• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Komunikasi Internal Terhadap Kinerja Tenaga Kesehatan Rumah Sakit Umum Herna Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Komunikasi Internal Terhadap Kinerja Tenaga Kesehatan Rumah Sakit Umum Herna Medan"

Copied!
152
0
0

Teks penuh

(1)

TESIS

OLEH

MAGDALENA GINTING 087033001/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku pada Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

OLEH

MAGDALENA GINTING 087033001/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

Nomor Induk Mahasiswa : 087033001

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi : Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Ritha F. Dalimunthe, M.Si) (Drs. Amir Purba, M.A, Ph.D) Ketua Anggota

Ketua Program Studi Dekan

(Dr. Drs. Surya Utama, M.S) (Dr. Drs. Surya Utama, M.S)

(4)

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Ritha F. Dalimunthe, M.Si

Anggota : 1. Drs. Amir Purba M.A, Ph.D

2. Dr. Endang Sulistya Rini, S.E, M.Si

(5)

PENGARUH KOMUNIKASI INTERNAL TERHADAP K I N E R J A T E N A G A K E S E H A T A N

RUMAH SAKIT UMUM HERNA MEDAN

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Juli 2010

(6)

kesehatan. Kinerja tenaga kesehatan dipengaruhi oleh kualitas komunikasi internal terhadap peningkatan kinerja tenaga kesehatan rumah sakit. Rendahnya kinerja tenaga kesehatan di Rumah Sakit Umum Herna Medan berdampak pada jumlah kunjungan pasien ke rumah sakit atau bed occupancy rate, masih di bawah 60%.

Penelitian ini untuk menganalisis pengaruh komunikasi internal terhadap kinerja tenaga kesehatan Rumah Sakit Umum Herna Medan. Jenis penelitian yang digunakan adalah Survey Explanatory. Populasi dalam penelitian ini petugas medis dan non medis sebanyak 342 orang, dengan jumlah sampel 77 orang, yang diambil dengan teknik stratified sampling. Data dikumpulkan melalui kuesioner, wawancara dan dokumentasi. Teknik analisis data menggunakan regresi linear berganda.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa komunikasi vertikal (p =0,013) dan komunikasi horizontal (p =0,029) mempunyai pengaruh terhadap kinerja tenaga kesehatan Rumah Sakit Umum Herna Medan. Komunikasi diagonal dalam penelitian ini tidak berpengaruh terhadap kinerja tenaga kesehatan di Rumah Sakit Umum Herna Medan.

Disarankan kepada pimpinan Rumah Sakit Umum Herna Medan supaya memperbaiki komunikasi internal untuk meningkatkan kinerja tenaga kesehatan Rumah Sakit Umum Herna Medan dalam memberi pelayanan terhadap pasien.

(7)

of medical personnel. Their performance as employee is influenced by quality rate of internal communication upon improving quality in serving public. The performance of medical personnel on Rumah Sakit Umum Herna Medan Hospital has influenced of the total admittance rate of patient, it is surely that bed occupancy rate is still under 60%.

The objective of this study is to know the influence of internal communication upon the performance of medical personnel in the hospital. This study adopted the explanatory survey. The population of this research involved those medical personnel and some non medical personnel comprised 324 personnel. Total sample in this case included 77 persons, to take them with a stratified sampling technique. The data collected by questionnaire, interview and by documentation. In analyzing the data by using a multiple linear regression technique.

The result of study showed that in vertical communication is (p=0.013) and horizontal communication of (p=0.029), have significant influence toward the medical personnel who serve the hospital. Diagonal communication in this research is not influenced to those medical personal who served to Rumah Sakit Umum Herna

Medan.

Re-building the internal communication amongst those medical personnel is a demanded especially to improve their performance who serve the Rumah Sakit

Umum Herna Medan Hospital, the service in this case should be provided to patients.

(8)

dan kasihNya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini sampai

dengan selesai. Tesis ini disusun sebagai salah satu persyaratan untuk menyelesaikan

Minat Studi Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku di Program Studi S2 Ilmu

Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Medan.

Selesainya tesis ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak, oleh karena itu

pada kesempatan ini perkenankan penulis menyampaikan rasa terima kasih dan

penghargaan yang tidak terhingga kepada :

1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, MSc (CTM), Sp.A(K), selaku Rektor

Universitas Sumatera Utara Medan.

2. Dr. Drs. Surya Utama,M.S, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara Medan dan Ketua program studi S2 Ilmu Kesehatan

Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Medan.

3. Dr. Drs .R. Kintoko Rochadi M.K.M., selaku sekretaris pada Program Studi S2

Ilmu Kesehatan Masyarakat minat studi promosi kesehatan dan ilmu perilaku,

Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Medan.

4. Prof. Dr. Ritha F. Dalimunthe M.Si, selaku ketua komisi pembimbing yang telah

banyak meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam memberikan bimbingan,

(9)

serta dukungan kepada penulis dalam penyelesaian tesis ini.

6. Dr. Endang Sulistya Rini, S.E, M.Si, selaku anggota penguji yang telah banyak

memberikan masukan, kritik dan saran kepada penulis untuk kesempurnaan tesis

ini.

7. Drs.Amru Nasution, M.Kes, selaku anggota penguji yang telah banyak

memberikan masukan, kritik dan saran kepada penulis untuk kesempurnaan tesis

ini.

8. Prof. Dr. Robert Sibarani,M.S, selaku Rektor Universitas Darma Agung Medan,

yang telah memberikan kesempatan dan dukungan kepada penulis untuk

mengikuti dan menyelesaikan pendidikan di Program S2 Ilmu Kesehatan

Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Medan.

9. Rosita Saragih, S.K.M, selaku Dekan Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas

Darma Agung Medan yang memberikan kesempatan dan dukungan kepada

penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan di Program S2 Ilmu

Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera

Utara Medan.

10.Seluruh staf dosen dan staf pegawai di program S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat,

Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Medan, yang telah

(10)

penulis dalam penyelesaian tesis ini.

12.Seluruh teman - teman mahasiswa di program studi Promosi Kesehatan dan Ilmu

Perilaku yang memberi dukungan di S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas

Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Medan.

13.dr.Limenta, sebagai direktur Rumah Sakit Umum Herna Medan serta seluruh

pegawai Rumah Sakit Umum Herna Medan yang telah memberikan dukungan

dalam penulisan tesis ini.

14.Teristimewa kepada suamiku, Handy Tarigan, S.Sos, dan anak - anakku (Putri

Patricia Di Angel dan Sthepan Paul Jost) yang telah memberikan dukungan serta

doa yang tak henti - hentinya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih banyak kekurangan dan masih jauh dari

kesempurnaan, untuk itu bila ada saran maupun krtitik yang sifatnya membangun

sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini. Akhir kata penulis

mengucapkan terima kasih, semoga tesis ini bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Juli 2010

(11)

Penulis bernama Magdalena Ginting yang dilahirkan di Karo pada tanggal 25

April 1967, beragama Kristen Protestan dan bertempat tinggal di Jl. Sei Batang

Serangan No. 31/62 Medan.

Penulis menamatkan sekolah dasar tahun 1980 di SD Negeri 2 Suka, pada

tahun 1983 menamatkan SMP dari SMP Negeri I Kabanjahe, pada tahun 1986 tamat

dari SMA Negeri I Kabanjahe, pada tahun 1989 tamat dari Fakultas Non Gelar

Kesehatan Universitas Darma Agung Medan, pada tahun 1997 tamat dari Fakultas

Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Medan, tahun 2008 melanjutkan

pendidikan di S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat minat Promosi Kesehatan dan Ilmu

Perilaku.

Penulis bekerja di Rumah Sakit Umum Herna Medan tahun 1990 sampai

dengan tahun 1995. Tahun 1995 sampai dengan sekarang sebagai staf pengajar di

(12)

ABSTRAK i

2.3. Tujuan dan Fungsi Komunikasi dalam Organisasi 31

2.3.1.Tujuan Komunikasi Organisasi 31

2.3.2.Fungsi Komunikasi Organisasi 31

2.4. Komunikasi Internal dan Eksternal 32

2.4.1.Komunikasi Internal 32

2.4.2.Komunikasi Eksternal 34

2.5. Kinerja 35

2.5.1. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja 37

2.6. Landasan Teori 39

(13)

3.3. Populasi dan Sampel 43

3.4. Metode Pengumpulan Data 46

3.4.1.Validitas dan Reliabilitas 46

3.5. Variabel dan Definisi Operasional 48

3.5.1. Independen Variabel 48 3.6.2.2. Variabel Komunikasi Horizontal 54 3.6.2.3. Variabel Komunikasi Diagonal 55

3.7.Metode Analisis Data 55

BAB 4 HASIL PENELITIAN 57

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 57

4.1.1. Falsafah Rumah Sakit Umum Herna Medan 57

4.2.1. Distribusi Karakteristik Tenaga Kesehatan Rumah Sakit Umum Herna Medan Berdasarkan Umur, Jenis Kelamin, Lama Kerja,

Jabatan dan Penghasilan 58

(14)

