• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEKERJAAN/PENGH ASILAN

D. Komunikasi Internal dan Eksternal Kelompok Pasca Relokasi

Komunikasi atau karakteristik komunikasi lokal warga menggunakan bahasa jawa dan bercampur bahasa ngapak sedikit, dikarenakan daerah mereka daerah yang merupakan kebanyakan orang jawa namun juga bercampur dengan beberapa orang pindahan dari orang ngapak. Komunikasi lokal yang terjadi juga tidak menyulitkan warga desa untuk berkomunikasi dengan dua bahasa, mereka bisa saling memahami dan slaing mengerti mengenai perbedaan bahasa tersebut.

57 Komunikasi internal antar masyarakat Desa Sampang sendiri pasca bencana masih tergolong dalam kondisi lumayan baik. Walaupun pada saat itu para warga masih terlihat saling trauma karena kehilangan sanak saudara ataupun harta benda. Bisa digolongkan baik dikarenakan waktu itu para warga saling tolong menolong untuk mencari sanak keluarga, mencari bala bantuan, dan mencari bahan makanan dan baju bekas.

Komunikasi internal masyarakat sendiri jika dilihat secara langsung mereka sudah terlihat akrab dan baik-baik saja layaknya tidak ada permasalahan yang terjadi. Komunikasi kelompok antar masyarakat baik yang masyarakat asli dengan mayarakat pendatang jika dilihat langsung memang sudah terlihat dekat namun balik lagi yang namanya manusia dan masyarakat pasti punya kelompok-kelompok tersendiri. Baik kelompok ibu-ibu rumah tangga, ibu-ibu-ibu-ibu sesama pedagang, ibu-ibu-ibu-ibu petani dan bapak-bapak pun juga sama. Bisa dilihat dari bapak-bapak-bapak-bapak yang gemar nongkrong dan gemar bekerja.

Gambar 3.5 Hunian Tetap tahun 2016 Sumber : BPBD Banjarnegara

Komunikasi mereka dalam suatu kelompok itu memang kebanyakan membahas hal-hal bercandaan atau guyon. Ketika peneliti menanyakan hal itu kepada salah satu warga, yang bernama Pak Supri, beliau hanya menjawab,

58

“Buat pelepas penat mbak, guyon wae. Bercanda biar tidak pusing.”(Pak Supri, Warga Desa Sampang, 09 November 2017)

Hal itulah yang mungkin bisa dijadikan alasan untuk mereka agar cepat akrab. Hal lain, dapat dilihat ketika pendatang baru ikut jaga malam dalam pos ronda atau rapat-rapat desa bersama para camat desa. Mereka sudah begitu terlihat biasa dan tidak canggung. Ketika ditanya sudah tidak malu dan canggung lagi dengan keadaan yang berbeda dari sebelumnya. Mereka sebagai pendatang ketika peneliti tanya mengenai kebiasaan rapat yang seperti sekarang berbeda jauh dengan sebelumnya, salah satu dari mereka menjawab

“Sudah biasa. Wis kayak keluarga mbak.” (Warga Desa Ambal asli)

Hal lain yang dikatakan oleh Kepala Desa Ambal sendiri, Pak Supriyanto,

“Para warga selalu diusahakan bertemu atau kumpul sesekali untuk menjalin kerukunan dan menjalin silahturahmi, setiap ada perkumpulan selalu diupayakan untuk hadir, jikalau berhalangan hadir maka mereka akan mengadakan perkumpulan dihari lainnya.“ (Pak Supriyanto, Kepala Desa Ambal, 09 November 2017)

Para kepala keluarga juga mengadakan kumpul seperti ronda, kerja bakti, atau hanya sekedar nongkrong bersama di angkringan atau hik atau tempat berkumpulnya para bapak-bapak. Melihat hal tersebut, warga seperti

59 nampak rukun dan damai, terlebih jika sedang melakukan rapat mereka juga mengeluarkan beberapa usulan agar desa mereka tetap makmur. Bahkan terlihat ada beberapa kali kejadian longsor kecil juga waktu peneliti berada disana.

Para warga saling bergotong royong untuk membantu membersihkan sisa-sisa tanah atau reruntuhan yang menutupi jalan menuju Kantor Kepala Desa Ambal. Longsor kecil sering terjadi dijalanan tersebut sehingga para warga sudah siap akan hal itu dan sudah berupaya semaksimal mungkin untuk membenahi jalanan tersebut. Warga juga sudah memberitahu BPBD perihal longsor, namun para warga sendiri juga sudah hafal bahwa daerah mereka yang berada disitu juga sering terjadi longsor.

