• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA KONSEPTUAL

2. Komunikasi Orangtua

Mendeteksi kapan dan bagaimana komunikasi pertama kali dipandang sebagai faktor yang penting dalam kehidupan manusia. Berdasarkan sejarah, komunikasi diekspresikan dan berperan dalam kehidupan manusia yaitu pada abad 5 SM dalam tulisan klasik bangsa Mesir dan Babilonia atau tampak pada kitab perjanjian lama (Bible). Begitu juga pada masayarakat Yunani yang melakukan kehidupan demokratis dengan komunikasi oral. Menurut Hardjana (2003:10) seorang manusia hidup di dunia ini perlu adanya komunikasi untuk menyampaikan pesan atau maksud yang hendak diungkapkan, karena tanpa komunikasi maka kehidupan tak akan berlangsung.

Komunikasi pada hakikatnya merupakan suatu proses dalam penyampaian informasi (pesan, ide, gagasan) dari satu pihak kepada pihak lain. Pada umumnya, komunikasi dilakukan secara lisan atau verbal yang dapat dimengerti oleh kedua belah pihak. apabila tidak ada bahasa verbal yang dapat dimengerti oleh keduanya, komunikasi masih dapat dilakukan dengan menggunakan gerak-gerik badan, menunjukkan sikap tertentu, misalnya tersenyum, menggelengkan kepala, mengangkat bahu. Cara seperti ini disebut komunikasi nonverbal.

Kata komunikasi juga berasal dari akar kata latin cum yaitu kata depan yang berarti dengan, bersama dengan, dan unus yaitu kata bilangan yang berarti satu. Dari kedua kata itu terbentuk kata benda cummunio

yang dalam bahasa Inggris menjadi communion dan berarti kebersamaan, persatuan, persekutuan, gabungan, pergaulan, hubungan. Karena untuk bercummunio diperlukan usaha dan kerja, dari itu dibuat kata kerja communicare yang berarti membagi sesuatu dengan orang lain, memberikan sebagian kepada seseorang, bercakap-cakap, bertukar pikiran, berhubungan, berteman. Kata kerja communicare itu pada akhirnya dijadikan kata kerja benda communicatio, atau bahasa Inggris

communication, dan dalam bahasa Indonesia diserap menjadi

komunikasi. Maka secara harfiah Hardjana (2003:10) menyatakan bahwa, komunikasi berarti pemberitahuan, pembicaraan, percakapan, pertukaran pikiran, atau hubungan.

Komunikasi secara terminologis merujuk pada adanya proses penyampaian suatu pernyataan oleh seseorang kepada orang lain. Jadi dalam pengertian ini yang terlibat dalam komunikasi adalah manusia. Ruben dan Steward (2005:19) mengemukakan mengenai komunikasi manusia yaitu: Human communication is the process through which individuals in relationships, group, organizations and societies, respond

to and create messages to adapt to the environment and one another.

(Bahwa komunikasi manusia adalah proses yang melibatkan individu- individu dalam suatu hubungan, kelompok, organisasi dan masyarakat yang merespon dan menciptakan pesan untuk beradaptasi dengan lingkungan satu sama lain).

Menurut kelompok sarjana komunikasi seperti dikutip Cangara (2008:19-20) bahwa komunikasi adalah:

“Suatu transaksi, proses simbolik yang menghendaki orang- orang mengatur lingkungannya dengan: (1) membangun hubungan antar sesama manusia, (2) melalui pertukaran informasi, (3) untuk menguatkan sikap dan tingkah laku orang lain, (4) berusaha mengubah sikap dan tingkah laku itu.”

Menurut Hovland seperti dikutip Muhammad (2008:2) mengatakan bahwa: “Cummunication is the process by which an individual transmits

stimuly (usually verbal) to modify the behavior of other individuals”.

