• Tidak ada hasil yang ditemukan

3.5. Metode Analisis Data

4.1.2. Kondisi Biofisik

Kondisi Biofisik Wilayah Pesisir dan Wilayah Perairan Teluk Lasongko dalam penelitian ini digambarkan secara topografis, berupa profil Wilayah Pesisir dan Perairan Teluk Lasongko serta kondisi perairan berupa kualitas perairan yang diukur berdasarkan parameter klimat dan biofisik. Penggambaran ini bertujuan untuk menjelaskan keadaan eksisting alamiah daerah penelitian pada periode tahun 2005 berdasarkan data sekunder yang diperoleh dari sumber data instansi dan perorangan baik melalui kajian kepustakaan maupun melalui kuesioner dan wawancara.

Wilayah Pesisir Perairan Teluk Lasongko umumnya berupa pantai berpasir, pantai dengan campuran pasir dan pecahan karang serta pantai

berlumpur dengan topografi landai (low land). Tinggi daratan Wilayah Pesisir di sekitar Teluk berkisar antara 0 – 100 m dari permukaan laut saat air pasang. Sedangkan sempadan pantai pada saat air pasang sekitar 20 sampai dengan 50 meter. Topografi dasar laut (bathymetric) tergolong landai sampai curam dengan kedalaman berkisar antara 3 meter (di sekitar pantai dan muara) sampai lebih dari 50 meter. Selanjutnya di bagian tengah Wilayah Perairan Teluk Lasongko

merupakan lereng benua (continental shelve). Profil seperti itu mengakibatkan fenomena arus sepanjang pantai (long shore current) pada beberapa lokasi

Wilayah Perairan Teluk, utamanya di sekitar muara. Profil topologis Wilayah Pesisir dan Perairan Teluk Lasongko disajikan pada Gambar 18.

Karakteristik pasang surut di Wilayah Perairan Teluk Lasongko merupakan perambatan dari pengaruh pasang surut yang terjadi di Laut Flores berupa pasang surut yang digerakkan oleh Gaya Pembangkit Pasang (GPP). Sifat pasang surut ini merupakan pasang surut campuran dominasi semi diurnal, artinya dalam sehari semalam terjadi dua kali pasang dan dua kali surut dengan

magnitude yang berbeda. Surut ter rendah terjadi antara pukul 12.00 sampai dengan 13.00 Wita, sedangkan pasang tinggi ditemui antara pukul 18.00 sampai dengan 19.00 Wita. Jika saat pasang didefinisikan sebagai kurun waktu antara surut rendah dengan pasang tinggi, maka pasang naik di Wilayah Perairan Teluk Lasongko

Gambar 18. Profil Topografis Wilayah Perairan Teluk Lasongko

terjadi pada dini hari antara pukul 01.00 sampai dengan 06.00 Wita dan siang hari antara pukul 12.00 sampai dengan 18.00 Wita. Saat pasang naik umumnya

ditemui arus pasang surut yang deras, dan pada saat ini massa air dari Laut Flores memasuki Wilayah Perairan Teluk Lasongko. Selanjutnya jika saat surut

Wilayah Perairan Teluk Lasongko terjadi antara pukul 06.00 sampai dengan 12.00 Wita dan antara pukul 18.00 sampai dengan 21.00 Wita. Pada saat itu massa air bergerak meninggalkan Wilayah Perairan Teluk Lasongko menuju Laut Flores melalui pesisir Teluk. Adapun tinggi pasang surut Wilayah Perairan Teluk Lasongko berkisar antara 1,5 m sampai dengan 2 m.

