3. Fungsi Persuasif
2.4. Komunikasi Internal dan Eksternal
Komunikasi dalam organisasi atau disebut juga komunikasi manajemen
meliputi dua bagian berdasarkan tempat di mana khalayak sasaran berada, yaitu
Komunikasi Internal (Internal Communication) untuk khalayak anggota organisasi
dan Komunikasi Eksternal (External Communication) untuk khalayak di luar anggota
organisasi.
2.4.1. Komunikasi Internal
Adalah komunikasi antara pimpinan organisasi dengan para tenaga kesehatan
secara timbal balik. Komunikasi internal terbagi dalam tiga kegiatan :
1. Komunikasi Vertikal adalah komunikasi secara timbal balik (two way traffic
communication) dari atas (pimpinan atau manajer) ke bawah (karyawan atau
tenaga kesehatan) disebut Upper Communication atau Downward
Communication, dan komunikasi dari bawah (karyawan atau tenaga kesehatan) ke
atas (pimpinan atau manajer) disebut Down Up Communication atau Upward
Communication. Dalam proses komunikasi vertikal secara Upper Communication
atau Downward Communication tersebut pimpinan memberikan instruksi,
Dalam proses komunikasi vertikal secara Down Up Communication atau Upward
Communication tersebut bawahan memberikan laporan, gagasan, usul atau saran
kepada pimpinan. Komunikasi dua arah secara timbal balik dalam organisasi
sangat penting sekali. Pimpinan harus mengetahui laporan, tenggapan, gagasan,
saran dari bawahan sebagai petunjuk efektif tidaknya atau effisien tidaknya
kebijakan yang telah dilakukan. Oleh karena itu jika komunikasi hanya satu arah
saja dari pimpinan ke bawahan maka proses manajemen dalam organisasi besar
kemungkinan tidak berjalan sebagaimana yang diharapkan. Komunikasi vertikal
dapat dilakukan secara langsung antara pimpinan tertinggi dengan seluruh tenaga
kesehatan, atau juga dapat dilakukan secara berjenjang melalui kepala biro,
bagian, sub bagian, seksi, dan sub seksi. Komunikasi vertikal yang timbal balik
dua arah merupakan pencerminan dari kepemimpinan demokratis (democratic
leadership) suatu jenis kepemimpinan yang sementera ini dianggap yang paling
baik diantara kepemimpinan lainnya.
2. Komunikasi Horizontal adalah komunikasi secara mendatar diantara tenaga
kesehatan dalam suatu unit atau antara anggota staf dengan anggota staf lainnya.
Kalau dalam komunikasi vertikal lebih bersifat formal, maka dalam komunikasi
horizontal seringkali berlangsung dalam suasana tidak formal. Sering tampak
dilakukan dalam waktu istirahat, sedang dalam perjalanan pulang, atau waktu
rekreasi. Yang dibicarakan lebih banyak hal-hal yang menyangkut pekerjaan atau
tindakan pimpinan. Gravevenis mengenai kebijakan pimpinan sering muncul
3. Komunikasi Diagonal atau disebut juga dengan komunikasi silang (cross
communication) adalah komunikasi dalam organisasi antara seseorang dengan
lainnya yang satu sama lain berbeda dalam kedudukan dan unitnya. Komunikasi
diagonal tidak menunjukkan kekakuan sebagaimana dalam komunikasi vertikal,
tetapi tidak juga menunjukkan keakraban sebagaimana dalam komunikasi
horizontal. Dilain hal komunikasi diagonal dapat terjadi penyimpangan dari jalur
prosedur birokrasi, misalnya, seorang tenaga kesehatan suatu unit mengeluhkan
masalah pekerjaan kepada kepala unit lain. Hal ini termasuk dalam
miscommunication dan jika diketahui oleh pimpinan unitnya maka mungkin akan
terjadi benturan psikologis.
