• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III KEADAAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT LINGKUNGAN 11

3.2 Kondisi Ekonomi

Pada tahun 1986, mata pencaharian masyarakat lingkungan 11 beragam mata pencaharian seperti pegawai negeri, pegawai swasta, wiraswasta seperti pedagang, dan sebagainya. Pada tahun 1986 ini masih banyak wanita-wanita yang hanya menjadi ibu rumah tangga yang selalu mengurus rumah, suami dan anak-anak.

Sejak berdirinya pajak Jahe di Perumnas Simalingkar A ini kondisi ekonomi masyarakat Perumnas Simalingkar A khususnya di lingkungan 11 sudah semakin baik. Banyak masyarakat dari lingkungan 11 ini yang berdagang di pajak Jahe ini karena pajak Jahe ini dekat dengan lingkungan 11, misalnya berdagang sayuran, sembako, dagang pakaian baru maupun bekas, dan penjahit.

Mata pencaharian sebagai penarik becak juga sudah ada di lingkungan 11 ini karena pada waktu itu angkutan kota belum banyak yang beroperasi ke daerah Perumnas Simalingkar A. Banyak para penarik becak yang mencari penumpang di pajak Jahe maupun di pangkalan becak di sekitaran jalan Cengkeh Raya. Penumpang dikenakan tarif sesuai jauh jarak tempuh yang dituju, sistem tawar-menawar tarif becakpun berlaku sesuai dengan kesepakatan antara penumpang dan penarik becak.

Dari hasil wawancara yang dilakukan penulis dengan penarik becak, bahwa tarif becak yang dibuat yaitu jika penumpang naik dari pajak Jahe menuju Cengkeh bisa mencapai

Rp 1000,-. Umumnya masyarakat Cengkeh yang naik becak setelah pulang berbelanja itu memiliki belanjaan yang banyak. Jika penumpangnya dari pajak Jahe menuju ke simpang Perumnas Simalingkar A tarifnya bisa mencapai Rp 3000,-.28

Mata pencaharian pijat refleksi sudah ada pada tahun 1986 ini. Pijat refleksi ini sering disebut dengan tukang kusuk. Tukang kusuk ini kebanyakan dilakukan oleh para wanita (istri), laki-laki (suami) juga ada namun sedikit. Tukang kusuk ini bersedia di panggil ke rumah jika orang yang sakit itu tidak mampu datang kerumah tukang kusuk untuk berobat. Dalam hal kusuk-mengkusuk ini tidak semua orang pintar mengkusuk, tidak boleh sembarangan karena akan berbahaya bagi kesehatan. Tarif sekali mengkusuk pada tahun 1986 masih sekita Rp. 3000,- pada waktu itu.

Selain penduduk lingkungan 11 yang menarik becak di perumnas ini, penarik becak dari lingkungan lain bahkan dari luar Perumnas Simalingkar A juga ada bermata pencaharian sebagai penarik becak tetapi tidak banyak.

29

Mata pencaharian Penjahit juga ada di lingkungan 11 ini, mereka banyak yang membuka toko jahit di pajak Jahe ini, bisa menempah maupun mengecilkan pakaian. Para penjual pakaian bekas banyak yang mengecilkan maupun menjahit pakaian yang rusak ke tukang jahit ini. Dari hasil wawancara yang dilakukan Penulis dengan tukang jahit yang ada di pajak Jahe ini, mereka sudah bekerja sejak tahun 1990. Setahun sesudah pajak Jahe dibangun. Ini dikarenakan, mereka ingin melihat apakah pajak Jahe ini banyak pengunjung atau tidak. Jika pengunjung pajak Jahe ini ramai maka mereka membuka toko jahit di pajak

28

Wawancara dengan Bapak Budi, Penarik Becak, Lingkungan 11 Perumnas Simalingkar A, 10 Februari 2013.

29

ini. Setiap toko yang ada di pajak Jahe ini dikenakan sewa toko sebesar Rp. 10.000,- pada tahun 1990.30

Tanah yang mereka gunakan untuk bercocok tanam, berada di wilayah Perumnas Simalingkar A maupun di luar. Jika diluar Perumnas Simalingkar A ini, para pencocok tanam ini banyak yang hanya 2 hari maupun seminggu sekali bercocok tanam. Misalnya saja padi Penduduk lingkungan 11 yang bermata pencaharian Penjahit ini, selain membuka toko jahit di pajak Jahe juga ada yang menerima jahitan di rumah saja, ini dikarenakan mahalnya uang sewa toko di pajak Jahe tersebut. Kebanyakan penjahit di lingkungan 11 ini adalah wanita (istri). Para istriikut membantu kepala keluarga (suami) dalam mencari nafkah agar kebutuhan mereka dapat terpenuhi, karena selain biaya untuk makan sehari-hari juga untuk memenuhi kebutuhan anak-anak mereka dalam menempuh pendidikan.

