• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.5 Komunitas Nelayan

Membicarakan nelayan sebagai sebuah komunitas berarti membicarakan kesadaran kolektif apa yang mengikat para nelayan dalam komunitas tersebut. Komunitas tersebut terbentuk karena ikatan kesadaran kolektif dalam bentuk kesamaan sejarah dan orientasi nilai budaya, serta status sosial selaku nelayan. Selaku nelayan mereka memiliki ciri-ciri yang sama: mandiri (independent), percaya diri (self-reliance), bebas dari aturan yang kaku (freedom from regimentation), mobile (baik secara geografis dan kadang-kadang secara ekonomi), dan kuat secara fisik. Itu semua adalah konsekuensi dari pekerjaan nelayan yang memang sangat menantang dan beresiko tinggi (Satria, 2001).

Nelayan adalah orang yang secara aktif melakukan pekerjaan dalam operasi penangkapan ikan/binatang air lainnya/tanaman air. Orang yang hanya

melakukan pekerjaan seperti membuat jaring, mengangkut alat-alat perlengkapan ke dalam perahu/kapal, tidak dimasukan sebagai nelayan. Ahli mesin dan juru masak yang bekerja di atas kapal penangkap dimasukan sebagai nelayan, walaupun mereka tidak secara langsung melakukan penangkapan4.

Penggolongan sosial dalam masyarakat nelayan menurut Kusnadi (2002), pada dasarnya dapat ditinjau dari tiga sudut pandang. Pertama, dari segi penguasaan alat produksi atau peralatan tangkap (perahu, jaring dan perlengkapan yang lain), struktur masyarakat nelayan terbagi dalam kategori nelayan pemilik (alat-alat produksi) dan nelayan buruh. Nelayan buruh tidak memiliki alat-alat produksi dan dalam kegiatan sebuah unit perahu, nelayan buruh hanya menyumbangkan jasa tenaganya dengan memperoleh hak- hak yang sangat terbatas. Kedua, ditinjau dari tingkat skala investasi modal usahanya, struktur masyarakat nelayan terbagi ke dalam kategori nelayan besar dan nelayan kecil. Nelayan, disebut sebagai nelayan besar karena jumlah modal yang diinvestasikan dalam usaha perikanan relatif banyak, sedangkan pada nelayan kecil justru sebaliknya. Ketiga, dipandang dari tingkat teknologi peralatan tangkap yang digunakan, masyarakat nelayan terbagi ke dalam kategori nelayan modern dan nelayan tradisional. Nelayan-nelayan modern menggunakan teknologi penangkapan yang lebih canggih dibandingkan dengan nelayan tradisional.

Berdasarkan status pemilikan secara umum nelayan dapat digolongkan menjadi nelayan pemilik/juragan dan nelayan buruh/pandega. Nelayan juragan

atau pemilik adalah nelayan yang memiliki atau menyediakan sarana produksi/operasi penangkapan seperti perahu atau kapal, motor tempel dan alat

4

Pathul Arifin. 2005. Status Nelayan Andon dan Pengakuan Keberadaannya. Makalah. http://tumoutou.net/pps/702_9145/pathul_arifin.pdf. Diakses tanggal 9 Januari 2006 pukul 21.23.

tangkap. Umumnya nelayan pemilik yang mempunyai alat tangkap cukup maju/modern dalam mengoperasikan unit penangkapannya jarang ikut terjun langsung ke laut. Biasanya mereka mempercayakan kepada seseorang yang disebut juragan laut, dengan sistem bagi hasil atau upah. Sedangkan nelayan pemilik dengan alat tangkap yang masih tradisional biasanya melakukan operasi penangkapan sendiri. Nelayan buruh atau pandega adalah nelayan yang menyediakan tenaganya saja untuk membantu nelayan pemilik dan melaksankan tugas tersebut dengan sistem bagi hasil atau upah yang telah diperhitungkan (ikatan) (Muflikhati, 1992).

Secara sosiologis, karakteristik nelayan berbeda dengan petani sehubungan dengan perbedaan karakteristik sumberdaya alam yang tersedia. Petani berhadapan dengan sumber daya yang terkontrol, sementara nelayan menghadapi sumber daya yang hingga kini masih bersifat open access dan common property. Karakteristik sumberdaya ini menyebabkan nelayan mesti berpindah-pindah untuk memperoleh hasil yang maksimal. Perpindahan nelayan dari satu wilayah perairan ke wilayah perairan yang lain pada dasarnya adalah mengikuti ruaya ikan dan iklim perairan (musim) yang sesuai dimana ikan yang menjadi tujuan penangkapan berada. Nelayan yang berpindah-pindah sebagai sumberdaya yang eksis secara turun temurun dalam mengekploitasi sumberdaya perikanan laut dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia5.