4.2.2.1. Distribusi Komunikasi Vertikal Tenaga Kesehatan Rumah Sakit Umum Herna Medan Tahun 2010 61 4.2.2.2. Distribusi Komunikasi Horizontal Tenaga Kesehatan

Rumah Sakit Umum Herna Medan Tahun 2010 62 4.2.2.3. Distribusi Komunikasi Diagonal Tenaga Kesehatan

Rumah Sakit Umum Herna Medan Tahun 2010 62 4.2.3. Distribusi Kinerja Tenaga Kesehatan Rumah Sakit Umum

Herna Medan Tahun 2010 63

4.2.3.1. Distribusi Kualitas Kerja Tenaga Kesehatan Rumah

Sakit Umum Herna Medan Tahun 2010 63

4.2.3.2. Distribusi Kuantitas Kerja Tenaga Kesehatan Rumah

Sakit Umum Herna Medan Tahun 2010 64

4.2.3.3. Distribusi Ketepatan Waktu Kerja Tenaga Kesehatan Rumah Sakit Umum Herna Medan Tahun 2010 64 4.2.3.4. Distribusi Efektifitas Kerja Tenaga Kesehatan Rumah

Sakit Umum Herna Medan Tahun 2010 65

4.2.3.5. Distribusi Kemandirian Kerja Tenaga Kesehatan Sakit

Rumah Umum Herna Medan Tahun 2010 65

4.2.3.6. Distribusi Komitmen Kerja Tenaga Kesehatan Rumah

Sakit Umum Herna Medan Tahun 2010 66

4.2.3.7. Distribusi Total Kinerja Tenaga Kesehatan Rumah

Sakit Umum Herna Medan Tahun 2010 66

4.3. Analisis Bivariat 67

4.4. Analisis Multivariat 68

BAB 5 PEMBAHASAN 70

5.1. Kinerja Tenaga Kesehatan Rumah Sakit Umum Herna Medan 70 5.1.1. Kualitas Kerja Tenaga Kesehatan Rumah Sakit Umum Herna

5.1.5. Kemandirian Kerja Tenaga Kesehatan Rumah Sakit Umum

(15)

5.2.1. Pengaruh Komunikasi Vertikal terhadap Kinerja Tenaga

Kesehatan Rumah Sakit Umum Herna 76 5.2.2. Pengaruh Komunikasi Horizontal terhadap Kinerja Tenaga

Kesehatan Rumah Sakit Umum Herna 77

5.2.3. Pengaruh Komunikasi Diagonal terhadap Kinerja Tenaga

Kesehatan Rumah Sakit Umum Herna 77

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 79

6.1. Kesimpulan 79

(16)

1.1. BOR, BTO, LOS, TOI, GDR, dan NDR 7

3.1. Populasi 43

3.2. Sampel 45

3.3. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas 47

3.4. Indikator Variabel X 51

3.5. Indikator Variabel Y 52

4.1. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur 59

4.2. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin 59

4.3. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Lama Kerja 60

4.4. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jabatan 60

4.5. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Penghasilan 61

4.6. Distribusi Komunikasi Vertikal Tenaga Kesehatan Rumah Sakit Umum

Herna Medan Tahun 2010 61

4.7. Distribusi Komunikasi Horizontal Tenaga Kesehatan Rumah Sakit Umum

Herna Medan Tahun 2010 62

4.8. Distribusi Komunikasi Diagonal Tenaga Kesehatan Rumah Sakit Umum

Herna Medan Tahun 2010 62

4.9. Distribusi Kualitas Kerja Tenaga Kesehatan Rumah Sakit Umum

Herna Medan Tahun 2010 63

4.10. Distribusi Kuantitas Kerja Tenaga Kesehatan Rumah Sakit Umum

(17)

Herna Medan Tahun 2010 65

4.13. Distribusi Kemandirian Tenaga Kesehatan Rumah Sakit Umum

Herna Medan Tahun 2010 65

4.14. Distribusi Komitmen Kerja Tenaga Kesehatan Rumah Sakit Umum

Herna Medan Tahun 2010 66

4.15. Distribusi Jumlah Total Kinerja Tenaga Kesehatan Rumah Sakit Umum

Herna Medan Tahun 2010 66

4.16. Hubungan Komunikasi Internal dengan Kinerja Tenaga Kesehatan Rumah

Sakit Umum Herna Medan 67

4.17. Hasil Regresi Komunikasi Vertikal dan Horizontal terhadap Kinerja

(18)

2.1. Proses Komunikasi 21

2.2. Alur Proses Teori SOR 40

(19)

1. Daftar Pustaka ... 81

2. Kuesioner Penelitian ... 83

3. Surat Izin Penelitian dari Fakultas Kesehatan Masyarakat ... 89

Universitas Sumatera Utara 4. Surat Keterangan Selesai Penelitian... 90

5. Struktur Organisasi Rumah Sakit Umum Herna Medan ... 91

6. Master Data ... 92

(20)

kesehatan. Kinerja tenaga kesehatan dipengaruhi oleh kualitas komunikasi internal terhadap peningkatan kinerja tenaga kesehatan rumah sakit. Rendahnya kinerja tenaga kesehatan di Rumah Sakit Umum Herna Medan berdampak pada jumlah kunjungan pasien ke rumah sakit atau bed occupancy rate, masih di bawah 60%.

Penelitian ini untuk menganalisis pengaruh komunikasi internal terhadap kinerja tenaga kesehatan Rumah Sakit Umum Herna Medan. Jenis penelitian yang digunakan adalah Survey Explanatory. Populasi dalam penelitian ini petugas medis dan non medis sebanyak 342 orang, dengan jumlah sampel 77 orang, yang diambil dengan teknik stratified sampling. Data dikumpulkan melalui kuesioner, wawancara dan dokumentasi. Teknik analisis data menggunakan regresi linear berganda.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa komunikasi vertikal (p =0,013) dan komunikasi horizontal (p =0,029) mempunyai pengaruh terhadap kinerja tenaga kesehatan Rumah Sakit Umum Herna Medan. Komunikasi diagonal dalam penelitian ini tidak berpengaruh terhadap kinerja tenaga kesehatan di Rumah Sakit Umum Herna Medan.

Disarankan kepada pimpinan Rumah Sakit Umum Herna Medan supaya memperbaiki komunikasi internal untuk meningkatkan kinerja tenaga kesehatan Rumah Sakit Umum Herna Medan dalam memberi pelayanan terhadap pasien.

(21)

of medical personnel. Their performance as employee is influenced by quality rate of internal communication upon improving quality in serving public. The performance of medical personnel on Rumah Sakit Umum Herna Medan Hospital has influenced of the total admittance rate of patient, it is surely that bed occupancy rate is still under 60%.

The objective of this study is to know the influence of internal communication upon the performance of medical personnel in the hospital. This study adopted the explanatory survey. The population of this research involved those medical personnel and some non medical personnel comprised 324 personnel. Total sample in this case included 77 persons, to take them with a stratified sampling technique. The data collected by questionnaire, interview and by documentation. In analyzing the data by using a multiple linear regression technique.

The result of study showed that in vertical communication is (p=0.013) and horizontal communication of (p=0.029), have significant influence toward the medical personnel who serve the hospital. Diagonal communication in this research is not influenced to those medical personal who served to Rumah Sakit Umum Herna

Medan.

Re-building the internal communication amongst those medical personnel is a demanded especially to improve their performance who serve the Rumah Sakit

Umum Herna Medan Hospital, the service in this case should be provided to patients.

(22)

1.1. Latar Belakang

Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan

dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan

masyarakat yang optimal. Dalam rangka mencapai tujuan tersebut kinerja sumber

daya manusia kesehatan merupakan salah satu kunci keberhasilan yang harus

dikembangkan sesuai kebutuhan pelayanan kesehatan masyarakat dan perkembangan

ilmu pengetahuan dan teknologi. Kinerja tenaga kesehatan seharusnya merupakan

penentu utama dari perilaku anggota organisasi atau organizational citizenship

behavior. Budaya organisasi mengarah pada kualitas lingkungan internal organisasi

yang dialami orang yang berada di dalamnya.

Kinerja tenaga kesehatan secara perorangan akan mendorong kinerja sumber

daya manusia secara keseluruhan dan memberikan feed back yang tepat terhadap

perubahan perilaku, yang direfleksikan dalam kenaikan produktifitas. Jadi dapat

dikatakan bahwa keberhasilan suatu organisasi sangat didukung dari tingkat kinerja

tenaga kesehatan yang sangat dipengaruhi oleh proses komunikasi yang terjadi antar

tenaga kesehatan dan pimpinan di rumah sakit. Seorang pimpinan dalam sebuah

instansi rumah sakit tidak akan mungkin dapat bekerja sendiri. Seorang pemimpin

akan selalu memerlukan bantuan tenaga kesehatan di rumah sakit tersebut agar dapat

(23)

Suatu organisasi akan berjalan dengan sukses apabila organisasi dapat

menyediakan dan memberikan segala kebutuhan informasi yang dibutuhkan para

karyawannya, informasi merupakan sumber kehidupan organisasi. Dalam konteks

komunikasi organisasi, terdapat komunikasi eksternal dan komunikasi internal.

