• Tidak ada hasil yang ditemukan

KOMUNIKASI SOSIAL PEMERINTAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA KEPADA KELOMPOK

2. Komunikasi Krisis

Menurut Soemirat (2005:181), krisis merupakan sebuah keadaan gawat darurat atau sangat genting, dimana situasi tersebut dapat merupakan titik balik atau sebaliknya. Dari hal tersebut, dapat dikatakan bahwa krisis merupakan sebuah keadaan gawat darurat dan mungkin saja akan menimbulkan keterjutan dari pihak yang mengalaminya, akan tetapi pada dasarnya krisis tidak terjadi begitu saja, melainkan akan memberikan sintal-sinyal terjadinya krisis terlebih dahulu.

Hal ini senada dengan apa yang dikatakan oleh Newsome (2000:480), bahwa krisis sebenarnya dapat dideskripsikan, dikategorikan, bahkan biasanya krisis bisa diprediksikan terlebih dahulu. Oleh karenanya, setiap organisasi diharapkan mampu melakukan strategi antisipasi terjadinya krisis ini dengan baik, dengan mengenali tanda-tanda terjadinya krisis.

Krisis bisa terjadi kapan dan dimana saja, melalui berbagai macam peristiwa. Berbagai jenis krisis yang dapat muncul antara lain : kecelakaan kerja, masalah lingkungan, masalah perburuhan, masalah produk, masalah dengan investor, desas–desus isu, peraturan pemerintah, masalah konsumen, maupun terorisme. Di dalam krisis tersebut, tentu akan menimbulkan berbagai hal yang sangat merugikan bagi keberlangsungan organisasi dan juga menimbulkan keresahan bagi masyarakat serta citra perusahaan menjadi taruhan dalam hal ini. (Soemirat, 2005 : 182).

Berikut ini adalah beberapa potensi yang dapat mendatangkan konflik:

1. Sesuatu yang berharga di masyarakat, pada dasarnya tidak dapat dibagi rata. Misalnya posisi ketua kelompok masyarakat, yang hanya dijabat oleh satu orang saja, sementara yang menginginkan banyak.

2. Setiap individu memiliki kepentingan dan saling bersaing untuk memenuhi kepentingan tersebut. Setiap warga mempunyai pendapat, dan berusaha mempertahankannya.

3. Kedudukan orang-orang yang terkait dengan kegiatan kelompok atau organisasi tidak sama. Perbedaan kedudukan tersebut, menyebabkan rawan terjadinya konflik.

4. Setiap orang memiliki sikap yang berbeda-beda. Biasanya, mereka merasa bahwa sikapnya lebih benar dibandingkan lainnya, hal tersebut juga menyebabkan terjadinya konflik.

5. Kekecewaan masyarakat yang berlarut-larut, karena harapan tidak sesuai dengan kenyataan. Adanya kekecewaan yang berlarut-larut dapat memicu terjadinya konflik. (Suranto, 2010:122).

Jika peneliti lihat, adanya krisis dalam pembangunan bandara baru tersebut dikarenakan adanya perbedaan kepentingan yang belum mendapatkan titik temu, antara pemerintah dengan masyarakat. Diperlukan strategi penanganan krisis. Di dalam melakukan penanganan terhadap krisis, perlu dilakukan tindakan yang cepat dan tepat. Adanya dukungan dari semua pemangku kepentingan organisasi juga sangat diperlukan dalam hal ini. Komunikasi krisis yang efektif menjadi sebuah hal yang perlu dilakukan. Dengan adanya komunikasi krisis yang efektif diharapkan semua pihak yang ada bisa saling bersinergi untuk mencari solusi.

Komunikasi krisis adalah penggunaan semua peralatan public relations yang ada, dalam rangka memelihara dan memperkuat reputasi organisasi dalam jangka panjang serta pada waktu ketika organisasai berada dalam kondisi bahaya. (Lattimore, 2002:434).

Nashville, Institute for Crisis Management dalam Lattimore (2002:434), mengidentifikasi empat faktor yang menyebabkan terjadinya sebuah krisis perusahaan.

1. Bencana Alam. Gempa bumi, badai, kekeringan, letusan gunung berapi, banjir, dan sejenisnya masuk dalam kategori ini.

Komunikasi Sosial Pemerintah...

