• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kondisi Eksisting Pengembangan Drainase

2012 2013 2014 Data Sanitasi Off Site

B. Kondisi Eksisting Pengembangan Drainase

Pengelolaan sistem jaringan drainase perkotaan hingga saat ini belum seoptimal seperti yang diharapkan. Sehingga penanganan sistem drainase perkotaan kaitannya dengan penanganan banjir perkotaan akan memerlukan kajian khusus untuk mengetahui faktor-faktor penyebab terjadinya banjir perkotaan dan kajian karakteristik lingkungan yang diduga berpengaruh terhadap masalah banjir perkotaan. Sebab pada dasarnya sistem drainase perkotaan selain berfungsi untuk mengalirkan air permukaan, menerima air hujan, dan mengalirkan air buangan rumah tangga, dan industri kecil.

Kebutuhan pengembangan drainase berdasarkan skenario penanganannya lebih ditekankan pada penanganan terhadap kondisi fisik sistem jaringan drainase yang ada, permasalahan terhadap banjir perkotaan dan masalah daerah-daerah genangan yang diakibatkan oleh sering meluapnya aliran air permukaan.

Fungsi jaringan drainase digunakan sebagai sarana untuk mengalirkan air hujan (run off) maupun air buangan rumah tangga. Jaringan drainase yang tersedia di kawasan perkotaan Sinjai terdiri dari saluran primer, sekunder, dan tersier dengan kondisi konstruksi permanen, semi permanen, dan tanah. Kondisi eksisting saluran drainase yang ada di kawasan perkotaan Sinjai secara umum berupa

saluran terbuka, dan belum tertata dalam sebuah sistem jaringan drainase terpadu kota. Dimana sebagian saluran drainase yang terbangun belum memenuhi kriteria teknis, seperti beberapa saluran yang belum jelas arah pengaliran maupun pembuangan akhirnya (outlet). Beberapa saluran lainnya telah tersedimentasi cukup tinggi, serta di tumbuhi oleh tumbuhan liar dalam saluran.

1. Aspek Teknis

Dengan pertumbuhan penduduk dan kebutuhan prasarana dan sarana perkotaan yang semakin berkembang dan meningkat di kab. Sinjai , maka areal yang tadinya merupakan ruang terbuka dan secara tidak langsung menjadi daerah genangan terutama pada musim hujan menyebabkan daya tampung drainase yang ada tidak lagi mempu menyalurkan air buangan berupa air hujan terutama jika kejadiannya bersamaan dengan naiknya air pasang maka akan menimbulkan banjir pada daerah kota.

Cakupan pelayanan sistem drainase dapat dikelompokkan dalam 2 kategori yaitu, kurang memadai (<20 %), sedang kategori 40 % cukup memadai dan 60 % tidak memadai.

Tabel 8.17. Kondisi Eksisting Pengembangan Drainase Kabupaten Sinjai

No Tahun Anggaran Jumlah Kumulatif penduduk yang rumahnya terlayani sistem Drainase (jiwa) Jumlah Kumulatif Masyarakat Seluruh Kota (jiwa) Jumlah luasan daerah yang masih tergenang (2 jam setelah hujan masih terendam >30 cm (Ha) luas daerah Rawan Genangan (Ha) SPM Tingkat Pelayanan Jaringan Drainase (%) SPM Pengurangan Luas Genangan (%) 1 2014 23.649,70 236.497 2 10 10 20 2 2015 47.623,81 238.119 2,5 10 20 25

2. Pendanaan

Pembangunan drainase tidak memberikan keuntungan secara langsung kepada masyarakat, sehingga sulit dilakukan secra mandiri/swadaya kecuali yang sifatnya sangat sederhana bahkan di daerah kota masyarakat cenderung acuh dan kurang peduli, sehingga otomatis pembangunan drainase menjadi tugas pemerintah namun disisi pemeliharaan bisa saja dilakukan secara patisipasi oleh masyarakat.

