• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4.3 Kondisi Hutan

1. Kondisi penutupan lahan

Hasil analisa dan pengukuran planimetris terhadap peta penutupan lahan yang diperoleh dari hasil analisis antara peta interpretasi foto udara yang dikoreksi dengan data hasil penafsiran Citra Landsat skala 1 : 100.000 (mosaik dari liputan Mei 2006, April 2005, Juni 2005 yang dikoreksi Baplanhut sesuai surat No.

S.564/VII/Pusin-1/2006) dan realisasi tebangan sampai dengan 2005

menunjukkan bahwa areal IUPHHK-HA PT. Ratah Timber seluas 97.690 Ha terdiri dari areal hutan primer seluas 10.007 Ha (10,24 %), bekas tebangan 78.072 Ha (79,92 %) dan non hutan seluas 9.611 Ha (9,84 %).

Dari hutan primer yang tersisa tersebut seluruhnya adalah hutan prenges/kerangas yang tidak produktif yang mana sampai saat ini tidak dapat dieksploitasi, sehingga dalam penataan dialokasikan untuk areal lindung, yang secara fisik memiliki topografi yang bervariasi dari agak curam sampai dengan curam.

Jika dilihat dari penutupan lahannya, kondisi umum di areal kerja PT. Ratah Timber masih tergolong potensial untuk mendukung tercapainya kelestarian pada periode rotasi berikutnya sebab hasil analisis menunjukkan bahwa dari areal berhutan seluas 88.079 Ha, diperoleh areal berhutan efektif sebesar 64.457 Ha yang dapat diproyeksikan untuk mendukung kelestarian hutan.

Tabel 9 Luasan menurut penutupan lahan areal kerja IUPHHK PT. Ratah Timber pada setiap fungsi hutan

Penutupan lahan Kawasan budidaya kehutanan Total

HP HPT Ha %

Hutan primer 5.657 4.350 10.007 10,24

Hutan bekas tebangan 53.066 25.006 78.072 79,92

Non hutan 9.347 264 9.611 9,84

Total 68.070 29.620 97.690 100,00

Sumber : Hasil analisa terhadap Peta Penafsiran Citra Landsat liputan Tahun 2006 Skala 1 : 100.000, yang telah diperiksa BAPLANHUT No. 564/VII/Pusin-1/2006, 10 Agustus 2006 dan Interpretasi Foto Udara Skala 1 : 50.000 (1995) serta realisasi tebangan RKT, yang dikutip dari RKUPHHK-HA PT. Ratah Timber Kalimantan Timur, 2005

2 Kondisi potensi tegakan

Informasi mengenai potensi tegakan baik pohon inti maupun masak tebang, diperoleh berdasarkan beberapa sumber sebagai berikut :

a. Interpretasi foto udara

Berdasarkan laporan interpretasi foto udara (1995) diperoleh bahwa potensi tegakan tingkat pohon masak tebang di areal hutan primer rata-rata sebesar 102,41 m³/Ha untuk kelas diameter > 50 cm dan 77,71 m³/Ha, sedangkan untuk kelas diameter > 60 cm. Sedangkan di areal hutan sekunder (bekas tebangan) potensi rata-rata untuk kelas diameter > 50 cm sebesar 91,65 m³/Ha dan untuk kelas diameter > 60 cm sebesar 60,82 m³/Ha.

Tabel 10 Potensi tegakan jenis komersial di areal kerja IUPHHK PT. Ratah Timber berdasarkan laporan interpretasi foto udara

No Kelompok jenis 50 - 59 cm 50 cm up 60 cm up

N V N V N V

HUTAN PRIMER

1 Kel. Jenis Meranti 5,97 15,53 16,32 69,19 10,35 53,66

2 Kel. Kayu Indah 0,59 1,58 1,06 3,70 0,47 2,12

3 Kel. Rimba Campuran 3,05 7,59 7,35 29,52 4,30 21,93

Jumlah 9,61 24,70 24,73 102,41 15,12 77,71

HUTAN SEKUNDER

1 Kel. Meranti 5,82 25,59 15,77 74,49 9,95 48,90

2 Kel. Kayu Indah 0,24 0,57 0,43 1,41 0,19 0,84

3 Kel. Rimba Campuran 2,10 4,67 4,49 15,75 2,39 11,08

Jumlah 8,16 30,83 20,69 91,65 12,53 60,82

Sumber : Laporan survey potret udara IUPHHK PT. Ratah Timber, 1995 yang dikutip dari RKUPHHK-HA PT. Ratah Timber Kalimantan Timur, 2005

