TESIS
OLEH
MAGDALENA GINTING 087033001/IKM
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat
untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat
Minat Studi Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku pada Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara
OLEH
MAGDALENA GINTING 087033001/IKM
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
Nomor Induk Mahasiswa : 087033001
Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat
Minat Studi : Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Prof. Dr. Ritha F. Dalimunthe, M.Si) (Drs. Amir Purba, M.A, Ph.D) Ketua Anggota
Ketua Program Studi Dekan
(Dr. Drs. Surya Utama, M.S) (Dr. Drs. Surya Utama, M.S)
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Dr. Ritha F. Dalimunthe, M.Si
Anggota : 1. Drs. Amir Purba M.A, Ph.D
2. Dr. Endang Sulistya Rini, S.E, M.Si
PENGARUH KOMUNIKASI INTERNAL TERHADAP K I N E R J A T E N A G A K E S E H A T A N
RUMAH SAKIT UMUM HERNA MEDAN
TESIS
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Medan, Juli 2010
kesehatan. Kinerja tenaga kesehatan dipengaruhi oleh kualitas komunikasi internal terhadap peningkatan kinerja tenaga kesehatan rumah sakit. Rendahnya kinerja tenaga kesehatan di Rumah Sakit Umum Herna Medan berdampak pada jumlah kunjungan pasien ke rumah sakit atau bed occupancy rate, masih di bawah 60%.
Penelitian ini untuk menganalisis pengaruh komunikasi internal terhadap kinerja tenaga kesehatan Rumah Sakit Umum Herna Medan. Jenis penelitian yang digunakan adalah Survey Explanatory. Populasi dalam penelitian ini petugas medis dan non medis sebanyak 342 orang, dengan jumlah sampel 77 orang, yang diambil dengan teknik stratified sampling. Data dikumpulkan melalui kuesioner, wawancara dan dokumentasi. Teknik analisis data menggunakan regresi linear berganda.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa komunikasi vertikal (p =0,013) dan komunikasi horizontal (p =0,029) mempunyai pengaruh terhadap kinerja tenaga kesehatan Rumah Sakit Umum Herna Medan. Komunikasi diagonal dalam penelitian ini tidak berpengaruh terhadap kinerja tenaga kesehatan di Rumah Sakit Umum Herna Medan.
Disarankan kepada pimpinan Rumah Sakit Umum Herna Medan supaya memperbaiki komunikasi internal untuk meningkatkan kinerja tenaga kesehatan Rumah Sakit Umum Herna Medan dalam memberi pelayanan terhadap pasien.
of medical personnel. Their performance as employee is influenced by quality rate of internal communication upon improving quality in serving public. The performance of medical personnel on Rumah Sakit Umum Herna Medan Hospital has influenced of the total admittance rate of patient, it is surely that bed occupancy rate is still under 60%.
The objective of this study is to know the influence of internal communication upon the performance of medical personnel in the hospital. This study adopted the explanatory survey. The population of this research involved those medical personnel and some non medical personnel comprised 324 personnel. Total sample in this case included 77 persons, to take them with a stratified sampling technique. The data collected by questionnaire, interview and by documentation. In analyzing the data by using a multiple linear regression technique.
The result of study showed that in vertical communication is (p=0.013) and horizontal communication of (p=0.029), have significant influence toward the medical personnel who serve the hospital. Diagonal communication in this research is not influenced to those medical personal who served to Rumah Sakit Umum Herna
Medan.
Re-building the internal communication amongst those medical personnel is a demanded especially to improve their performance who serve the Rumah Sakit
Umum Herna Medan Hospital, the service in this case should be provided to patients.
dan kasihNya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini sampai
dengan selesai. Tesis ini disusun sebagai salah satu persyaratan untuk menyelesaikan
Minat Studi Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku di Program Studi S2 Ilmu
Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara
Medan.
Selesainya tesis ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak, oleh karena itu
pada kesempatan ini perkenankan penulis menyampaikan rasa terima kasih dan
penghargaan yang tidak terhingga kepada :
1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, MSc (CTM), Sp.A(K), selaku Rektor
Universitas Sumatera Utara Medan.
2. Dr. Drs. Surya Utama,M.S, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara Medan dan Ketua program studi S2 Ilmu Kesehatan
Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Medan.
3. Dr. Drs .R. Kintoko Rochadi M.K.M., selaku sekretaris pada Program Studi S2
Ilmu Kesehatan Masyarakat minat studi promosi kesehatan dan ilmu perilaku,
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Medan.
4. Prof. Dr. Ritha F. Dalimunthe M.Si, selaku ketua komisi pembimbing yang telah
banyak meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam memberikan bimbingan,
serta dukungan kepada penulis dalam penyelesaian tesis ini.
6. Dr. Endang Sulistya Rini, S.E, M.Si, selaku anggota penguji yang telah banyak
memberikan masukan, kritik dan saran kepada penulis untuk kesempurnaan tesis
ini.
7. Drs.Amru Nasution, M.Kes, selaku anggota penguji yang telah banyak
memberikan masukan, kritik dan saran kepada penulis untuk kesempurnaan tesis
ini.
8. Prof. Dr. Robert Sibarani,M.S, selaku Rektor Universitas Darma Agung Medan,
yang telah memberikan kesempatan dan dukungan kepada penulis untuk
mengikuti dan menyelesaikan pendidikan di Program S2 Ilmu Kesehatan
Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Medan.
9. Rosita Saragih, S.K.M, selaku Dekan Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas
Darma Agung Medan yang memberikan kesempatan dan dukungan kepada
penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan di Program S2 Ilmu
Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera
Utara Medan.
10.Seluruh staf dosen dan staf pegawai di program S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat,
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Medan, yang telah
penulis dalam penyelesaian tesis ini.
12.Seluruh teman - teman mahasiswa di program studi Promosi Kesehatan dan Ilmu
Perilaku yang memberi dukungan di S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Medan.
13.dr.Limenta, sebagai direktur Rumah Sakit Umum Herna Medan serta seluruh
pegawai Rumah Sakit Umum Herna Medan yang telah memberikan dukungan
dalam penulisan tesis ini.
14.Teristimewa kepada suamiku, Handy Tarigan, S.Sos, dan anak - anakku (Putri
Patricia Di Angel dan Sthepan Paul Jost) yang telah memberikan dukungan serta
doa yang tak henti - hentinya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.
Penulis menyadari bahwa tesis ini masih banyak kekurangan dan masih jauh dari
kesempurnaan, untuk itu bila ada saran maupun krtitik yang sifatnya membangun
sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini. Akhir kata penulis
mengucapkan terima kasih, semoga tesis ini bermanfaat bagi kita semua.
Medan, Juli 2010
Penulis bernama Magdalena Ginting yang dilahirkan di Karo pada tanggal 25
April 1967, beragama Kristen Protestan dan bertempat tinggal di Jl. Sei Batang
Serangan No. 31/62 Medan.
Penulis menamatkan sekolah dasar tahun 1980 di SD Negeri 2 Suka, pada
tahun 1983 menamatkan SMP dari SMP Negeri I Kabanjahe, pada tahun 1986 tamat
dari SMA Negeri I Kabanjahe, pada tahun 1989 tamat dari Fakultas Non Gelar
Kesehatan Universitas Darma Agung Medan, pada tahun 1997 tamat dari Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Medan, tahun 2008 melanjutkan
pendidikan di S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat minat Promosi Kesehatan dan Ilmu
Perilaku.
