• Tidak ada hasil yang ditemukan

UCAPAN TERIMA KASIH

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Kondisi Fisika dan Kimia Perairan

Parameter fisika kimia perairan yang diukur pada penelitian ini meliputi kecerahan, suhu, salinitas, oksigen terlarut (DO), ammonia (NH3-N), nitrat (NO3-

N), nitrit (NO4-N) dan ortofosfat (PO4-P). Nilai parameter fisika kimia perairan

disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Parameter fisika-kimia perairan di area transplantasi karang Pulau Karya

No. Parameter Satuan

Bulan pengamatan Baku Mutu* September 2010 Januari 2011 Mei 2011 Juli 2011 I FISIKA : 1 Kecerahan M 5 5 5 5 > 5 2 Suhu ºC 31,7 28,0 30,0 29,0 28 – 32 3 Kekeruhan NTU 3,50 0,43 0,23 0,75 <5 4 Kecepatan Arus m/s 0,12 0,15 0,20 0,09 II KIMIA : 1 Salinitas PSU 28 30 30 30 33 – 34 2 Oksigen Terlarut (DO) mg/l 7,1 6,7 7,2 - > 5 3 Ammonia (NH3-N) mg/l 0,181 0,131 0,006 0,048 <0,3 4 Nitrat (NO3-N) mg/l <0,001 0,639 <0,001 0,007 0,008 5 Ortofosfat (PO4-P) mg/l <0,010 0,013 <0,005 <0,005 0,002 *) Baku mutu menurut KepMen LH No. 51/2004 untuk Biota Laut

Salah satu faktor pembatas pertumbuhan karang adalah suhu. Perubahan suhu secara mendadak sekitar 4-60C di bawah atau di atas ambang batas dapat mengurangi pertumbuhan karang, bahkan dapat mematikan (Supriharyono 2007). Kisaran nilai suhu yang teramati di Pulau Karya berada pada kisaran nilai 28- 31,70C dan kisaran nilai tersebut termasuk dalam kisaran nilai baku mutu (28- 320C) berdasarkan KepMen LH 51/2004. Kisaran nilai suhu di lokasi penelitian sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan suhu optimal karang yang berkisar

antara 25-280C (Nybakken 1992). Meskipun begitu karang juga mampu mentolerir suhu pada kisaran 36-400C (Nybakken 1992).

Selain suhu, faktor pembatas pertumbuhan karang adalah salinitas. Kisaran nilai salinitas yang diamati pada lokasi penelitian berada pada kisaran 28- 30 PSU. Kisaran nilai salinitas yang diamati lebih rendah daripada standar baku mutu KepMen LH No.51/2004 yang berkisar 33-34 PSU. Kisaran nilai salinitas yang diamati juga lebih rendah jika dibandingkan dengan kisaran optimum salinitas pertumbuhan karang, yaitu 32-35 PSU (Nybakken 1992). Hal ini diduga oleh tingginya curah hujan di lokasi penelitian sehingga nilai salinitas dapat menurun. Rachmawati (2001) menyatakan bahwa beberapa faktor yang menyebabkan kadar salinitas menurun yaitu pasokan air tawar, badai, dan hujan. Umumnya terumbu karang tumbuh dengan baik di daerah pesisir pada salinitas 30-35 PSU meskipun terumbu karang mampu bertahan pada salinitas di luar kisaran tersebut, namun pertumbuhannya kurang baik dibanding pada salinitas normal.

Nilai pengamatan kecerahan yang diambil pada lokasi pengamatan memiliki kecerahan 100% dan kedalam lokasi penelitain berkisar 3 meter, hal ini membuat intensitas cahaya matahari 100% pada lokasi penelitian. Hal ini berarti penetrasi cahaya matahari mencapai dasar perairan sehingga alga zooxanthellae dapat melakukan proses fotosintesis dengan baik. Keadaan tersebut menunjukan kecerahan pada lokasi penelitian memiliki kecerahan yang cukup bagi terumbu karang tumbuh secara optimal.