Komunikasi eksternal lebih terfokus pada komunikasi yang dilakukan organisasi

dengan publik eksternal seperti customer, distributor, investor dan lain-lain,

sedangkan komunikasi yang terjadi dalam lingkup organisasi dan mencakup para

anggota organisasi disebut komunikasi internal.

Komunikasi internal atau komunikasi dengan tenaga kesehatan sangat penting

artinya dalam meningkatkan kinerja tenaga kesehatan. Melalui komunikasi internal

dapat tercipta iklim dan suasana kerja yang nyaman, menyenangkan dan demokratis.

Kesadaran setiap pihak akan pentingnya komunikasi internal dapat menumbuhkan

rasa saling memperhatikan, saling memahami dan saling pengertian antara pihak

pimpinan dan para tenaga kesehatan.

Pada sebuah organisasi khususnya rumah sakit, proses komunikasi adalah

proses yang pasti dan selalu terjadi. Komunikasi adalah sarana untuk mengadakan

koordinasi antara berbagai sub bagian dalam organisasi. Organisasi yang berfungsi

baik, ditandai oleh adanya kerjasama secara sinergis dan harmonis dari berbagai

komponen. Suatu organisasi dikonstruksi dan dipelihara dengan komunikasi. Artinya

ketika proses komunikasi antar komponen dapat diselenggarakan secara harmonis,

(24)

Kinerja seorang tenaga kesehatan sangat dipengaruhi oleh bagaimana

komunikasi internal yang terjadi dalam organisasi, komunikasi dalam organisasi

merupakan salah satu unsur yang sangat penting untuk tercapainya tujuan

administrasi atau manajemen.

Komunikasi yang lancar dapat menciptakan hubungan kerja yang serasi dan

selaras antar pimpinan dan bawahannya serta sesama bawahan. Jika hubungan kerja

yang demikian dapat tercipta maka dapat mendorong kinerja dari setiap orang yang

bekerja dalam organisasi tersebut sehingga apa yang menjadi tujuan dari organisasi

tersebut dapat tercapai.

Menurut Kohler dalam Muhammad (2004) ada dua model komunikasi dalam

rangka meningkatkan kinerja dan mencapai tujuan organisasi. Komunikasi

koordinatif, yaitu proses komunikasi yang berfungsi untuk menyatukan bagian-

bagian perkantoran. Komunikasi interaktif yaitu proses pertukaran informasi yang

berjalan secara berkesinambungan, pertukaran pendapat dan sikap yang dipakai

sebagai dasar penyesuaian di antara sub-sub bagian dalam perkantoran, maupun

antara perkantoran dengan mitra kerja. Frekuensi dan intensitas komunikasi yang

dilakukan juga turut mempengaruhi hasil dari suatu proses komunikasi tersebut.

Manusia di dalam kehidupannya harus berkomunikasi, artinya memerlukan

orang lain dan membutuhkan kelompok atau masyarakat untuk saling berinteraksi.

Hal ini merupakan suatu hakekat bahwa sebagian besar pribadi manusia terbentuk

dari hasil integrasi sosial dengan sesamanya. Dalam kehidupannya manusia sering

(25)

Organisasi adalah sebuah sistem sosial yang kompleksitasnya jelas terlihat

melalui jenis, peringkat, bentuk dan jumlah interaksi yang berlaku.

Proses komunikasi dalam organisasi adalah salah satu faktor penentu dalam

mencapai organisasi yang efektif. Salah satu proses yang akan selalu terjadi dalam

organisasi apapun adalah proses komunikasi. Melalui organisasi terjadi pertukaran

informasi, gagasan, dan pengalaman. Mengingat perannya yang penting dalam

menunjang kelancaran berorganisasi, maka perhatian yang cukup perlu dicurahkan

untuk mengelola komunikasi dalam organisasi. Proses komunikasi yang begitu

dinamik dapat menimbulkan berbagai masalah yang mempengaruhi pencapaian

sebuah organisasi terutama dengan timbulnya salah paham dan konflik.

Komunikasi memelihara motivasi dengan memberikan penjelasan kepada para

tenaga kesehatan tentang apa yang harus dilakukan, seberapa baik mereka

mengerjakannya dan apa yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kinerja jika

sedang berada di bawah standar. Aktivitas komunikasi dalam organisasi senantiasa

disertai dengan tujuan yang ingin dicapai sesama dalam kelompok dan masyarakat.

Budaya komunikasi dalam konteks komunikasi organisasi harus dilihat dari

berbagai sisi. Sisi pertama adalah komunikasi antara atasan kepada bawahan. Sisi

kedua antara tenaga kesehatan yang satu dengan tenaga kesehatan yang lain. Sisi

ketiga adalah antara tenaga kesehatan kepada atasan. Masing-masing komunikasi

tersebut mempunyai polanya masing-masing. Di antara kedua belah pihak harus ada

two – way – communications atau komunikasi dua arah atau komunikasi timbal balik,

(26)

baik cita-cita pribadi, maupun kelompok, untuk mencapai tujuan suatu organisasi

(Muhammad, 2004 :102).

kinerja tenaga kesehatan secara perorangan akan mendorong kinerja sumber

daya manusia secara keseluruhan dan memberikan feedback yang tepat terhadap

perubahan perilaku, yang direflesikan dalam kenaikan produktifitas.

Menurut penelitian yang dilakukan Agustina (2005) Pengaruh efektifitas

komunikasi internal di Graha Mulia departemen store Lumajang terhadap kinerja

para tenaga penjualannya menunjukkan pengaruh significan antara komunikasi

internal di Graha Mulia departement store yang meliputi komunikasi vertikal ke

bawah, vertikal ke atas, dan horizontal terhadap kinerja tenaga penjualannya.

Menurut penelitian yang dilakukan Anggriani (2009), memperlihatkan bahwa

terdapat hubungan antara komunikasi internal dengan kinerja karyawan Unit

Pelayanan Teknis (UPT) Balai Informasi Teknologi – LIPI Bandung berdasarkan

kriteria Guilford. Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini, yaitu

komunikasi internal telah dapat meningkatkan kinerja karyawan.

Rumah sakit sebagai suatu kesatuan organisasi fungsional yang berada di

garis terdepan di bidang kesehatan, juga tidak luput dari komunikasi. Pimpinan

rumah sakit bertanggung jawab langsung terhadap jalannya komunikasi secara

kondusif antara dirinya selaku komunikator dengan para staf administrasi sebagai

komunikan.

Pimpinan rumah sakit dan para staf tenaga kesehatan harus memahami betul

(27)

yang diharapkan. Dalam melaksanakan tugas, pimpinan rumah sakit dihadapkan

kepada dua bidang tugas dan tanggung jawab yang harus dikoordinirnya secara

terpadu yaitu bidang teknis medis yang dilakukan petugas medis dan bidang

administrasi yang menjadi tanggung jawab para staf administrasi. Tidak bisa

dipungkiri kedua bidang yang ada di rumah sakit dalam kenyataannya saling

mendukung dan melengkapi.

Pimpinan rumah sakit dalam mengkoordinir kegiatan administrasi rumah

sakit, pimpinan rumah sakit harus benar-benar dapat memanfaatkan proses

komunikasi yang dilakukannya dengan para staf tenaga kesehatan administrasi sesuai

dengan fungsi komunikasi yaitu menghubungkan semua unsur yang melakukan inter

relasi pada semua lapisan sehingga menimbulkan rasa kesetiakawanan dan loyalitas

antar sesama staf. Pimpinan dapat mengetahui langsung keadaaan bidang di

bawahnya, sehingga berlangsung operasional yang efisien, meningkatkan rasa

tanggung jawab semua anggota dan melibatkan mereka pada kepentingan organisasi,

memunculkan saling pengertian dan saling menghargai tugas masing-masing.

Rumah Sakit Umum Herna Medan merupakan salah satu rumah sakit yang

sudah cukup besar dan dikenal banyak kalangan di kota Medan bahkan Sumatera

Utara yang sudah memberikan kontribusi yang cukup besar dalam pembangunan

khususnya dalam bidang kesehatan di kota Medan. Program-program kerja yang

dirancang bertujuan untuk memberikan pelayanan kesehatan yang merupakan tujuan

yang sangat penting sehingga sangat diharapkan kinerja yang optimal yang dapat

(28)

dan fungsinya sebagai organisasi yang dapat memberikan pelayanan terbaik bagi

pasien dan masyarakat.

Salah satu indikator kinerja rumah sakit dapat dilihat dari jumlah pasien.

Grafik Barber Johnson merupakan salah satu alat untuk mengukur tingkat efisiensi

pengelolaan rumah sakit. Grafik Barber Johnson sendiri diperoleh dari hasil

perhitungan beberapa data statistik rumah sakit. Dalam hal ini, tentu saja medical

record memegang peran penting. Berdasarkan data yang didapat dari bagian rekam

medik Rumah Sakit Umum Herna, kinerja tenaga kesehatan belum maksimal. Hal ini

terlihat dari nilai Bed Occupancy Rate (BOR), Bed Turn Over (BTO), Length of Stay

(LOS) dan Turn Over Interval (TOI), Growth Death Rate (GDR), Netto Death Rate

(NDR) yang masih jauh dari ideal seperti yang terlihat di bawah ini dan sebagaimana

digambarkan dalam Grafik Barber – Johnson yang terdapat dalam tabel 1.1.

