• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN PUSTAKA

2.2 Kajian Pustaka .1Komunikasi .1Komunikasi

2.2.3 Komunikasi Non Verbal

Komunikasi nonverbal adalah komunikasi yang pesannya dikemas dalam bentuk nonverbal, tanpa kata-kata. Dalam hidup nyata komunikasi nonverbal jauh lebih banyak dipakai daripada komunikasi verbal. Dalam berkomunikasi hampir secara otomatis komunikasi nonverbal ikut terpakai. Karena itu, komunikasi nonverbal bersifat tetap dan selalu ada. Komunikasi nonverbal lebih jujur mengungkapkan hal yang mau diungkapkan karena spontan (Hardjana 2003: 26).

Komunikasi Nonverbal adalah kebalikan dari komunikasi verbal yaitu proses penyampaian pesan kepada orang lain dengan tidak menggunakan kata-kata. Komunikasi Nonverbal menggunakan kial (gestur), gerak, isyarat, bahasa tubuh, ekspresi wajah dan kontak mata, dan bisa juga menggunakan penggunaan objek seperti pakaian, potongan rambut, dan sebagainya, simbol-simbol (lambang) serta cara berbicara seperti intonasi, penekanan, kualitas suara, gaya emosi, gaya berbicara dan lain sebagainya. Tetapi para ahli dibidang komunikasi nonverbal biasanya mendefinisikan “tidak menggunakan kata” dan tidak menyamakan komunikasi nonverbal dengan komunikasi nonlisan. Misalnya tulisan tidak dianggap sebagai komunikasi nonverbal karena menggunakan kata-kata meskipun tidak secara langsung.

Tarian saman menggunakan dua unsur gerak yang menjadi unsur dasar dalam tarian saman yaitu : Tepuk tangan dan tepuk dada. Diduga, ketika menyebarkan agama Islam, syeikh saman mempelajari tarian melayu kuno, kemudian menghadirkan kembali lewat gerak yang disertai dengan syair-syair dakwah Islam demi memudahkan dakwahnya. Dalam konteks kekinian, tarian ritual yang bersifat religius ini masih digunakan sebagai media untuk menyampaikan pesan-pesan dakwah melalui pertunjukan-pertunjukan.

Universitas Sumatera Utara Tarian Saman termasuk salah satu tarian yang cukup unik, karena hanya menampilkan gerak tepuk tangan dan gerakan-gerakan lainnya, seperti gerak guncang, kirep, lingang, surang-saring (semua gerak ini adalah bahasa Gayo). Selain itu, ada 2 baris orang yang menyanyi sambil bertepuk tangan dan semua penari Tari Saman harus menari dengan harmonis. Dalam Tari Saman biasanya, temponya makin lama akan makin cepat supaya Tari Saman menarik. Padaumumnya, tari Saman dimainkan oleh belasan atau puluhan laki-laki dan jumlahnya harus ganjil.

Dalam perkembangan selanjutnya, tarian ini juga dimainkan oleh kaum perempuan. Pendapat Lain mengatakan tarian ini ditarikan kurang dari 10 orang, dengan rincian 8 penari dan 2 orang sebagai pemberi aba-aba sambil bernyanyi. Namun, perkembangan di era modern menghendaki bahwa suatu tarian itu akan semakin semarak apabila ditarikan oleh penari dengan jumlah yang lebih banyak. Di sinilah peran Syeikh, ia harus mengatur gerakan dan menyanyikan syair-syair tari Saman. Kostum atau busana khusus saman terbagi menjadi tiga bagian yaitu:

1. Pada kepala: bulung teleng atau tengkuluk dasar kain hitam empat persegi. Dua segi disulam dengan benang seperti baju, sunting kepies.

2. Pada badan: baju pokok/ baju kerawang (baju dasar warna hitam, disulam benang putih, hijau dan merah, bagian pinggang disulam dengan kedawek dan kekait, baju bertangan pendek) celana dan kain sarung.

3. Pada tangan: topong gelang, sapu tangan. Begitu pula halnya dalam penggunaan warna, menurut tradisi mengandung nilai-nilai tertentu, karena melalui warna menunjukkan identitas para pemakainya. Warna-warna tersebut mencerminkan kekompakan, kebijaksanaan, keperkasaan, keberanian dan keharmonisan.