3. Kelembagaan

Secara umum organisasi pengelola prasarana dan sarana perkotaan terdiri dari tiga tingkatan,yaitu eksekutif atau direktur,manajer menengah dan operator.Disamping itu diperlukan tingkat keempat sebagai penentu kebijakan,yaitu pemegang otoritas.masing-masing tingkatan ,dari puncak sampai bawah memerlukan perencana untuk bekerja. Rencana meliputi visi,misi,tujuan,obyektif,dan rencana kerja. Fungsi akuntabilitas didasarkan pada rencana ini dan evaluasi dilakukan pada tingkat kesuksesan pelaksanaan rencana tersebut.

Organisasi atau lembaga pengelola prasarana dan sarana pengendalian banjir diperkotaan harus dibentuk,tidak hanya pada kawasan perkotaan saja,tetapi juga diseluruh daerah tangkapan air dan kawasan perairan pantai dimana sumber persalahan berasal.Institusi ini mempunyai tanggung jawab mengendalikan peningkatan debit dari daerah hulu dengan jalan menurunkan aliran permukaan dan meregulasi debit puncak melalui berbagai macam cara dan bertanggung jawab untuk mengendalikan pengambilan air tanah yang berdmpak pada amblesan tanah (land subsidence).

Disamping itu ,lembaga ini juga bertanggung jawab terhadap pengembangan rencana dan program,persiapan dan implementasi sistem pembangunan ,melakukan operasi dan pemeliharaan ,manajemen

keuangan ,dan menjaga sistem pendukung pengambilan keputusan (Decision Support System = DSS).

DSS adalah sistem yang mengorganisasi proses,analisis,dan pengiriman informasi yang diperlukan dalam pengambilan keputusan.Struktur utam DSS diperlihatkan pada gambar 4.10,yang menggambarkan aliran permintaan untuk mendukung keputusan dari pengambil keputusan kepada staf pendukung.Dua aktifitas utama dalam DSS ,yaitu mengola data dan memepelajari alternatif,dan kegiatan mengkonversi data atau informasi menjadi pengetahuan yang sangat bermanfaat dalam pengambilan keputusan.Sehingga peran DSS adalah membawa data dan hasil studi,jika diperlukan dengan menggunakan model,untuk menghasilkan pendukung keputusan.Jika ini berhasil akan memuat mengenai semua kategori informasi yang diperlukan,termasuk data mentah,studi model,pendapat,dan hasil analisis.

4. Peraturan Perundangan

Untuk dapat melaksanakan konsep penanganan banjir seara konprehensif berdasakan paradigma manajemmen air diiperlukan seperangkat peraturan. Dalam peraturan tersebut harus meliputi filosofi manajemen air (khususnya air hujan) dan implementasinya kedalam pendekatan teknis, susunan institusi, finansial, perilaku masyarakat yang diharapkan dan sanksi terhadap pihak-pihak yang melanggar Peraturan harus disusun sedemikian rupa sehingga mudah dipahami oleh pengelola dan masyarakat yang menjadi stakeholder.

5. Peran Serta Masyarakat dan Swasta

Untuk meningkatkan keterlibatan dan rasa memiliki masyarakat terhadap fasilitas yang akan dikembangkan perlu diperhatikan aspek sosial budaya masyarakat setempat. Hal ini perlu untuk menghidari terjadinya pertentangan tujuan antara kehendak pemerintah danmasyarakat. Juga

untuk menghilangkan kesan bahwa fasilitas yang dibangun semata-mata untuk pemerintah, sehingga masyarakat tidak peduli dengan keberhasilannya. Oleh karena itu perlu adanya pendekatan dan sosialisasi yang terus-menerus sebelum proyek dilaksanakan. Masyarakat perlu dilibatkan pada setiap tahap kegiatan pembangunan, mulai dari perumusan gagasan, perencanaan, pelaksanaan, sampai operasi dan pemeliharaan.