Tabel 1.1. Tabel BOR, BTO, LOS dan TOI RSU. Herna Tahun 2009 Bulan BOR

(29)

Rendahnya utilisasi (penggunaan) fasilitas kesehatan seperti rumah sakit

sering dianggap penyebabnya adalah faktor jarak, fasilitas, tarif yang tinggi, tempat

yang kurang strategis, peralatan yang kurang memadai dan sebagainya. Rumah Sakit

sering melupakan kinerja dan pelayanan kesehatan yang dilakukan tenaga medis dan

non medis sehingga pelayanan yang diberikan kurang maksimal dan menjadi

penyebab rendahnya kunjungan masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari nilai BOR,

BTO, LOS dan TOI Rumah Sakit Umum Herna belum maksimal.

Melihat pengaruh yang sangat penting antara proses komunikasi yang terjadi

dalam suatu organisasi khususnya komunikasi internal antar tenaga kesehatan dengan

tingkat kinerja tenaga kesehatan maka penulis tertarik mengambil judul “Pengaruh

Komunikasi Internal Terhadap Kinerja tenaga kesehatan Rumah Sakit Umum Herna

Medan”.

1.2. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka dapat

diidentifikasi permasalahan-permasalahan berikut :

1. Menurunnya kinerja tenaga kesehatan Rumah Sakit Umum Herna Medan

dilihat dari jumlah pasien Bed Occupancy Rate (BOR) di bawah standard

yaitu 60%- 80%.

2. Masih ditemukan kendala atau hambatan-hambatan dalam melakukan

(30)

3. Kurang optimalnya kinerja tenaga kesehatan disebabkan belum efektifnya

proses komunikasi internal yang terjadi di Rumah Sakit Umum Herna Medan.

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas maka perumusan

masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana pengaruh komunikasi internal

terhadap kinerja tenaga kesehatan di Rumah Sakit Umum Herna Medan”.

1.3. Tujuan Penelitian

Menganalisis pengaruh komunikasi internal terhadap kinerja tenaga kesehatan

Rumah Sakit Umum Herna Medan.

1.4. Hipotesis Penelitian

Ada pengaruh komunikasi internal terhadap kinerja tenaga kesehatan di

Rumah Sakit Umum Herna Medan.

1.5. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian pada umumnya ada dua yaitu manfaat penelitian bagi

peneliti dan manfaat penelitian bagi lembaga (Rumah Sakit) tempat melakukan

penelitian.

Manfaat penelitian bagi peneliti adalah:

1. Dapat menciptakan daya analisis terhadap permasalahan.

(31)

Manfaat penelitian bagi organisasi, dalam hal ini bagi Rumah Sakit Umum

(RSU) Herna Medan, adalah:

1. Hasil penelitian merupakan masukan (input) bagi rumah sakit untuk lebih

memfungsikan komunikasi internal dalam organisasi, untuk lebih

meningkatkan kinerja tenaga kesehatan.

2. Membuat kebijakan yang dapat meningkatkan kinerja tenaga kesehatan, yang

pada akhirnya mendorong layanan kepada pasien dan masyarakat pada

(32)

2.1. Pengertian Komunikasi

Manusia selalu terlibat dalam aktivitas kegiatan “komunikasi”. Terjadinya

komunikasi merupakan konsekuensi dari akibat adanya interaksi di antara sesama

manusia (human interactions), atau hubungan yang bersifat sosial (social relations),

karena kenyataannya yang paling banyak terlibat dalam proses komunikasi adalah

manusia.

Umumnya jika seseorang mengerti tentang sesuatu yang dinyatakan orang

lain kepadanya, maka komunikasi sedang berlangsung. Dengan kata lain, hubungan

antara komunikator dan komunikan sudah komunikatif. Sebaliknya, jika tidak ada

kesamaan pemahaman atau komunikan tidak mengerti apa yang disampaikan

komunikator, maka kornunikasi tidak terjadi. Komunikasi dalam pengertian umum

mencakup dua segi, yaitu :

1. Pengertian Komunikasi Secara Etimologis

Secara etimologis (menurut asal-usul kata), istilah komunikasi dalam bahasa

Inggris “communication”, berasal dari bahasa Latin “communicatio”, dan perkataan

ini bersumber pada kata “communis”. Kata communis mengandung arti sama,

maksudnya sama makna. Sedangkan bentuk dari kata kerja “comunicatio” adalah

(33)

Komunikasi menyarankan adanya suatu pikiran, suatu makna atau suatu pesan dianut

secara sama. (Mulyana, 2005 : 41).

Komunikasi dapat berlangsung apabila antara orang-orang yang terlibat

terdapat kesamaan makna mengenai suatu hal yang dikomunikasikan. Komunikasi

dalam pengertian ini sering terlihat pada perjumpaan dua orang. Mereka saling

memberikan salam, bertanya tentang sesuatu atau tentang kesehatan, mengenai

keluarga, dan lain sebagainya.

2. Pengertian Komunikasi Secara Terminologis

Secara terminologis, komunikasi berarti suatu proses penyampaian pernyataan

oleh seseorang kepada orang lain (Effendy, 1993:4). Dalam pengertian tersebut, jelas

bahwa komunikasi melibatkan sejumlah orang, dimana seseorang menyatakan

sesuatu kepada orang lain. Masyarakat paling sedikit terdiri dari dua orang atau lebih

yang saling berhubungan satu sama lain, sehingga dapat menimbulkan interaksi sosial

(social interaction), di mana komunikasi sebagai penjalinnya. Jadi komunikasi

mengandung makna adalah sebagai proses penyampaian suatu pernyataan oleh

seseorang kepada orang lain.

3. Pengertian Komunikasi Secara Paradigmatis

Pengertian komunikasi secara paradigmatis, banyak dikemukakan oleh para

ahli secara lengkap dengan menampilkan maknanya yang hakiki, yaitu “komunikasi

adalah proses penyampaian gagasan, harapan, pesan yang disampaikan melalui

lambang tertentu yang mengandung arti yang dilakukan oleh penyampai pesan

(34)

Onong Uchjana Effendy (1989:60) mengatakan dalam bukunya “Kamus

Komunikasi” bahwa komunikasi (communication) adalah proses penyampaian pesan

dalam bentuk lambang bermakna sebagai paduan pikiran dan perasaan berupa ide,

informasi, kepercayaan, harapan, himbauan dan sebagainya, yang dilakukan

seseorang kepada orang lain, baik langsung secara tatap muka maupun tak langsung

melalui media, dengan tujuan mengubah sikap, pandangan atau perilaku. Sedangkan

menurut Richard West dan Lynn H. Turner (2008:5) bahwa komunikasi

(communication) adalah proses sosial di mana individu-individu menggunakan

simbol-simbol untuk menciptakan dan mengintepretasikan makna dalam lingkungan

mereka.

Komunikasi merupakan proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada

komunikan, dengan efek yang diharapkan adanya perubahan-perubahan yang terjadi

pada diri komunikan. Di mana di dalamnya tersimpul adanya tujuan yang

mengandung makna tertentu, yakni memberi tahu atau mengubah sikap (attitude),

pendapat (opinion), atau perilaku (behavior). Komunikasi yang efektif lebih banyak

bergantung pada sikap pengirim (sander’s attitude) untuk mendekati penerima pesan

(receiver).

Ada beberapa definisi secara paradigmatis yang diberikan oleh para sarjana

pemerhati masalah komunikasi, sebagaimana diuraikan Amir Purba, dkk. (2006 :

(35)

1. Carl I Hovland

Komunikasi adalah proses dimana seseorang (communicator) menyampaikan

perangsang-perangsang (biasanya lambang-lambang dalam bentuk kata-kata)

untuk merubah tingkah laku orang lain (communicatee).

2. Wilbur Schramm

Menurut Wilbur Schrarmm jika kita mengadakan komunikasi dengan suatu pihak

maka kita menyatakan gagasan kita untuk memperoleh kesamaan (commenes)

dengan pihak lain mengenai suatu objek tertentu.

3. Sir Gerald Barry

Mengatakan komunikasi adalah “to talk together, confer, discouse and to consult

with another” (bicara bersama-sama, merundingkan, berbicara dan berunding

dengan pihak lain).

4. Harold Laswell

Mengatakan bahwa cara yang terbaik untuk menjelaskan kegiatan komunikasi

adalah dengan menjawab beberapa pertanyaan “Who – Say what – In which

channel – To whom – And with what effect ?” (Siapa – berkata apa – melalui

saluran apa – kepada siapa – dan dengan efek apa ?).