Maksud kutipan di atas lebih menekankan pada proses individu mengirim stimulus yang biasanya dalam bentuk verbal. Louis Forsdale ahli komunikasi pendidikan seperti dikutip Muhammad (2008:2) mengatakan bahwa komunikasi adalah suatu proses memberikan signal menurut aturan tertentu, sehingga dengan cara seperti itu sistem dapat didirikan. Pemberian signal dalam komunikasi dapat dilakukan dengan maksud tertentu atau dengan disadari dan dapat juga terjadi tanpa disadari.

Komunikasi adalah suatu proses penyampaian informasi (pesan, ide, gagasan) dari satu pihak kepada pihak lain agar terjadi saling mempengaruhi di antara keduanya, melalui komunikasi, sikap dan perasaan seseorang atau sekelompok orang dapat dipahami oleh pihak lain akan tetapi, komunikasi hanya akan efektif apabila pesan yang disampaikan dapat ditafsirkan sama oleh penerima pesan tersebut. Dengan komunikasi pesan atau tujuan yang disampaikan akan tercapai bila komunikasi yang terbina berjalan dengan lancar, sebaliknya bila terjadi miskomunikasi, maka akan menyebabkan tidak tercapainya tujuan yang hendak dicapai. Hal ini seperti yang dikemukakan oleh Effendy (2004:79) bahwa komunikasi adalah proses penyampaian pesan oleh seseorang kepada orang lain untuk memberitahu, mengubah sikap, pendapat, atau perilaku, baik secara lisan (langsung) ataupun tidak langsung (melalui media).

Muhammad (2008:2-4) memberikan beberapa pengertian

komunikasi seperti yang dikutip di bawah ini:

1) Komunikasi adalah proses individu mengirim stimulus yang biasanya dalam bentuk verbal untuk mengubah tingkah laku orang lain (Hovlan, Janis dan Kelly).

2) Komunikasi adalah suatu proses memberikan signal menurut aturan tertentu, sehingga dengan cara ini suatu sistem dapat didirikan, dipelihara dan diubah (Forsdale).

3) Komunikasi adalah suatu proses melalui mana individu dalam hubungannya, dalam kelompok, dalam organisasi dan dalam masyarakat menciptakan, mengirimkan, dan menggunakan informasi untuk mengkoordinasi lingkungannya dan orang lain

4) Komunikasi adalah proses dengan mana simbol verbal dan simbol non-verbaldikirm, diterima dan diberi arti (William J.

Seller).

Hovland, Janis, & Kelley seperti dikutip Santoso dan Setiansah (2010:5) mendefinisikan: “Komunikasi adalah suatu proses di mana seorang individu (komunikator) mentransmisikan stimulus untuk mempengaruhi tindakan orang lain. Anderson, mengemukakan: Komunikasi adalah proses di mana kita memahami dan dipahami orang lain. Hal ini berjalan secara dinamis, terus berubah dan berganti, tergantung situasi terkait”. Maksud kutipan tersebut menekankan bahwa komunikasi dapat memberikan pengertian di antara masing-masing komunikator.

Komunikasi mengandung tujuan tertentu; ada yang dilakukan secara lisan, secara tatap muka, atau melalui media, baik media massa seperti surat kabar, radio, televisi atau film, maupun media nonmassa, misalnya surat, telepon, papan pengumuman, poster, spanduk dan sebagainya, dengan kata laian tujuan komunikasi, yakni memberi tahu atau mengubah sikap (attitude), pendapat (opinion), atau perilaku

(behavior). Jadi ditinjau dari segi isi penyampaian pernyataan,

komunikasi yang bertujuan bersifat informatif dan persuasif. Komunikasi persuasif (persuasive communication) lebih sulit daripada komunikasi informatif (informative communication), karena memang tidak mudah untuk mengubah sikap, pendapat, atau perilaku seseorang atau sejumlah orang.

Pengertian komunikasi yang dikemukakan oleh beberapa pakar komunikasi seperti dikutip Mulyana (2008:68-69) sebagai berikut:

1) Setiap tindakan komunikasi dipandang sebagai suatu transmisi informasi, terdiri dari rangsangan yang diskriminatif, dari sumber kepada penerima (Theodore M. Newcomb).