Meskipun komunikasi verbal dan nonverbal memiliki perbedaan-perbedaan, namun keduanya dibutuhkan untuk berlangsungnya tindak komunikasi yang efektif. Fungsi dari lambang-lambang verbal maupun nonverbal adalah untuk memproduksi makna yang komunikatif.

Secara historis, kode nonverbal sebagai suatu multi saluran akan mengubah pesan verbal melalui enam fungsi: pengulangan (repetition), berlawanan (contradiction), pengganti (substitution), pengaturan (regulation), penekanan (accentuation) dan pelengkap (complementation). Dalam tahun 1965, Paul Ekman menjelaskan bahwa pesan nonverbal akan mengulang atau meneguhkan pesan verbal. Misalnya dalam suatu lelang, kita mengacungkan

Universitas Sumatera Utara satu jari untuk menunjukkan jumlah tawaran yang kita minta, sementara secara verbal kita mengatakan "satu'.

Pesan-pesan nonverbal juga berfungsi untuk mengkontradiksikan atau menegaskan pesan verbal seperti dalam sarkasme atau sindirian-sindiran tajam. Kadang-kadang, komunikasi nonverbal mengganti pesan verbal. Misalnya, kita tidak perlu secara verbal menyatakan kata "menang", namun cukup hanya mengacungkan dua jari kita membentuk huruf `V' (victory) yang bermakna kemenangan.

Fungsi lain dari komunikasi nonverbal adalah mengatur pesan verbal. Pesan-pesan nonverbal berfungsi untuk mengendalikan sebuah interaksi dalam suatu cara yang sesuai dan halus, seperti misalnya anggukan kepala selama percakapan berlangsung. Selain itu, komunikasi nonverbal juga memberi penekanan kepada pesan verbal, seperti mengacungkan kepalan tangan. Dan akhirnya fungsi komunikasi nonverbal adalah pelengkap pesan verbal dengan mengubah pesan verbal, seperti tersenyum untuk menunjukkan rasa bahagia kita. Pemikiran yang sama juga diungkapkan oleh Samovar (Sunarwinadi, 1993:7-8)bahwa dalam suatu peristiwa komunikasi, perilaku nonverbal digunakan secara bersama-sama dengan Bahasa verbal:

a. Perilaku nonverbal memberi aksen atau penekanan pada pesan verbal.Misalnya menyatakan terima kasih dengan tersenyum.

b. Perilaku nonverbal sebagai pengulangan dari bahasa verbal. Misalnya menyatakan arah tempat dengan menjelaskan "Perpustakaan Universitas Terbuka terletak di belakang gedung ini", kemudian mengulang pesan yang sama dengan menunjuk arahnya.

c. Tindak komunikasi nonverbal melengkapi pernyataan verbal, misalnya mengatakan maaf pada teman karena tidak dapat meminjamkan uang; dan agar lebih percaya, pernyataan itu ditambah lagi dengan ekspresi muka sungguh-sungguh atau memperlihatkan saku atau dompet yang kosong.

d. Perilaku nonverbal sebagai pengganti dari komunikasi verbal. misalnya menyatakan rasa haru tidak dengan kata-kata, melainkan dengan mata yang berlinang-linang.

Dalam perkembangannya sekarang ini, fungsi komunikasi nonverbal dipandang sebagai pesan-pesan yang holistik, lebih dari pada sebagai sebuah fungsi pemrosesan informasi yang sederhana. Fungsi-fungsi holistik mencakup identifikasi, pembentukan dan manajemen kesan, muslihat, emosi dan struktur percakapan. Karenanya, komunikasi nonverbal terutama berfungsi mengendalikan (controlling), dalam arti kita berusaha supaya orang lain dapat melakukan apa yang kita perintahkan. Hickson dan Stacks menegaskan bahwa fungsi-fungsi holistik tersebut dapat diturunkan dalam 8 fungsi, yaitu pengendalian terhadap percakapan, kontrol terhadap perilaku orang lain, ketertarikan atau kesenangan, penolakan atau ketidaksenangan, peragaan informasi kognitif, peragaan informasi afektif, penipuan diri (self-deception) dan muslihat terhadap orang lain.

Komunikasi nonverbal digunakan untuk memastikan bahwa makna yang sebenarnya dari pesan-pesan verbal dapat dimengerti atau bahkan tidak dapat dipahami. Keduanya, komunikasi verbal dan nonverbal, kurang dapat beroperasi secara terpisah, satu sama lain saling membutuhkan guna mencapai komunikasi yang efektif.

