• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II Kajian Pustaka

C. Komunikasi Organisasi

1. Konsep Komunikasi

Istilah komunikasi berasal dari kata Latin communicare yang berarti membuat agar menjadi umum atau dalam bahasa Inggris Common. Dari kata dasar common tersebut kemudian menjadi com-munication dan selanjutnya diterjemahkan ke dalam bahasa In-donesia menjadi komunikasi, yang dimaksud dengan umum (com-mon) dalam hal ini adalah kebersamaan khususnya dalam hal pengertian. Istilah komunikasi sendiri sudah dipakai demikian luas dalam kehidupan sehari-hari, dan juga telah menjadi obyek studi para ahli dalam waktu yang cukup lama. Tentang definisi atau rumusan pengertian komunikasi cukup banyak dikemukakan oleh para ahli. Akan tetapi, mereka kebanyakan sepakat dengan asumsi bahwa komunikasi adalah suatu proses yang dinamis, yakni suatu transaksi yang akan mempengaruhi pengirim dan penerima, serta merupakan suatu proses personal dan simbolik yang membutuhkan kode abstraksi bersama.

Thoha (2002) mengartikan komunikasi sebagai suatu proses penyampaian dan penerimaan berita atau informasi dari seseorang ke orang lain. Komunikasi juga dapat didefinisikan sebagai penyampaian atau pertukaran informasi dari pengirim kepada penerima baik lisan, tertulis, maupun menggunakan alat komunikasi (Gitosudarmo & Sudita, 2000). Dalam redaksi yang lebih lengkap Handoko (1997) mengungkapkan bahwa komunikasi adalah proses pemindahan pengertian dalam bentuk gagasan atau informasi dari seseorang ke orang lain, dan perpindahan pengertian tersebut melibatkan lebih dari sekedar

kata-kata yang digunakan dalam percakapan, tetapi juga ekspresi wajah, intonasi, titik putus vocal dan sebagainya. Perpindahan data yang efektif memerlukan tidak hanya transmisi data, tetapi bahwa seseorang mengirimkan berita dan menerimanya sangat tergantung pada keterampilan-keterampilan tertentu seperti membaca, menulis, mendengar, berbicara, dan lain-lain untuk membuat sukses pertukaran informasi.

Memahami komunikasi sebagaimana yang telah diuraikan di atas, ternyata komunikasi mempunyai cakupan yang cukup luas, bukan hanya terbatas pada pentingnya informasi yang disampaikan tetapi kemampuan serta keterampilan pengirim dan penerima termasuk cara yang digunakan dalam transformasi. Untuk kejelasan pemahaman tentang komunikasi ini maka dapat dipandang dari beberapa aspek.

Pendapat Reitz seperti yang dirujuk Muhyadi (1988) mengemukakan bahwa secara garis besar pengertian komunikasi dapat dikelompokkan menjadi dua perspektif, yaitu: (1) komunikasi dalam perspektif kognitif (cognitive perspective), dan (2) komunikasi dalam perspektif tingkah laku (behavior perspec-tive). Dalam pengertian pertama, komunikasi dapat diartikan sebagai penggunaan kata-kata, huruf-huruf, lambang-lambang, atau alat lain yang sejenis untuk mencapai kebersamaan atau saling memiliki informasi tentang sesuatu obyek atau kejadian. Informasi dalam pengertian ini mencakup segala sesuatu yang dapat berupa fakta, pendapat, ide-ide, sikap, atau nilai-nilai yang dimiliki seseorang dan kemudian disampaikan kepada orang lain menggunakan kata-kata atau lambang-lambang yang lain. Jika informasi itu dapat disampaikan dan kemudian diterima dengan cermat, maka penerima akan memiliki informasi yang sama dengan pengirim.

Dari perspektif tingkah laku, komunikasi dapat mencakup tingkah laku verbal maupun simbolik (nonverbal), yang dengan cara demikian pengirim dapat menyampaikan maksudnya pada diri penerima. Pemahaman komunikasi dari perspektif tingkah laku ini yang lebih dipentingkan adalah efek pada diri si penerima. Pengirim berkeinginan agar penerima memperoleh akibat tertentu dari pesan atau informasi yang disampaikan. Cara

yang ditempuh mungkin berupa penggunaan lambang-lambang (simbol) atau mungkin berupa bahasa verbal.