Kisaran nilai kekeruhan di Pulau Karya diperoleh kisaran nilai antara 0,23- 3,50 NTU. Kekeruhan tertinggi terdapat pada bulan September 2010 dan yang terendah terdapat pada bulan Mei 2011. Tingginya bahan organik dan limpasan dari darat diduga menjadi penyebab tingginya nilai kekeruhan. Air keruh yang mengandung banyak lumpur atau pasir maka hewan karang akan mengalami kesulitan membersihkan dirinya. Hanya beberapa jenis yang mampu membersihkan dirinya dari endapan-endapan lumpur atau pasir yang menutupinya (Nontji 2007).

Kecepatan arus yang diperoleh selama pengamatan berkisar antara 0,09- 0,2 m/s. Arus permukaan pada musim barat berkecepatan maksimum 0,5 m/detik

dengan arah timur sampai tenggara. Pada musim timur kecepatan maksimumnya 0,5 m/detik. Gelombang laut yang terdapat pada musim barat mempunyai ketinggian antara 0,5-1,175 m dan musim timur 0,5-1,0 m (Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu 2005in Estradivari et al. 2009). Arus diperlukan oleh karang untuk mendatangkan makanan berupa plankton. Disamping itu juga untuk membersihkan diri dari endapan-endapan dan untuk mensuplai oksigen dari laut lepas. Pertumbuhan karang lebih baik ditempat airnya yang selalu teraduk daripada di perairan tenang dan terlindung (Nontji 2007).

Kadar oksigen terlarut (DO) yang diperoleh masih sesuai dengan standar baku mutu (>5 mg/l) KepMenLH No. 51/2004. Oksigen terlarut diperlukan oleh hampir semua makhluk hidup akuatik untuk proses pembakaran tubuh. Oksigen terlarut dihasilkan oleh proses fotosintesis tumbuh-tumbuhan.

Masukan nutrien yang ditambah dengan pemupukan sedimen diduga memiliki efek yang serius terhadap pertumbuhan karang (Cortes & Fisk 1992 in Koop et al. 2001). Nilai amonia yang diperoleh selama pengamatan berkisar antara 0,006-0,181 mg/l. Hal ini menunjukkan bahwa nilai amonia tersebut masih dalam batas standar baku mutu KepMen LH 51/2004, yaitu <0,3 mg/l. Kisaran nilai nutrien yang berada diatas nilai aman juga teramati pada unsur ortofosfat dan kandungan nitrat di lokasi penelitian hanya pada bulan Januari yang melebihi standar baku mutu KepMen LH No. 51/2004 (Tabel 3). Meningkatnya tingkat nutrien akibat masukan dari darat dapat menimbulkan keberadaan makroalga di sekitar terumbu karang atau dekat pantai. Pada pengamatan di lapang telah terjadi pertumbuhan makroalga. Alga yang pertama kali ditemukan pada kebanyakan area terbuka terumbu karang seringkali berupa alga hijau berfilamen yang

bertumbuh cepat dan alga biru kehijauan yang berbentuk “alga turf” yang kemudian diikuti perkembangan suksesi oleh berbagai alga lainnya (McClanahan 1997). Hal ini diduga terjadi karena kandungan nitrat dan ortophosphat di lokasi transplantasi sempat melebihi kadar baku mutu yang tercantum dalam Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 51 Tahun 2004 tentang Baku Mutu Air Laut untuk biota laut.

Kandungan nutrien dapat dilihat dari unsur nitrat, fosfat dan ammonia yang terkandung di lokasi penelitian. Dapat dikatakan bahwa di lokasi penelitian

memiliki kandungan nutrien yang tidak mendukung pertumbuhan terumbu karang. Koop et al. (2001) menyatakan tingginya tingkat nutrien memberikan efek yang besar pada tingkat organisme (meningkatnya mortalitas, mengurangi tingkat reproduksi karang).

