serat alam dan serat gelas Serat alam Serat gelas

Density Rendah Dua kali serat alam

Harga Rendah Rendah

Dapat diperbaharui Ya Tidak

Dapat di daur ulang Ya Tidak

Komsumsi energi Rendah Tinggi

Distribusi Lebar Lebar

CO2 Netral Tidak netral

Abrasi Tidak Ya

Disposal Biodegradasi Tidak biodegradasi

Menurut Raj dkk (1989), Maiti dan Hassan (1989), Youngquist dan Rowell (1990), Chtourou dkk (1992) dan Balatinez & Woodhams (1993) pemakaian serat alam tambah menarik dunia sejak tahun 1980, karena secara ekologi sangat baik dan begitu juga dengan keuntungan ekonomi. Sementara itu pemakaian beberapa serat selulosa pada komposit polimer ternyata mempunyai sifat mekanik yang lebih baik dari serat glas. Laporan ini diperoleh dari hasil penelitian Wambua dkk (2003) yang menyelidiki sifat mekanis dari komposit polipropilena yang diperkuat oleh serat rami, sisal dan jute dibandingkan dengan propilena dengan berpenguat serat glas. Sedangkan menurut Han Seung Yang dkk (2004) dengan menggunakan lignoselulosa yang berasal dari sekam padi untuk memperkuat polimer polipropilena terjadi pertambahan sifat fisik, sifat mekanis dan hasil morfologi menunjukkan adhesi yang lebih baik.

Pada saat ini, secara umum topik penelitian yang potensial adalah didasarkan pada penggunaan serat selulosa sebagai penguat komposit. Hal ini disebabkan karena lignoselulosa sebagai penguat komposit polimer yang tidak hanya murah tetapi juga dalam hal mengurangi polusi lingkungan karena

sifat-sifat biodegradasinya (Premalal dan Ismail, 2002; Mwaikambo dan Anselle, 2003). Oleh karena itu, menurut Son dan Kim (2003) riset dalam mengembangkan komposit dengan menggunakan berbagai bahan yang dapat diperbaharui sangat baik dikembangkan khususnya pemakaian lignoselulosa sebagai penguat dan matriks polimernya adalah temoplastik akan dapat bersahabat dengan lingkungan. 2.4.3. Komposit matriks polietilena berpenguat selulosa

Sejak tahun 1980 penyelidikan komposit matriks polimer kayu atau biasa disebut dengan Wood Polymer Composite (WPC) berkembang pesat karena menggunakan selulosa yang berasal dari kayu yang memberi banyak keuntungan misalnya harganya rendah, graviti spesifiknya rendah dan merupakan komposit alam karena dapat diperbaharui. Selain itu komposit polimer kayu secara meluas telah banyak dipakai untuk komponen kenderaan, bahan- bahan bangunan dan juga perabotan ( Drzal dkk, 2001). Komposit polimer kayu yang menggunakan matriks poliolefin seperti polietilena telah banyak diselidiki. Seperti diketahui komposit matriks polietilena berpenguat selulosa mempunyai kompatibilitas yang rendah karena serat alam yang berasal dari kayu mempunyai sifat hidrofilik sehingga tidak dapat menempel dengan baik pada matriks polimer. Untuk itu sejumlah penyelidikan yang berhubungan dengan komposit polietilena berpenguat selulosa telah berhasil diselidiki. Secara umum penyelidikan diarahkan pada proses pengembangan komposit matriks polietilena berpenguat kayu. Beberapa hasil penyelidikan yang sudah dilakukan adalah sebagai berikut :