2) komunikasi adalah proses yang memungkinkan seseorang (komunikator) menyampaikan rangsangan (biasanya lambang- lambang verbal) untuk mengubah perilaku orang lain (komunikate) (Carl I. Hovland).

3) Komunikasi adalah komunikasi adalah suatu proses menyortir, memilih dan mengirimkan simbol-simbol sedemikian rupa sehingga membantu pendengar membangkitkan makna atau respons dari pikirannya yang serupa dengan yang dimaksudkan komunikator (Raymond S. Ross).

4) Cara yang baik untuk menggambarkan komunikasi adalah dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut: Siapa Mengatakan Apa Dengan Saluran Apa Kepada Siapa Dengan Pengaruh Bagaimana? (Harold Lasswell).

Berdasarkan definisi Lasswell dalam Mulyana (2008:69-71) di atas terdapat lima unsur komunikasi yang saling bergantung satu sama lain yaitu;

1) Sumber adalah pihak yang berinisiatif atau mempunyai kebutuhan untuk berkomunikasi, sumber boleh jadi seorang individu, kelompok, organisasi, sumber harus mengubah perasaan atau pikiran tersebut ke dalam seperangkat simbol verbal atau non verbal.

2) Pesan yang dikomunikasikan oleh sumber kepada penerima, merupakan seperangkat simbol verbal dan non verbal yang mewakili perasaan, nilai, gagasan atau maksud sumber.

3) Saluran atau media yakni alat atau wahana yang digunakan sumber untuk menyampaikan pesannya kepada penerima. Pengirim pesan akan memilih saluran bergantung pada situasi, tujuan yang hendak dicapai dan jumlah penerima pesan yang dihadapi.

4) Penerima sering disebut juga sasaran atau tujuan. Penerima pesan ini akan menterjemahkan atau menafsirkan seperangkat simbol verbal dan non verbal yang ia terima menjadi gagasan. 5) Efek yaitu apa yang terjadi pada penerima setelah ia menerima

pesan tersebut, misalnya penambahan pengetahuan (dari tidak tahu menjadi tahu), perubahan sikap (dari tidak setuju menjadi setuju).

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa komunikasi berawal dari gagasan yang ada pada seseorang, gagasan itu diolahnya menjadi pesan dan dikirmkan melalui media tertentu kepada orang lain sebagai penerima. Penerima menerima pesan dan sesudah mengerti isi pesan kemudian menanggapi dan menyampaikan tanggapannya kepada pengirim pesan. Dengan menerima tanggapan dari si penerima pesan itu, pengirim pesan dapat menilai efektivitas pesan yang dikirmnya. Berdasarkan tanggapan itu pengirim dapat mengetahui apakah pesannya dimengerti dan sejauhmana pesannya dimengerti oleh orang yang dikirimi pesan itu. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa komunikasi sebagai suatu proses yang timbal balik antara si pengirim kepada si penerima yang saling mempengaruhi satu sama lain dan didalamnya terdapat informasi, pesan, gagasan, ide, pikiran dan perasaan.

William I. Gorden seperti dikutip Mulyana (2008:5) mengkategorikan fungsi komunikasi menjadi empat, yaitu: komunikasi sosial, komunikasi ekspresif, komunikasi ritual dan komunikasi instrumental.

1) Komunikasi Sosial

Komunikasi sosial berfungsi untuk membangun konsep diri, aktualisasi diri, kelangsungan hidup, memperoleh kebahagiaan, terhindar dari tekanan dan ketegangan, antara lain lewat komunikasi yang menghibur, dan memupuk hubungan dengan orang lain.

2) Komunikasi Ekspresif

Komunikasi ekspresif tidak otomatis bertujuan mempengaruhi orang lain, namun dapat dilakukan sejauh komunikasi tersebut

menjadi instrumen untuk menyampaikan perasaan-perasaan (emosi). Perasaan-perasaan tersebut dikomunikasikan terutama melalui pesan-pesan nonverbal. Perasaan sayang, peduli, rindu, simpati, gembira, sedih, takut, prihatin, marah dan benci dapat disampaikan lewat kata-kata, namun terutama lewat perilaku nonverbal.