4.2. Tingkat Pencapaian Pertumbuhan dan Laju Pertumbuhan Karang 4.2.1. Tingkat Pencapaian Pertumbuhan

Tingkat pencapaian pertumbuhan karang merupakan pertambahan ukuran karang baik panjang maupun lebar karang dari mulai pengambilan data pertama sampai pengambilan data terakhir. Pertumbuhan lebar dan tinggi akan berbeda- beda tergantung pada jenis karang, bentuk koloni dan percabangannya, ukuran awal fragmen awal, kondisi lingkungan perairan dan sifat pertumbuhan dari masing-masing spesies. Dalam penelitian ini pengambilan pertama dilakukan pada bulan September 2010 dan terakhir Juli 2011 dengan jumlah pengambilan sebanyak empat kali.

Tabel 4. Tingkat pencapaian pertumbuhan karang jenis Acropora nobilis, dan Montipora altasepta

Jenis Karang

Ukuran (mm)

Waktu Pengukuran Tingkat

Pencapaian (mm) September

2010 Januari 2011 Mei 2011 Juli 2011 A.nobilis Lebar

106,73±69,86 141,86±104,02 162,91±103,47 170,50±104,44 63,77±52,29 Tinggi 96,68±58,07 121,32±70,64 141,68±68,73 152,00±64,14 55,32 ± 30,61

M.altasepta Lebar 153,67±54,31 163,33±58,72 183,89±75,57 190,67±76,13 37,00± 26,81

Tinggi 111,67±20,68 126,56±34,54 134,11±33,31 138,33±33,57 26,67 ± 19,39

Pertumbuhan yang dicapai fragmen Acropora nobilis dari September 2010 hingga Juli 2011 tingkat pencapaian pertumbuahan Acropora nobilis adalah sebesar 63,77 ± 52,29 untuk lebar dan 55,32 ± 30,61 untuk tinggi. Hasil pengamatan tersebut menunjukkan bahwa pertumbuhan Acropora nobilis cenderung melebar. Untuk pertumbuhan yang dicapai fragmen Montipora altasepta untuk pencapain pertumbuhan adalah sebesar 37,00 ± 26,81 untuk lebar dan 26,67 ± 19,39 untuk tinggi. Hasil pengamatan tersebut menunjukan bahwa pertumbuhan Montipora altasepta cenderung melebar. Hal ini diduga karena

kebutuhan karang akan cahaya matahari untuk keperluan fotosintesis, sehingga untuk mendapatkan jumlah asupan cahaya matahari yang maksimal, maka karang itu berusaha untuk memperluas jaringan karangnya.

Gambar 4. Tingkat pencapaian pertumbuan karang jenis Acropora nobilis, dan Montipora altasepta selama pengamatan (September 2010-Juli 2011).

Selama pengamatan Acropora nobilis, memiliki pertumbuhan mutlak sebesar 55,32±30,61 mm untuk tinggi dan 63,77±52,29 mm untuk lebar (Gambar 4). Acropora nobilis merupakan karang yang memiliki bentuk pertumbuhan bercabang. Pada karang jenis Acropora nobilis di Pulau Pari, Kepulauan Seribu, Yarmanti (2002) melakukan penelitian terhadap Acropora nobilis di kedalaman 3 meter dan 10 meter selama 5 bulan. Pada kedalaman 3 meter tingkat pencapaian panjang Acropora nobilis sebesar 3,57 cm dan 5,53 cm untuk pencapain lebar. Pada kedalaman 10 meter tingkat pencapaian panjang Acropora nobilis sebesar 1,92 cm dan 1,12 cm untuk pencapaian lebar. Hal tersebut mengindikasikan karang Acropora nobilis tumbuh lebih baik pada perairan dangkal. Hasil penelitian ini juga memiliki pola pertumbuhan yang sama dengan hasil penelitian Yarmanti (2002) pada kedalaman 3 meter dimana pertumbuhan lebar lebih besar

63.77 37.00 55.32 26.67 0.00 20.00 40.00 60.00 80.00 100.00 120.00

Acropora nobilis (n=22) Montipora altasepta (n=9)

mm

daripada pertumbuhan tinggi (Yarmanti mengangapnya sebagai panjang). Penelitian lain yang juga mengenai Acropora spp yang telah dilakukan Iswara (2010) di Pulau Kelapa selama enam bulan, dari hasil penelitian tersebut didapatkan hasil pertumbuhan mutlak sebesar 59 mm untuk panjang dan 42 mm untuk tinggi.