Berdasarkan sejumlah definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa komunikasi

berlangsung antara seseorang dengan orang lain, di mana seorang individu dapat

mengungkapkan perasaan yang dialami dan menerima informasi yang diberikan oleh

orang lain sehingga menimbulkan pengertian yang sama terhadap pesan atau

(36)

2.1.1. Proses Komunikasi

Pengertian proses menurut David K. Berlo (1960 : 23) “Process, as any

phenomenon which shows a continuous change in time” (Proses adalah suatu

penomena yang ditunjukkan adanya suatu perubahan berkelanjutan dalam kurun

waktu tertentu). Proses berarti suatu rangkaian kegiatan atau peristiwa yang sedang

berlangsung dalam mencapai hasil tertentu. Proses komunikasi adalah keseluruhan

rangkaian atau peristiwa dari mulai pesan disampaikan sampai terjadi tindakan

sebagai akibat dari pesan pada diri objek, sasaran, atau komunikan.

Proses komunikasi bagaimana terjadi dapat dilihat dari dua perspektif yaitu

perspektif proses komunikasi secara psikologis dan secara mekanistis. Proses

komunikasi dalam perspektif psikhologis terjadi pada komunikator dan komunikan.

Ketika seseorang komunikator berniat akan menyampaikan suatu pesan kepada

komunikan, maka dalam dirinya terjadi suatu proses (Effendy, 2003 : 31). Proses

komunikasi secara psikhologis mencakup isi dan lambang pesan. Isi pesan berupa

pikiran, atau apa yang terlintas dalam otaknya (picture in our head), sedangkan

lambang pesan berupa: bahasa, baik bahasa verbal (dapat berupa oral/ terucap

ataupun berupa tulisan (write) maupun dalam bahasa yang non verbal.

Pada proses perspektif komunikasi psikologis, komunikator dalam pikirannya

berusaha melakukan persepsi atau memahami dan memberikan makna dari isi pesan

komunikasi tersebut. Proses bagaimana mengemas atau membungkus pikiran dengan

bahasa yang dilakukan komunikator itu disebut “encoding”. Kemudian pesan tadi

(37)

komunikan juga terjadi proses, berupa upaya untuk melakukan persepsi untuk

memahami dan memaknai isi pesan komunikasi tadi, seolah-olah seperti membuka

kemasan yang telah diterima dari komunikator disebut “decoding”.

Sebelum komunikator mengirimkan pesan-pesan kepada komunikan ia

memberi makna pada pesan-pesan itu (encode). Pesan ditangkap oleh komunikan dan

diberi makna sesuai dengan konsep-konsep yang ia miliki pesan “didecode”. Melalui

proses interpretasi, yaitu menafsirkan makna-makna tersebut dari berbagai sudut

pandang (perspektif), akan dihasilkan makna tertentu sesuai dengan kerangka

pengalaman (field of reference) dan kerangka acuan (frame of reference) yang

dimiliki oleh komunikan.

Komunikasi dengan orang lain, merupakan “kesamaan”. Komunikasi pada

hakekatnya adalah membuat komunikator dan komunikan sama-sama sesuai untuk

suatu pesan. Apa yang terjadi kalau komunikator berusaha membentuk kesamaan

dengan komunikan? Pertama - tama komunikator melakukan apa yang disebut

“encode”, ia meng-encode pesannya, berarti ia memformulasikan sedemikian rupa,

sehingga dengan menggunakan suatu simbol tertentu ia dapat operkan pesannya

kepada komunikan. Gambaran dalam otak kita tidak mungkin dapat dioperkan kepada

orang lain, kalau tidak “dicode” terebih dahulu dengan lambang yang dapat

dimengerti oleh komunikan. Komunikan kini menginterpretasikan lambang yang

membawakan pesan tadi ke dalam konteks pengertiannya sendiri. Komunikan

”mengdecode“ pesan yang diterimanya itu. Oleh karena itu, komunikator dinamai

(38)

Untuk kesamaan dan ketidaksamaan dalam derajat pasangan komunikator

dengan komunikan dalam proses komunikasi, Everett M. Roger dalam Effendy

(1983:51) menyebutkannya dengan istilah :

1. Homophily adalah sebuah istilah yang menggambarkan derajat pasangan

perorangan yang berinteraksi, yang memiliki kesamaan dalam sifat, seperti

kepercayaan, nilai, pendidikan, status sosial dan sebagainya.

2. Heterophily adalah derajat pasangan orang-orang yang berinteraksi yang

berbeda dengan sifat-sifat tertentu.

Keberhasilan komunikasi (komunikasi efektif) sangat ditentukan oleh

seberapa besar kesamaan pengertian yang berhasil dibangun bersama (sharing).

Semakin luas daerah overlap (saling pengertian) tercipta, semakin berhasil suatu

proses komunikasi mencapai sasarannya. Tetapi komunikator utama adalah si

pembawa pesan atau yang pertama-tama menyampaikan pesan (message) sebab

dialah yang memulai komunikasi dan mempunyai tujuan. Sedangkan efek

komunikasi dapat terlihat langsung, baik secara verbal (dengan ucapan mengiyakan

atau menjawab) maupun secara non-verbal (dengan bahasa tubuh, kinesik, kial,

isyarat dan lain sebagainya).

Berdasarkan penjelasan di atas, pada proses komunikasi secara psikhologis

dapat dikatakan bahwa seorang komunikator akan mampu melakukan perubahan

sikap, apabila ia berusaha mengadakan persamaan dengan komunikan, atau

melakukan perubahan sikap, pendapat dan tingkah laku komunikan melalui

(39)

dengannya, maka dengan demikian pihak komunikan merasa ada kesamaan di

antaranya (kesamaan antara komunikator dan komunikan). Sikap komunikator yang

harus menyamakan dirinya dengan komunikan akan menimbulkan sikap komunikan

kepada komunikator.

Proses komunikasi dalam perspektif mekanistis dapat berlangsung, ketika

komunikator mengoperkan atau melemparkan dengan bibir (bentuk lisan), atau

tangan (bentuk tulisan) sampai pesannya dapat ditangkap oleh komunikan melalui

telinga, mata atau indera-indera lainnya.

Proses komunikasi dalam perspektif mekanistis menurut Onong Uchjana

Effendy (2003:33-40), dalam bukunya “Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi”

diklasifikasikan ke dalam empat proses, yaitu proses komunikasi secara primer,

sekunder, linear dan sirkular.

1. Proses komunikasi secara primer.

Proses komunikasi secara primer (primary process) adalah proses penyampaian

pikiran oleh seseorang kepada orang lain dengan menggunakan suatu lambang

(simbol) sebagai media atau saluran. Jadi komunikasinya terjadi secara langsung

di antara kedua belah pihak (face to face communicatioan).

2. Proses komunikasi secara sekunder

Proses komunikasi secara sekunder adalah proses penyampaian pesan oleh

seseorang kepada orang lain yang dilakukan secara tidak langsung, dengan

menggunakan alat atau sarana sebagai media kedua, setelah memakai lambang

(40)

3. Proses komunikasi secara linear

Proses komunikasi secara linear yaitu proses perjalanan komunikasi berupa

penyampaian pesan secara lurus. Kata linear berasal dari kata line (Bahasa

Inggris) berarti garis. Dalam hal ini penyampaian pesan hanya bersifat sepihak

saja dari komunikator ke komunikan, tanpa ada feedback (umpan balik).

Komunikasi seperti ini tidak belangsung secara dilogis (tidak secara timbal balik).

4. Proses komunikasi secara sirkular

Proses komunikasi secara sirkular, adalah proses komunikasi yang terjadi dengan

disertai adanya feedback atau umpan balik, yaitu terjadinya arus dari komunikan

ke komunikator. Feedback dapat berupa respon atau tanggapan bersifat mengalir

oleh komunikan terhadap pesan yang diterima dari komunikator. Respon bisa

positif (diterima dengan baik), ataupun negatif (ditolak), bisa juga seketika

(langsung atau immediate feedback) maupun tertunda (tidak mendapat tanggapan

langsung).

Husein Umar (2002:5-6) menjelaskan bahwa proses komunikasi mekanistis

hanya mencakup dua cara saja, yaitu proses komunikasi secara primer dan proses

secara skunder. Selanjutnya proses komunikasi secara primer ini dapat dibagi menjadi

dua bagian lagi, yaitu :

a. Verbal communication yaitu penggunaan bahasa sebagai media. Hal ini

mencakup bahasa lisan maupun bahasa tulisan.

b. Non verbal communication yaitu pemakaian gejala yang menyangkut

(41)

pakaian yang bersifat simbolik (symbolic clothing) dan gejala-gejala lainnya

yang memiliki arti tertentu.

Dalam tataran teoritis, dalam proses komunikasi paling tidak orang mengenal

komunikasi dari dua perspektif, yaitu perspektif kognitif dan perspektif perilaku

(Senjaya, 2007:46). Pada sumber yang sama, tentang perspektif kognitif menurut

Colin Cherry mengatakan bahwa penggunaan lambang-lambang (simbol) untuk

mencapai kesamaan makna atau berbagai informasi tentang suatu objek atau kejadian.

Jika pesan yang disampaikan dan diterima secara akurat, penerima (receiver) akan

menerima informasi yang sama seperti yang dimiliki pengirim (sender), oleh karena

itu tindakan komunikasi telah terjadi. Sedangkan dalam perspektif perilaku, B.F.

