• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambar 1.1 Lokasi Studi

2.1 Prosedur Perhitungan Simpang Bersinyal

2.1.1 Data Masukan

2.1.1.1 Kondisi Geometrik, Pengaturan Lalu Lintas, dan Kondisi Lingkungan Kondisi Lingkungan

Informasi ini dimasukkan dalam formulir SIG-1, data yang disajikan dalam formulir SIG-1 adalah :

1. Umum.

Diisikan data-data mengenai nama persimpangan, tanggal survey, dikerjakan oleh, dan periode survey (jam sibuk).

2. Ukuran Kota.

Dimasukkan jumlah penduduk kota (ketelitian 0,1 jt penduduk).

3. Pengaturan Fase dan Waktu Sinyal.

keadaan yang berbeda seperti pada tabel 2.1 di bawah ini.

Tabel 2.1 Nilai Waktu Siklus

Tipe Pengaturan Waktu

Siklus (det) Pengaturan 2 – fase 40 – 80 Pengaturan 3 – fase 50 – 100

Pengaturan 4 - fase 80 – 130

Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI), Februari 1997

4. Belok Kiri Langsung (LTOR).

Indeks untuk lalu lintas belok kiri yang diijinkan pada saat sinyal merah.

5. Sketsa Persimpangan.

Digunakan ruang kosong pada bagian tengah formulir untuk membuat sketsa persimpangan dan diisi seluruh masukan data

geometrik yang diperlukan :

a. Denah dan posisi dari pendekat-pendekat, pulau-pulau lalu lintas, garis henti, penyeberangan pejalan kaki, marka lajur, dan marka panah.

b. Lebar (ketelitian sampai sepersepuluh meter terdekat) dari bagian pendekat yang diperkeras, tempat masuk dan keluar.

c. Panjang lajur dengan panjang terbatas (ketelitian sampai meter terdekat).

d. Digambar suatu panah yang menunjukkan arah Utara pada sketsa.

e. Jika denah dan rencana dari simpang tersebut tidak diketahui, untuk analisis digunakan asumsi sesuai

dengan nilai-nilai dasar diatas. 6. Kode Pendekat.

Digunakan utara, selatan, timur, barat, atau tanda yang lainnya yang jelas untuk menamakan pendekat-pendekat yang ada.

7. Tie Lingkungan Jalan.

Kondisi lingkungan ditetapkan dalam 3 (tiga) kategori yang mendefinisikan tata guna lahan dan kemudahan memasuki jalan tersebut dari kegiatan sekitarnya, yaitu : a. Komersial (COM) adalah tata guna lahan dan

komersial (misal : pertokoan, rumah makan, perkantoran) dengan jalan masuk langsung bagi pejalan kaki dan kendaraan.

b. Permukiman (RES) adalah tata guna lahan tempat tinggal dengan jalan masuk langsung bagi pejalan kaki dan kendaraan.

c. Akses terbatas (RA) adalah tanpa jalan masuk atau jalan masuk langsung terbatas (misal : karena adanya penghalang fisik, jalan simpang, dan sebagainya). 8. Tingkat Hambatan Samping.

a. Tinggi : jika besar arus berangkat pada tempat masuk dan keluar berkurang oleh karena aktivitas disamping jalan pada pendekat seperti angkutan umum berhenti, pejalan kaki berjalan sepanjang atau melintas pendekat, keluar masuk halaman disamping jalan, dan sebagainya.

b. Rendah : jika besar arus berangkat pada tempat masuk dan keluar tidak berkurang oleh hambatan samping dari jenis-jenis yang disebut di atas.

9. Median.

Diisi dengan ada atau tidak ada median pada sisi kanan garis henti pada pendekat.

10. Kelandaian.

langsung.

12. Jarak ke Kendaraan Parkir Pertama.

Jarak normal antara garis henti dan kendaraan pertama yang diparkir di sebelah hulu pendekat, untuk kondisi yang dipelajari.

13. Lebar Pendekat.

a. Dimasukkan dari sketsa lebar bagian pendekat yang diperkeras, diukur di bagian tersempit disebelah hulu (m).

b. Dimasukkan lebar belok kiri langsung jika pada pendekat yang ditinjau terdapat LTOR.

c. Dimasukkan lebar masuk yaitu lebar dari bagian pendekat untuk setiap arah yang masuk ke dalam persimpangan.

d. Dimasukkan lebar keluar yaitu lebar dari bagian pendekat yang diperkeras, yang digunakan oleh lalu lintas buangan setelah melewati persimpangan jalan. 2.1.1.2 Kondisi Arus Lalu Lintas

Data-data arus lalu lintas secara terperinci dimasukkan dalam formulir SIG-IV. Jenis kendaraan yang diperhitungkan adalah kendaraan ringan, kendaraan berat, sepeda motor, dan kendaraan tak bermotor, masing-masing jenis kendaraan dalam kend/jam. Pada keadaan lainnya mungkin lebih baik untuk menggunakan formulir penyajian data yang lebih sederhana dan memasukkan hasilnya langsung kedalam formulir SIG-IV.