Dalam kumpulan ronda juga masyarakat selalu bergantian jaga, bahkan ada yang berjaga tiap malam terus-menerus dikarenakan huntap di daerah tersebut sepi sehingga ada beberapa kepala keluarga yang memilih meronda tiap malam. Namun ada juga yang tetap berada dirumah dikarenakan istri dan anak-anak mereka tidak ingin ditinggal. Dalam kegiatan ronda biasanya mereka mulai berkumpul sekitar jam 10 atau 11 malam sampai dengan pukul 4 dini hari, setelah itu mereka kembali ke rumah atau mulai berjualan dagangan dipasar atau mulai mendatangi lahan atau ladang mereka yang sedang mereka kerjakan.

Ada beberapa kepala keluarga yang sempat peneliti tanya mengenai kegiatan mereka setelah ronda, mereka hampir sama menjawabnya yaitu dengan membantu berjualan atau berdagang. Ada juga yang kemudian mereka kembali ke ladang dan menanam padi atau singkong atau apapun yang dapat membantu perekonomian mereka. Namun, juga ada yang mengatakan bahwa mereka kembali tidur setelah ronda dikarenakan pada waktu itu mereka tidak memiliki uang untuk kembali ke ladang mereka atau tidak ada kerja panggilan seperti buruh ataupun yang lainnya sehingga mereka memilih untuk tetep dirumah saja.

60 Kebanyakan kepala keluarga waktu peneliti mendatangi huntap sangat susah sekali ditemui, dikarenakan mereka memilih keluar rumah karena suasana sepi dan mencari hiburan tersendiri, baik ada juga yang bekerja ada juga yang hanya menongkrong bersama kawan-kawannya atau hanya sekadar ke pasar jikalau ada kerjaan yang tiba-tiba menghampiri mereka. Hal itu peneliti ketahui melalui cerita dari para istri mereka yang juga berupaya mencari pekerjaan. Para istri atau ibu rumah tangga di huntap juga kebanyakan pada waktu itu berada dirumah dan mereka juga hanya ngobrol bersama tetangga saja, ada pula yang mengantar anak-anak mereka ke TK/SD yang berada di desa tersebut.

Ada juga yang sedang memasak untuk makan siang. Hal-hal seperti itu yang hanya nampak sehari-hari dihuntap. Komunikasi internal ataupun eksternal mereka hanya sebatas itu, jikalau mereka membahas hal diluar hal itu mereka membahasnya hanya per kepala keluarga saja, dikarenakan huntap mereka sepi sekali dan sudah ada beberapa pendatang yang menempati. Selain, ronda dan kerja bakti mereka juga mengadakan rapat yang dipimpin oleh Kepala Desa Ambal dengan mengumpulkan para warganya.

Dalam rapat juga mereka saling memberikan ide atau gagasan bahkan kekompakan juga terjadi saat mereka rapat, tidak ada yang ditutupi dan mereka juga terlihat sering bersama, walaupun pasti ada beberapa yang mengelompok atau memiliki satu kelompok tersendiri, namun hal itu tidak terlalu terlihat saat rapat atau kumpulan-kumpulan yang diadakan oleh Kepala Desa Ambal. Kekompakan dan komunikasi yang terjalin hanya lewat beberapa kegiatan warga saja sudah menunjukkan bahwa mereka sudah hidup bersama seperti dalam kurun waktu yang lama, hanya saja memang jika bisa menampik, kehidupan masyarakat desa memang berbeda dengan masyarakat kota.

Jika, masyarakat di desa sendiri mengadakan pertemuan mereka akan selalu bisa bersendau gurau layaknya tidak ada masalah dalam

61 kehidupan mereka padahal di dalam relung hatinya yang mendalam mereka memiliki sekelumit permasalahan tersendiri yang memang tidak ingin dibicarakan oleh para warga, karena masyarakat desa sendiri memahami bahwa setiap orang pasti memiliki kesulitan dan keresahan tersendiri dalam kehidupannya.

Berbeda dengan masyarakat kota yang jika berkumpul terkadang mereka membicarakan hal-hal yang sebenarnya menyinggung kehidupan pribadi namun bagi mereka sepertinya tidak masalah. Hal inilah yang menjadi pembeda diantara masyarakat desa dengan masyarakat kota sendiri dapat memilah mana yang menjadi bahan pembicaraan dan mana yang bukan, namun tidak semua masyarakat desa seperti itu dan tidak semua masyarakat kota juga seperti hal itu. Pada intinya, komunikasi internal dan eksternal warga tidak ada permasalahan pasca relokasi. Sekarang ini, mereka hidup bersama dalam kerukunan dan kebersamaan.

62 BAB IV

PEMBAHASAN