Penulis bekerja di Rumah Sakit Umum Herna Medan tahun 1990 sampai
dengan tahun 1995. Tahun 1995 sampai dengan sekarang sebagai staf pengajar di
ABSTRAK i
2.3. Tujuan dan Fungsi Komunikasi dalam Organisasi 31
2.3.1.Tujuan Komunikasi Organisasi 31
2.3.2.Fungsi Komunikasi Organisasi 31
2.4. Komunikasi Internal dan Eksternal 32
2.4.1.Komunikasi Internal 32
2.4.2.Komunikasi Eksternal 34
2.5. Kinerja 35
2.5.1. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja 37
2.6. Landasan Teori 39
3.3. Populasi dan Sampel 43
3.4. Metode Pengumpulan Data 46
3.4.1.Validitas dan Reliabilitas 46
3.5. Variabel dan Definisi Operasional 48
3.5.1. Independen Variabel 48 3.6.2.2. Variabel Komunikasi Horizontal 54 3.6.2.3. Variabel Komunikasi Diagonal 55
3.7.Metode Analisis Data 55
BAB 4 HASIL PENELITIAN 57
4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 57
4.1.1. Falsafah Rumah Sakit Umum Herna Medan 57
4.2.1. Distribusi Karakteristik Tenaga Kesehatan Rumah Sakit Umum Herna Medan Berdasarkan Umur, Jenis Kelamin, Lama Kerja,
Jabatan dan Penghasilan 58
4.2.2.1. Distribusi Komunikasi Vertikal Tenaga Kesehatan Rumah Sakit Umum Herna Medan Tahun 2010 61 4.2.2.2. Distribusi Komunikasi Horizontal Tenaga Kesehatan
Rumah Sakit Umum Herna Medan Tahun 2010 62 4.2.2.3. Distribusi Komunikasi Diagonal Tenaga Kesehatan
Rumah Sakit Umum Herna Medan Tahun 2010 62 4.2.3. Distribusi Kinerja Tenaga Kesehatan Rumah Sakit Umum
Herna Medan Tahun 2010 63
4.2.3.1. Distribusi Kualitas Kerja Tenaga Kesehatan Rumah
Sakit Umum Herna Medan Tahun 2010 63
4.2.3.2. Distribusi Kuantitas Kerja Tenaga Kesehatan Rumah
Sakit Umum Herna Medan Tahun 2010 64
4.2.3.3. Distribusi Ketepatan Waktu Kerja Tenaga Kesehatan Rumah Sakit Umum Herna Medan Tahun 2010 64 4.2.3.4. Distribusi Efektifitas Kerja Tenaga Kesehatan Rumah
Sakit Umum Herna Medan Tahun 2010 65
4.2.3.5. Distribusi Kemandirian Kerja Tenaga Kesehatan Sakit
Rumah Umum Herna Medan Tahun 2010 65
4.2.3.6. Distribusi Komitmen Kerja Tenaga Kesehatan Rumah
Sakit Umum Herna Medan Tahun 2010 66
4.2.3.7. Distribusi Total Kinerja Tenaga Kesehatan Rumah
Sakit Umum Herna Medan Tahun 2010 66
4.3. Analisis Bivariat 67
4.4. Analisis Multivariat 68
BAB 5 PEMBAHASAN 70
5.1. Kinerja Tenaga Kesehatan Rumah Sakit Umum Herna Medan 70 5.1.1. Kualitas Kerja Tenaga Kesehatan Rumah Sakit Umum Herna
5.1.5. Kemandirian Kerja Tenaga Kesehatan Rumah Sakit Umum
5.2.1. Pengaruh Komunikasi Vertikal terhadap Kinerja Tenaga
Kesehatan Rumah Sakit Umum Herna 76 5.2.2. Pengaruh Komunikasi Horizontal terhadap Kinerja Tenaga
Kesehatan Rumah Sakit Umum Herna 77
5.2.3. Pengaruh Komunikasi Diagonal terhadap Kinerja Tenaga
Kesehatan Rumah Sakit Umum Herna 77
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 79
6.1. Kesimpulan 79
1.1. BOR, BTO, LOS, TOI, GDR, dan NDR 7
3.1. Populasi 43
3.2. Sampel 45
3.3. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas 47
3.4. Indikator Variabel X 51
3.5. Indikator Variabel Y 52
4.1. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur 59
4.2. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin 59
4.3. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Lama Kerja 60
4.4. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jabatan 60
4.5. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Penghasilan 61
4.6. Distribusi Komunikasi Vertikal Tenaga Kesehatan Rumah Sakit Umum
Herna Medan Tahun 2010 61
4.7. Distribusi Komunikasi Horizontal Tenaga Kesehatan Rumah Sakit Umum
Herna Medan Tahun 2010 62
4.8. Distribusi Komunikasi Diagonal Tenaga Kesehatan Rumah Sakit Umum
Herna Medan Tahun 2010 62
4.9. Distribusi Kualitas Kerja Tenaga Kesehatan Rumah Sakit Umum
Herna Medan Tahun 2010 63
4.10. Distribusi Kuantitas Kerja Tenaga Kesehatan Rumah Sakit Umum
Herna Medan Tahun 2010 65
4.13. Distribusi Kemandirian Tenaga Kesehatan Rumah Sakit Umum
Herna Medan Tahun 2010 65
4.14. Distribusi Komitmen Kerja Tenaga Kesehatan Rumah Sakit Umum
Herna Medan Tahun 2010 66
4.15. Distribusi Jumlah Total Kinerja Tenaga Kesehatan Rumah Sakit Umum
Herna Medan Tahun 2010 66
4.16. Hubungan Komunikasi Internal dengan Kinerja Tenaga Kesehatan Rumah
Sakit Umum Herna Medan 67
4.17. Hasil Regresi Komunikasi Vertikal dan Horizontal terhadap Kinerja
2.1. Proses Komunikasi 21
2.2. Alur Proses Teori SOR 40
1. Daftar Pustaka ... 81
2. Kuesioner Penelitian ... 83
3. Surat Izin Penelitian dari Fakultas Kesehatan Masyarakat ... 89
Universitas Sumatera Utara 4. Surat Keterangan Selesai Penelitian... 90
5. Struktur Organisasi Rumah Sakit Umum Herna Medan ... 91
6. Master Data ... 92
kesehatan. Kinerja tenaga kesehatan dipengaruhi oleh kualitas komunikasi internal terhadap peningkatan kinerja tenaga kesehatan rumah sakit. Rendahnya kinerja tenaga kesehatan di Rumah Sakit Umum Herna Medan berdampak pada jumlah kunjungan pasien ke rumah sakit atau bed occupancy rate, masih di bawah 60%.
Penelitian ini untuk menganalisis pengaruh komunikasi internal terhadap kinerja tenaga kesehatan Rumah Sakit Umum Herna Medan. Jenis penelitian yang digunakan adalah Survey Explanatory. Populasi dalam penelitian ini petugas medis dan non medis sebanyak 342 orang, dengan jumlah sampel 77 orang, yang diambil dengan teknik stratified sampling. Data dikumpulkan melalui kuesioner, wawancara dan dokumentasi. Teknik analisis data menggunakan regresi linear berganda.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa komunikasi vertikal (p =0,013) dan komunikasi horizontal (p =0,029) mempunyai pengaruh terhadap kinerja tenaga kesehatan Rumah Sakit Umum Herna Medan. Komunikasi diagonal dalam penelitian ini tidak berpengaruh terhadap kinerja tenaga kesehatan di Rumah Sakit Umum Herna Medan.
Disarankan kepada pimpinan Rumah Sakit Umum Herna Medan supaya memperbaiki komunikasi internal untuk meningkatkan kinerja tenaga kesehatan Rumah Sakit Umum Herna Medan dalam memberi pelayanan terhadap pasien.
of medical personnel. Their performance as employee is influenced by quality rate of internal communication upon improving quality in serving public. The performance of medical personnel on Rumah Sakit Umum Herna Medan Hospital has influenced of the total admittance rate of patient, it is surely that bed occupancy rate is still under 60%.
The objective of this study is to know the influence of internal communication upon the performance of medical personnel in the hospital. This study adopted the explanatory survey. The population of this research involved those medical personnel and some non medical personnel comprised 324 personnel. Total sample in this case included 77 persons, to take them with a stratified sampling technique. The data collected by questionnaire, interview and by documentation. In analyzing the data by using a multiple linear regression technique.
The result of study showed that in vertical communication is (p=0.013) and horizontal communication of (p=0.029), have significant influence toward the medical personnel who serve the hospital. Diagonal communication in this research is not influenced to those medical personal who served to Rumah Sakit Umum Herna
Medan.
Re-building the internal communication amongst those medical personnel is a demanded especially to improve their performance who serve the Rumah Sakit
Umum Herna Medan Hospital, the service in this case should be provided to patients.
1.1. Latar Belakang
Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan
dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan
masyarakat yang optimal. Dalam rangka mencapai tujuan tersebut kinerja sumber
daya manusia kesehatan merupakan salah satu kunci keberhasilan yang harus
dikembangkan sesuai kebutuhan pelayanan kesehatan masyarakat dan perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi. Kinerja tenaga kesehatan seharusnya merupakan
penentu utama dari perilaku anggota organisasi atau organizational citizenship
behavior. Budaya organisasi mengarah pada kualitas lingkungan internal organisasi
yang dialami orang yang berada di dalamnya.
Kinerja tenaga kesehatan secara perorangan akan mendorong kinerja sumber
daya manusia secara keseluruhan dan memberikan feed back yang tepat terhadap
perubahan perilaku, yang direfleksikan dalam kenaikan produktifitas. Jadi dapat
dikatakan bahwa keberhasilan suatu organisasi sangat didukung dari tingkat kinerja
tenaga kesehatan yang sangat dipengaruhi oleh proses komunikasi yang terjadi antar
tenaga kesehatan dan pimpinan di rumah sakit. Seorang pimpinan dalam sebuah
instansi rumah sakit tidak akan mungkin dapat bekerja sendiri. Seorang pemimpin
akan selalu memerlukan bantuan tenaga kesehatan di rumah sakit tersebut agar dapat
Suatu organisasi akan berjalan dengan sukses apabila organisasi dapat
menyediakan dan memberikan segala kebutuhan informasi yang dibutuhkan para
karyawannya, informasi merupakan sumber kehidupan organisasi. Dalam konteks
komunikasi organisasi, terdapat komunikasi eksternal dan komunikasi internal.