Montipora altaseptamemiliki pertumbuhan mutlak yaitu sebesar 26,57±19,39 mm untuk tinggi dan 37±26,61 mm untuk lebar (Gambar 4). Montipora altasepta merupakan karang yang memiliki bentuk pertumbuhan bercabang. Hasil penelitian di Pulau Karya ini berbeda dengan penelitian sebelumnya. Penelitian terhadap Montipora sp oleh Bramandito (2011) menyatakan bahwa selama 6 bulan penelitian pertumbuhan Montipora sp mencapai 8,5 cm untuk tinggi dan 7,15 cm untuk panjang. Hasil penelitian ini berbeda dengan dengan hasil penelitian Bramandito (2011) dimana pertumbuhan tinggi lebih besar daripada pertumbuhan lebar (Bramandito menganggapnya sebagai panjang). Pola pertumbuhan yang berbeda ini diduga karena spesies Montipora yang berbeda, dan life form Montipora yang diteliti juga berbeda.

Pola pertumbuhan karang Acropora nobilis dan Montipora altasepta yang cenderung melebar diduga karena intensisitas cahaya yang cukup dan lokasi transplantasi karang yang dangkal yang berkisar 3 meter sehingga untuk mendapatkan jumlah asupan cahaya matahari di dapat maksimal, maka karang berusaha untuk memperluas jaringannya.

Lokasi penelitian yang berada pada zona intertidal, yaitu zona perairan yang masih dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Hal ini menyebabkan pada lokasi penelitian pengaruh pasang surut dan adanya gelombang dan arus sangat mempengaruhi pertumbuhan karang. Rachmawati (2010) menjelaskan bahwa pada daerah yang memiliki gelombang yang cukup kuat bagian ujung sebelah luar terumbu akan membentuk karang massif atau bentuk bercabang dengan cabang yang sangat tebal dan ujung yang datar. Berdasarkan hal tersebut, maka pengaruh yang diberikan oleh adanya pasang surut air laut serta adanya arus dan gelombang menyebabkan perumbuhan karang cenderung melebar.

Faktor kedalaman perairan juga mempengaruhi terhadap pola pertumbuhan karang. Menurut Nybakken (1992), pada daerah yang dangkal,

memiliki pasokan cahaya yang cukup dan terkena gelombang yang besar akan menyebabkan pertumbuhan karang mempunyai cabang yang lebih pendek dan tumpul. Kedalaman lokasi penelitian untuk kegiatan transplantasi ini cenderung dangkal dengan kedalaman yang berkisar 3 meter, sehingga pada kedalaman ini karang yang tumbuh cenderung memiliki percabangan yang pendek dan tumpul, dan pola pertumbuhan yang cenderung melebar.

4.2.2. Laju Pertumbuhan Karang

Laju pertumbuhan karang yang diukur meliputi laju pertumbuhan lebar fragmen karang dan laju pertumbuhan tinggi fragmen karang setiap pengamatan. Laju perumbuhan lebar dan tinggi dirata-ratakan untuk mendapatkan nilai laju pertumbuhan rata-rata setiap pengamatan. Laju pertumbuhan transplantasikan karang Acropora nobilis dan Montipora altasepta yang ditransplantasikan di Pulau Karya berdasarkan periode waktu, dari awal hingga akhir pengamatan disajikan pada grafik dibawah ini.