3) Komunikasi Ritual

Komunikasi yang biasanya dilakukan secara kolektif. Suatu komunitas sering melakukan upacara-upacara berlainan sepanjang tahun dan sepanjang hidup, yang disebut para antropolog sebagai rites of passage, mulai dari upacara kelahiran, sunatan, ulang tahun (nyanyi Happy Birthday dan pemotongan kue), pertunangan (melamar, tukar cincin), siraman, pernikahan (ijab-qabul, sungkeman, saweran), hingga upacara kematian.

4) Komunikasi Instrumental

Komunikasi instrumental mempunyai tujuan:

menginformasikan, mengajar, mendorong, mengubah sikap dan keyakinan, mengubah perilaku atau menggerakkan tibdakan, dan juga menghibur. Bila diringkas, semua tujuan disebut membujuk (bersifat persuasif). Komunikasi yang berfungsi memberitahukan atau menerangkan (to inform) mengandung muatan persuasif dalam arti bahwa pembicara menginginkan pendengarnya mempercayai bahwa fakta atau informasi yang disampaikannya akurat dan layak diketahui.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa komunikasi merupakan proses menyampaikan pesan atau imformasi dari seseorang kepada orang lain sehingga saling dapat memahimi informasi tersebut. Informasi dapat disampaikan melalui bahasa oral (percakapan) maupun bahasa tubuh atau bahasa isyarat.

b. Pengertian Orangtua

Keluarga sebagai sistem sosial terkecil, memiliki pengaruh luar biasa dalam hal pembentukan karakter suatu individu. “Keluarga merupakan produsen dan konsumen sekaligus, dan harus mempersiapkan dan menyediakan segala kebutuhan sehari-hari seperti sandang dan pangan. Setiap keluarga dibutuhkan dan saling membutuhkan satu sama lain, supaya mereka dapat hidup lebih senang dan tenang.”Keluarga memiliki definisi tersendiri bagi orang Jawa. “Bagi orang Jawa, keluarga merupakan sarung keamanan dan sumber perlindungan.” Menurut Daradjat (2014:35) bahwa Orangtua merupakan pendidik utama dan pertama bagi anak-anak mereka, karena dari merekalah anak mula-mula menerima pendidikan.

Keluarga merupakan wahana pembelajaran dan pembiasaan karakter yang dilakukan oleh orangtua dan orang dewasa lain dalam keluarga terhadap anak sebagai anggota keluarga sehingga diharapkan dapat terwujud keluarga berkarakter mulia yang tecermin dalam perilaku

keseharian. Proses itu dapat dilakukan melalui komunitas keluarga dan partisipasi keluarga dalam pengelolaan pendidikan dan pemberdayaan masyarakat. Keluarga merupakan lingkungan yang pertama dan utama di mana orangtua bertindak sebagai pemeran utama dan panutan bagi anak. Proses itu dapat dilakukan dalam bentuk pendidikan, pengasuhan, pembiasaan, dan keteladanan. Pendidikan karakter dalam lingkup keluarga dapat juga dilakukan kepada komunitas calon orangtua dengan penyertaan pengetahuan dan keterampilan, khususnya dalam pengasuhan dan pembimbingan anak. Menurut Djamarah (2004:85) orangtua adalah pendidik dalam keluarga. Orangtua merupakan pendidik utama dan pertama bagi anak-anak mereka. Dari merekalah anak mula-mula menerima pendidikan. Oleh karena itu bentuk pertama dari pendidikan terdapat dalam kehidupan keluarga.