Komunikasi eksternal lebih terfokus pada komunikasi yang dilakukan organisasi
dengan publik eksternal seperti customer, distributor, investor dan lain-lain,
sedangkan komunikasi yang terjadi dalam lingkup organisasi dan mencakup para
anggota organisasi disebut komunikasi internal.
Komunikasi internal atau komunikasi dengan tenaga kesehatan sangat penting
artinya dalam meningkatkan kinerja tenaga kesehatan. Melalui komunikasi internal
dapat tercipta iklim dan suasana kerja yang nyaman, menyenangkan dan demokratis.
Kesadaran setiap pihak akan pentingnya komunikasi internal dapat menumbuhkan
rasa saling memperhatikan, saling memahami dan saling pengertian antara pihak
pimpinan dan para tenaga kesehatan.
Pada sebuah organisasi khususnya rumah sakit, proses komunikasi adalah
proses yang pasti dan selalu terjadi. Komunikasi adalah sarana untuk mengadakan
koordinasi antara berbagai sub bagian dalam organisasi. Organisasi yang berfungsi
baik, ditandai oleh adanya kerjasama secara sinergis dan harmonis dari berbagai
komponen. Suatu organisasi dikonstruksi dan dipelihara dengan komunikasi. Artinya
ketika proses komunikasi antar komponen dapat diselenggarakan secara harmonis,
Kinerja seorang tenaga kesehatan sangat dipengaruhi oleh bagaimana
komunikasi internal yang terjadi dalam organisasi, komunikasi dalam organisasi
merupakan salah satu unsur yang sangat penting untuk tercapainya tujuan
administrasi atau manajemen.
Komunikasi yang lancar dapat menciptakan hubungan kerja yang serasi dan
selaras antar pimpinan dan bawahannya serta sesama bawahan. Jika hubungan kerja
yang demikian dapat tercipta maka dapat mendorong kinerja dari setiap orang yang
bekerja dalam organisasi tersebut sehingga apa yang menjadi tujuan dari organisasi
tersebut dapat tercapai.
Menurut Kohler dalam Muhammad (2004) ada dua model komunikasi dalam
rangka meningkatkan kinerja dan mencapai tujuan organisasi. Komunikasi
koordinatif, yaitu proses komunikasi yang berfungsi untuk menyatukan bagian-
bagian perkantoran. Komunikasi interaktif yaitu proses pertukaran informasi yang
berjalan secara berkesinambungan, pertukaran pendapat dan sikap yang dipakai
sebagai dasar penyesuaian di antara sub-sub bagian dalam perkantoran, maupun
antara perkantoran dengan mitra kerja. Frekuensi dan intensitas komunikasi yang
dilakukan juga turut mempengaruhi hasil dari suatu proses komunikasi tersebut.
Manusia di dalam kehidupannya harus berkomunikasi, artinya memerlukan
orang lain dan membutuhkan kelompok atau masyarakat untuk saling berinteraksi.
Hal ini merupakan suatu hakekat bahwa sebagian besar pribadi manusia terbentuk
dari hasil integrasi sosial dengan sesamanya. Dalam kehidupannya manusia sering
Organisasi adalah sebuah sistem sosial yang kompleksitasnya jelas terlihat
melalui jenis, peringkat, bentuk dan jumlah interaksi yang berlaku.
Proses komunikasi dalam organisasi adalah salah satu faktor penentu dalam
mencapai organisasi yang efektif. Salah satu proses yang akan selalu terjadi dalam
organisasi apapun adalah proses komunikasi. Melalui organisasi terjadi pertukaran
informasi, gagasan, dan pengalaman. Mengingat perannya yang penting dalam
menunjang kelancaran berorganisasi, maka perhatian yang cukup perlu dicurahkan
untuk mengelola komunikasi dalam organisasi. Proses komunikasi yang begitu
dinamik dapat menimbulkan berbagai masalah yang mempengaruhi pencapaian
sebuah organisasi terutama dengan timbulnya salah paham dan konflik.
Komunikasi memelihara motivasi dengan memberikan penjelasan kepada para
tenaga kesehatan tentang apa yang harus dilakukan, seberapa baik mereka
mengerjakannya dan apa yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kinerja jika
sedang berada di bawah standar. Aktivitas komunikasi dalam organisasi senantiasa
disertai dengan tujuan yang ingin dicapai sesama dalam kelompok dan masyarakat.
Budaya komunikasi dalam konteks komunikasi organisasi harus dilihat dari
berbagai sisi. Sisi pertama adalah komunikasi antara atasan kepada bawahan. Sisi
kedua antara tenaga kesehatan yang satu dengan tenaga kesehatan yang lain. Sisi
ketiga adalah antara tenaga kesehatan kepada atasan. Masing-masing komunikasi
tersebut mempunyai polanya masing-masing. Di antara kedua belah pihak harus ada
two – way – communications atau komunikasi dua arah atau komunikasi timbal balik,
baik cita-cita pribadi, maupun kelompok, untuk mencapai tujuan suatu organisasi
(Muhammad, 2004 :102).
kinerja tenaga kesehatan secara perorangan akan mendorong kinerja sumber
daya manusia secara keseluruhan dan memberikan feedback yang tepat terhadap
perubahan perilaku, yang direflesikan dalam kenaikan produktifitas.
Menurut penelitian yang dilakukan Agustina (2005) Pengaruh efektifitas
komunikasi internal di Graha Mulia departemen store Lumajang terhadap kinerja
para tenaga penjualannya menunjukkan pengaruh significan antara komunikasi
internal di Graha Mulia departement store yang meliputi komunikasi vertikal ke
bawah, vertikal ke atas, dan horizontal terhadap kinerja tenaga penjualannya.
Menurut penelitian yang dilakukan Anggriani (2009), memperlihatkan bahwa
terdapat hubungan antara komunikasi internal dengan kinerja karyawan Unit
Pelayanan Teknis (UPT) Balai Informasi Teknologi – LIPI Bandung berdasarkan
kriteria Guilford. Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini, yaitu
komunikasi internal telah dapat meningkatkan kinerja karyawan.
Rumah sakit sebagai suatu kesatuan organisasi fungsional yang berada di
garis terdepan di bidang kesehatan, juga tidak luput dari komunikasi. Pimpinan
rumah sakit bertanggung jawab langsung terhadap jalannya komunikasi secara
kondusif antara dirinya selaku komunikator dengan para staf administrasi sebagai
komunikan.
Pimpinan rumah sakit dan para staf tenaga kesehatan harus memahami betul
yang diharapkan. Dalam melaksanakan tugas, pimpinan rumah sakit dihadapkan
kepada dua bidang tugas dan tanggung jawab yang harus dikoordinirnya secara
terpadu yaitu bidang teknis medis yang dilakukan petugas medis dan bidang
administrasi yang menjadi tanggung jawab para staf administrasi. Tidak bisa
dipungkiri kedua bidang yang ada di rumah sakit dalam kenyataannya saling
mendukung dan melengkapi.
Pimpinan rumah sakit dalam mengkoordinir kegiatan administrasi rumah
sakit, pimpinan rumah sakit harus benar-benar dapat memanfaatkan proses
komunikasi yang dilakukannya dengan para staf tenaga kesehatan administrasi sesuai
dengan fungsi komunikasi yaitu menghubungkan semua unsur yang melakukan inter
relasi pada semua lapisan sehingga menimbulkan rasa kesetiakawanan dan loyalitas
antar sesama staf. Pimpinan dapat mengetahui langsung keadaaan bidang di
bawahnya, sehingga berlangsung operasional yang efisien, meningkatkan rasa
tanggung jawab semua anggota dan melibatkan mereka pada kepentingan organisasi,
memunculkan saling pengertian dan saling menghargai tugas masing-masing.
Rumah Sakit Umum Herna Medan merupakan salah satu rumah sakit yang
sudah cukup besar dan dikenal banyak kalangan di kota Medan bahkan Sumatera
Utara yang sudah memberikan kontribusi yang cukup besar dalam pembangunan
khususnya dalam bidang kesehatan di kota Medan. Program-program kerja yang
dirancang bertujuan untuk memberikan pelayanan kesehatan yang merupakan tujuan
yang sangat penting sehingga sangat diharapkan kinerja yang optimal yang dapat
dan fungsinya sebagai organisasi yang dapat memberikan pelayanan terbaik bagi
pasien dan masyarakat.
Salah satu indikator kinerja rumah sakit dapat dilihat dari jumlah pasien.
