• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambar 1.1 Lokasi Studi

2.1 Prosedur Perhitungan Simpang Bersinyal

2.1.3 Penentuan Waktu Sinyal

2.1.5.5 Level of Service (LOS)

Pada umumnya tujuan dari adanya tingkat pelayanan adalah untuk melayani seluruh kebutuhan lalu lintas (demand) dengan sebaik mungkin. Baiknya pelayanan dapat dinyatakan dalam tingkat pelayanan (LOS).

Dalam klasifikasi pelayanannya LOS dibagi dalam 6 tingkatan, yaitu :

1. Tingkat pelayanan A

a. Keadaan arus bebas (free flow) b. Volume traffic rendah

c. Kecepatan lalu lintas rendah

d. Kecepatan ditentukan oleh pengemudi, sehingga adanya batas kecepatan dan kondisi fisik jalan. 2. Tingkat pelayanan B

a. Kondisi arus stabil

b. Kecepatan operasional mulai terbatas oleh kondisi traffic.

c. Pengemudi masih bebas memilih kecepatan yang dikehendaki pada batas-batas yang wajar.

d. Batas-batas terendah kecepatan pada tingkat ini biasanya dipakai untuk perjalanan di luar kota. 3. Tingkat pelayanan C

a. Masih di dalam daerah arus stabil, tetapi karena volumenya mulai tinggi maka kecepatan dan pergerakannya mulai terbatas.

b. Tingkatan ini sesuai untuk perencanaan dalam kota. 4. Tingkat pelayanan D

a. Mulai memasuki arus tidak stabil

b. Kecepatan cenderung untuk bertoleransi pada batas-batas wajar (kecepatan terbatas-batas dapat dipertahankan). c. Kecepatan pengemudi untuk bergerak, terbatas.

Tingkat kemudahan dan kenyamanan rendah sekali. 5. Tingkat pelayanan E

a. Kecepatan sangat rendah b. Volume traffic tinggi

a. Arus dipaksakan

b. Sering terjadi kemacetan total

c. Volume dibawah kapasitas (kecepatan dan volume nol)

Tingkat tundaan dapat digunakan sebagai indikator tingkat pelayanan, baik untuk setiap pendekat maupun seluruh persimpangan. Kaitan antara tingkat pelayanan dan lamanya tundaan adalah sebagai berikut.

Tabel 2.6 Tundaan Berhenti pada Berbagai Tingkat Pelayanan Tingkat Pelayanan Tundaan Ket (det/smp) A < 5 Baik sekali B 5,1 - 15 Baik C 15,1 - 25 Sedang D 25,1 - 40 Kurang E 40,1 - 60 Buruk F > 60 Buruk sekali

Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI), Februari 1997

2.2. Jalan Perkotaan (Segmen) 2.2.1. Data Masukan

2.2.1.1. Data Umum 1. Penentuan Segmen

Bagi jalan menjadi segmen. Titik dimana karakteristik jalan berubah secara berarti menjadi batas segmen. Setiap segmen dianalisa secara terpisah. Jika beberapa alternatif (keadaan) geometrik sedang diamati untuk suatu segmen, masing – masing diberi kode khusus dan dicatat dalam formulir data

masukan yang terpisah (UR-1 dan UR-2). Formulir analisa terpisah (UR-3) juga digunakan untuk masing – masing keadaan.

Segmen jalan yang diamati sebaiknya tidak dipengaruhi oleh simpang utama atau simpang susun yang mungkin mempengaruhi kapasitas dan perilaku lalu-lintasnya.

2. Data Identifikasi Segmen

Isi data umum berikut pada bagian atas Formulir UR-1, seperti waktu analisa, lokasi segmen, keadaan segmen, dll. 2.2.1.2. Kondisi Geometrik

1. Rencana Situasi

Buat sketsa segmen jalan yang diamati dengan menggunakan ruang yang tersedia pada Formulir UR-1. Pastikan untuk mencakup informasi seperti arah panah yang menunjukkan utara, sketsa alinyemen horisontal segmen jalan, nama tempat yang dilalui, dll.

2. Penampang Melintang Jalan

Geometrik jalan merupakan informasi yang sangat penting dalam rangka melakukan analisis pada ruas jalan. Oleh karena itu perlu dilakukan inventarisasi kondisi jaringan jalan sebelum melakukan perhitungan dengan menggunakan MKJI (Manual Kapasitas Jalan Indonesia, 1997). Sebagai salah satu ilustrasi dari penampang melintang jalan untuk data masukan dari MKJI (1997) sebagai berikut :

Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI), Februari 1997 Gambar 2.12. Potongan Jalan dengan Bahu dan Median

WSBO = Lebar bahu luar sisi B WSAAI = Lebar bahu dalam sisi A WSBI = Lebar bahu dalam sisi B

Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI), Februari 1997 Gambar 2.13. Potongan Jalan dengan Kerb dan Tanpa Median