Semua gerakan lalu lintas didalam simpang harus dicatat termasuk gerakan belok kiri langsung kedalam formulir SIG-II, meskipun belok kiri langsung (LTOR) tidak dimasukkan dalam perhitungan waktu sinyal.

Arus lalu lintas dihitung dalam smp/jam untuk masing-masing jenis kendaraan dalam kondisi terlindung dan atau

terlawan dengan menggunakan emp (ekivalen mobil penumpang) seperti pada tabel 2.2 berikut :

Tabel 2.2 Koefisien emp untuk Masing-Masing Kendaraan Tipe Kendaraan Emp untuk Tipe Pendekat

P O

Kendaraan Ringan (LV) 1,0 1,0

Kendaraan Berat (HV) 1,3 1,3

Sepeda Motor (MC) 0,2 0,4

Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI), Februari 1997

Rasio kendaraan belok kiri PLT, dan rasio belok kanan PRT, dihitung dengan menggunakan rumus berikut :

PLT = 𝐿𝑇 (𝑠𝑚𝑝/𝑗𝑎𝑚)

𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 (𝑠𝑚𝑝/𝑗𝑎𝑚) ...(2.1) PRT = 𝑅𝑇 (𝑠𝑚𝑝/𝑗𝑎𝑚)

𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 (𝑠𝑚𝑝/𝑗𝑎𝑚) ...(2.2) Dimana :

LT = arus lalu lintas yang belok kiri (smp/jam) RT = arus lalu lintas yang belok kana (smp/jam) PLT = rasio belok kiri

PR = rasio belok kanan

Kemudian untuk kendaraan tidak bermotor dihitung dengan cara membagi arus kendaraan tidak bermotor dengan arus kendaraan bermotor dimana perhitungan ini berfungsi untuk menentukan faktor penyesuaian hambatan samping pada tiap kode pendekat.

Pum = 𝑄𝑢𝑚

𝑄𝑚𝑣 ...(2.3) Dimana :

Pum = rasio kendaraan tidak bermotor

Dalam MKJI terdapat nilai-nilai normal yang dipergunakan untuk menentukan waktu antar hijau yang dapat dilihat pada tabel 2.3 seperti berikut :

Tabel 2.3 Nilai Normal Waktu Antar Hijau

Ukuran Lebar Jalan Nilai Normal Waktu Simpang Rata-Rata Antar Hijau (IG)

Kecil 6 - 9 m 4 detik/fase Sedang 10 - 14 m 5 detik/fase Besar > 15 m > 6 detik/fase

Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI), Februari 1997

Waktu merah semua diperlukan untuk pengosongan pada akhir, setiap fase harus memberi kesempatan bagi kendaraan terakhir (melewati garis henti pada akhir sinyal kuning) berangkat dari titik konflik sebelum kedatangan kendaraan yang datang pertama dari fase berikutnya (melewati garis henti pada awal sinyal hijau) pada titik yang sama. Jadi merah semua merupakan fungsi dari kecepatan dan jarak dari kendaraan yang berangkat dan datang dari garis henti sampai ketitik konflik dan panjang dari kendaraan berangkat.

Titik konflik kritis pada masing-masing fase (I) adalah titik yang menghasilkan waktu merah semua terbesar.

Merah semua I : [(𝐿𝐸𝑉− 𝐼𝐸𝑉 𝑉𝐸𝑉𝐿𝐴𝑉 𝑉𝐴𝑉] 𝑀𝐴𝑋 ...(2.4) Dimana :

LEV, LAV = jarak dari garis henti ke titik konflik masing-masing untuk kendaraan yang

berangkat dan yang datang (m). IEV = panjang kendaraan yang berangkat.

VEV, VAV = kecepatan masing-masing kendaraan yang berangkat dan yang akan datang (m/det). Jarak LEV dan LAV untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar sebagai berikut :

Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI), Februari 1997 Gambar 2.1. Titik Konflik Kritis dan Jarak Keberangkatan

dan Kedatangan

Nilai-nilai untuk VEV, VAV, IEV tergantung komposisi lalu lintas kondisi kecepatan pada lokasi. Nilai-nilai untuk sementara bagi keadaan di Indonesia adalah sebagai berikut :

VAV = 10 m/det (kendaraan bermotor) VEV = 10 m/det (kendaraan bermotor) 3 m/det (kendaraan bermotor)

Keberangkatan tanpa konflik antara gerakan lalu lintas belok kanan dan lurus.

Keberangkatan dengan konflik antara gerakan lalu lintas belok kanan dan gerakan lurus atau belok kiri dari bagian pendekat dengan lampu hijau pada fase yang sama. Waktu hilang (LTI) untuk simpang dapat dihitung sebagai jumlah dari waktu-waktu antar hijau:

LTI = Σ(merah semua + kuning)I = ΣIGi

...(2.5) Panjang waktu kuning pada sinyal lalu lintas perkotaan di Indonesia biasanya adalah 3,0 detik.

Dokumen terkait