Sementara itu Miller seperti yang dikutip Nimran (1999) membagi definisi komunikasi menjadi dua aliran, yaitu: (1) definisi yang berorientasi pada sumber (source oriented), dan (2) definisi yang berorientasi pada penerima (receiver oriented). Kebanyakan definisi yang berorientasi pada sumber menyatakan bahwa komunikasi adalah kegiatan dengan mana seseorang (sumber) secara sungguh-sungguh memindahkan stimuli guna mendapatkan tanggapan. Karena melihat unsur kesungguhan dalam komunikasi, maka definisi ini cenderung berpandangan bahwa semua komunikasi pada dasarnya adalah persuasif, lebih menekankan pada pentingnya variabel-variabel tertentu dalam proses komunikasi, seperti isi pesan dan sifat persuasif. Dengan kata lain komunikasi menurut pandangan ini memfokuskan perhatian pada produksi pesan-pesan yang efektif. Sedangkan definisi yang berorientasi pada penerima memandang bahwa komunikasi sebagai semua kegiatan dalam mana seseorang (penerima) menanggapi stimulus atau rangsangan. Jadi proses komunikasi menurut pandangan ini berkenaan dengan pemahaman dan arti, karena tekanan diletakkan pada bagaimana penerima melihat dan menafsirkan suatu pesan.

Dari berbagai pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa komunikasi adalah proses penyampaian informasi dari pengirim kepada penerima yang bertujuan agar penerima memiliki pengertian yang sama dengan pengirim tentang informasi yang disampaikan. Dalam praktek berorganisasi, komunikasi dapat dilakukan dengan berbagai cara, menggunakan berbagai alat dan dapat berlangsung ke berbagai arah.

2. Bentuk Komunikasi dalam Organisasi

Adanya pemahaman yang baik tentang komunikasi organisasi dapat diperoleh dengan mempelajari arah-arah dasar yang tampak dengan terbentuknya saluran-saluran komunikasi. Saluran-saluran komunikasi formal ditentukan oleh struktur organisasi atau ditunjukkan oleh berbagai sarana formal lainnya. Salah satu fungsi terpenting dari struktur organisasi adalah

membatasi aliran komunikasi, dengan demikian akan mengurangi permasalahan kelebihan informasi. Beberapa permasalahan organisasi dipecahkan dengan membatasi aliran komunikasi dan merinci secara jelas informasi yang bagaimana yang harus dikumpulkan, diproses, dan dianalisis.

Adanya aliran dalam organisasi merupakan pedoman agar seseorang dapat berkomunikasi dalam organisasi. Aliran komunikasi formal dalam organisasi dapat dibedakan menjadi empat, yaitu:

a. Komunikasi ke bawah (downward communication) Komunikasi dari atas ke bawah mengalir dari puncak pimpinan ke berbagai jenjang yang ada di dalamnya, berisi pesan yang berkaitan dengan pelaksanaan fungsi pimpinan (Muhyadi, 1989). Dalam bentuk yang nyata sebagian besar isi pesan yang disampaikan berupa instruksi atau perintah yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas-tugas organisasi yang antara lain mencakup; tugas apa yang harus dilaksanakan, siapa yang harus melaksanakan, di mana, kapan, dan bagaimana cara melaksanakannya. Selain itu komunikasi dari atas ke bawah dapat pula berupa petunjuk, pengarahan, penjelasan, tegoran, dan permintaan laporan. Sebagian besar komunikasi dari atas ke bawah disampaikan lewat saluran formal misalnya pertemuan-pertemuan atau rapat-rapat resmi, konferensi-konferensi, dan juga dalam bentuk komunikasi lisan dan tulisan, dan biasanya disampaikan melalui memo, laporan atau dokumen lainnya, bulletin, dan percakapan serta melalui interaksi orang per orang atau kelompok-kelompok kecil.

b. Komunikasi ke atas (upward communication)

Komunikasi dari bawah ke atas dirancang untuk menyediakan umpan balik tentang seberapa baik organisasi telah berfungsi. Bawahan diharapkan memberikan informasi tentang prestasinya dan praktek serta kebijakan organisasi. Komunikasi dari bawah ke atas dapat berbentuk laporan tertulis maupun lisan, kotak saran, pertemuan kelompok (Gitosudarmo & Sudita, 2000). Komunikasi ini juga bersifat

memberi informasi kepada tingkatan manajemen atas tentang apa yang terjadi pada tingkat bawah. Tipe komunikasi ini mencakup laporan-laporan periodik, penjelasan, gagasan, dan permintaan untuk diberikan keputusan, hal ini dapat dipandang sebagai data atau informasi umpan balik bagi manajemen atas (Handoko, 1997)

c. Komunikasi horizontal (lateral communication)

Komunikasi ini merupakan aliran komunikasi kepada or-ang-orang yang memiliki hirarki yang sama dalam suatu organisasi. Misalnya komunikasi yang terjadi antara para anggota dalam kelompok kerja yang sama atau di antara Departemen pada tingkat organisasi yang sama (Handoko, 1997). Komunikasi seperti ini perlu dilakukan dalam rangka koordinasi antara teman sejawat, dan dapat pula dimanfaatkan untuk saling memperoleh informasi yang dapat membantu memperbaiki dan memperlancar pelaksanaan tugas masing-masing anggota. Komunikasi ini dapat berlangsung secara formal maupun secara informal (Muhyadi, 1989).