Mata pencaharian Pegawai Negeri juga ada sekitar 15%. Gaji mereka pada tahun 1986 hanya Rp 55.000,00-. Dengan gaji hanya Rp 55.000,00- banyak Pegawai Negeri ini mencari nafkah sampingan seperti bercocok tanam, menanam padi, jagung, sayuran dan lain sebagainya agar kebutuhan mereka dapat terpenuhi. Tanah yang mereka gunakan untuk bercocok tanam ini ada yang di beli maupun disewa dari pemilik tanah. Uang sewa yang diberikan tergantung kesepakatan antara pemilik tanah maupun penyewa tanah. Sistem pembayaran sewa tanah ini ada yang diberikan dalam bentuk uang tunai maupun dalam bentuk hasil tanaman padi maupun jagung. Jika dalam bentuk hasil tanaman, penyewa tanah bisa memberi hasil tanaman sampai 5 goni hasil tanaman kepada pemilik tanah. Biaya sewa tanah yang seperti ini biasanya hanya untuk tanaman padi maupun jagung. Pembayaran sewa tanah dalam bentuk tanaman sayuran tidak berlaku, ini disebabkan harga sayur yang tidak besar.

30

dan jagung, tanaman ini tidak harus dilihat terus-meneruspertumbuhannya asalkan air di sekitar sawah tercukupi. Tanaman padi ini tidak ada di sekitar Perumnas Simalingkar A karena tidak ada lagi lahan untuk bercocok tanam padi.31

31

Wawancara dengan bapak K. Simbolon, penduduk, Lingkungan 11 Perumnas Simalingkar A, 16 Hasil panen ada yang langsung di jual dalam bentuk padi basah maupun kering. Hasil panen ini tidak dibawa pulang ke rumah yang ada di lingkungan 11 Perumnas Simalingkar A karena daerah persawahan yang cukup jauh dan tidak ada tempat (gudang) penyimpanan padi. Pekarangan halaman pun tidak cukup luas dalam penjemuran padi.

Mata pencaharian pokok masyarakat lingkungan 11 juga ada yang bermata pencaharian Petani. Suami bertani sedangkan Istri berdagang, kepala rumah tangga yang bermata pencaharian pokok Petani ini sering jarang pulang ke rumah mereka yang ada di lingkungan 11 Perumnas Simalingkar, ini karena lahan tanah persawahan jauh dari tempat tinggal mereka. Petani ini pulang ke rumah mereka di lingkungan 11 Perumnas Simalingkar ini jika aktivitas bercocok tanam mereka di sawah tidak begitu padat, misalnya sudah selesai penanaman bibit. Jika bibit padi sudah selesai ditanam, Petani sudah bebas untuk pulang ke rumah mereka dan berkumpul bersama keluarga. Kalaupun mereka pergi ke sawah, mereka hanya sekedar mengontrol air yang ada di sawah dan juga apabila benih padi sudah mulai keluar, petani harus siap siaga merawat padi yang mereka tanam agar benih padi yang keluar itu tidak dimakan burung maupun tikus sawah. Istri di rumah berdagang dan membuka toko demi membantu kepala rumah tangga (suami) dalam mencari nafkah, yang dijual seperti makanan ringan, sembako dan lain sebagainya walaupun dalam jumlah barang yang sedikit maupun banyak. Pengaruh orangtua yang jarang pulang sangat besar pengaruhnya dengan ikatan kedekatan dengan anak-anak selain itu pengaruh pada keakraban sesama tetangga.