Skinner memandang bahwa komunikasi sebagai perilaku verbal atau simbolik dimana

pengirim (sender)berusaha mendapatkan suatu efek yang dikehendaki pada penerima

(receiver).

Berdasarkan pandangan beberapa pakar di atas, mengenai proses komunikasi

secara mekanistis dapat disimpulkan bahwa Proses komunikasi adalah proses

pengoperan lambang-lambang yang mempunyai arti, dengan mempergunakan ruang

dan waktu dalam usaha untuk membentuk opini publik dan sikap publik dalam

kehidupan masyarakat.

Seseorang melakukan proses komunikasi, diperlukan minimal adanya

sejumlah komponen atau unsur komunikasi yang merupakan persyaratan terjadinya

(42)

1. Komunikator, yaitu orang yang menyampaikan, mengatakan atau menyiarkan

pesan (message).

2. Pesan (message) yaitu ide, informasi, opini atau pernyataan yang didukung

oleh lambang.

3. Saluran atau media, ialah alat yang digunakan oleh komunikator untuk

menyampaikan atau mendukung pesan.

4. Komunikan yakni orang yang menerima pesan.

5. Efek yakni dampak sebagai pengaruh dari kegiatan komunikasi yang

dilakukan komunikator kepada komunikan.

Menurut K. Berlo (1960:32) dalam bukunya “The Process of

Communication” menjadi enam unsur proses komunikasi antara lain :

1. The communication source (sumber komunikasi)

2. The encoder (penyampai atau komunikator)

3. The message (pesan)

4. The channel (saluran atau media)

5. The decoder (penerima atau komunikan)

6. The communication receiver (penerima pesan komunikasi)

Untuk lebih jelasnya, proses komunikasi dapat digambarkan sebagai berikut:

Who Says what In which

channel

With what effect. To whom

Source Message Channel Receiver Effect

Sumber: Formula Lasswell dalam Lubis (2005: 37)

(43)

Penyampaian pesan oleh komunikator melalui media kepada komunikan, di

mana pihak komunikator mengharapkan adanya efek pada diri komunikan, baik efek

kognitif (pengetahuan), efek psikomotor (perubahan tingkah laku), dan efek afektif

(perubahan sikap) sebagai mana yang diharapkan komunikator. Pada prinsipnya yang

terpenting dalam proses komunikasi adalah adanya kecocokan antara pengalaman dan

pengertian. Jika bidang pengalaman komunikator sama dengan bidang pengalaman

komunikan, komunikasi akan berlangsung lancar. Sebaliknya, bila pengalaman

komunikan berlainan akan terdapat kesukaran untuk mengerti satu sama lain.

2.1.2. Fungsi Komunikasi

Fungsi komunikasi menurut Husein Umar (2002:7) adalah untuk

menyampaikan informasi (to inform), mendidik (to educate), menghibur (to

entertain), mempengaruhi (to influence).

Fungsi memberikan informasi dan menyampaikan informasi, sangat

diperlukan karena perilaku menerima informasi merupakan perilaku alamiah. Dengan

menerima informasi yang benar, maka akan tercipta rasa aman dan tenteram.

Informasi akurat diperlukan untuk bahan dalam pembuatan keputusan bagi pihak

sekolah. Fungsi mendidik dilaksanakan agar perkembangan sekolah menjadi lebih

baik, lebih maju, lebih berkembang kebudayaannya. Kegiatan mendidik dalam arti

luas adalah memberikan berbagai informasi yang dapat menambah kemajuan.

Sedangkan kegiatan mendidik dalam arti sempit adalah pelaksanaan proses belajar

(44)

dapat berfungsi menghibur, banyak dilakukan dengan penyajian informasi melalui

sarana seni hiburan. Hiburan yang menarik sebagai selingan merupakan sarana yang

paling praktis dan efektif dalam proses komunikasi. Karena dengan hiburan pesan

akan sangat mudah dapat diterima. Sedangkan fungsi mempengaruhi, adalah adanya

perubahan sikap dan perilaku yang diharapkan pada diri komunikan. Mempengaruhi

dapat dilakukan melalui bentuk kampanye, propaganda, selebaran-selebaran,

spanduk, buletin sekolah, majalah dinding dan lain sebagainya.

Menurut Sasa Djuarsa Senjaya, dkk. (2007:4.8) dalam bukunya “Teori

Komunikasi” menyebutkan adanya empat fungsi komunikasi, yaitu fungsi informatif,

regulatif, persuasif dan integratif.

Fungsi informatif yaitu bagaimana siswa memperoleh informasi yang lebih

banyak, lebih baik dan tepat waktu. Semua komponen diharapkan mendapat

informasi sesuai kebutuhannya masing-masing. Fungsi regulatif adalah fungsi yang

berkaitan dengan peraturan-peraturan yang ditetapkan di sekolah. Dimana pihak

sekolah memiliki kewenangan untuk mengendalikan informasi atau memberi

instruksi atau perintah. Pesan-pesan regulatif pada dasarnya berorientasi pada

aktivitas siswa. Maksudnya, siswa membutuhkan kepastian peraturan tentang hal-hal

yang boleh dan tidak boleh untuk dilaksanakan. Fungsi persuasif adalah fungsi

mempengaruhi yaitu bagaimana guru bimbingan dan konseling dapat mempengaruhi

siswa dengan memberikan perintah. Sedangkan fungsi integratif adalah fungsi

(45)

keinginan unuk berpartisipasi yang lebih besar dalam diri siswa terhadap keberadaan

sekolah.

2.2. Komunikasi Organisasi

Komunikasi organisasi adalah pengiriman dan penerimaan informasi dalam

organisasi yang kompleks. Yang termasuk dalam bidang ini adalah komunikasi

internal, hubungan manusia, hubungan persatuan pengelola, komunikasi dari atasan

kepada bawahan, komunikasi dari bawahan kepada atasan, komunikasi dari

orang-orang yang sama atau komunikasi horizontal dalam organisasi, keterampilan

berkomunikasi dan berbicara, mendengarkan, menulis dan komunikasi evaluasi

program. (Redding dan Sanborn dalam Muhammad 2005 : 65)

Komunikasi organisasi dapat didefenisikan sebagai pertunjukan dan

penafsiran pesan di antara unit-unit komunikasi yang merupakan bagian dari suatu

organisasi tertentu. Suatu organisasi terdiri dari unit-unit komunikasi dalam

hubungan-hubungan hierarki antara satu dengan lainnya dan berfungsi dalam suatu

lingkungan. Komunikasi organisasi terjadi kapanpun setidak-tidaknya satu orang

yang menduduki suatu jabatan dalam suatu organisasi menafsirkan suatu pertunjukan.

Karena fokus penelitian ini adalah komunikasi di antara anggota-anggota suatu

organisasi, analisis komunikasi organisasi menyangkut penelaah banyak transaksi

yang terjadi secara simultan. (Wayne, 2005 : 32)

Sistem tersebut menyangkut pertunjukan dan penafsiran di antara lusinan atau

(46)

berlainan yang menghubungkan mereka dengan pikiran, keputusan, dan perilakunya

diatur oleh kebijakan-kebijakan, regulasi, aturan-aturan yang mempunyai gaya

berlainan dalam berkomunikasi, mengelola dan memimpin yang dimotivasi oleh

kemungkinan-kemungkinan yang berbeda yang berada pada tahap perkembangan

berlainan dalam berbagai kelompok; yang mempersepsi iklim komunikasi berbeda;

yang mempunyai tingkat kepuasan berbeda dan tingkat kecukupan informasi yang

berbeda pula; yang lebih menyukai dan menggunakan jenis, bentuk dan metode

komunikasi yang berbeda dalam jaringan yang berbeda; yang mempunyai tingkat

ketelitian pesan yang berlainan; dan yang membutuhkan penggunaan tingkat materi

dan energi yang berbeda untuk berkomunikasi efektif. Interaksi di antara semua

faktor tersebut, dan mungkin lebih banyak lagi disebut sistem komunikasi organisasi.

Ada tiga bentuk utama dari arus pesan dalam jaringan komunikasi formal

yang mengikuti garis komunikasi seperti yang digambarkan dalam struktur

organisasi (Muhammad, 2004 :107) yaitu:

1. Downward communication atau komunikasi kepada bawahan.

2. Upward communication atau komunikasi kepada atasan.

3. Horizontal communication atau komunikasi horizontal.

2.2.1. Bentuk Komunikasi Vertikal

Komunikasi vertikal adalah arus komunikasi dua arah timbal balik yang

dalam melaksanakan fungsi-fungsi manajemen memegang peranan yang sangat

(47)

bawahan kepada atasan (upward communication). Dalam arus komunikasi secara

vertikal (downward communication), atasan memberikan instruksi, petunjuk,

informasi, penjelasan dan penugasan dan lain sebagainya kepada ketua unit

kelompok dan bawahan. Kemudian arus komunikasi diterima dalam bentuk

horizontal (upward communication), bawahan memberikan laporan pelaksanaan

tugas, sumbang saran, dan hingga pengaduan kepada pimpinannya masing-masing.