Grafik Barber Johnson merupakan salah satu alat untuk mengukur tingkat efisiensi
pengelolaan rumah sakit. Grafik Barber Johnson sendiri diperoleh dari hasil
perhitungan beberapa data statistik rumah sakit. Dalam hal ini, tentu saja medical
record memegang peran penting. Berdasarkan data yang didapat dari bagian rekam
medik Rumah Sakit Umum Herna, kinerja tenaga kesehatan belum maksimal. Hal ini
terlihat dari nilai Bed Occupancy Rate (BOR), Bed Turn Over (BTO), Length of Stay
(LOS) dan Turn Over Interval (TOI), Growth Death Rate (GDR), Netto Death Rate
(NDR) yang masih jauh dari ideal seperti yang terlihat di bawah ini dan sebagaimana
digambarkan dalam Grafik Barber – Johnson yang terdapat dalam tabel 1.1.
Tabel 1.1. Tabel BOR, BTO, LOS dan TOI RSU. Herna Tahun 2009 Bulan BOR
Rendahnya utilisasi (penggunaan) fasilitas kesehatan seperti rumah sakit
sering dianggap penyebabnya adalah faktor jarak, fasilitas, tarif yang tinggi, tempat
yang kurang strategis, peralatan yang kurang memadai dan sebagainya. Rumah Sakit
sering melupakan kinerja dan pelayanan kesehatan yang dilakukan tenaga medis dan
non medis sehingga pelayanan yang diberikan kurang maksimal dan menjadi
penyebab rendahnya kunjungan masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari nilai BOR,
BTO, LOS dan TOI Rumah Sakit Umum Herna belum maksimal.
Melihat pengaruh yang sangat penting antara proses komunikasi yang terjadi
dalam suatu organisasi khususnya komunikasi internal antar tenaga kesehatan dengan
tingkat kinerja tenaga kesehatan maka penulis tertarik mengambil judul “Pengaruh
Komunikasi Internal Terhadap Kinerja tenaga kesehatan Rumah Sakit Umum Herna
Medan”.
1.2. Permasalahan
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka dapat
diidentifikasi permasalahan-permasalahan berikut :
1. Menurunnya kinerja tenaga kesehatan Rumah Sakit Umum Herna Medan
dilihat dari jumlah pasien Bed Occupancy Rate (BOR) di bawah standard
yaitu 60%- 80%.
2. Masih ditemukan kendala atau hambatan-hambatan dalam melakukan
3. Kurang optimalnya kinerja tenaga kesehatan disebabkan belum efektifnya
proses komunikasi internal yang terjadi di Rumah Sakit Umum Herna Medan.
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas maka perumusan
masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana pengaruh komunikasi internal
terhadap kinerja tenaga kesehatan di Rumah Sakit Umum Herna Medan”.
1.3. Tujuan Penelitian
Menganalisis pengaruh komunikasi internal terhadap kinerja tenaga kesehatan
Rumah Sakit Umum Herna Medan.
1.4. Hipotesis Penelitian
Ada pengaruh komunikasi internal terhadap kinerja tenaga kesehatan di
Rumah Sakit Umum Herna Medan.
1.5. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian pada umumnya ada dua yaitu manfaat penelitian bagi
peneliti dan manfaat penelitian bagi lembaga (Rumah Sakit) tempat melakukan
penelitian.
Manfaat penelitian bagi peneliti adalah:
1. Dapat menciptakan daya analisis terhadap permasalahan.
Manfaat penelitian bagi organisasi, dalam hal ini bagi Rumah Sakit Umum
(RSU) Herna Medan, adalah:
1. Hasil penelitian merupakan masukan (input) bagi rumah sakit untuk lebih
memfungsikan komunikasi internal dalam organisasi, untuk lebih
meningkatkan kinerja tenaga kesehatan.
2. Membuat kebijakan yang dapat meningkatkan kinerja tenaga kesehatan, yang
pada akhirnya mendorong layanan kepada pasien dan masyarakat pada
2.1. Pengertian Komunikasi
Manusia selalu terlibat dalam aktivitas kegiatan “komunikasi”. Terjadinya
komunikasi merupakan konsekuensi dari akibat adanya interaksi di antara sesama
manusia (human interactions), atau hubungan yang bersifat sosial (social relations),
karena kenyataannya yang paling banyak terlibat dalam proses komunikasi adalah
manusia.
Umumnya jika seseorang mengerti tentang sesuatu yang dinyatakan orang
lain kepadanya, maka komunikasi sedang berlangsung. Dengan kata lain, hubungan
antara komunikator dan komunikan sudah komunikatif. Sebaliknya, jika tidak ada
kesamaan pemahaman atau komunikan tidak mengerti apa yang disampaikan
komunikator, maka kornunikasi tidak terjadi. Komunikasi dalam pengertian umum
mencakup dua segi, yaitu :
1. Pengertian Komunikasi Secara Etimologis
Secara etimologis (menurut asal-usul kata), istilah komunikasi dalam bahasa
Inggris “communication”, berasal dari bahasa Latin “communicatio”, dan perkataan
ini bersumber pada kata “communis”. Kata communis mengandung arti sama,
maksudnya sama makna. Sedangkan bentuk dari kata kerja “comunicatio” adalah
Komunikasi menyarankan adanya suatu pikiran, suatu makna atau suatu pesan dianut
secara sama. (Mulyana, 2005 : 41).
Komunikasi dapat berlangsung apabila antara orang-orang yang terlibat
terdapat kesamaan makna mengenai suatu hal yang dikomunikasikan. Komunikasi
dalam pengertian ini sering terlihat pada perjumpaan dua orang. Mereka saling
memberikan salam, bertanya tentang sesuatu atau tentang kesehatan, mengenai
keluarga, dan lain sebagainya.
2. Pengertian Komunikasi Secara Terminologis
Secara terminologis, komunikasi berarti suatu proses penyampaian pernyataan
oleh seseorang kepada orang lain (Effendy, 1993:4). Dalam pengertian tersebut, jelas
bahwa komunikasi melibatkan sejumlah orang, dimana seseorang menyatakan
sesuatu kepada orang lain. Masyarakat paling sedikit terdiri dari dua orang atau lebih
yang saling berhubungan satu sama lain, sehingga dapat menimbulkan interaksi sosial
(social interaction), di mana komunikasi sebagai penjalinnya. Jadi komunikasi
mengandung makna adalah sebagai proses penyampaian suatu pernyataan oleh
seseorang kepada orang lain.
3. Pengertian Komunikasi Secara Paradigmatis
Pengertian komunikasi secara paradigmatis, banyak dikemukakan oleh para
ahli secara lengkap dengan menampilkan maknanya yang hakiki, yaitu “komunikasi
adalah proses penyampaian gagasan, harapan, pesan yang disampaikan melalui
lambang tertentu yang mengandung arti yang dilakukan oleh penyampai pesan
Onong Uchjana Effendy (1989:60) mengatakan dalam bukunya “Kamus
Komunikasi” bahwa komunikasi (communication) adalah proses penyampaian pesan
dalam bentuk lambang bermakna sebagai paduan pikiran dan perasaan berupa ide,
informasi, kepercayaan, harapan, himbauan dan sebagainya, yang dilakukan
seseorang kepada orang lain, baik langsung secara tatap muka maupun tak langsung
melalui media, dengan tujuan mengubah sikap, pandangan atau perilaku. Sedangkan
menurut Richard West dan Lynn H. Turner (2008:5) bahwa komunikasi
(communication) adalah proses sosial di mana individu-individu menggunakan
simbol-simbol untuk menciptakan dan mengintepretasikan makna dalam lingkungan
mereka.
Komunikasi merupakan proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada
komunikan, dengan efek yang diharapkan adanya perubahan-perubahan yang terjadi
pada diri komunikan. Di mana di dalamnya tersimpul adanya tujuan yang
mengandung makna tertentu, yakni memberi tahu atau mengubah sikap (attitude),
pendapat (opinion), atau perilaku (behavior). Komunikasi yang efektif lebih banyak
bergantung pada sikap pengirim (sander’s attitude) untuk mendekati penerima pesan
(receiver).
Ada beberapa definisi secara paradigmatis yang diberikan oleh para sarjana
pemerhati masalah komunikasi, sebagaimana diuraikan Amir Purba, dkk. (2006 :
1. Carl I Hovland
Komunikasi adalah proses dimana seseorang (communicator) menyampaikan
perangsang-perangsang (biasanya lambang-lambang dalam bentuk kata-kata)
untuk merubah tingkah laku orang lain (communicatee).
2. Wilbur Schramm
Menurut Wilbur Schrarmm jika kita mengadakan komunikasi dengan suatu pihak
maka kita menyatakan gagasan kita untuk memperoleh kesamaan (commenes)
dengan pihak lain mengenai suatu objek tertentu.
3. Sir Gerald Barry
Mengatakan komunikasi adalah “to talk together, confer, discouse and to consult
with another” (bicara bersama-sama, merundingkan, berbicara dan berunding
dengan pihak lain).
