• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR GAMBAR

IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4.3 Kondisi Biotik Taman Nasional Tanjung Puting

Taman Nasional Tanjung Puting memiliki beberapa tipe ekosistem, yaitu: 1. Ekosistem hutan tropika dataran rendah,

2. Ekosistem hutan tanah kering (hutan kerangas), 3. Ekosistem hutan rawa air tawar,

4. Ekosistem hutan rawa gambut, 5. Ekosistem hutan bakau, 6. Ekosistem hutan pantai, 7. Ekosistem hutan sekunder.

4.3.1 Flora

Jenis-jenis tumbuhan yang dapat ditemui di Taman Nasional Tanjung Puting adalah meranti (Shorea sp.), ramin (Gonystylus bancanus), jelutung (Dyera costulata), gaharu, kayu lanan, keruing (Dipterocarpus sp.), ulin (Eusideroxylon zwagerii), tengkawang (Dracontomelas sp.), Dacrydium sp., Lithocarpus sp., Castanopsis sp., Hopea sp., Schima sp., Melaleuca sp., Diospyros sp., Beckia sp., Jackia sp., Licuala sp., Vatica sp., Tetramerista sp., Palaquium sp., Campnosperma sp., Casuarina sp., Ganua sp., Mesua sp., Dactylocladus sp., Alstonia sp., Durio sp., Eugenia sp., Calophyllum sp., Pandanus sp., Crinum sp., Sonneratia, Rhizophora, Barringtonia, nipah (Nypa fruticans), Podocarpus sp., rotan (Calamus sp.), dan Imperata cylindrica.

Di bagian Utara kawasan terdapat hutan kerangas dan di lantai hutannya terdapat jenis tumbuhan pemakan serangga seperti kantong semar (Nepenthes sp.). Hutan rawa gambut yang tumbuhannya memiliki akar lutut, dan akar nafas yang mencuat dari permukaan air, ditemukan di bagian tengah kawasan dan di tepi beberapa sungai. Di sepanjang tepi semua sungai di kawasan ini terdapat hutan rawa air tawar (aluvial) dengan jenis tumbuhan yang kompleks termasuk jenis tumbuhan merambat berkayu yang besar dan kecil, epifit dan paku-pakuan dalam jumlah besar. Di daerah Utara menuju Selatan kawasan, terdapat belukar yang luas yang merupakan areal bekas tebangan dan kebakaran.

Tumbuhan di daerah hulu Sungai Sekonyer terdiri atas hutan rawa yang didominasi oleh Pandanus sp. dan bentangan (bakung) yang mengapung, seperti Crinum sp. Hutan bakau (mangrove) yang berada di daerah pantai, dan payau yang berada di muara sungai, tedapat nipah yang merupakan tumbuhan asli setempat. Nipah tumbuh meluas sampai ke pedalaman sepanjang sungai. Di daerah pesisir pada pantai-pantai berpasir, banyak ditumbuhi tumbuhan marga Casuarina, Pandanus, Podocarpus, Scaevola dan Barringtonia.

4.3.2 Fauna

Kawasan Taman Nasional Tanjung Puting dihuni oleh sekitar 38 jenis mamalia. Jenis-jenis tersebut antara lain tupai (Tapala spp.), tikus (Echinoserex

gymnurus), kumbang tando (Cycephalus variegates), Tarsius (Tarsius bancanus), kukang (Nycticebus coucang), kera ekor panjang (Macaca fascicularis), beruk (Macaca nemestrina), kelasi (Presbytis rubicunda), lutung (Presbytis cristata), bekantan (Nasalis larvatus), owa-owa (Hylobates agilis), orangutan (Pongo pygmaeus), trenggiling (Manis javanica), bajing (Ratuva affinis), landak (Hystrix brachyura), beruang madu (Helarctos malayanus), berang-berang (Lutra sp), musang (Matres flavigula), kucing batu (Felis bengalensis), macan dahan (Neofelis nebulosa), babi hutan (Sus barbatus), kancil (Tragulus javanicus), kijang (Muntiacus muntjak) dan mamalia air tawar yaitu ikan duyung (Dugong dugon)