(Effendi, dalam Ruslan, 2002:86)

2.2.2. Komunikasi ke Bawah

Komunikasi ke bawah menunjukkan arus pesan yang mengalir dari para

atasan atau para pimpinan kepada bawahannya. (Muhammad, 2004 :108)

Komunikasi ke bawah dalam sebuah organisasi berarti bahwa informasi

mengalir dari jabatan berotoritas lebih tinggi kepada jabatan yang berotoritas lebih

rendah. Ada lima jenis informasi yang biasa dikomunikasikan dari atasan kepada

bawahan (Katz & Kahn dalam Pace dan Faules, 2000 : 185) yaitu:

1. Informasi mengenai bagaimana melakukan pekerjaan.

2. Informasi mengenai dasar pemikiran untuk melakukan pekerjaan.

3. Informasi mengenai kebijakan dan praktik-praktik organisasi.

4. Informasi mengenai kinerja pegawai.

5. Informasi untuk mengembangkan rasa memiliki tugas (sense of mission).

Kebanyakan komunikasi ke bawah digunakan untuk menyampaikan

(48)

biasanya berhubungan dengan pengarahan, tujuan atau disiplin, perintah, pertanyaan

dan kebijaksanaan umum. Lewis menyebutkan bahwa komunikasi ke bawah adalah

untuk menyampaikan tujuan, untuk merubah sikap, membentuk pendapat,

mengurangi ketakutan dan kecurigaan yang timbul karena salah informasi, mencegah

kesalahpahaman karena kurang informasi dan mempersiapkan anggota organisasi

untuk menyesuaikan diri dengan perubahan. (Muhammad, 2004 :108)

Pimpinan menyampaikan informasi kepada bawahan dapat dilakukan dengan

berbagai metode. Empat klasifikasi metode yaitu: metode lisan, tulisan, gambar

dan campuran dari lisan-tulisan dan gambar. Berdasarkan beberapa penelitian para

ahli ditemukan bahwa metode lisan saja paling efektif digunakan untuk situasi

memberikan teguran atau menyelesaikan perselisihan di antara anggota organisasi.

Metode tulisan saja paling efektif digunakan untuk memberikan informasi yang

memerlukan tindakan di masa yang akan datang, memberikan informasi yang

bersifat umum, dan tidak memerlukan kontak personal. Sementara itu hasil

penelitian setiap level menyatakan metode yang paling efektif adalah metode lisan

diikuti tulisan. Mereka juga mengatakan bahwa pemakaian papan pengumuman

dan metode tulisan saja kurang efektif digunakan. (Muhammad, 2004 :115)

2.2.3. Komunikasi ke Atas

Komunikasi ke atas dalam sebuah organisasi berarti bahwa informasi

mengalir dari tingkat yang lebih rendah (bawahan) ke tingkat yang lebih tinggi

(49)

menduduki posisi puncak, mungkin berkomunikasi ke atas yaitu, setiap bawahan

dapat mempunyai alasan yang baik atau meminta informasi dari atau memberi

informasi kepada seseorang yang otoritasnya lebih tinggi. Suatu permohonan atau

komentar yang diarahkan kepada individu yang otoritasnya lebih besar, lebih

tinggi, atau lebih luas merupakan esensi komunikasi ke atas. (Pace dan Faules,

2000 :189)

Komunikasi ke atas adalah pesan yang mengalir dari bawahan kepada

atasan atau dari tingkat yang lebih rendah kepada tingkat yang lebih tinggi.

Tujuan dari komunikasi ini adalah untuk memberikan balikan, memberikan saran

dan mengajukan pertanyaan. Komunikasi ini mempunyai efek pada

penyempurnaan moral dan sikap karyawan, tipe pesan adalah integrasi dan

pembaruan. (Muhammad, 2004 :116)

Komunikasi ke atas penting karena beberapa alasan, yaitu:

1. Aliran informasi ke atas memberi informasi berharga untuk pembuatan

keputusan oleh mereka yang mengarahkan organisasi dan mengawasi kegiatan

orang-orang lainnya.

2. Komunikasi ke atas memberitahukan kepada penyelia kapan bawahan mereka

siap menerima informasi dari mereka dan seberapa baik bawahan menerima

apa yang dikatakan kepada mereka.

3. Komunikasi ke atas memungkinkan bahkan mendorong omelan dan keluh

kesah muncul ke permukaan sehingga penyelia tahu apa yang mengganggu

(50)

4. Komunikasi ke atas menumbuhkan apresiasi dan loyalitas ke pada organisasi

dengan memberi kesempatan kepada tenaga kesehatan untuk mengajukan

pertanyaan

dan menyumbang gagasan serta saran-saran mengenai operasi organisasi.

5. Komunikasi ke atas mengizinkan penyelia untuk menentukan apakah

bawahan memahami apa yang diharapkan dari aliran informasi ke bawah.

6. Komunikasi ke atas membantu tenaga kesehatan mengatasi masalah pekerjaan

mereka dan memperkuat keterlibatan mereka dengan pekerjaan mereka dan

dengan organisasi tersebut. (Pace dan Faules, 2000 :190)

Selanjutnya, Smith menjelaskan bahwa komunikasi ke atas berfungsi sebagai

balikan bagi pimpinan memberikan petunjuk tentang keberhasilan suatu pesan yang

disampaikan kepada bawahan dan dapat memberikan stimulus kepada karyawan

untuk berpartisipasi dalam merumuskan pelaksanaan kebijaksanaan bagi

departemennya atau organisasinya. (Muhammad, 2004:117)

Kebanyakan analisis dan penelitian dalam komunikasi ke atas menyatakan

bahwa penyelia dan manajer harus menerima informasi dari bawahan mereka

yang (Pace dan Faules, 2000 : 190) :

1. Memberitahukan yang dilakukan bawahan tentang pekerjaan,

prestasi, kemajuan, dan rencana-rencana untuk waktu mendatang.

2. Menjelaskan persoalan-persoalan kerja yang belum dipecahkan bawahan yang

(51)

3. Memberikan saran atau gagasan untuk perbaikan dalam unit-unit mereka atau

dalam organisasi sebagai suatu keseluruhan.

4. Mengungkapkan bagaimana pikiran dan perasaan bawahan tentang pekerjaan

rekan kerja, dan organisasi.

Berdasarkan uraian di atas maka dapat dijelaskan bahwa jika terdapat

keseimbangan komunikasi ke atas dan komunikasi ke bawah maka diharapkan

informasi yang disampaikan oleh atasan kepada bawahan akan dapat diterima

dengan baik oleh bawahan. Apabila bawahan menginginkan informasi tambahan

maka bawahan akan dapat menanyakan informasi tambahan tersebut kepada atasan.

Dengan demikian maka akan terjadi arus informasi sehingga antara pimpinan dan

bawahan diharapkan dapat tercipta suasana yang menggairahkan yang pada akhirnya

akan menimbulkan semangat kerja yang produktif di dalam usaha mencapai tujuan.

2.2.4. Komunikasi Horizontal

Merupakan arus pesan sesama antara ketua bidang ke ketua bidang dan

anggota ke anggota. Pesan semacam ini bergerak di bagian bidang yang sama di

dalam organisasi atau mengalir antar bagian.

Masalah yang timbul dalam komunikasi horizontal adalah:

1. Bahasa yang khusus dikembangkan oleh divisi tertentu di dalam organisasi

(52)

2.3. Tujuan dan Fungsi Komunikasi dalam Organisasi 2.3.1. Tujuan Komunikasi Organisasi

Ada tiga tujuan utama dari komunikasi organisasi yaitu (a) Sebagai tindakan

koordinasi, (b) Membagi informasi (information sharing), (c) Menyatakan perasaan

dan emosi. (Liliweri,2004:64)

2.3.2. Fungsi Komunikasi Organisasi 1. Fungsi Informatif

Organisasi dipandang sebagai suatu sistem proses informasi. Maksudnya,

seluruh anggota dalam suatu organisasi berharap dapat memperoleh informasi

yang lebih banyak, lebih baik dan lebih tepat.

2. Fungsi Regulatif

Fungsi regulatif ini berkaitan dengan peraturan-peraturan yang berlaku dalam

suatu organisasi. Ada dua hal yang berpengaruh terhadap fungsi regulatif

Pertama, atasan atau orang yang berada dalam tataran managemen, yaitu

mereka memiliki kewenangan untuk mengendalikan semua informasi yang

disampaikan. Kedua, berkaitan dengan pesan atau message, pesan-pesan

regulatif pada dasarnya berorientasi pada kerja.

3. Fungsi Persuasif

Dalam mengatur suatu organisasi, kekuasaan dan kewenangan tidak akan

selalu membawa hasil sesuai dengan yang diharapkan. Adanya kenyataan ini,

maka banyak pimpinan lebih suka memersuasi bawahanya dari pada memberi

(53)

d. Fungsi Integratif

Setiap organisasi berusaha menyediakan saluran yang memungkinkan

karyawan dapat melaksanakan tugas atau pekerjaan dengan baik. (Alo

Liliweri, 2004)

2.4. Komunikasi Internal dan Eksternal

Komunikasi dalam organisasi atau disebut juga komunikasi manajemen

meliputi dua bagian berdasarkan tempat di mana khalayak sasaran berada, yaitu

Komunikasi Internal (Internal Communication) untuk khalayak anggota organisasi

dan Komunikasi Eksternal (External Communication) untuk khalayak di luar anggota

organisasi.