Mengisi data geometrik yang sesuai untuk segmen yang diamati ke dalam ruang ruang yang tersedia pada tabel : a. Lebar jalur lalu lintas pada kedua sisi atau arah.

b. Jik aterdapat kerb atau bahu pada masing – masing sisi. c. Jarak rata – rata dari kerb ke penghalang pada trotoar

seperti pepohonan, tiang, almpu, dan lain – lain.

d. Lebar bahu efektif. Jika jalan hanya mempunyai bahu dengan setengah lebar bahu rata – rata adalah sama dengan. Setengah lebar bahu tersebut. Untuk jalan terbagi, lebar bahu rata- rata dihitung per arah sebagai jumlah lebar bahu luar dan dalam.

e. Jalan tak terbagi WS = (WSA+WSB)

2 ...(2.33) f. Jalan terbagi

Arah I

WSI = WSA0 + WSA1 Arah 2 = WSB0 + WSB1

3. Kondisi Pengaturan Lalu Lintas

Informasi tentang pengaturan lalu lintas yang diterapkan pada segmen jalan yang diamati seperti batas kecepatan (km.jam), pembatasan masuk, pembatasan parkir, alat/pengaturan lalu lintas, dll.

2.2.1.3. Kondisi Lalu Lintas 1. Arus dan Komposisi Lalu Lintas

Arus dan komposisi lalu lintas meliputi penentuan arus jam rencana (km/jam) dan menentukan ekivalensi mobil penumpang (Emp). Cara menentukan ekivalensi mobil penumpang (Emp) untuk jalan perkotaan tak terbagi adalah seperti pada Tabel 2.7. Sedangkan untuk jalan perkotaan terbagi dan satu arah seperti pada Tabel 2.8.

Tabel 2.7. Emp untuk Jalan Perkotaan Tak Terbagi

Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI), Februari 1997 Tabel 2.8. Emp untuk Jalan Perkotaan Terbagi dan Satu-Arah

Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI), Februari 1997 Tipe Jalan : Arus lalu lintas

Jalan tak terbagi total dua arah

≤6 >6 Dua-lajur tak-terbagi 0 1,3 0,5 0,40 (2/2 UD) ≥ 1800 1,2 0,35 0,25 Empat-lajur tak-terbagi 0 1,3 (4/2 UD) ≥ 3700 1,2 (kend/jam) 0,40 0,25

Lebar lajur lalu lintas Wc (m) MC

emp HV

Tipe Jalan : Arus lalu lintas

Jalan satu arah dan per lajur

jalan terbagi (kend/jam)

Dua-lajur satu-arah (2/1) dan 0 1,3 0,40

Empat-lajur terbagi (4/2D) ≥ 1050 1,2 0,25

Tiga-lajur satu-arah (3/1) dan 0 1,3 0,40

Enam-lajur terbagi (6/2D) ≥ 1100 1,2 0,25

HV MC

Hambatan samping yang berpengaruh diantaranya : 1. Pejalan kaki; bobot 0,5

2. Angkutan umum dan kendaraan lain berhenti; bobot 1,0 3. Kendaraan lambat (misal: becak, kereta kuda); bobot 0,4 4. Kendaraan masuk dan keluar dari lahan di samping jalan;

bobot 0,7

Tingkat hambatan samping dikelompokkan dalam lima kelas. Mulai dari sangat rendah sampai dengan sangat tinggi, sebagai fungsi dari frekuensi kejadian hambatan samping sepanjang segmen jalan yang di amati.kelas hambatan samping dapat dilihat pada Tabel 2.9.

Tabel 2.9. Kelas Hambatan Samping untuk Jalan Perkotaan

Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI), Februari 1997 2.2.2. Analisa Kecepatan Arus Bebas

Untuk jalan tak-terbagi, analisa dilakukan pada kedua arus lalu lintas. Untuk jalan terbagi, analisa dilakukan terpisah pada masing – masing arah lalu lintas, seolah – olah masing – masing arah merupakan jalan satu arah yang terpisah.

Kecepatan arus bebas kendaraan ringan digunakan sebagai ukuran utama kinerja dalam MKJI, 1997. Kecepatan arus bebas tipe kendaraan yang lain dapat digunakan untuk keperluan lain seperti analisa biaya pemakai jalan.

Gunakan Formulir UR-3 untuk analisa penentuan kecepatan arus bebas, dengan data masukan dari langkah A

Kelas Hambatan Jumlah Berbobot Samping Kejadian per 200 m

(SFC) per jam (dua sisi)

Sangat Rendah, VL < 100 Rendah L 100 - 299 dsb. Sedang M 300 - 499 Tinggi H 500 - 899 Sangat Tinggi VH > 900 samping jalan.

Daerah permukiman; jalan dengan jalan samping. Daerah permukiman; beberapa kendaraan umum

Daerah komersial dengan aktivitas pasar di Daerah industri, beberapa toko di sisi jalan. Daerah komersial, aktivitas sisi jalan tinggi.

(Formulir UR-1 dan UR-2).

Dokumen terkait