• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kondisi Eksisting Permukiman Perdesaan, Permukiman Nelayan, Rawan Bencana, Perbatasan, dan Pulau Kecil

LAYAK TIDAK LAYAK LAYAK

7.1.2. Kondisi Eksisting Permukiman Perdesaan, Permukiman Nelayan, Rawan Bencana, Perbatasan, dan Pulau Kecil

Aspek kebencanaan dapat mempengaruhi perencanaan tata ruang suatu wilayah. Tata Ruang sebagai salah satu bentukan dari perencanaan wilayah memiliki beberapa tujuan antara lain mewujudkan keharmonisan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan, serta mewujudkan perlindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang. Tata ruang secara khusus memiliki kemampuan untuk mengurangi kerentanan yang terdapat di dalam suatu wilayah. Tahapan tersebut dimulai dari tahap perencanaan, pemanfaatan, hingga pengendalian. Berbagai tahapan tersebut secara tidak langsung memang diarahkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pengernbangan suatu sektor ekonomi, namun tetap selaras dengan kondisi lingkungan dengan maksud menghindari dampak-dampak negatif yang mungkin terjadi dari pengembangan ekonomi terhadap kondisi lingkungan.

Penyusunan Rencana Program Investasi Jangka Menengah (RPIJM) Kabupaten Wonogiri Semenjak Undang-Undang Penataan Ruang No. 26 Tahun 2007 menggantikan UU No. 24 Tahun 1992, mitigasi bencana menjadi suatu aspek yang lebih diperhatikan. Didalam undang-undang ini dijelaskan bahwa penataan ruang wajib memperhatikan aspek kebencanaan yang berada di dalam suatu daerah dengan mengintegrasikan mitigasi bencana ke dalam rencana tata ruangnya tersebut. Berbagai kawasan rawan bencana alam seperti kawasan rawan letusan gunung berapi, kawasan rawan gempa bumi, kawasan rawan tanah longsor, dan lainnya diarahkan menjadi suatu kawasan lindung.

7.1.2.1. Kawasan Permukiman Rawan Bencana

Bencana tanah longsor terjadi karena proses alamiah dalam perubahan struktur muka bumi, yang dapat dipicu oleh beberapa faktor penyebab yaitu :

a) Fenomena alam, seperti curah hujan, tata air tanah, struktur geologi, dan

b) Aktivitas manusia (Proses Man-Made) yang tidak terkendali dalam mengeksploitasi alam, yang mengakibatkan kondisi alam dan lingkungan menjadi rusak. Faktor aktivitas manusia yang menyebabkan tanah longsor antara lain adalah lereng yang ditanami dengan tanaman yang tidak sesuai, pola tanam yang sejajar dengan kontur lereng, pemotongan lereng untuk pemanfaatan tertentu tanpa pertimbangan kestabilan lereng, sistem drainase tidak memadai, serta pembangunan konstruksi dengan beban yang terlalu besar. Tingkat kerawanan bencana longsor pada suatu wilayah ditetapkan berdasarkan kajian atau evaluasi terhadap faktor alam tersebut, pemanfaatan lereng atau penggunaan lahan, kepadatan penduduk, dan kesiapan penduduk dalam mengantisipasi bencana longsor.

Berdasarkan Peta Bencana Tanah Longsor Kabupaten Wonogiri terdiri dari berbagai tingkat kerawanan longsor. Tingkat kerawanan longsor tinggi hingga sangat tinggi antara lain berada di sebagian Kecamatan Karangtengah, Batuwarno, Tirtomoyo, Nguntoronadi, Kismantoro, Bulukerto, dan Puhpelem. Sementara itu, derah lain yang ditetapkan sebagai kawasan rawan bencana longsor menurut RTRW Kabupaten Wonogiri antara lain adalah sebagian Kecamatan Manyaran, Giriwoyo, slogohimo, Jatiroto, Jatipurno, Girimarto, Jatisrono, Paranggupito, dan Purwantoro. Sebagian dari daerah tersebut berada dalam kelas kerawanan longsor cukup rawan. Pada umumnya kawasan rawan bencana longsor dicirikan dengan curah hujan rata-rata yang tinggi, perbukitan dan pegunungan dengan lereng lebih dari 20%, serta jenis tanah dengan kembang kerut yang tinggi, dan material batuan yang mudah terombak. Peta kemringan lereng Kabupaten Wonogiri menunjukkan daerah-daerah dengan kerawanan longsor tinggi hingga sangat tinggi memiliki kemiringan lereng antara 15-40% dan >40%. Selain itu, peta morfologi juga menunjukkan bahwa daerah dengan kerawanan longsor yang tinggi hingga sangat tinggi berada pada bentuk lahan lereng perbukitan denudasional. Bentuk lahan ini terbentuk karena