2.4.3.1.Perubahan cairan pada komposit polietilena berpenguat kayu

Menggunakan teknik pengukuran kapiler untuk mengetahui perubahan cairan pada komposit plastik kayu telah diselidiki. Dalam laporannya Li dan Michael (2005) menyatakan pengaliran cairan komposit HDPE-kayu diselidiki dengan menggunakan pengukuran kapiler untuk mengetahui efek kandungan dan bentuk partikel kayu pada polietilena anhidrida maleat (MAPE). Data viscositas dibandingkan dengan harga matriks polietilena berdasarkan literatur. Efek bentuk partikel kayu yang komersil diuji pada kandungan kayu 60 %. Hasil yang diperoleh adalah kedua viscositas pengaliran bertambah dengan jumlah kandungan kayu tetapi pengisi kayu tidak signifikan sebagai suspensi dari pengisi organik pada penambahan yang sama. Pada bentuk partikel kayu yang komersil hasil yang ditemukan adalah terjadi perobahan sedikit viscositas. Li dan Michael (2006) juga telah meneliti aliran putus dan aliran perpanjangan dari komposit HDPE dan kayu dengan menggunakan pengukuran plat rotasi paralel dan teknik hiperbolik. Hasil test menunjukkan modulus HDPE mempunyai tegangan yang sangat rendah.

2.4.3.2.Penentuan dan proses pengembangan cetak tekan pada komposit polietilena

Dalam penyelidikan komposit polietilena-kayu oleh Michael (2003) telah dilakukan proses penentuan campuran kayu dan HDPE (High Density Polyethylene) menggunakan teknik konvensional cetak tekan panas. Analisa termal digunakan untuk mengetahui pengembangan tekanan dan jumlah aliran.

2.4.3.3.Kompatibilisasi komposit polietilena dengan terminasi polietilena isocyanat

Cheng Zhang dkk (2006) menyelidiki sifat mekanik dan resistensi melalui efek terminasi polietilena alkohol (PEA), PE-MDI dan PE- MDI. Ternyata PE- MDI mempunyai modulus yang lebih tinggi daripada dengan PEA. Efek kompatibilisasi PE=MDI dan PE-PMDI telah menimbulkan tejadinya ikatan kovalen antara isocyanat dengan kayu. Ikatan kovalen ini dapat terlihat melalui FT-IR. Sedangkan penyelidikan dari SEM hasilnya adalah terminasi PE isocyanat mengubah adhesi antara kayu dan PE.

2.4.3.4. Efektifitas fungsionalisasi poliolefin pada komposit polietilena

Yeh Wang dkk (2003) telah menyelidiki beberapa efek fungsionalisasi pada komposit matriks poliolefin dengan pengisi serbuk kayu. Fungsionalisasi yang diselidiki adalah seperti LLDPE grafting maleat, HDPE grafting akrilat dan HDPE grafting maleat.Metode yang dipakai untuk menguji efektifitas dari kompatibilitas polioefin didasarkan pada struktur kimia, berat molekul dan tingkat grafting. Permukaan komposit dipelajari melalui SEM (Scanning Electron Microscope) dan FTIR untuk mengetahui fisasi kimia. Hasil yang diperoleh adalah bahwa kompatibilitas HDPE grafting maleat mempunyai kompatibilitas yang lebih baik ini terlihat dari sifat mekanik, morfologi dan penyelidikan infra merah.

2.4.4. Pengolahan Komposit Polietilena dengan selulosa

Proses pencampuran polimer mencakup dua jenis pencampuran, yaitu pencampuran distributif dan pencampuran dispersif. Contoh pencampuran distributif antara lain pencampuran bahan aditif padat seperti antioksidan, pengisi, pigmen, atau penguat ke dalam matriks polimer. Proses pencampuran ini memerlukan bahan pendispersi dan bahan penghubung untuk mendapatkan hasil campuran yang homogen. Bahan pengisi kayu dan bahan selulosa yang ringan, murah dan tersedia dalam jumlah besar dapat diolah secara distributif-dengan matriks polimer.

Polietilena dan serat selulosa merupakan dua bahan polimer yang sukar bercampur homogen, karena sifat kepolarannya berbeda. Karena itu proses pencampurannya adalah distributif, dan untuk mendapatkan campuran yang homogen, pengolahannya tidak dapat dilakukan dengan cara konvernsional, yang hanya melibatkan interaksi fisik antar komponen polimer. Brown (1992) memberikan beberapa cara umum untuk meningkatkan kompatibilitas campuran, yaitu melalui beberapa proses antara lain; (a) kokristalisasi, (b) pengikatan silang secara in-situ, (c) penambahan bahan penghubung, (d) pembentukan kopolimer dari reaksi gugus fungsi pada bagian spesifik kedua polimer. Keempat proses di atas, dapat dilakukan di dalam mesin pengolah, yang sekaligus berfungsi sebagai reaktor modifikasi, dengan mengatur kondisi untuk mendapatkan hasil reaksi optimum. Modifikasi dengan cara ini dikenal dengan “Teknik Pengolahan Reaktif” (Cacele, 1979), yang secara defenisi dapat diartikan sebagai pengolahan bahan polimer, bersama bahan aditif, yang melibatkan reaksi kimia selain proses