d. Komunikasi diagonal (diagonal communication) Komunikasi ini merupakan aliran komunikasi dari orang-orang yang memiliki hirarki yang berbeda dan tidak memiliki hubungan wewenang secara langsung. Komunikasi ini berlangsung menyilang, seseorang mungkin saja berkomunikasi dengan orang lain yang kedudukannya lebih tinggi atau lebih rendah dan mereka berada pada bagian yang berbeda (Muhyadi, 1989). Komunikasi ini bertujuan untuk saling tukar informasi guna memecahkan masalah yang pemecahannya memerlukan masukan dari berbagai sumber. 3. Hubungan Komunikasi Organisasi, Iklim Organisasi, dan

Pengendalian Konflik dengan Keefektifan Organisasi Komunikasi memegang peranan penting dalam penampilan seorang manajer (pemimpin). Menurut Liputo (1988) seorang manajer mempergunakan 80% waktunya untuk mengadakan komunikasi dengan orang lain, termasuk dengan bawahan,

kawan, dan pengawas. Komunikasi merupakan alat di mana informasi disalurkan, komunikasi yang efektif akan menjadi kunci manajemen yang efektif. Hasil reviuw Down dan Hain mengenai penelitian komunikasi menyatakan bahwa komunikasi yang efektif dalam organisasi adalah persyaratan utama untuk meningkatkan produktivitas organisasi (Kreps, 1986). Penelitian O’Reilly dan Robert yang dikutip Abizar (1988) menemukan bahwa partisipasi aktif dalam jaringan organisasi dan penggunaan informasi organisasi secara efektif ternyata berhubungan dengan tingginya prestasi kerja organisasi. Selanjutnya dalam penelitian itu disimpulkan pula bahwa ada hubungan antara kualitas dan kuantitas komunikasi dengan performance organisasi (Muhammad, 1989).

Edmond (1979) dalam penelitian lainnya menekankan karakteristik-karakteristik sekolah dengan kepala sekolahnya. Dari hasil studinya di sekolah-sekolah di kota New York menemukan bahwa tidak ada sekolah unggul yang terlihat dipimpin oleh kepala sekolah yang bermutu rendah. Seorang kepala sekolah yang baik diperlukan sebagai sosok yang menaruh kepercayaan kokoh terhadap tujuan utama sekolah dan mengkomunikasikannya kepada seluruh anggota sekolah. Apa yang ditemukan dalam penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian lainnya, bahwa sekolah-sekolah yang benar-benar unggul selalu menempatkan kepala sekolah yang kompeten.

Mengenai hubungan dengan iklim organisasi ternyata penelitian De Wine dan Barone (dalam Muhammad, 1989) menemukan bahwa apabila kepuasan komunikasi bertambah, maka iklim organisasi secara umum akan bertambah positif. Demikian pula berdasarkan hasil studi Schuler dan Blank, ternyata ada hubungan yang positif antara ketepatan komunikasi yang berkenaan dengan tugas, komunikasi kemanusiaan, dan komunikasi pembaharuan dengan kepuasan kerja dan hasil yang dicapai oleh karyawan. Selanjutnya Down dan Hain (dalam Kreps, 1986) melaporkan hasil penelitiannya bahwa mutu iklim komunikasi, umpan balik personal, dan hubungan dengan atasan, berhubungan dengan interpretasi anggota-anggota organisasi terhadap kepuasan kerja. Demikian pula dengan

penelitian Albrecht (dalam Abizar, 1988) memperlihatkan bahwa anggota-anggota organisasi yang merupakan komunikator kunci lebih puas dengan iklim komunikasi organisasi dibanding dengan anggota-anggota yang bukan komunikator kunci.

Selanjutnya dalam mencapai tujuan organisasi sering terjadi konflik, konflik ini bisa terjadi disebabkan oleh masalah komunikasi, masalah organisasi, dan masalah pribadi (Handoko, 1997). Apabila komunikasi terhalang dan pemisahan terjadi semakin kuat, maka akan terjadi banyak prasangka, kecemasan, dan ketegangan batin. Dengan demikian untuk memperlancar komunikasi maka segala sesuatu yang dapat menjadi konflik harus dikelola dengan jalan memaksimalkan hal yang menguntungkan dan meminimalkan yang merugikan (Owens, 1991).

Penemuan-penemuan ini berimplikasi bahwa komunikasi yang bermutu tinggi dan partisipasi aktif dalam aktivitas komunikasi ternyata membawa ke arah peningkatan kepuasan dan efektifitas organisasi.