4. Harold Laswell
Mengatakan bahwa cara yang terbaik untuk menjelaskan kegiatan komunikasi
adalah dengan menjawab beberapa pertanyaan “Who – Say what – In which
channel – To whom – And with what effect ?” (Siapa – berkata apa – melalui
saluran apa – kepada siapa – dan dengan efek apa ?).
Berdasarkan sejumlah definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa komunikasi
berlangsung antara seseorang dengan orang lain, di mana seorang individu dapat
mengungkapkan perasaan yang dialami dan menerima informasi yang diberikan oleh
orang lain sehingga menimbulkan pengertian yang sama terhadap pesan atau
2.1.1. Proses Komunikasi
Pengertian proses menurut David K. Berlo (1960 : 23) “Process, as any
phenomenon which shows a continuous change in time” (Proses adalah suatu
penomena yang ditunjukkan adanya suatu perubahan berkelanjutan dalam kurun
waktu tertentu). Proses berarti suatu rangkaian kegiatan atau peristiwa yang sedang
berlangsung dalam mencapai hasil tertentu. Proses komunikasi adalah keseluruhan
rangkaian atau peristiwa dari mulai pesan disampaikan sampai terjadi tindakan
sebagai akibat dari pesan pada diri objek, sasaran, atau komunikan.
Proses komunikasi bagaimana terjadi dapat dilihat dari dua perspektif yaitu
perspektif proses komunikasi secara psikologis dan secara mekanistis. Proses
komunikasi dalam perspektif psikhologis terjadi pada komunikator dan komunikan.
Ketika seseorang komunikator berniat akan menyampaikan suatu pesan kepada
komunikan, maka dalam dirinya terjadi suatu proses (Effendy, 2003 : 31). Proses
komunikasi secara psikhologis mencakup isi dan lambang pesan. Isi pesan berupa
pikiran, atau apa yang terlintas dalam otaknya (picture in our head), sedangkan
lambang pesan berupa: bahasa, baik bahasa verbal (dapat berupa oral/ terucap
ataupun berupa tulisan (write) maupun dalam bahasa yang non verbal.
Pada proses perspektif komunikasi psikologis, komunikator dalam pikirannya
berusaha melakukan persepsi atau memahami dan memberikan makna dari isi pesan
komunikasi tersebut. Proses bagaimana mengemas atau membungkus pikiran dengan
bahasa yang dilakukan komunikator itu disebut “encoding”. Kemudian pesan tadi
komunikan juga terjadi proses, berupa upaya untuk melakukan persepsi untuk
memahami dan memaknai isi pesan komunikasi tadi, seolah-olah seperti membuka
kemasan yang telah diterima dari komunikator disebut “decoding”.
Sebelum komunikator mengirimkan pesan-pesan kepada komunikan ia
memberi makna pada pesan-pesan itu (encode). Pesan ditangkap oleh komunikan dan
diberi makna sesuai dengan konsep-konsep yang ia miliki pesan “didecode”. Melalui
proses interpretasi, yaitu menafsirkan makna-makna tersebut dari berbagai sudut
pandang (perspektif), akan dihasilkan makna tertentu sesuai dengan kerangka
pengalaman (field of reference) dan kerangka acuan (frame of reference) yang
dimiliki oleh komunikan.
Komunikasi dengan orang lain, merupakan “kesamaan”. Komunikasi pada
hakekatnya adalah membuat komunikator dan komunikan sama-sama sesuai untuk
suatu pesan. Apa yang terjadi kalau komunikator berusaha membentuk kesamaan
dengan komunikan? Pertama - tama komunikator melakukan apa yang disebut
“encode”, ia meng-encode pesannya, berarti ia memformulasikan sedemikian rupa,
sehingga dengan menggunakan suatu simbol tertentu ia dapat operkan pesannya
kepada komunikan. Gambaran dalam otak kita tidak mungkin dapat dioperkan kepada
orang lain, kalau tidak “dicode” terebih dahulu dengan lambang yang dapat
dimengerti oleh komunikan. Komunikan kini menginterpretasikan lambang yang
membawakan pesan tadi ke dalam konteks pengertiannya sendiri. Komunikan
”mengdecode“ pesan yang diterimanya itu. Oleh karena itu, komunikator dinamai
Untuk kesamaan dan ketidaksamaan dalam derajat pasangan komunikator
dengan komunikan dalam proses komunikasi, Everett M. Roger dalam Effendy
(1983:51) menyebutkannya dengan istilah :
1. Homophily adalah sebuah istilah yang menggambarkan derajat pasangan
perorangan yang berinteraksi, yang memiliki kesamaan dalam sifat, seperti
kepercayaan, nilai, pendidikan, status sosial dan sebagainya.
2. Heterophily adalah derajat pasangan orang-orang yang berinteraksi yang
berbeda dengan sifat-sifat tertentu.
Keberhasilan komunikasi (komunikasi efektif) sangat ditentukan oleh
seberapa besar kesamaan pengertian yang berhasil dibangun bersama (sharing).
Semakin luas daerah overlap (saling pengertian) tercipta, semakin berhasil suatu
proses komunikasi mencapai sasarannya. Tetapi komunikator utama adalah si
pembawa pesan atau yang pertama-tama menyampaikan pesan (message) sebab
dialah yang memulai komunikasi dan mempunyai tujuan. Sedangkan efek
komunikasi dapat terlihat langsung, baik secara verbal (dengan ucapan mengiyakan
atau menjawab) maupun secara non-verbal (dengan bahasa tubuh, kinesik, kial,
isyarat dan lain sebagainya).
Berdasarkan penjelasan di atas, pada proses komunikasi secara psikhologis
dapat dikatakan bahwa seorang komunikator akan mampu melakukan perubahan
sikap, apabila ia berusaha mengadakan persamaan dengan komunikan, atau
melakukan perubahan sikap, pendapat dan tingkah laku komunikan melalui
dengannya, maka dengan demikian pihak komunikan merasa ada kesamaan di
antaranya (kesamaan antara komunikator dan komunikan). Sikap komunikator yang
harus menyamakan dirinya dengan komunikan akan menimbulkan sikap komunikan
kepada komunikator.
Proses komunikasi dalam perspektif mekanistis dapat berlangsung, ketika
komunikator mengoperkan atau melemparkan dengan bibir (bentuk lisan), atau
tangan (bentuk tulisan) sampai pesannya dapat ditangkap oleh komunikan melalui
telinga, mata atau indera-indera lainnya.
Proses komunikasi dalam perspektif mekanistis menurut Onong Uchjana
Effendy (2003:33-40), dalam bukunya “Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi”
diklasifikasikan ke dalam empat proses, yaitu proses komunikasi secara primer,
sekunder, linear dan sirkular.
1. Proses komunikasi secara primer.
Proses komunikasi secara primer (primary process) adalah proses penyampaian
pikiran oleh seseorang kepada orang lain dengan menggunakan suatu lambang
(simbol) sebagai media atau saluran. Jadi komunikasinya terjadi secara langsung
di antara kedua belah pihak (face to face communicatioan).
2. Proses komunikasi secara sekunder
Proses komunikasi secara sekunder adalah proses penyampaian pesan oleh
seseorang kepada orang lain yang dilakukan secara tidak langsung, dengan
menggunakan alat atau sarana sebagai media kedua, setelah memakai lambang
3. Proses komunikasi secara linear
Proses komunikasi secara linear yaitu proses perjalanan komunikasi berupa
penyampaian pesan secara lurus. Kata linear berasal dari kata line (Bahasa
Inggris) berarti garis. Dalam hal ini penyampaian pesan hanya bersifat sepihak
saja dari komunikator ke komunikan, tanpa ada feedback (umpan balik).
Komunikasi seperti ini tidak belangsung secara dilogis (tidak secara timbal balik).
4. Proses komunikasi secara sirkular
Proses komunikasi secara sirkular, adalah proses komunikasi yang terjadi dengan
disertai adanya feedback atau umpan balik, yaitu terjadinya arus dari komunikan
ke komunikator. Feedback dapat berupa respon atau tanggapan bersifat mengalir
oleh komunikan terhadap pesan yang diterima dari komunikator. Respon bisa
positif (diterima dengan baik), ataupun negatif (ditolak), bisa juga seketika
(langsung atau immediate feedback) maupun tertunda (tidak mendapat tanggapan
langsung).
Husein Umar (2002:5-6) menjelaskan bahwa proses komunikasi mekanistis
hanya mencakup dua cara saja, yaitu proses komunikasi secara primer dan proses
secara skunder. Selanjutnya proses komunikasi secara primer ini dapat dibagi menjadi
dua bagian lagi, yaitu :
a. Verbal communication yaitu penggunaan bahasa sebagai media. Hal ini
mencakup bahasa lisan maupun bahasa tulisan.
b. Non verbal communication yaitu pemakaian gejala yang menyangkut
pakaian yang bersifat simbolik (symbolic clothing) dan gejala-gejala lainnya
yang memiliki arti tertentu.