Gambar 5. Laju pertumbuhan Acropora nobilis

5.83 5.01 5.16 8.68 5.28 3.80 -5.00 0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 25.00 Sep 2010-Jan 2011(n=25) Jan 2011-Mei 2011 (n=24) Mei 2011-Juli 2011 (n=22) m m /b u la n Tinggi Lebar

Berdasarkan hasil pengamatan pada bulan September 2010–Januari 2011, pertumbuhan Acropora nobilis memiliki laju pertumbuhan lebar sebesar 8,68 mm/bulan dan 5,83 mm/bulan untuk tinggi. Pada pengamatan di bulan Januari 2011–Mei 2011 terjadi penurunan laju pertumbuhan baik lebar maupun tinggi. Untuk laju pertumbuhan karang yaitu sebesar 5,28 mm/bulan untuk pertumbuhan lebar dan 5,01 mm/bulan untuk pertumbuhan tinggi. Laju pertumbuhan Acropora nobilis kembali menurun pada bulan Mei 2011-Juli2011 yaitu 3,80 mm/bulan untuk pertumbuhan lebar dan 5,16 mm/bulan untuk pertumbuhan tinggi. Dari hasil pengamatan selama 10 bulan di dapat rata-rata pertumbuhan yang terjadi adalah 6,38 mm/bulan untuk pertumbuhan lebar dan 5,53 mm/ bulan untuk pertumbuhan tinggi.

Penelitian lain mengenai Acropora telah dilakukan oleh Iswara (2010), dari penelitian tersebut diperoleh rata-rata pertumbuhan yang terjadi adalah sebesar 19mm/2 bulan untuk panjang dan 14 mm/2 bulan. Adanya perbedaan pertumbuhan antara kedua Acropora yang ditransplantasikan diduga oleh perbedaan kondisi lingkungan perairan.

Gambar 6. Laju pertumbuhan Montipora altasepta

4.09 1.89 2.11 6.50 4.39 3.39 -5.00 0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 Sep 2010-Jan 2011 (n=11) Jan 2011-Mei 2011 (n=9) Mei 2011-Juli 2011 (n=9) m m /b u la n Tinggi Lebar

Montipora altasepta memiliki laju pertumbuhan di bulan September 2010–Januari 2011 adalah 6,50 mm/bulan untuk pertumbuhan lebar dan 4,09 mm/bulan untuk pertumbuhan tinggi. Pada pengamatan di bulan Januari 2011- Mei 2011 pertumbuhan Montipora altasepta menurun baik lebar maupun tinggi, untuk laju pertumbuhan didapat 4,39 mm/bulan untuk pertumbuhan lebar dan 1,89 mm/bulan untuk pertumbuhan tinggi. Pada bulan Mei 2011–Juli 2011 pertumbuhan Montipora altasepta kembali menurun, laju pertumbuhan adalah 3,39 mm/bulan untuk pertumbuhan lebar dan 2,11 mm/bulan untuk pertumbuhan tinggi. Dari hasil selama penelitian 10 bulan diperoleh pertumbuhan rata-rata Monipora altasepta adalah 3,70 mm/bulan untuk pertumbuhan lebar dan 2,66 mm/bulan untuk pertumbuhan tinggi.

Yudasakti (2009) dalam skripsinya menyatakan laju pertumbuhan Montipora sp di Pulau Kelapa sebesar 1,29 cm/2 bulan untuk panjang fragmen dan 0,7 cm/ 2 bulan untuk laju pertumbuhan tinggi frgamen.

Laju pertumbuhan lebar karang Acropora nobilis dan Montipora altasepta relatif menurun setiap pengamatan, sedangkan untuk pertambahan tinggi menurun pada pengamatan kedua kemudian meningkat lagi pada pengamatan ketiga. Hal ini diduga disebabkan oleh kondisi lokasi transplantasi yang kurang mendukung untuk pertumbuhan optimal dari fragmen karang tersebut. Salah satu faktor lingkungan yang memungkinkan dapat mengganggu dan menghambat dari kehidupan karang adalah sedimentasi. Sedimentasi yang tinggi pada tubuh polip dapat mengganggu proses fotosintesisyang terjadi pada polip karang dan akan menyebabkan terhambatnya pertumbuhan karang.