Mata pencaharian masyarakat lingkungan 11 Perumnas Simalingkar A ada juga yang berdagang di rumah. Menurut hasil wawancara Penulis dengan pedagang ini, mereka (suami dan istri) memenuhi kebutuhan hidup hanya dengan berdagang sembako di rumah saja. Jika pagi hari pedagang ini menjual sayuran, ikan dan lain sebagainya. Banyak ibu (istri) yang berbelanja di warung ini, dikarenakan mereka malas ke pajak Jahe dan ada juga yang tidak memiliki waktu yang cukup untuk berbelanja di pajak Jahe. Harga ikan, sayur dan lain sebagainya juga tidak begitu mahal, hampir sama dengan harga yang dijual di pajak Jahe. Mereka kebanyakan hanya mengambil untung Rp 500,- sampai dengan Rp 1000,-, diwarung ini terjalin komunikasi yang baik, bahkan jika sudah sering berbelanja di warung ini, pedagang sudah mempercayakan orang-orang yang berbelanja untuk mengutang di warung ini, kalaupun ada yang mengutang tidak begitu lama sudah dibayar. 32

Mata pencaharian masyarakat lingkungan 11 lainnya yaitu pertukangan, tukang ini bekerja dalam pembuatan rumah-rumah yang ada di Perumnas Simalingkar A. Gaji yang didapat di buat untuk membayar kredit rumah di lingkungan 11 ini. Walaupun sudah habis masa pembangunan unit rumah pada tahun 2000, tukang ini terus bekerja sebagai tukang. Tukang ini diperlukan untuk membantu orang-orang apabila terjadi kerusakan dalam rumah mereka, misalnya atap rumah yang bocor, dinding yang rusak, memperbesar keadaan rumah dan lain sebagainya. Dalam hal pertukangan, tukang memiliki jabatan-jabatan yaitu kepala tukang, dan anak buah tukang. Tarif yang diberikan berbeda antara bos tukang dan anak buah tukang. Tarif bos tukang jauh lebih besar dari pada anak buah tukang. Gaji bos tukangnya pada waktu itu sebesar Rp. 30.000,-. Bahan-bahan bangunan yang diperlukan disediakan langsung oleh si pemilik rumah yang hendak memperbaiki rumahnya. Kalau pun misalnya Berdagang sembako, sayur dan ikan ini ada di jalan Teh dan Sawit sedangkan di jalan Cengkeh tidak ada, ini dikarenakan jalan Cengkeh ini berdekatan sekali dengan pajak Jahe.

32

Wawancara dengan Bapak Peris Karo-karo, Pedagang, Lingkungan 11 Perumnas Simalingkar, 12 Februari 2013.

pemilik rumah tidak mau ambil pusing tentang bahan-bahannya, si pemilik rumah bisa memesan atau menyuruh tukang untuk membelinya.33

Mata pencaharian menentukan status sosial dimasyarakat lingkungan 11 Perumnas Simalingkar A, karena semakin banyaknya hasil pendapatan maka status sosial akan berbeda namun tidak membuat masyarakat tersebut semakin sombong hanya saja frekuensi interaksi sesama anggota lingkungan semakin berkurang demi meningkatkan taraf hidup keluarga (perekonomian keluarga). Masyarakat yang sadar diri akan kebutuhan sesama, maka secara langsung akan mengikuti kegiatan-kegiatan yang ada disekitar lingkungan tinggal mereka karena rasa peduli yang cukup tinggi, dibandingkan dengan lingkungan lain yang ada disekitar lingkungan 11 Perumnas Simalingkar A ini disebabkan alasan-alasaan yang berbeda. Tidak banyak juga yang lebih memilih untuk tetap tinggal dirumah meskipun hari libur karena kesibukan yang padat disetiap hari. Pekerjaan menjadi alasan untuk tidak berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya, ada pula yang ingin keluar rumah hanya untuk refresing (mencari suasana baru).

Mata pencaharian juga ditentukan dari pendidikan yang maju, sehingga ada kemauan yang besar untuk melengkapi kebutuhan keluarga, keinginan supaya anak-anak sekolah tinggi. Dalam hal ini masih terlihat jelas adanya perbedaan kualitas pendidikan antar suku. Misalnya suku batak tingkat pendidikannya masih lebih tinggi dibandingkan suku yang lain di sekitar lingkungan 11 Perumnas Simalingkar A. Jika tingkat pendidikan orang itu sudah tinggi, maka mata pencaharian mereka juga sudah meningkat, karena mareka sudah memiliki bekal ijazah untuk mencari pekerjaan di Perusahaan.

BAB IV

KEHIDUPAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT LINGKUNGAN 11 KELURAHAN MANGGA PERUMNAS SIMALINGKAR A MEDAN

(2000)

Dokumen terkait