Menurut Daradjat (2014:67) bahwa suatu kehidupan keluarga yang baik, sesuai dan tetap menjalankan agama yang dianutnya merupakan

“Persiapan yang baik untuk memasuki pendidikan sekolah, oleh karena itu melalui suasana keluarga yang demikian itu tumbuh perkembangan efektif anak secara “benar”sehingga ia dapat tumbuh dan berkembang secara wajar. Keserasian yang pokok harus terbina adalah keserasian antara ibu dan ayah, yang merupakan komponen pokok dalam setiap keluarga. Keduanya merupakan unsure yang saling melengkapi dan isi mengisi yang membentuk suatu keserasian dan keseimbangan dalam kehidupan suatu keluarga”.

Orangtua dan anak itu pada hakikatnya bersatu, mereka satu dalam jiwa, terpisah dalam raga. Raga mereka boleh terpisah, tetapi jiwa mereka tetap bersatu sebagai dwi tunggal yang kokoh bersatu. Kesatuan jiwa orangtua dan anak tidak dapat dipisahkan oleh dimensi ruang, jarak, dan waktu. Tidak pula dapat dicerai-beraikan oleh lautan, daratan, dan udara, pertalian darah antara keduanya kokoh dalam keabadian. Menurut Lickona (2013:42) orangtua adalah guru moral pertama anak-anak, pemberi pengaruh yang paling dapat bertahan lama: Anak-anak berganti guru setiap tahunnya, tetapi mereka memiliki satu orangtua sepanjang masa pertumbuhan. Hubungan orangtua anak juga mengandung signifikansi emosional khusus, yang bisa menyebabkan anak-anak merasa dicintai dan berharga atau sebaliknya merasa tidak dicintai dan tidak berharga.

Menurut Levine seperti dikutip Sjarkawi (2006:20-21) menegaskan bahwa “kepribadian orangtua akan berpengaruh terhadap cara orangtua tersebut dalam mendidik dan membesarkan anaknya yang pada gilirannya juga akan berpengaruh terhadap kepribadian si anak tersebut. Ada sembilan tipe kepribadian orangtua dalam membesarkan anaknya yang juga dapat berpengaruh pada kepribadian si anak, yaitu sebagai berikut:

1) Penasihat moral, terlalu menekankan pada perincian, analisis, dan moral.

2) Penolong, terlalu mengutamakan kebutuhan anak dengan mengabaikan akibat dari tindakan si anak.

3) Pengatur, selalu ingin bekerja sama dengan si anak dan menciptakan tugas-tugas yang akan membantu memperbaiki keadaan.

4) Pemimpi, selalu berupaya untuk berhubungan secara emosional dengan anak-anak dalam setiap keadaan dan mencari solusi kreatif bersama-sama.

5) Pengamat, selalu mencari sudut pandang yang menyeluruh, berupaya mengutamakan objetivitas dan perspektif.

6) Pencemas, selalu melakukan tanya jawab mental dan terus bertanya-tanya, ragu-ragu, dan memiliki gambaran terburuk sampai mereka yakin bahwa anak mereka benar-benar memahami situasi.

7) Penghibur, selalu menerapkan gaya yang lebih santai.

8) Pelindung, cenderung untuk mengambil alih tanggung jawab dan bersikap melindungi, berteriak pada si anak tetapi kemudian melindunginya dari ancamanyang datang.

9) Pendamai, dipengaruhi kepribadian mereka yang selalu menghindar dari konflik”.

Keluarga merupakan institusi yang sangat berperan dalam rangka melakukan sosialisasi, bahkan internalisasi, nilai-nilai pendidikan walaupun jumlah institusi pendidikan formal dari tingkat dasar sampai ke jenjang yang paling tinggi semakin hari semakin banyak, namun peran keluarga dalam transformasi nilai edukatif ini tetap tidak tergantikan. Keluarga tempat pertumbuhan anak yang pertama di mana dia mendapatkan pengaruh dari anggota-anggotanya pada masa yang amat penting dan paling kritis dalam pendidikan anak, yaitu tahun - tahun pertama dalam kehidupanya (usia prasekolah). Sebab pada masa tersebut apa yang ditanamkan dalam diri anak akan sangat membekas, sehingga tak mudah hilang atau berubah. Keluarga mempunyai peranan besar dalam pembangunan masyarakat, karena keluarga merupakan pondasi bangunan masyarakat dan tempat pembinaan pertama untuk mencetak dan mempersiapkan generasi mendatang. Peran keluarga dalam hal ini begitu berarti, bahkan dapat dikatakan bahwa tanpa keluarga, nilai-nilai pengetahuan yang didapatkan di bangku meja formal tidak akan ada artinya sama sekali. Sekilas memang tampak bahwa peran keluarga tidak begitu ada artinya, namun jika direnungkan lebih dalam, siapa saja akan dapat merasakan betapa berat peran yang disandang keluarga.