Penyusunan Rencana Program Investasi Jangka Menengah (RPIJM) Kabupaten Wonogiri proses denudasi yang terdiri dari dua proses utama yaitu pelapukan dan perpindahan material dari lereng atas ke lereng di bawahnya oleh proses erosi dan gerak massa batuan (mass

wasting). Proses-proses tersebut yang menyebabkan daerah ini rawan oleh gerakan tanah yang

berupa rayapan tanah (creep), mud flow, debris avalanche, rock fall, landslide, dan lain-lain.

7.1.2.2. Kawasan Rawan Bencana Banjir

Kabupaten Wonogiri merupakan bagian hulu dari DAS Bengawan Solo. Berdasarkan Peta

Bencana Banjir Kabupaten Wonogiri menurut RTRW, daerah dengan tingkat kerawanan tinggi hingga sangat tinggi merupakan daerah yang dekat dengan aliran sungai. Selain itu daerah

tersebut memiliki kemiringan lereng datar hingga landai yaitu antara 0-5% maupun berupa

cekungan. Daerah yang rawan bencana banjir antara lain adalah sebagian Kecamatan

Manyaran, Wonogiri, Selogiri, Wuryantoro, Baturetno, Tirtomoyo, dan Eromoko. Selain

daerah-daerah tersebut, sebagian Kecamatan Giriwoyo, Slogohimo, Jatipurno, Girimarto,

Jatisrono, Nguntoronadi, Sidoharjo, dan Pracimantoro juga termasuk kawasan rawan

bencana banjirmenurut RTRW Kabupaten Wonogiri yang ditunjukkan oleh tingkat kerawanan:

cukup rawan pada peta bencana banjir.

7.1.2.3. Kawasan Rawan Bencana Gempa Bumi

Kawasan rawan gempa bumi adalah kawasan yang pernah mengalami gempa bumi kemungkinan dapat mengalami bencana gempa bumi dengan tingkatan daerah-daerah berbahaya, daerah agak berbahaya dan daerah aman. Peta Gempa Bumi di Kabupaten Wonogiri menurut RTRW kabupaten merupakan daerah yang terkena dampak gempa bumi yang berpusat di sesar bupaten Bantul, DIY pada tahun 2006. Daerah yang terkena dampak antara lain sebagian Kecamatan Pracimantoro, Selogiri, Wonogiri, Wuryantoro, Eromoko, dan Giritontro.

7.1.2.4. Kawasan Rawan Bencana Kekeringan

Kawasan rawan bencana kekeringan merupakan kawasan yang berpotensi mengalami kekeringan terutama pada musim kemarau. Kawasan rawan kekeringan terdiri dari wilayah yang memiliki lahan pertanian tetapi kekurangan air dan wilayah kekurangan pemenuhan kebutuhan air minum. Sebagian besar wilayah kecamatan di Kabupaten Wonogiri berada dalam klasifikasi rawan kekeringan berdasarkan peta bencana kekeringan. Wilayah dengan tingkat kekeringan tidak rawan dan sangat tidak rawan yaitu Kecamatan Girimarto, Jatipurno, Bulukerto, dan Puhpelem. Wilayah tersebut merupakan bagian dari lereng hingga dataran kaki gunung api sehingga materialnya subur dan dapat dimanfaatkan sebagai lahan pertanian. Selain itu pada wilayah tersebut masih dijumpai adanya aliran permukaan yang

Penyusunan Rencana Program Investasi Jangka Menengah (RPIJM) Kabupaten Wonogiri berupa sungai perennial maupun musiman sehingga potensi kekeringannya rendah. Sumber air seperti air tanah dan mataair juga tersedia pada wilayah tersebut.

Dokumen terkait