Dominasi moonson (musim barat dan musim timur) dan topografi low land

pada Wilayah Pesisir dan Perairan Teluk Lasongko juga mempengaruhi kecepatan angin yang bertiup. Kecepatan angin relatif lebih kencang terjadi pada siang hari dengan kecepatan rata-rata sebesar 20 knots (10 m/det) dan arah angin berasal dari utara sedangkan kecepatan angin relatif lemah terjadi pada malam hari dengan kecepatan rata-rata > 3 knots (1,5 m/det). Kecepatan angin ter tinggi terjadi pada masa peralihan I (bulan April) dan masa peralihan II (bulan Januari) Berdasarkan skala Beaufold, kondisi angin di Wilayah Pesisir dan Perairan Teluk Lasongko tergolong angin sedang dengan kecepatan rata-rata 6,8 m/det. Musim hujan terjadi antara bulan November dan Maret musim kemarau terjadi antara bulan Mei sampai Oktober tiap tahunnya dengan rata-rata curah hujan 1.488 hujan/tahun (Stasiun Klimat Muna 2005)

Gerakan arus laut dan riak gelombang dipengaruhi oleh sistem pola angin

moonson (musim barat dan musim timur). Pada musim barat, arus di sekitar Wilayah Perairan Teluk Lasongko bergerak relatif dari arah barat ke arah selatan karena terdapatnya daerah intertidal disekitar mulut teluk dan boundary dari pulau Muna. Pada musim ini gelombang bergerak bersesuaian dengan pergerakan angin musim timur dengan kecenderungan tegak lurus terhadap pantai ketika gelombang mendekati pantai dengan tinggi gelombang perairan dalam kisaran 0,75 sampai dengan 1 m. Pada musim timur, ditandai dengan peristiwa pembalikan arus yang terjadi pada bulan April dimana pada bulan ini arus bergerak relatif dari arah utara berputar ke arah barat dan stabil (dominan ke arah barat) pada bulan September untuk kemudian berbalik lagi pada bulan Desember. Pada musim ini gelombang tergolong teduh dengan tinggi gelombang terletak pada kisaran 0,1 sampai dengan 0,4 m. Adapun rata-rata tinggi gelombang Wilayah Perairan Teluk Lasongko berkisar antara 0,4 sampai dengan 0,95 m.

Uji petik kondisi perairan Teluk Lasongko dilihat dari hasil pengukuran rata-rata nilai parameter kualitas perairan Teluk Lasongko berdasarkan hasil pengukuran parameter biofisik (Bappeda Kabupaten Buton 2004), menunjukkan bahwa salinitas perairan berdasarkan kategori Eurihalin tergolong frekwensi tinggi (Nybakken, 1988) yaitu rata-rata sebesar 30,36 ppt. Kondisi pH berkisar antara 7,0 sampai dengan 7,7, tergolong normal (antara 7,5 sampai dengan 8,4) menurut Svedrup et al (1961). Kebutuhan Oksigen kimiawi berkisar antara 6,6 sampai dengan 5,2 ppm, dimana kandungan logam berat masih berada di bawah standar baku mutu yang diijinkan (< 40 mg/l). Suhu perairan berkisar antara 2,9 sampai dengan 31,5 0C tergolong wajar (antara 25,6 sampai dengan 32,3 0C) menurut Illahude et al (1980) untuk perairan tropik. Gambaran tentang kualitas Wilayah Perairan Teluk Lasongko disajikan pada Tabel 7.

Keadaan alam seperti tersebut di atas sangat mempengaruhi portofolio kegiatan ekonomi nelayan, dimana saat musim barat (bulan April sampai dengan bulan September) arus bergerak kuat, gelombang pasang utamanya pada sore hari menyebabkan aktifitas pemanfaatan sumberdaya perikanan menurun dan orientasi aktifitas nelayan lebih banyak di darat. Trip melaut nelayan berkurang dan mereka beralih untuk melakukan kegiatan penangkapan nener disekitar coastline dan melakukan pengolahan rumput laut sambil bersiaga terhadap kemungkinan terjadinya kondisi Wilayah Perairan Teluk yang anomali. Sebaliknya pada musim teduh, trip melaut nelayan meningkat, seiring dengan kondisi perairan yang bersahabat.

Dokumen terkait