Cinta orangtua terhadap anak merupakan perasaan alami yang dimiliki semenjak lahir, orangtua seharusnya tidak perlu diperingatkan, karena Islam lebih menekankan perlu dan pentingnya orangtua melindungi keselamatan anak, dan tidak lengah, sehingga anggota keluarganya dan seluruh anggota masyarakat hidup bahagia secara sempurna. Dengan demikian akan tumbuh dan tercipta suatu generasi baru yang cukup kuat dengan penuh optimis dan mandiri.

c. Komunikasi Orangtua

Komunikasi keluarga adalah suatu kegiatan yang pasti terjadi dalam kehidupan keluarga. Tanpa komunikasi, sepilah kehidupan keluarga dari kegiatan berbicara, berdialog, bertukar pikiran akan hilang. Akibatnya kerawanan hubungan antara anggota keluarga sukar dihindari, oleh karena itu komunikasi antara suami dan istri, komunikasi antara orangtua dengan anak perlu dibangun secara harmonis dalam rangka membangun hubungan yang baik dalam keluarga.

Komunikasi merupakan salah satu cara yang digunakan untuk menanamkan nilai-nilai. Bila hubungan yang dikembangkan oleh orangtua tidak harmonis misalnya, ketidaktepatan orangtua dalam memilih pola asuhan, pola komunikasi yang tidak dialogis dan adanyapermusuhan serta pertentangan dalam keluarga, maka akan terjadi hubungan yang tegang. Menurut Gunarsa (2005:205) bahwa komunikasi dalam keluarga terbentuk bila hubungan timbal balik selalu terjalin antara ayah, ibu dan anak.

Komunikasi yang diharapkan adalah komunisi yang efektif, karena komunikasi yang efektif dapat menimbulkan pengertian, kesenangan, pengaruh pada sikap, hubungan yang makin baik dan tindakan. Demikian juga dalam lingkungan keluarga diharapkan terbina komunikasi yang efektif antara orangtua dan anak, sehingga akan terjadi hubungan yang penuh kasih sayang dan dengan adanya hubungan harmonis antara orangtua dan anak, diharapkan adanya keterbukaan antara orangtua dan anak dalam membicarakan masalah dan kesulitan yang dialami oleh anak Menurut Stewart L. Tubbs dan Sylvia Moss seperti dikutip Rakhmat (2007:12-15) tanda-tanda komunikasi yang efektif ada lima hal yaitu:

1) Pengertian

Pengertian artinya penerimaan yang cermat dari isi stimuli seperti yang dimasud oleh komunikator.

2) Kesenangan

Tidak semua komunikasi ditujukan untuk menyampaikan informasi dan membentuk pengertian. Sapaan ketika bertemu teman dapat dimaksud untuk menimbulkan kesenangan. Komunikasi inilah yang menjadikan hubungan hangat, akrab, dan menyenangkan.

3) Mempengaruhi sikap

Paling sering melakukan komunikasi untuk mempengaruhi orang lain. Misalnya, guru ingin mengajak muridnya untuk lebih mencintai ilmu pengetahuan. Pemasang iklan ingin merangsang selera konsumen dan mendesaknya untuk membeli.