Berdasarkan karakteristik human system dalam tipologi fishery system

seperti yang disampaikan oleh Charles (2001), terdapat beberapa karakteristik umum dari nelayan (fishers) yaitu bahwa pertama, nelayan berbeda menurut latar belakang sosial seperti tingkat umur, pendidikan, status sosial dan tingkat

5 Loc.cit.

kohesitas dalam komunitas mikro (antar nelayan dalam satu grup) atau dalam komunitas makro (nelayan dengan anggota masyarakat pesisir lainnya). Kedua, dalam komunitas nelayan komersial, nelayan dapat bervariasi menurut

occupational commitment-nya seperti nelayan penuh, nelayan sambilan utama dan nelayan sambilan, atau menurut occupational pluralism-nya seperti nelayan dengan spesialisasi tertentu, nelayan dengan sumber pendapatan beragam, dan lain sebagainya. Ketiga, nelayan dapat bervariasi menurut motivasi dan perilaku di mana dalam hal ini terdiri dari dua kelompok yaitu nelayan dengan karakteristik profit-maximizers yaitu nelayan yang aktif menangkap ikan untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya dan cenderung berperilaku seperti layaknya “perusahaan”, dan kelompok nelayan satisficers atau nelayan yang aktif menangkap ikan untuk mendapatkan penghasilan yang cukup (Adrianto, 2005).

Perubahan sumberdaya secara musiman dan ketidaksuburan daerah pesisir sering mengakibatkan nelayan memutuskan untuk pindah te mpat tinggal. Perubahan sumberdaya jangka pendek yang tidak dapat diramalkan mengakibatkan jam kerja tidak teratur dan perubahan pendapatan yang memerlukan adanya penyesuaian khusus dalam keuangan (Cernea, 1988).

Secara umum pendapatan masyarakat nelayan sangat fluktuatif, kondisi ini tercermin juga dari pola hidup masyarakat nelayan. Pada saat musim panen mereka cenderung bersifat konsumtif atau berfoya-foya dan sebaliknya pada musim paceklik mereka banyak terlibat hutang pada rentenir atau tengkulak. Kondisi demikian menyebabkan pola hubungan khas dikalangan masyarakat nelayan seperti nelayan kecil, petani tambak atau patron-client yaitu antara nelayan kecil dengan para tengkulak atau rentenir (tauke). Akibatnya para nelayan

menjadi terikat dan tereksploitasi oleh para juragan atau rentenir dan harus membayar hutangnya melalui tenaganya (self exploitation) (Kusumastanto, 2002).

Pada beberapa sistem ekonomi wanita dapat mengkombinasikan fungsi subsisten dan memelihara anak, dalam penangkapan ikan, khususnya penangkapan di laut dalam atau danau dengan perahu, wanita sulit untuk ikut terlibat seperti awak kapal lain yang laki-laki. Karena itu, wanita biasanya dibatasi pada kegiatan-kegiatan di tepi pantai saja (termasuk penangkapan ikan dan kerang di air dangkal) di mana pekerjaan tidak akan bertentangan dengan pemeliharaan anak. Suatu pembagian kerja menurut jenis kelamin sering terbukti dalam sistem distribusi dan pemasaran. Pada banyak masyarakat penangkap ikan, wanita mengambil alih fungsi membeli dan menjual ikan (Cernea, 1988).

Pemukiman nelayan cenderung mengumpul di sepanjang pantai sehingga tingkat kepadatannya tinggi. Nelayan memilih untuk bermukim di pinggir pantai sebagai strategi untuk menurunkan biaya produksinya. Keadaan rumah nelayan umumnya sederhana, berdinding anyaman bambu, berlantai tanah, beratap daun rumbia dengan perabot rumah tangga yang terbatas. Namun kini, kondisi perumahan tersebut mulai berubah. Banyak rumah yang dibangun permanen dengan semen. Rumah jenis ini terutama dimiliki oleh para pemilik kapal/perahu, pedagang dan pemilik toko (Kusnadi, 2002).

Dalam banyak hal nelayan, seperti subbudaya mata pencaharian lainnya, membentuk masyarakatnya sendiri. Nelayan juga sering terasing karena mereka harus hidup di sepanjang tepi danau, sungai, atau laut. Keterasingan relatif ini semakin besar kalau danau semakin besar, sehingga nelayan semakin terpisah dari masyarakat daratan tatkala menangkap ikan. Tambahan pula, karena banyak

nelayan bekerja pada malam hari atau pagi buta, pada saat orang lain masih tidur, nalayan sering dipandang sebagai orang yang terpencil dari masyarakat yang berkasta terendah. Tempat tinggal dan keterasingan sosial ini mempengaruhi variabel sosial–budaya, yang pada gilirannya mempengaruhi pembangunan. Hal ini mungkin ikut mendukung rendahnya tingkat pendidikan banyak nelayan berskala kecil di negara yang sedang berkembang. Resiko fisik yang berkaitan dengan beberapa bentuk penangkapan ikan, perlunya koordinasi di antara awak perahu dan cepatnya alat-alat produksi menyusut, menuntut kepercayaan awak perahu mengenai persamaan setiap orang, mandiri dan bekerjasama, yang seringkali didasarkan pada hubungan kekerabatan (Cernea, 1988).

Dalam mengkaji masalah nelayan, penting sekali untuk membedakan sejelas mungkin antara 1) nelayan sebagai status pekerjaan (occupational status) dan 2) nelayan sebagai komunitas. Karakteristik lain dari nelayan adalah nelayan harus berhadapan dengan kehidupan laut yang keras, tegas, dan terbuka, yang membedakannya dengan petani. Memang belum terdapat studi yang mendalam dan dianggap representatif tentang karakteristik budaya nelayan di Indonesia sehingga perbedaan antara petani dan nelayan belum dapat dipaparkan secara lebih komprehensif (Satria, 2003).

Dokumen terkait