2. Masalah Mekanis. Misalnya karena kesalahan teknis dalam sebuah produksi, jatuhnya pipa ataupun skywalk.

3. Kesalahan Manusia. Kesalahan karyawan membuka katup air hingga menyebabkan air berserakan atau kesalahan dalam mengerjakan tugas dalam waktu sulit.

4. Keputusan Manajemen. Keputusan eksekutif senior terkadang tidak dikomunikasikan dengan baik di level bawah, sehingga menyebabkan konflik.

Krisis dalam penelitian ini merupakan krisis karena keputusan manajemen, yakni mengenai rencana Pemerintah DIY dan PT Angkasa Pura I untuk melakukan pembangunan bandara baru di Kulon Progo. Masyarakat sekitar melakukan aksi penolakan keputusan tersebut, mengingat mereka merasa belum mendapatkan kejelasan mengenai penggantian lahan warga yang digunakan.

Fisher (2001:7), menggunakan istilah transformasi konflik yang lebih umum untuk menggambarkan situasi secara keseluruhan.

1. Pencegahan konflik, mempunyai tujuan untuk mencegah timbulnya konflik yang keras

2. Penyelesaian konflik, mempunyai tujuan untuk mengakhiri perilaku kekerasan dengan persetujuan damai.

3. Pengelolaan konflik, mempunyai tujuan untuk membatasi dan menghindari kekerasan dengan mendorong perubahan positif bagi pihak-pihak yang terlibat.

4. Resolusi konflik, menangani sebab-sebab konflik dan berusaha membangun hubungan baru dan yang bisa tahan lama diantara kelompok-kelompok yang bermusuhan.

5. Transformasi konflik, mengatasi sumber-sumber konflik sosial dan politik yang lebih luas dan berusaha mengubah kekuatan negatif dari peperangan menjadi kekuatan sosial politik yang positif.

Resolusi konflik menjadi sebuah keharusan yang perlu dilakukan oleh Pemerintah. Krisis kepercayaan kepada pemerintah atas pembangunan bandara di Kulon Progo tentu tidak bisa dibiarkan berlarut-larut.

Pembangunan perlu segera dilakukan, namun banyak diantara masyarakat yang belum bisa menerima. Mencari sebuah solusi yang saling menguntungkan menjadi kunci dari proses resolusi konflik.

METODE

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif, dengan menggunakan jenis penelitian studi kasus. Dalam penelitian ini akan berusaha memaparkan dan melacak urutan peristiwa/fenomena pada suatu lingkungan sosial dalam hal ini melihat bagaimana komunikasi sosial Pemda DIY kepada kelompok masyarakat Wahana Tri Tunggal dalam pembangunan bandara baru di Kulon Progo.

Menurut Newman (2010: 47), penelitian studi kasus (case study research), merupakan penelitian yang berupaya untuk melakukan penyeledikan mendalam dari berbagai macam informasi mengenai beberapa unit (kasus) untuk 1 periode atau beberapa metode majemuk.

Dengan menggunakan jenis penelitian studi kasus, diharapkan mampu memberikan gambaran dan penjelasan komprehensif mengenai aspek-aspek seorang individu, suatu kelompok, organisasi (komunitas), program, ataupun situasi sosial. Penelitian studi kasus, berupaya menelaah sebanyak mungkin data mengenai subjek yang diteliti. (Mulyana, 2002:201).

Senada dengan hal di atas, penelitian ini akan berupaya mengali sebanyak mungkin data secara mendalam mengenai komunikasi sosial yang dilakukan oleh Pemerintah DIY. Tidak hanya berfokus kepada proses managerial yang dilakukan oleh pemerintah, baik Pemda DIY, Pemda Kulon Progo, maupun PT Angkasa Pura untuk melakukan strategi manajemen krisis, namun juga kepada masyarakat sekitar yang menjadi korban dalam permasalahan ini. Dari sisi masyarakat akan dilihat mengenai apa motivasi mereka melakukan berbagai aksi penolakan, serta mengetahui harapan-harapan masyarakat akan proses ganti rugi lahan yang digunakan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Dinamika Pembangunan Bandara Baru di Temon Kulon Progo