Universitas Sumatera Utara 2.2.4 Simbol

Pengertian Simbol Secara etimologis, simbol (symbol), berasal dari kata Yunani

symballein” yang berarti melemparkan bersama sesuatu (benda, perbuatan) dikaitkan dengan

suatu ide. Biasanya symbol terjadi berdasarkan metonimi (metonymy), yakni nama untuk benda lain yang berasosiasi atau yang menjadi atributnya (misalnya kaca mata untuk seseorang yang berkaca mata) dan metafora (metaphor), yaitu pemakaian kata atau ungkapan lain untuk objek atau konsep lain berdasarkan kias atau persamaan (misalnya kaki gunung, kaki meja, berdasarkan kias pada kaki manusia) (Sobur 2003:155).

Stewart L. Tubbs dan Sylvia Moss mendefinisikan simbol sebagai sesuatu yang digunakan untuk atau dipandang sebagai wakil sesuatu lainnya (yakni semacam tanda, lukisan, perkataan, lencana, dan sebagainya) yang menyatakan sesuatu hal atau mengandung maksud tertentu (Mulyana,2010:92). Simbol melibatkan tiga unsur, yakni symbol itu sendiri, satu rujukan atau lebih dan hubungan antara symbol dengan rujukan. Ketiga hal ini merupakan dasar bagi semua makna simbolik. Hartako dan Rahmanto (dalam Sobur, 2003:157) membedakan symbol menjadi:

1. Simbol-simbol universal, berkaitan dengan arketipos, misalnya tidur, sebagai lambang kematian.

2. Simbol kultural yang melatar belakangi oleh suatu kebudayaan tertentu, misalnya keris dalam budaya Jawa.

3. Simbol individual yang biasanya dapat ditafsirkan dalam konteks keseluruan karya seorang pengarang.

Banyak yang selalu mengartikan simbol sama dengan tanda. Sebetulnya, tanda berkaitan langsung dengan objek, sedangkan simbol memerlukan proses pemaknaan yang lebih intensif setelah dihubungkan dengan objek. Dengan kata lain, simbol lebih substantif dari pada tanda. Dalam konsep Pierce, simbol merupakan salah satu kategori tanda (sign), sehingga simbol diartikan sebagai tanda yang mengacu pada objek tertentu diluar tanda itu sendiri (sobur, 2003:158).

Seperti Pierce, Ogden dan Richards juga menggunaklan istilah simbol dengan pengertian yang kurang lebih sama dengan simbol dalam wawasan Pierce. Dalam pandangan Ogden dan Richards, simbol memiliki hubungan asosiatif dengan gagasan atau referensi serta referan atau acuan dunia. Sebagaimana dalam wawasan Pierce, hubungan ketiga butir tersebut bersifat

Universitas Sumatera Utara konvensional. Hubungan antara simbol, thought of reference (pikiran atau referensi), dengan

referent (acuan) dapat digambarkan melalui bagan semiotic triangle (dalam Sobur, 2003:159) :

Gambar 1

Semiotic Triangle Ogden dan Richards Pikiran atau referensi

Simbol Acuan

Sumber: Sobur (2004)

Berdasarkan bagan di atas dapat dijelaskan bahwa pikiran merupakan mediasi antara simbol dengan acuan. Atas dasar hasil pemikiran itu pula terbuahkan referensi : hasil penggambaran maupun konseptualisai acuan simbolik. Referensi dengan demikian merupakan gambaran hubungan antara tanda kebahasaan berupa kata-kata maupun kalimat dengan dunia acuan yang membuahkan satuan pengertian tertentu (Sobur,2003: 159).

Simbol atau tanda dijadikan sebagai bahan analisis dimana didalam tanda terdapat makna sebagai bentuk pikiran atau referensi pesan yang dimaksud. Tanda cenderung berbentuk visual atau fisik yang ditangkap oleh manusia. Acuan atau objek merupakan konteks sosial yang dalam implementasi dijadikan sebagai aspek pemaknaan atau yang dirujuk oleh tanda tersebut. Pemikiran yaitu orang yang menggunakan simbol atau tanda dan menurunkannya kesuatu makna tertentu atau makna yang ada pada pikiran atau benak seseorang tentang objek yang dirujuk dari sebuah tanda yang telah diberikan.