pencampuran fisik. Jenis reaksi yang terlibat tergantung dari kebutuhan dan bahan yang ada, yang mungkin merupakan reaksi radikal bebas, ionik, atau koordinasi. Teknik pengolahan reaktif ini telah dikembangkan oleh al-Malaika dkk (1987) yang dapat digunakan dalam berbagai bidang teknologi polimer. 2.4.5. Kompatibilitas komposit polietilena dengan selulosa

Pencampuran dua atau lebih bahan polimer umumnya menghasilkan sistem fase terpisah, meskipun juga terdapat beberapa campuran polimer yang dapat campur (miscible) secara molekuler. Campuran polimer yang tidak dapat campur (immicible) juga dapat memberikan keuntungan untuk mendapatkan sifat campuran polimer yang diinginkan, yaitu dengan meminimalkan sifat yang lemah dan mengoptimalkan sifat yang menguntungkan. Bentuk akhir campuran polimer multifasa sangat bergantung pada fasa morfologi dari bahan polimer dan sifat intermolekuler antara fasa-fasa polimer penyusun. Campuran polimer yang tidak dapat campur memiliki sifat mekanik yang relatif rendah dibanding penyusunnya dan bentuk dari campuran polimer sangat bergantung pada proses pencampuran bahan polimer. Fase morfologi benar-benar bergantung pada cara proses pencampuran.

Campuran polimer yang dihasilkan dengan metode campuran lelehan (melt mixing) lebih baik dari pada pencampuran dalam larutan. Buruknya interaksi antara bagian-bagian molekul menyebabkan tingginya tegangan antar muka pada lelehan yang mengakibatkan sulitnya mendispersikan komponen penyusun sebagaimana mestinya selama pencampuran dan rendahnya adhesi antar muka dari komponen-komponen tersebut. Gejala berakibat dininya kegagalan

mekanik, dan kerapuhan campuran polimer. Cara untuk mengatasi hal ini disebut kompatibilitasi (Al-Malaika, 1997).

Banyak cara yang telah dilakukan dalam mendapatkan kompatibilitas antara maktriks dan bahan pengisi. Diantaranya, Quin (1985) mereaksikan bahan pemantap atau pelekat turunan anhidrida asam maleat ke dalam matriks polipropilena untuk meningkatkan kekuatan dan kemantapan komposit polipropilena serat kaca. Banyak usaha-usaha yang telah dilakukan untuk mengikat anhidrida maleat ke dalam bahan poliolefin, untuk meningkatkan polaritas, hidrofilisitas, daya rekat, daya ikat, dan kepekaannya terhadap pengikatan silang (Krul, 1984). Hasil akhir dari reaksi modifikasi tersebut adalah kenaikan kompatibilitas polimer tersebut dengan bahan pengisi dan polimer lainnya. Joly dkk (1996) melakukan kompatibilitas matriks polipropilena direaksikan melalui ikatan ester yang menghasilkan ikatan kimia dengan serat selulosa, dan melibatkan pembentukan rantai alifatis pendek pada permukaan serat, yang ternyata menghasilkan kenaikan ketahanan bahan terhadap propagasi retakan. Sedangkan hendenberg dan Gatenholm (1996) meningkatkan kompatibilitas campuran polimer polietilena-serbuk selulosa dengan perlakuan ozon terhadap matriks polietilena. Perlakuan dengan ozon tersebut, dilaporkan menghasilkan gugus karbonil dan hidroperoksida pada rantai polietilena, yang akan terdekomposisi selama pengolahan dan menghasilkan gugus karbonil dan hidroperoksida pada rantai polietilena, yang akan terdekomposisi selama pengolahan dan menghasilkan ikatan kimia dengan serbuk selulosa.

Dokumen terkait