Pengaruh sedimen terhadap pertumbuhan binatang karang dapat secara langsung maupun tidak langsung. Sedimen dapat langsung mematikan karang, yaitu apabila sedimen tersebut ukurannya cukup besar atau banyak sehingga menutupi polip (mulut) karang (Hubbard & Pocock 1972; Bak & Elgershuizen 1976; Bak 1978; in Supriharyono 2007). Pengaruh tidak langsung adalah melalui turunnya penetrasi cahaya matahari yang penting untuk fotosintesis alga symbion karang, yaitu zooxanthellae, dan banyaknya energi yang dikeluarkan oleh binatang karang untuk menghalau sedimen tersebut, yang berakibat turunnya laju

pertumbuhan karang (Pastorok & Bilyard 1985; Supriharyono 1986; in Supriharyono 2007).

Pengaruh lain yang menyebabkan pertumbuhan dari Acropora nobilis dan Montipora altasepta menurun pada pengamatan kedua, hal ini di duga disebabkan oleh nitrat, ortofosfat yang melebihi baku mutu KepMen LH No. 51/2004 (Gambar 5). Nitrat (NO3) merupakan bentuk utama nitrogen di perairan

alami dan merupakan nutrien utama bagi pertumbuhan tanaman dan alga dan dapat dimanfaatkan secara langsung (Effendi 2003). Pada pengamatan kedua dilihat secara visual pada lokasi penelitian terdapat makroalga jenis Padina dan Halimeda. Fosfor merupakan unsur yang esensial bagi tumbuhan tingkat tinggi dan alga, sehingga unsur ini menjadi faktor pembatas bagi tumbuhan dan alga akuatik serta sangat mempengaruhi tingkat produktivitas perairan. Ortofosfat merupakan salah satu bentuk fosfor yang dapat dimanfaatkan secara langsung oleh tumbuhan akuatik. Keberadaan fosfor secara berlebihan yang disertai dengan keberadaan nitrogen di perairan dapat menstimulir ledakan pertumbuhan alga di perairan (Effendi 2003).

Beberapa penelitian lain mengenai karang genus Acropora dan Montipora (Tabel 5).

Tabel 5. Beberapa penelitian transplantasi terumbu karang di Indonesia.

Lokasi Spesies Lama

Penelitian Laju Pertumbuhan (mm/bulan) SR (%) Pengamatan Substrat dan perlakuan Pulau Pari (Sadarun 1999) A. tenuis 5 bulan 32,6-33,3 90 Pertambahan tunas dan perambatan pada substrat keramik Substrat keramik, patok bambu. Fragmen dibersihkan. A. formosa 45,8-46,3 83,33 A. hyachintus 43,8-44,4 100 A. divaricata 31,9-32,2 100 A. nasuta 47,9-48,1 100 A. yongei 48,8-49,1 100 A. aspera 33,0-33,3 100 A. digitifera 21,1-24,3 100 A. valida 49,0-41,2 100 Zona Windward, Leeward, dan goba Pulau Pari (Johan 2000) A. formosa 6 bulan 3,7 89 Jumlah cabang dan perambatan pada substrat keramik Substrat keramik. Fragmen dibersihkan. A. donei 1,6 97 A. acuminata 4,2 90