Meskipun observasi paling akhir menunjukkan hanya 3,5% dari jenis burung yang ada di Tanjung Puting endemik, akan tetapi Tanjung Puting secara khusus sangat penting bagi populasi ekstensif dan keanekaragaman burung yang ada di sana, yang mendiami habitat dataran rendah yang sangat luas, serta tidak dijumpai di tempat lain manapun. Daftar awal (preliminary list) mencatat 200 jenis burung hidup di kawasan taman nasional ini. Beberapa jenis yang telah tercatat misalnya "the bornean Bristlehead" atau "bald headed wood shrike" (Pityariasis gymnocephala), dinyatakan jarang ditemukan di tempat lain di Kalimantan. Beberapa jenis lainnya, bahkan termasuk jenis yang terancam punah.

Jenis burung yang paling penting di Taman Nasional Tanjung Puting adalah sindanglawe atau storm's stork (Ciconia stormii), yang dinyatakan termasuk dari 20 jenis burung bangau yang paling langka di dunia serta dimasukkan ke dalam kategori terancam kepunahan oleh IUCN. Dikenal sebagai burung soliter di hutan primer yang lebat dan rawa-rawa, sindanglawe sering terlihat baik "sendirian" maupun dalam kelompok, di tepian sungai-sungai yang banyak terdapat di Tanjung Puting, bahkan pada tengah hari. Dibanding dengan kawasan lain di Indonesia, Tanjung Puting mungkin dapat dikatakan yang memiliki densitas paling besar. Sifat ekologis burung ini sangat mirip dengan bangau hitam (Ciconia nigra) yang sering memadati hutan primer di Eurasia dan daerah jelajah jenis burung ini "simpatrik" dengan "wolly-necked stork" (Ciconia episcopus) yang tampaknya berafiliasi dengan daerah-daerah terbuka. Tidak

banyak diketahui mengenai makanan sindanglawe ini, namun dikatakan bahwa cacing dan katak termasuk dalam daftar menunya.

Beberapa jenis burung, terutama yang sebarannya luas atau yang mempunyai habitat di hutan rawa dapat ditemukan di Danau Burung yang berlokasi di dekat Sungai Buluh Besar. Antara lain bultok kecil (Megalaima australis), walet pantat kelabu (Collocalia fuciphaga), tepekong kecil (Hemiprocne comata), lelayang pasifik (Hirundo tahitica), kutilang hitam putih (Pycnonotus melanoleucos), kutilang emas (Pycnonotus atriceps), pernah teridentifikasi di Danau Burung.

Beberapa tahun silam di Danau Burung juga tercatat keberadaan burung air, bahkan menjadi surga bagi burung air. Tidak mengherankan jika jumlahnya dapat mencapai ribuan dan membentuk koloni besar. Burung-burung tersebut terdiri atas lima jenis yang berbeda, yaitu Egretta alba, Anhinga melanogaster, Ardea purpurea, Nycticorax nycticorax, dan satu jenis "cormorant". Satu jenis burung, yaitu Egretta garzetta di Tanjung Puting hanya dapat ditemukan di Danau Burung saja. Akan tetapi, akibat kebakaran hutan, eksploitasi hutan, dan eksploitasi ikan yang menjadi makanan burung tersebut, saat ini sangat sulit menemukan burung-burung air tersebut di Danau Burung.

Beberapa jenis elang juga telah teridentifikasi di kawasan Taman Nasional Tanjung Puting seperti elang laut perut putih, elang bondol, 'black kite', elang hitam, dan 'changeable hawk eagle'. Pada jenis elang laut perut putih (Haliaetus leucogaster), spesies ini hanya terdapat atau teragregasi di wilayah batas-batas terdepan pantai. Selama pemantauan di Tanjung Puting dan sekitarnya, elang laut perut putih termasuk sarangnya terdistribusi di wilayah perifer pantai dengan laut. Karakter pemilihan habitat disebabkan oleh pola makan spesies tersebut yang hampir 100 % diambil dari laut (ikan, kerang dan ketam) dan hanya ada satu catatan sekitar 500 m dari tepi pantai di Sungai Sinthuk, Desa Kapitan, bertengger berpasangan dan diperkirakan terdapat sarang elang laut perut putih di kawasan tersebut. Pada elang bondol (Haliastur indus), spesies ini terdistribusi random artinya dapat dijumpai di wilayah pesisir pantai sampai ke dalam radius 1000 m

dari pantai. Tetapi, spesies ini juga dapat dijumpai sampai ke pelosok-pelosok hutan kecuali di wilayah pegunungan.