4) Hubungan sosial yang baik

Komunikasi juga ditujukan untuk menumbuhkan hubungan sosial yang baik. Manusia adalah makhluk sosial yang tidak tahan hidup sendiri. Manusia ingin berhubungan dengan orang lain secara positif. Kebutuhan sosial merupakan kebutuhan

untuk menumbuhkan dan mempertahankan hubungan yang memuaskan dengan orang lain dalam hal interaksi dan asosiasi, pengendalian dan kekuasaan, dan cinta serta kasih sayang.

5) Tindakan

Komunikasi untuk menimbulkan pengertian memang sukar, tetapi lebih sukar lagi mempengaruhi sikap. Jauh lebih sukar lagi mendorong orang untuk bertindak. Tetapi efektifitas komunikasi biasanya diukur dari tindakan nyata yang dilakukan komunikasi.

Menurut Rakhmat (2007:15) komunikasi orangtua dengan anak dikatakan efektif bila:

“Kedua belah pihak saling dekat, saling menyukai dan komunikasi di antara keduanya merupakan hal yang menyenangkan dan adanya keterbukaan sehingga tumbuh rasa percaya diri. Komunikasi yang efektif dilandasi adanya keterbukaan dan dukungan yang positif pada anak agar anak dapat menerima dengan baik apa yang disampaikan oleh orangtua”.

Komunikasi orangtua dengan anak sangat penting bagi perkembangan kepribadian anak. Komunikasi orangtua dengan anaknya baik, berpengaruh terhadap perkembangan kepribadian anak. Suasana komunikasi orangtua di rumah mempunyai peranan penting dalam menentukan kehidupan anak di sekolah. Orangtua harus menjadikan rumah sebagai wadah untuk berkomunikasi secara intens dengan anaknya.

Pola komunikasi merupakan suatu gambaran yang sederhana dari proses komunikasi yang memperlihatkan kaitan antara satu komponen komunikasi dengan komponen lainnya. Pola Komunikasi dapat diartikan sebagai bentuk atau pola hubungan dua orang atau lebih dalam proses pengiriman, dan penerimaan cara yang tepat sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami.

Menurut Yusuf (2007:52) terdapat tiga pola komunikasi dalam hubungan orangtua dengan anak, yaitu:

1) Authotarian (Cenderung bersikap bermusuhan)

Dalam pola hubungan ini sikap acceptance orangtua rendah, namun kontrolnya tinggi, suka menghukum secara fisik, bersikap mengkomando (mengharuskan / memerintah anak untuk melakukan sesuatu tanpa kompromi), bersikap kaku (keras), cenderung emosional dan bersikap menolak. Sedangkan di pihak anak, anak mudah tersinggung, penakut, pemurung dan merasa tidak bahagia, mudah terpengaruh, stres, tidak mempunyai arah masa depan yang jelas tidak bersahabat.

2) Permissive (Cenderung berprilaku bebas)

Dalam hal ini sikap acceptance orangtua tinggi, namun kontrolnya rendah, memberi kebebasan kepada anak untuk menyatakan dorongan atau keinginannya. Sedang anak bersikap

impulsif serta agresif, kurang memiliki rasa percaya diri, suka mendominasi, tidak jelas arah hidupnya dan prestasinya rendah.

3) Authoritative (Cenderung terhindar dari kegelisahan dan

kekacauan)

Dalam hal ini acceptance orangtua dan kontrolnya tinggi, bersikap responsif terhadap kebutuhan anak, mendorong anak untuk menyatakan pendapat atau pertanyaan, memberi penjelasan tentang dampak perbuatan yang baik dan buruk. Sedangkan anak bersikap bersahabat, memiliki rasa percaya diri, mampu mengendalikan diri (self control) bersikap sopan, mau bekerja sama, memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, mempunyai tujuan / arah hidup yang jelas dan berorientasi pada prestasi. Proses komunikasi dapat berjalan dengan baik jika antara komunikator dan komunikan ada rasa percaya, terbuka dan sportif untuk saling menerima satu sama lain. Menurut Rakhmat (2007:129) sikap yang dapat mendukung kelancaran komunikasi dengan anak-anak adalah:

Dokumen terkait