Dalam tataran teoritis, dalam proses komunikasi paling tidak orang mengenal
komunikasi dari dua perspektif, yaitu perspektif kognitif dan perspektif perilaku
(Senjaya, 2007:46). Pada sumber yang sama, tentang perspektif kognitif menurut
Colin Cherry mengatakan bahwa penggunaan lambang-lambang (simbol) untuk
mencapai kesamaan makna atau berbagai informasi tentang suatu objek atau kejadian.
Jika pesan yang disampaikan dan diterima secara akurat, penerima (receiver) akan
menerima informasi yang sama seperti yang dimiliki pengirim (sender), oleh karena
itu tindakan komunikasi telah terjadi. Sedangkan dalam perspektif perilaku, B.F.
Skinner memandang bahwa komunikasi sebagai perilaku verbal atau simbolik dimana
pengirim (sender)berusaha mendapatkan suatu efek yang dikehendaki pada penerima
(receiver).
Berdasarkan pandangan beberapa pakar di atas, mengenai proses komunikasi
secara mekanistis dapat disimpulkan bahwa Proses komunikasi adalah proses
pengoperan lambang-lambang yang mempunyai arti, dengan mempergunakan ruang
dan waktu dalam usaha untuk membentuk opini publik dan sikap publik dalam
kehidupan masyarakat.
Seseorang melakukan proses komunikasi, diperlukan minimal adanya
sejumlah komponen atau unsur komunikasi yang merupakan persyaratan terjadinya
1. Komunikator, yaitu orang yang menyampaikan, mengatakan atau menyiarkan
pesan (message).
2. Pesan (message) yaitu ide, informasi, opini atau pernyataan yang didukung
oleh lambang.
3. Saluran atau media, ialah alat yang digunakan oleh komunikator untuk
menyampaikan atau mendukung pesan.
4. Komunikan yakni orang yang menerima pesan.
5. Efek yakni dampak sebagai pengaruh dari kegiatan komunikasi yang
dilakukan komunikator kepada komunikan.
Menurut K. Berlo (1960:32) dalam bukunya “The Process of
Communication” menjadi enam unsur proses komunikasi antara lain :
1. The communication source (sumber komunikasi)
2. The encoder (penyampai atau komunikator)
3. The message (pesan)
4. The channel (saluran atau media)
5. The decoder (penerima atau komunikan)
6. The communication receiver (penerima pesan komunikasi)
Untuk lebih jelasnya, proses komunikasi dapat digambarkan sebagai berikut:
Who Says what In which
channel
With what effect. To whom
Source Message Channel Receiver Effect
Sumber: Formula Lasswell dalam Lubis (2005: 37)
Penyampaian pesan oleh komunikator melalui media kepada komunikan, di
mana pihak komunikator mengharapkan adanya efek pada diri komunikan, baik efek
kognitif (pengetahuan), efek psikomotor (perubahan tingkah laku), dan efek afektif
(perubahan sikap) sebagai mana yang diharapkan komunikator. Pada prinsipnya yang
terpenting dalam proses komunikasi adalah adanya kecocokan antara pengalaman dan
pengertian. Jika bidang pengalaman komunikator sama dengan bidang pengalaman
komunikan, komunikasi akan berlangsung lancar. Sebaliknya, bila pengalaman
komunikan berlainan akan terdapat kesukaran untuk mengerti satu sama lain.
2.1.2. Fungsi Komunikasi
Fungsi komunikasi menurut Husein Umar (2002:7) adalah untuk
menyampaikan informasi (to inform), mendidik (to educate), menghibur (to
entertain), mempengaruhi (to influence).
Fungsi memberikan informasi dan menyampaikan informasi, sangat
diperlukan karena perilaku menerima informasi merupakan perilaku alamiah. Dengan
menerima informasi yang benar, maka akan tercipta rasa aman dan tenteram.
Informasi akurat diperlukan untuk bahan dalam pembuatan keputusan bagi pihak
sekolah. Fungsi mendidik dilaksanakan agar perkembangan sekolah menjadi lebih
baik, lebih maju, lebih berkembang kebudayaannya. Kegiatan mendidik dalam arti
luas adalah memberikan berbagai informasi yang dapat menambah kemajuan.
Sedangkan kegiatan mendidik dalam arti sempit adalah pelaksanaan proses belajar
dapat berfungsi menghibur, banyak dilakukan dengan penyajian informasi melalui
sarana seni hiburan. Hiburan yang menarik sebagai selingan merupakan sarana yang
paling praktis dan efektif dalam proses komunikasi. Karena dengan hiburan pesan
akan sangat mudah dapat diterima. Sedangkan fungsi mempengaruhi, adalah adanya
perubahan sikap dan perilaku yang diharapkan pada diri komunikan. Mempengaruhi
dapat dilakukan melalui bentuk kampanye, propaganda, selebaran-selebaran,
spanduk, buletin sekolah, majalah dinding dan lain sebagainya.
Menurut Sasa Djuarsa Senjaya, dkk. (2007:4.8) dalam bukunya “Teori
Komunikasi” menyebutkan adanya empat fungsi komunikasi, yaitu fungsi informatif,
regulatif, persuasif dan integratif.
Fungsi informatif yaitu bagaimana siswa memperoleh informasi yang lebih
banyak, lebih baik dan tepat waktu. Semua komponen diharapkan mendapat
informasi sesuai kebutuhannya masing-masing. Fungsi regulatif adalah fungsi yang
berkaitan dengan peraturan-peraturan yang ditetapkan di sekolah. Dimana pihak
sekolah memiliki kewenangan untuk mengendalikan informasi atau memberi
instruksi atau perintah. Pesan-pesan regulatif pada dasarnya berorientasi pada
aktivitas siswa. Maksudnya, siswa membutuhkan kepastian peraturan tentang hal-hal
yang boleh dan tidak boleh untuk dilaksanakan. Fungsi persuasif adalah fungsi
mempengaruhi yaitu bagaimana guru bimbingan dan konseling dapat mempengaruhi
siswa dengan memberikan perintah. Sedangkan fungsi integratif adalah fungsi
keinginan unuk berpartisipasi yang lebih besar dalam diri siswa terhadap keberadaan
sekolah.
2.2. Komunikasi Organisasi
Komunikasi organisasi adalah pengiriman dan penerimaan informasi dalam
organisasi yang kompleks. Yang termasuk dalam bidang ini adalah komunikasi
internal, hubungan manusia, hubungan persatuan pengelola, komunikasi dari atasan
kepada bawahan, komunikasi dari bawahan kepada atasan, komunikasi dari
orang-orang yang sama atau komunikasi horizontal dalam organisasi, keterampilan
berkomunikasi dan berbicara, mendengarkan, menulis dan komunikasi evaluasi
program. (Redding dan Sanborn dalam Muhammad 2005 : 65)
Komunikasi organisasi dapat didefenisikan sebagai pertunjukan dan
penafsiran pesan di antara unit-unit komunikasi yang merupakan bagian dari suatu
organisasi tertentu. Suatu organisasi terdiri dari unit-unit komunikasi dalam
hubungan-hubungan hierarki antara satu dengan lainnya dan berfungsi dalam suatu
lingkungan. Komunikasi organisasi terjadi kapanpun setidak-tidaknya satu orang
yang menduduki suatu jabatan dalam suatu organisasi menafsirkan suatu pertunjukan.
Karena fokus penelitian ini adalah komunikasi di antara anggota-anggota suatu
organisasi, analisis komunikasi organisasi menyangkut penelaah banyak transaksi
yang terjadi secara simultan. (Wayne, 2005 : 32)
Sistem tersebut menyangkut pertunjukan dan penafsiran di antara lusinan atau
berlainan yang menghubungkan mereka dengan pikiran, keputusan, dan perilakunya
diatur oleh kebijakan-kebijakan, regulasi, aturan-aturan yang mempunyai gaya
berlainan dalam berkomunikasi, mengelola dan memimpin yang dimotivasi oleh
kemungkinan-kemungkinan yang berbeda yang berada pada tahap perkembangan
berlainan dalam berbagai kelompok; yang mempersepsi iklim komunikasi berbeda;
yang mempunyai tingkat kepuasan berbeda dan tingkat kecukupan informasi yang
berbeda pula; yang lebih menyukai dan menggunakan jenis, bentuk dan metode
komunikasi yang berbeda dalam jaringan yang berbeda; yang mempunyai tingkat
ketelitian pesan yang berlainan; dan yang membutuhkan penggunaan tingkat materi
dan energi yang berbeda untuk berkomunikasi efektif. Interaksi di antara semua
faktor tersebut, dan mungkin lebih banyak lagi disebut sistem komunikasi organisasi.