2.4.1. Komunikasi Internal

Adalah komunikasi antara pimpinan organisasi dengan para tenaga kesehatan

secara timbal balik. Komunikasi internal terbagi dalam tiga kegiatan :

1. Komunikasi Vertikal adalah komunikasi secara timbal balik (two way traffic

communication) dari atas (pimpinan atau manajer) ke bawah (karyawan atau

tenaga kesehatan) disebut Upper Communication atau Downward

Communication, dan komunikasi dari bawah (karyawan atau tenaga kesehatan) ke

atas (pimpinan atau manajer) disebut Down Up Communication atau Upward

Communication. Dalam proses komunikasi vertikal secara Upper Communication

atau Downward Communication tersebut pimpinan memberikan instruksi,

(54)

Dalam proses komunikasi vertikal secara Down Up Communication atau Upward

Communication tersebut bawahan memberikan laporan, gagasan, usul atau saran

kepada pimpinan. Komunikasi dua arah secara timbal balik dalam organisasi

sangat penting sekali. Pimpinan harus mengetahui laporan, tenggapan, gagasan,

saran dari bawahan sebagai petunjuk efektif tidaknya atau effisien tidaknya

kebijakan yang telah dilakukan. Oleh karena itu jika komunikasi hanya satu arah

saja dari pimpinan ke bawahan maka proses manajemen dalam organisasi besar

kemungkinan tidak berjalan sebagaimana yang diharapkan. Komunikasi vertikal

dapat dilakukan secara langsung antara pimpinan tertinggi dengan seluruh tenaga

kesehatan, atau juga dapat dilakukan secara berjenjang melalui kepala biro,

bagian, sub bagian, seksi, dan sub seksi. Komunikasi vertikal yang timbal balik

dua arah merupakan pencerminan dari kepemimpinan demokratis (democratic

leadership) suatu jenis kepemimpinan yang sementera ini dianggap yang paling

baik diantara kepemimpinan lainnya.

2. Komunikasi Horizontal adalah komunikasi secara mendatar diantara tenaga

kesehatan dalam suatu unit atau antara anggota staf dengan anggota staf lainnya.

Kalau dalam komunikasi vertikal lebih bersifat formal, maka dalam komunikasi

horizontal seringkali berlangsung dalam suasana tidak formal. Sering tampak

dilakukan dalam waktu istirahat, sedang dalam perjalanan pulang, atau waktu

rekreasi. Yang dibicarakan lebih banyak hal-hal yang menyangkut pekerjaan atau

tindakan pimpinan. Gravevenis mengenai kebijakan pimpinan sering muncul

(55)

3. Komunikasi Diagonal atau disebut juga dengan komunikasi silang (cross

communication) adalah komunikasi dalam organisasi antara seseorang dengan

lainnya yang satu sama lain berbeda dalam kedudukan dan unitnya. Komunikasi

diagonal tidak menunjukkan kekakuan sebagaimana dalam komunikasi vertikal,

tetapi tidak juga menunjukkan keakraban sebagaimana dalam komunikasi

horizontal. Dilain hal komunikasi diagonal dapat terjadi penyimpangan dari jalur

prosedur birokrasi, misalnya, seorang tenaga kesehatan suatu unit mengeluhkan

masalah pekerjaan kepada kepala unit lain. Hal ini termasuk dalam

miscommunication dan jika diketahui oleh pimpinan unitnya maka mungkin akan

terjadi benturan psikologis.

2.4.2. Komunikasi Eksternal

Komunikasi Eksternal adalah komunikasi antara pimpinan atau pejabat lain

yang mewakilinya dengan khalayak atau publik di luar organisasi. Yang termasuk

khalayak di luar organisasi meliputi : khalayak sekitar (community), instansi

pemerintah (government), pers, dan pelanggan (customer). Komunikasi eksternal

terdiri dari dua jalur yang berlangsung secara timbal balik, yaitu Komunikasi dari

organisasi ke khalayak, pada umumnya bersifat informatif yang dilakukan

sedemikian rupa sehingga khalayak atau publik merasa terlibat atau sedikitnya terjadi

hubungan batin. Bagi suatu perusahaan komunikasi booking bersifat informatif

semata tetapi juga bersifat persuasif dalam bentuk penyiaran iklan komersial

(56)

merupakan proses umpan balik (feedback) yang disebut sebagai public opinion

(Effendi, dalam Ruslan, 2002:52).

2.5. Kinerja

Ada beberapa pendapat tentang kinerja yaitu:

1. Mangkunegara (2004:67) memberikan pengertian tentang kinerja yaitu hasil

kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai seseorang dalam

melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan

kepadanya.

2. Teori Robbins menyebutkan mengenai beberapa faktor yang saling berkaitan

diantaranya kepemimpinan (leadership), motivasi (motivation), kemampuan

(ability), dimana faktor-faktor tersebut akan berinteraksi menjadi satu fungsi

kinerja pada tenaga kesehatan (Robbins, 1996:95).

3. Kinerja menurut As’ad (2001:48) keberhasilan seseorang pekerja terkait

dengan keberhasilan dalam menyelesaikan tugasnya. Hal tersebut dapat dilihat

dari sisi kualitas, ketepatan waktu dalam menyelesaikan pekerjaan tersebut.

4. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kinerja adalah sesuatu yang dicapai,

prestasi yang diperlihatkan, kemampuan kerja (Depdiknas 2002:570).

5. Sedangkan Keith Davis yang dikutip oleh Mangkunegara (2004:67)

(57)

Kinerja (performance) sebagai konsekuensi tuntutan masyarakat terhadap

kebutuhan akan pelayanan prima atau pelayanan yang bermutu tinggi. Mutu tidak

terpisahkan dari standar, karena kinerja diukur berdasarkan standar. Melalui kinerja

klinis perawat dan bidan, diharapkan dapat menunjukkan kontribusi profesionalnya

secara nyata dalam meningkatkan mutu pelayanan keperawatan dan kebidanan yang

berdampak terhadap pelayanan kesehatan secara umum pada organisasi tempatnya

bekerja, dan dampak akhir bermuara pada kualitas hidup dan kesejahteraan

masyarakat.

Mengukur kinerja perawat dan bidan pada tatanan klinis, peneliti

menggunakan indikator kinerja klinis sebagai langkah untuk mewujudkan

komitmennya guna dapat menilai tingkat kemampuan individu dalam tim kerja.

Dengan demikian, diharapkan kesadaran akan tumbuh, mau, dan mampu

mengidentifikasi kualitas kinerja masing-masing, untuk dimonitor, diperbaiki serta

ditingkatkan secara terus menerus. Sistem pengembangan dan manajemen kinerja

klinis (SPMKK) bagi perawat dan bidan, dimulai dari elemen terkecil dalam

organisasi yaitu pada tingkat First Line Manager, karena produktifitas (jasa) berada

langsung ditangan individu-individu dalam kerja tim.

Komitmen dan dukungan pimpinan puncak dan stakeholder lainnya tetap

menjadi kunci utama. Bertemunya persepsi yang sama antara dua komponen tersebut

dalam menentukan sasaran dan tujuan, merupakan modal utama untuk meningkatkan

kinerja dalam suatu organisasi. Menentukan tingkat prestasi melalui indikator kinerja

Gambar

Tabel 1.1. Tabel BOR, BTO, LOS dan TOI RSU. Herna Tahun 2009
Gambar. 2.1. Proses Komunikasi
Gambar 2.2. Alur Proses Teori S-O-R.
Gambar 2.3. Kerangka Konsep
+7

Referensi

Dokumen terkait

Jimmy Nadersyah : Analisis Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Jasa Kesehatan pada Rumah Sakit Swasta..., 2000... Jimmy Nadersyah : Analisis Faktor – Faktor yang

sistem internal kas pada Rumah Sakit Umum Haji Medan, maka penulis dapat. menarik kesimpulan

“Sistem Pengendalian Internal Kas Pada Rumah Sakit Umum

Rumah Sakit Haji Medan adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang

Tahun 2012 Tentang Petunjuk Teknis Promosi Kesehatan Rumah Sakit.. Standar Promosi Kesehatan

PENDAPAT PASIEN RAWAT JALAN PESERTA BPJS KESEHATAN TERHADAP PELAYANAN KEFARMASIAN RUMAH SAKIT UMUM. DAERAH

HUBUNGAN SIKAP PERA WAT DENGAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL TERHADAP PASIEN DI RUMAH SAKIT UMUM MITRA MEDIKA MEDAN Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Medan Area Sebagai

Hubungan Komunikasi Terapeutik Perawat Terhadap Kepuasan Pasien di Rumah Sakit Umum Haji Medan Berdasarkan hasil analisa data penelitian diketahui bahwa dari 29 responden yang