Lokasi Spesies Lama Penelitian Laju Pertumbuhan (mm/bulan SR (%) Pengamatan Substrat dan Perlakuan Selatan Pulau Pari (Herdiana 2001) A. micropthalma 5 bulan P = 90 ; L = 139 / 83,3/ 66,67 Posisi penanaman (vertikal dan horizontal) Substrat semen, jaring, dan besi. Fragmen dibersihkan. P = 103 ; L = 82,2 A. intermedia P = 104 ; L = 154 / P = 127 ; L = 213 83,3/ 79,17 Selatan Pulau Pari (Aziz 2001) A. intermedia 6 bulan T = 2,5 ; P = 2,5 66,67 Rasio pertumbuhan lebar dan tinggi koloni karang Substrat semen, jaring, dan besi. Fragmen dibersihkan. T = 2,8 ; L = 4,7 100 Pulau Kelapa (Muhidin 2012) A.nobilis 10 bulan T=5,2 ; L=10,6 71 Pertumbuhan dan tingkat kelangsungan hidup Substrat semen. Pulau Karya (Bramandito 2011) Montipora sp 6 bulan P=1,8 T=3,0 62 Pertumbuhan dan tingkat kelangsungan hidup Substrat semen

Laju pertumbuhan yang dicapai beberapa genus karang Acropora memiliki nilai yang berbeda. Perbedaan tempat, waktu dan teknik transplantasi yang digunakan maupun ukuran fragmen yang digunakan memberikan dampak yang berbeda terhadap keberhasilan transplantasi dan laju pertumbuhan karang tersebut. 4.3. Tingkat Kelangsungan Hidup (Survival Rate)

Selama pengamatan 4 kali, tingkat kelangsungan hidup Acropora nobilis hingga akhir pengamatan tingkat kelangsungan hidup Acropora nobilis adalah sebesar 81,48%. Kelangsungan hidup Acropora nobilis adalah sebesar 92,59% pada bulan Januari 2011, 88,89 % pada bulan Mei 2011, dan 81,48% pada akhir pengamatan di bulan Juli 2011. Kematian terbesar karang ini terjadi pada bulan Januari 2011 dan bulan Juli 2011.

Selama pengamatan tingkat kelangsungan hidup Montipora altasepta hingga akhir pengamatan adalah sebesar 60%. Kelangsungan hidup Montipora altasepta adalah sebesar 73,33% pada bulan Januari 2011, 60% pada bulan Mei 2011, dan 60% pada akhir pengamatan di bulan Juli 2011. Kematian terbesar karang ini terjadi pada bulan Januari 2011.

Gambar 7. Tingkat kelangsungan hidup Acropora nobilis dan Montipora altasepta

Astuti (2003) melakukan penelitian terhadap Acropora pulchra, Acropora latistella, dan Acropora acuminata, selama pengamatan 6 bulan di Pulau Payung, Kepulauan Seribu. Tingkat keberhasilan hidup karang yang ditransplantasikan berkisar antara 62,5 - 100%.

Bramandito (2011) melakukan penelitian terhadap Montipora sp di Pulau Karya selama 6 bulan, tingkat keberhasilan hidup fragmen transplantasi karang hingga akhir penelitian mencapai 62%.

Melihat kisaran nilai di atas dapat dikatakan bahwa transplantasi yang dilakukan tergolong berhasil, karena menurut Harriot dan Fisk (1988), kegiatan

92.59 (n=25) 88.89 (n=24) 81.48 (n=22) 73.33 (n=11) 60.00 (n=9) 60.00 (n=9) 0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 60.00 70.00 80.00 90.00 100.00 September 2010- Januari 2011 Januari 2011-Mei 2011 Mei 2011-Juli 2011 %

transplantasi dapat dikatakan berhasil jika tingkat keberhasilan hidup antara 50 hingga 100%.

Gambar 8. Gambar Fragmen Karang yang lepas

Peningkatan kematian fragmen karang tiap pengamatan disebabkan lepasnya framen karang dari modul. Tingkat kematian untuk Acropora nobilis yang disebabkan lepasnya fragmen karang yaitu dari 5 kematian fragmen karang dari 27 fragmen, 2 diantaranya mati dikarenakan lepas dari modul (Gambar 8). Sedangkan untuk tingkat kematian Montipora altasepta yang disebabkan lepasnya fragmen dari modul yaitu dari 6 kematian framen karang dari 15 jumlah fragmen karang, 2 diantaranya mati dikarenakan lepas dari modul (Gambar 8). Clarck dan Edwards (1995) dalam jurnalnya menyatakan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat kematian adalah pengikat fragmen transplan.