Ada tiga bentuk utama dari arus pesan dalam jaringan komunikasi formal
yang mengikuti garis komunikasi seperti yang digambarkan dalam struktur
organisasi (Muhammad, 2004 :107) yaitu:
1. Downward communication atau komunikasi kepada bawahan.
2. Upward communication atau komunikasi kepada atasan.
3. Horizontal communication atau komunikasi horizontal.
2.2.1. Bentuk Komunikasi Vertikal
Komunikasi vertikal adalah arus komunikasi dua arah timbal balik yang
dalam melaksanakan fungsi-fungsi manajemen memegang peranan yang sangat
bawahan kepada atasan (upward communication). Dalam arus komunikasi secara
vertikal (downward communication), atasan memberikan instruksi, petunjuk,
informasi, penjelasan dan penugasan dan lain sebagainya kepada ketua unit
kelompok dan bawahan. Kemudian arus komunikasi diterima dalam bentuk
horizontal (upward communication), bawahan memberikan laporan pelaksanaan
tugas, sumbang saran, dan hingga pengaduan kepada pimpinannya masing-masing.
(Effendi, dalam Ruslan, 2002:86)
2.2.2. Komunikasi ke Bawah
Komunikasi ke bawah menunjukkan arus pesan yang mengalir dari para
atasan atau para pimpinan kepada bawahannya. (Muhammad, 2004 :108)
Komunikasi ke bawah dalam sebuah organisasi berarti bahwa informasi
mengalir dari jabatan berotoritas lebih tinggi kepada jabatan yang berotoritas lebih
rendah. Ada lima jenis informasi yang biasa dikomunikasikan dari atasan kepada
bawahan (Katz & Kahn dalam Pace dan Faules, 2000 : 185) yaitu:
1. Informasi mengenai bagaimana melakukan pekerjaan.
2. Informasi mengenai dasar pemikiran untuk melakukan pekerjaan.
3. Informasi mengenai kebijakan dan praktik-praktik organisasi.
4. Informasi mengenai kinerja pegawai.
5. Informasi untuk mengembangkan rasa memiliki tugas (sense of mission).
Kebanyakan komunikasi ke bawah digunakan untuk menyampaikan
biasanya berhubungan dengan pengarahan, tujuan atau disiplin, perintah, pertanyaan
dan kebijaksanaan umum. Lewis menyebutkan bahwa komunikasi ke bawah adalah
untuk menyampaikan tujuan, untuk merubah sikap, membentuk pendapat,
mengurangi ketakutan dan kecurigaan yang timbul karena salah informasi, mencegah
kesalahpahaman karena kurang informasi dan mempersiapkan anggota organisasi
untuk menyesuaikan diri dengan perubahan. (Muhammad, 2004 :108)
Pimpinan menyampaikan informasi kepada bawahan dapat dilakukan dengan
berbagai metode. Empat klasifikasi metode yaitu: metode lisan, tulisan, gambar
dan campuran dari lisan-tulisan dan gambar. Berdasarkan beberapa penelitian para
ahli ditemukan bahwa metode lisan saja paling efektif digunakan untuk situasi
memberikan teguran atau menyelesaikan perselisihan di antara anggota organisasi.
Metode tulisan saja paling efektif digunakan untuk memberikan informasi yang
memerlukan tindakan di masa yang akan datang, memberikan informasi yang
bersifat umum, dan tidak memerlukan kontak personal. Sementara itu hasil
penelitian setiap level menyatakan metode yang paling efektif adalah metode lisan
diikuti tulisan. Mereka juga mengatakan bahwa pemakaian papan pengumuman
dan metode tulisan saja kurang efektif digunakan. (Muhammad, 2004 :115)
2.2.3. Komunikasi ke Atas
Komunikasi ke atas dalam sebuah organisasi berarti bahwa informasi
mengalir dari tingkat yang lebih rendah (bawahan) ke tingkat yang lebih tinggi
menduduki posisi puncak, mungkin berkomunikasi ke atas yaitu, setiap bawahan
dapat mempunyai alasan yang baik atau meminta informasi dari atau memberi
informasi kepada seseorang yang otoritasnya lebih tinggi. Suatu permohonan atau
komentar yang diarahkan kepada individu yang otoritasnya lebih besar, lebih
tinggi, atau lebih luas merupakan esensi komunikasi ke atas. (Pace dan Faules,
2000 :189)
Komunikasi ke atas adalah pesan yang mengalir dari bawahan kepada
atasan atau dari tingkat yang lebih rendah kepada tingkat yang lebih tinggi.
Tujuan dari komunikasi ini adalah untuk memberikan balikan, memberikan saran
dan mengajukan pertanyaan. Komunikasi ini mempunyai efek pada
penyempurnaan moral dan sikap karyawan, tipe pesan adalah integrasi dan
pembaruan. (Muhammad, 2004 :116)
Komunikasi ke atas penting karena beberapa alasan, yaitu:
1. Aliran informasi ke atas memberi informasi berharga untuk pembuatan
keputusan oleh mereka yang mengarahkan organisasi dan mengawasi kegiatan
orang-orang lainnya.
2. Komunikasi ke atas memberitahukan kepada penyelia kapan bawahan mereka
siap menerima informasi dari mereka dan seberapa baik bawahan menerima
apa yang dikatakan kepada mereka.
3. Komunikasi ke atas memungkinkan bahkan mendorong omelan dan keluh
kesah muncul ke permukaan sehingga penyelia tahu apa yang mengganggu
4. Komunikasi ke atas menumbuhkan apresiasi dan loyalitas ke pada organisasi
dengan memberi kesempatan kepada tenaga kesehatan untuk mengajukan
pertanyaan
dan menyumbang gagasan serta saran-saran mengenai operasi organisasi.
5. Komunikasi ke atas mengizinkan penyelia untuk menentukan apakah
bawahan memahami apa yang diharapkan dari aliran informasi ke bawah.
6. Komunikasi ke atas membantu tenaga kesehatan mengatasi masalah pekerjaan
mereka dan memperkuat keterlibatan mereka dengan pekerjaan mereka dan
dengan organisasi tersebut. (Pace dan Faules, 2000 :190)
Selanjutnya, Smith menjelaskan bahwa komunikasi ke atas berfungsi sebagai
balikan bagi pimpinan memberikan petunjuk tentang keberhasilan suatu pesan yang
disampaikan kepada bawahan dan dapat memberikan stimulus kepada karyawan
untuk berpartisipasi dalam merumuskan pelaksanaan kebijaksanaan bagi
departemennya atau organisasinya. (Muhammad, 2004:117)
Kebanyakan analisis dan penelitian dalam komunikasi ke atas menyatakan
bahwa penyelia dan manajer harus menerima informasi dari bawahan mereka
yang (Pace dan Faules, 2000 : 190) :
1. Memberitahukan yang dilakukan bawahan tentang pekerjaan,
prestasi, kemajuan, dan rencana-rencana untuk waktu mendatang.
2. Menjelaskan persoalan-persoalan kerja yang belum dipecahkan bawahan yang
3. Memberikan saran atau gagasan untuk perbaikan dalam unit-unit mereka atau
dalam organisasi sebagai suatu keseluruhan.
4. Mengungkapkan bagaimana pikiran dan perasaan bawahan tentang pekerjaan
rekan kerja, dan organisasi.
Berdasarkan uraian di atas maka dapat dijelaskan bahwa jika terdapat
keseimbangan komunikasi ke atas dan komunikasi ke bawah maka diharapkan
informasi yang disampaikan oleh atasan kepada bawahan akan dapat diterima
dengan baik oleh bawahan. Apabila bawahan menginginkan informasi tambahan
maka bawahan akan dapat menanyakan informasi tambahan tersebut kepada atasan.
Dengan demikian maka akan terjadi arus informasi sehingga antara pimpinan dan
bawahan diharapkan dapat tercipta suasana yang menggairahkan yang pada akhirnya
akan menimbulkan semangat kerja yang produktif di dalam usaha mencapai tujuan.
2.2.4. Komunikasi Horizontal
Merupakan arus pesan sesama antara ketua bidang ke ketua bidang dan
anggota ke anggota. Pesan semacam ini bergerak di bagian bidang yang sama di
dalam organisasi atau mengalir antar bagian.
Masalah yang timbul dalam komunikasi horizontal adalah:
1. Bahasa yang khusus dikembangkan oleh divisi tertentu di dalam organisasi
2.3. Tujuan dan Fungsi Komunikasi dalam Organisasi 2.3.1. Tujuan Komunikasi Organisasi
Ada tiga tujuan utama dari komunikasi organisasi yaitu (a) Sebagai tindakan
koordinasi, (b) Membagi informasi (information sharing), (c) Menyatakan perasaan
dan emosi. (Liliweri,2004:64)
2.3.2. Fungsi Komunikasi Organisasi 1. Fungsi Informatif
Organisasi dipandang sebagai suatu sistem proses informasi. Maksudnya,
seluruh anggota dalam suatu organisasi berharap dapat memperoleh informasi
yang lebih banyak, lebih baik dan lebih tepat.