2.4.2. Komunikasi Eksternal
Komunikasi Eksternal adalah komunikasi antara pimpinan atau pejabat lain
yang mewakilinya dengan khalayak atau publik di luar organisasi. Yang termasuk
khalayak di luar organisasi meliputi : khalayak sekitar (community), instansi
pemerintah (government), pers, dan pelanggan (customer). Komunikasi eksternal
terdiri dari dua jalur yang berlangsung secara timbal balik, yaitu Komunikasi dari
organisasi ke khalayak, pada umumnya bersifat informatif yang dilakukan
sedemikian rupa sehingga khalayak atau publik merasa terlibat atau sedikitnya terjadi
hubungan batin. Bagi suatu perusahaan komunikasi booking bersifat informatif
semata tetapi juga bersifat persuasif dalam bentuk penyiaran iklan komersial
merupakan proses umpan balik (feedback) yang disebut sebagai public opinion
(Effendi, dalam Ruslan, 2002:52).
2.5. Kinerja
Ada beberapa pendapat tentang kinerja yaitu:
1. Mangkunegara (2004:67) memberikan pengertian tentang kinerja yaitu hasil
kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai seseorang dalam
melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan
kepadanya.
2. Teori Robbins menyebutkan mengenai beberapa faktor yang saling berkaitan
diantaranya kepemimpinan (leadership), motivasi (motivation), kemampuan
(ability), dimana faktor-faktor tersebut akan berinteraksi menjadi satu fungsi
kinerja pada tenaga kesehatan (Robbins, 1996:95).
3. Kinerja menurut As’ad (2001:48) keberhasilan seseorang pekerja terkait
dengan keberhasilan dalam menyelesaikan tugasnya. Hal tersebut dapat dilihat
dari sisi kualitas, ketepatan waktu dalam menyelesaikan pekerjaan tersebut.
4. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kinerja adalah sesuatu yang dicapai,
prestasi yang diperlihatkan, kemampuan kerja (Depdiknas 2002:570).
5. Sedangkan Keith Davis yang dikutip oleh Mangkunegara (2004:67)
Kinerja (performance) sebagai konsekuensi tuntutan masyarakat terhadap
kebutuhan akan pelayanan prima atau pelayanan yang bermutu tinggi. Mutu tidak
terpisahkan dari standar, karena kinerja diukur berdasarkan standar. Melalui kinerja
klinis perawat dan bidan, diharapkan dapat menunjukkan kontribusi profesionalnya
secara nyata dalam meningkatkan mutu pelayanan keperawatan dan kebidanan yang
berdampak terhadap pelayanan kesehatan secara umum pada organisasi tempatnya
bekerja, dan dampak akhir bermuara pada kualitas hidup dan kesejahteraan
masyarakat.
Mengukur kinerja perawat dan bidan pada tatanan klinis, peneliti
menggunakan indikator kinerja klinis sebagai langkah untuk mewujudkan
komitmennya guna dapat menilai tingkat kemampuan individu dalam tim kerja.
Dengan demikian, diharapkan kesadaran akan tumbuh, mau, dan mampu
mengidentifikasi kualitas kinerja masing-masing, untuk dimonitor, diperbaiki serta
ditingkatkan secara terus menerus. Sistem pengembangan dan manajemen kinerja
klinis (SPMKK) bagi perawat dan bidan, dimulai dari elemen terkecil dalam
organisasi yaitu pada tingkat First Line Manager, karena produktifitas (jasa) berada
langsung ditangan individu-individu dalam kerja tim.
Komitmen dan dukungan pimpinan puncak dan stakeholder lainnya tetap
menjadi kunci utama. Bertemunya persepsi yang sama antara dua komponen tersebut
dalam menentukan sasaran dan tujuan, merupakan modal utama untuk meningkatkan
kinerja dalam suatu organisasi. Menentukan tingkat prestasi melalui indikator kinerja
obyektif terhadap pelaksanaan fungsi/tugas seorang perawat atau bidan, sejauh mana
fungsi dan tugas yang dilakukan memenuhi standar yang ditentukan.
2.5.1. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja
Menurut Mathis dan Jackson (2001:308) banyak faktor yang mempengaruhi
kenerja diantaranya (1) Jumlah kerja, (2) Kualitas kerja, (3) Kecocokan dengan rekan
kerja, (4) Kehadiran, (5) Masa bakti, (6) Fleksibilitas.
Sedangkan menurut Bernardin dalam Robbins (1996:260), ada enam kriteria
dalam kinerja diantaranya :