Gambar 9. Invasi alga dan Sedimen yang terdapat pada modul.

Peningkatan kematian karang tiap pengamatan diduga disebabkan oleh keberadaan makroalga yang tumbuh di sekitar fragmen dan modul juga. Tingkat kematian untuk Acropora nobilis yang disebabkan invasi alga pada fragmen karang yaitu dari 5 kematian fragmen karang dari 27 fragmen, 3 diantaranya mati dikarenakan invasi dari alga (Gambar 9), sedangkan untuk tingkat kematian Montipora altasepta yang disebabkan oleh invasi dari alga yaitu dari 6 kematian framen karang dari 15 jumlah fragmen karang, 4 diantaranya mati dikarenakan invasi dari alga (Gambar 9).

Biomassa makroalga yang besar dapat menutupi karang sehingga memiliki efek seperti halnya penutupan karang oleh partikel sedimen yang besar (Rachmawati 2001). Penelitian-penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa makroalga dapat melebihi pertumbuhan karang, dan kompetisi di antara keduanya biasanya dimenangkan oleh alga (Chadwick 1988; Hughes 1989; in Tanner 1995). Energi yang dipakai karang dapat meningkat untuk memperbaiki kerusakan yang diakibatkan oleh alga, seperti jaringan yang luka (Coyer et al. 1993 in Tanner 1995), atau dari pengeluaran energi secara aktif bersaing dengan alga, dan mencegah pertumbuhan alga menutupi karang (de Ruyter van Steveninck et al. 1988 in Tanner 1995).

Sedimen juga diduga menjadi penyebab kematian pada karang. Untuk membersihkan diri dari sedimentasi, karang akan mengeluarkan mukus secara

terus menerus. Akibatnya karang tersebut harus mengeluarkan energi untuk membersihkan diri. Apabila kecepatan sedimentasi lebih tinggi daripada kemampuan karang membersihkan diri akhirnya karang akan mati (LIPI 2008).

5.

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Acropora nobilis dan Montipora altasepta kedua karang tersebut mengalami pertumbuhan positif. Tingkat pencapaian pertumbuhan Acropora nobilis selama 10 bulan mencapai 63,77 mm untuk lebar dan 55,32 mm untuk tinggi, untuk laju pertumbuhan Acropora nobilis yaitu sebesar 6,38 mm/bulan untuk pertumbuhan lebar dan 5,53 mm/bulan untuk pertumbuhan tinggi. Tingkat pencapaian pertumbuhan Montipora nobilis selama 10 bulan mencapai 37 mm untuk pertumbuhan lebar dan 26,57 mm untuk pertumbuhan tinggi, untuk laju pertumbuhan Montipora altasepta adalah sebesar 3,70 mm/bulan untuk pertumbuhan lebar dan 2,66 mm/bulan untuk pertumbuhan tinggi.

Tingkat kelangsungan hidup hingga akhir pengamatan oleh karang jenis Acropora nobilis adalah 81,48% sedangkan untuk Montipora altasepta adalah 60%. Berdasarkan kondisi tersebut tingkat keberhasilan transplantasi dapat dikatakan berhasil.

5.2. Saran

Ada beberapa hal yang harus lebih diperhatikan apabila dilakukan penelitian lainnya di bidang transplantasi karang kedepannya agar lebih optimal, yaitu :

1. Perlu dilakukan pengamatan dalam selang waktu yang konstan untuk kedua jenis karang tersebut sehingga dapat diketahui pertumbuhan dalam setiap pengambilan data secara tepat.

2. Perlu adanya perlakuan pembersihan fragmen karang dari gangguan alga sehingga pertumbuhan fragmen karang dapat optimal.

Dokumen terkait