2. Fungsi Regulatif
Fungsi regulatif ini berkaitan dengan peraturan-peraturan yang berlaku dalam
suatu organisasi. Ada dua hal yang berpengaruh terhadap fungsi regulatif
Pertama, atasan atau orang yang berada dalam tataran managemen, yaitu
mereka memiliki kewenangan untuk mengendalikan semua informasi yang
disampaikan. Kedua, berkaitan dengan pesan atau message, pesan-pesan
regulatif pada dasarnya berorientasi pada kerja.
3. Fungsi Persuasif
Dalam mengatur suatu organisasi, kekuasaan dan kewenangan tidak akan
selalu membawa hasil sesuai dengan yang diharapkan. Adanya kenyataan ini,
maka banyak pimpinan lebih suka memersuasi bawahanya dari pada memberi
d. Fungsi Integratif
Setiap organisasi berusaha menyediakan saluran yang memungkinkan
karyawan dapat melaksanakan tugas atau pekerjaan dengan baik. (Alo
Liliweri, 2004)
2.4. Komunikasi Internal dan Eksternal
Komunikasi dalam organisasi atau disebut juga komunikasi manajemen
meliputi dua bagian berdasarkan tempat di mana khalayak sasaran berada, yaitu
Komunikasi Internal (Internal Communication) untuk khalayak anggota organisasi
dan Komunikasi Eksternal (External Communication) untuk khalayak di luar anggota
organisasi.
2.4.1. Komunikasi Internal
Adalah komunikasi antara pimpinan organisasi dengan para tenaga kesehatan
secara timbal balik. Komunikasi internal terbagi dalam tiga kegiatan :
1. Komunikasi Vertikal adalah komunikasi secara timbal balik (two way traffic
communication) dari atas (pimpinan atau manajer) ke bawah (karyawan atau
tenaga kesehatan) disebut Upper Communication atau Downward
Communication, dan komunikasi dari bawah (karyawan atau tenaga kesehatan) ke
atas (pimpinan atau manajer) disebut Down Up Communication atau Upward
Communication. Dalam proses komunikasi vertikal secara Upper Communication
atau Downward Communication tersebut pimpinan memberikan instruksi,
Dalam proses komunikasi vertikal secara Down Up Communication atau Upward
Communication tersebut bawahan memberikan laporan, gagasan, usul atau saran
kepada pimpinan. Komunikasi dua arah secara timbal balik dalam organisasi
sangat penting sekali. Pimpinan harus mengetahui laporan, tenggapan, gagasan,
saran dari bawahan sebagai petunjuk efektif tidaknya atau effisien tidaknya
kebijakan yang telah dilakukan. Oleh karena itu jika komunikasi hanya satu arah
saja dari pimpinan ke bawahan maka proses manajemen dalam organisasi besar
kemungkinan tidak berjalan sebagaimana yang diharapkan. Komunikasi vertikal
dapat dilakukan secara langsung antara pimpinan tertinggi dengan seluruh tenaga
kesehatan, atau juga dapat dilakukan secara berjenjang melalui kepala biro,
bagian, sub bagian, seksi, dan sub seksi. Komunikasi vertikal yang timbal balik
dua arah merupakan pencerminan dari kepemimpinan demokratis (democratic
leadership) suatu jenis kepemimpinan yang sementera ini dianggap yang paling
baik diantara kepemimpinan lainnya.
2. Komunikasi Horizontal adalah komunikasi secara mendatar diantara tenaga
kesehatan dalam suatu unit atau antara anggota staf dengan anggota staf lainnya.
Kalau dalam komunikasi vertikal lebih bersifat formal, maka dalam komunikasi
horizontal seringkali berlangsung dalam suasana tidak formal. Sering tampak
dilakukan dalam waktu istirahat, sedang dalam perjalanan pulang, atau waktu
rekreasi. Yang dibicarakan lebih banyak hal-hal yang menyangkut pekerjaan atau
tindakan pimpinan. Gravevenis mengenai kebijakan pimpinan sering muncul
3. Komunikasi Diagonal atau disebut juga dengan komunikasi silang (cross
communication) adalah komunikasi dalam organisasi antara seseorang dengan
lainnya yang satu sama lain berbeda dalam kedudukan dan unitnya. Komunikasi
diagonal tidak menunjukkan kekakuan sebagaimana dalam komunikasi vertikal,
tetapi tidak juga menunjukkan keakraban sebagaimana dalam komunikasi
horizontal. Dilain hal komunikasi diagonal dapat terjadi penyimpangan dari jalur
prosedur birokrasi, misalnya, seorang tenaga kesehatan suatu unit mengeluhkan
masalah pekerjaan kepada kepala unit lain. Hal ini termasuk dalam
miscommunication dan jika diketahui oleh pimpinan unitnya maka mungkin akan
terjadi benturan psikologis.
2.4.2. Komunikasi Eksternal
Komunikasi Eksternal adalah komunikasi antara pimpinan atau pejabat lain
yang mewakilinya dengan khalayak atau publik di luar organisasi. Yang termasuk
khalayak di luar organisasi meliputi : khalayak sekitar (community), instansi
pemerintah (government), pers, dan pelanggan (customer). Komunikasi eksternal
terdiri dari dua jalur yang berlangsung secara timbal balik, yaitu Komunikasi dari
organisasi ke khalayak, pada umumnya bersifat informatif yang dilakukan
sedemikian rupa sehingga khalayak atau publik merasa terlibat atau sedikitnya terjadi
hubungan batin. Bagi suatu perusahaan komunikasi booking bersifat informatif
semata tetapi juga bersifat persuasif dalam bentuk penyiaran iklan komersial
merupakan proses umpan balik (feedback) yang disebut sebagai public opinion
(Effendi, dalam Ruslan, 2002:52).
2.5. Kinerja
Ada beberapa pendapat tentang kinerja yaitu:
1. Mangkunegara (2004:67) memberikan pengertian tentang kinerja yaitu hasil
kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai seseorang dalam
melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan
kepadanya.
2. Teori Robbins menyebutkan mengenai beberapa faktor yang saling berkaitan
diantaranya kepemimpinan (leadership), motivasi (motivation), kemampuan
(ability), dimana faktor-faktor tersebut akan berinteraksi menjadi satu fungsi
kinerja pada tenaga kesehatan (Robbins, 1996:95).
3. Kinerja menurut As’ad (2001:48) keberhasilan seseorang pekerja terkait
dengan keberhasilan dalam menyelesaikan tugasnya. Hal tersebut dapat dilihat
dari sisi kualitas, ketepatan waktu dalam menyelesaikan pekerjaan tersebut.
4. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kinerja adalah sesuatu yang dicapai,
prestasi yang diperlihatkan, kemampuan kerja (Depdiknas 2002:570).
5. Sedangkan Keith Davis yang dikutip oleh Mangkunegara (2004:67)
Kinerja (performance) sebagai konsekuensi tuntutan masyarakat terhadap
kebutuhan akan pelayanan prima atau pelayanan yang bermutu tinggi. Mutu tidak
terpisahkan dari standar, karena kinerja diukur berdasarkan standar. Melalui kinerja
klinis perawat dan bidan, diharapkan dapat menunjukkan kontribusi profesionalnya
secara nyata dalam meningkatkan mutu pelayanan keperawatan dan kebidanan yang
berdampak terhadap pelayanan kesehatan secara umum pada organisasi tempatnya
bekerja, dan dampak akhir bermuara pada kualitas hidup dan kesejahteraan
masyarakat.
Mengukur kinerja perawat dan bidan pada tatanan klinis, peneliti
menggunakan indikator kinerja klinis sebagai langkah untuk mewujudkan
komitmennya guna dapat menilai tingkat kemampuan individu dalam tim kerja.
Dengan demikian, diharapkan kesadaran akan tumbuh, mau, dan mampu
mengidentifikasi kualitas kinerja masing-masing, untuk dimonitor, diperbaiki serta
ditingkatkan secara terus menerus. Sistem pengembangan dan manajemen kinerja
klinis (SPMKK) bagi perawat dan bidan, dimulai dari elemen terkecil dalam
organisasi yaitu pada tingkat First Line Manager, karena produktifitas (jasa) berada
langsung ditangan individu-individu dalam kerja tim.
Komitmen dan dukungan pimpinan puncak dan stakeholder lainnya tetap
menjadi kunci utama. Bertemunya persepsi yang sama antara dua komponen tersebut
dalam menentukan sasaran dan tujuan, merupakan modal utama untuk meningkatkan
kinerja dalam suatu organisasi. Menentukan tingkat prestasi melalui indikator kinerja