Berikut beberapa jenis burung lainnya yang dapat ditemukan di Taman Nasional Tanjung Puting, antara lain cangak besar (Ardea sumatrana), bletok rawa (Buloridos striatus), tamtoma kedondong hitam (Dupeter flapicolis), bangau tongtong (Leptoptilos javanicus), belibis pohon (Dendrocyna arcuata), alap-alap kelelawar (Machaerthampus alcinus), alap-alap Asia (Pernis ptylorhynchus), elang bondol (Haliastur Indus), alap-alap sisko (Accipiter trivigatus), alap-alap Jepang kancil (Accipiter gularis), elang garuda hitam (Ictinaetus malayanus), elang hitam kepala kerbau (Icthyophaga ichthyaetus), elang ikan kecil (Icthyophaga nana), baca (Spilornis cheela), elang belalang (Microhierax fringillarius), puyuh mahkota (Rollulus routroul), blelang sempidan (Lophura erythrophithaima), kuau bolwer (Lophura bulweri), kuau melayu (Polypiectron malacenses), kuau besar (Argusianus argus), trulek pasifik (Pluvialis dominica), trinil batis merah (Tringa tetanus), camar hitam sayap putih (Chlidonias leocopterus), rangkong kode (Anorrhinus galeritus), rangkong tahun (Rhiticeros corugatus), dan rangkong badak (Buceros rhinoceros).

Selain satwaliar diatas terdapat juga herpetofauna, namun karena jenis satwaliar ini kurang populer di Taman Nasional Tanjung Puting sehingga catatan mengenai keberadaan hewan ini pun masih sangat terbatas. Akan tetapi, paling tidak terdapat beberapa jenis reptil yang berhasil teridentifikasi, yaitu buaya sinyong supit (Tomistoma schlegel), buaya muara (Crocodilus porosus), bidawang (Trionyx cartilaganeus), ular sawa (Python reticulates), ular sendok (Naja-naja), kura-kura (Testuda emys) dan biawak (Varanus salvator). Beberapa jenis amphibi, sebetulnya terdapat di kawasan Taman Nasional Tanjung Puting, tetapi observasi dan identifikasi terhadap amphibi belum pernah dilakukan.

Beberapa jenis ikan juga telah teridentifikasi, mulai dari ikan yang biasa dikonsumsi masyarakat seperti lais, toman, seluang, bakut, dan sebagainya, sampai jenis ikan hias, seperti ikan arwana. Ikan arwana dengan penampilannya yang begitu indah dan mempesona telah mengundang orang-orang tertentu untuk menangkap, kemudian menjualnya. Harganya yang tinggi di pasaran, membuat

bisnis penjualan ikan arwana menjadi sesuatu yang menjanjikan. Tidak mengherankan jika keberadaan ikan arwana semakin terancam, bukan hanya karena eksploitasi terhadap jenis ikan ini, melainkan juga karena pencemaran sungai oleh limbah penambangan emas yang kerap kali terjadi.

4.4 Aksesibilitas

Cara terbaik menuju Taman Nasional Tanjung Puting adalah melalui Kumai, kota kecamatan dan pelabuhan laut yang terletak 15 km dari Pangkalan Bun (Ibukota Kabupaten Kotawaringin Barat). Di Pangkalan Bun terdapat bandar udara yang menghubungkan ke kota-kota Ketapang, Palangka Raya, Sampit, Banjarmasin dan Semarang. Dari Pangkalan Bun ke Kumai pengunjung dapat memakai taksi umum atau taksi carteran. Kumai juga dapat dicapai dengan kapal laut PELNI (Krakatau, Bukit Raya, dan Lawit) dari Semarang, Surabaya dan Banjarmasin. Untuk mencapai lokasi kawasan Taman Nasional Tanjung Puting dari Kumai dapat menggunakan Klotok atau Speed Boat.

                       

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

Dokumen terkait