b. Survei potensi dengan intensitas 1 %

Berdasarkan laporan hasil survei potensi dengan intensitas sampling 1 % (dilakukan dalam rangka penyusunan RKPHS) diperoleh data potensi tegakan tingkat pohon di areal hutan primer rata-rata sebesar 107,22 m³/Ha untuk kelas diameter > 50 cm dan 83,09 m³/Ha, sedangkan untuk kelas diameter > 60 cm. Sementara itu di areal hutan bekas tebangan potensi rata-rata untuk kelas diameter > 50 cm sebesar 62,59 m³/Ha dan untuk kelas diameter > 60 cm sebesar 48,66 m³/Ha. Data selengkapnya tercantum pada Tabel 11 dan Tabel 12.

Tabel 11 Potensi tegakan di areal hutan primer berdasarkan survei potensi dengan intensitas sampling 1 % No Kelompok jenis/ 50-59 cm 50 cm up 60 cm up Nama perdagangan N V N V N V 1 Dipterocarpaceae 7,69 19,41 21,21 86,01 13,52 66,60 2 Non Dipterocarpaceae 2,01 4,63 4,97 20,69 2,96 16,06 3 Niagawi lain 0,06 0,09 0,13 0,52 0,07 0,43

Jumlah jenis niagawi 9,76 24,13 26,31 107,22 16,55 83,09

Non niagawi 1,33 3,16 2,18 9,43 0,85 6,27

Total 11,09 27,29 28,49 116,65 17,40 89,36

Sumber : RKPHS IUPHHK PT. Ratah Timber, 1995 yang dikutip dari RKUPHHK-HA PT. Ratah Timber, 2005

Tabel 12 Potensi tegakan di areal hutan bekas tebangan berdasarkan survei potensi dengan intensitas sampling 1 %

No Kelompok jenis/ 50-59 cm 50 cm up 60 cm up

Nama perdagangan N V N V N V

1 Dipterocarpaceae 4,96 11,93 13,15 54,84 8,19 42,91

2 Non Dipterocarpaceae 0,77 2,00 1,82 7,22 1,05 5,22

3 Niagawi lain - - 0,06 0,53 0,06 0,53

Jumlah jenis niagawi 5,73 13,93 15,03 62,59 9,30 48,66

Non niagawi 0,27 0,63 0,58 2,30 0,31 1,67

Total 6,00 14,56 15,61 64,89 9,61 50,33

Sumber : RKPHS PT. Ratah Timber, 1995 yang dikutip dari RKUPHHK-HA PT. Ratah Timber, 2005

1. Berdasarkan realisasi hasil tebangan

Kegiatan penebangan sejak tahun 1971 sampai dengan tahun 2005 telah terealisasi seluas 76.123 Ha dengan produksi kayu bulat sebesar 2.271.549,89 m³ sehingga jika dihitung volume produksi rata-rata per hektarnya adalah sebesar 30,16 m³/Ha atau jika digunakan faktor eksploitasi sebesar 0,56 maka ekstraksi potensi volume kayu per hektarnya adalah 53,86 m³/Ha. Pada awal-awal beroperasi sampai dengan periode II pengelolaan hutan PT. Ratah Timber hanya menebang jenis-jenis tertentu saja terutama jenis floater. Dengan demikian sebenarnya potensi (volume) kayu berdiri sebesar 53,86 m³/Ha tersebut belum menunjukkan potensi seluruh jenis komersial di areal tersebut.

Vegetasi hutan di areal IUPHHK PT. Ratah Timber termasuk dalam tipe hutan Hujan Bawah yang didominasi oleh jenis Dipterocarpaceae. Jenis-jenis vegetasi komersial yang dominan di areal kerja antara lain Keruing (Dipterocarpus spp), Meranti (Shorea spp), Kapur (Drybalanops spp), dan Kayu

Batu (Irvingia malayana). Kelompok jenis Meranti baik di hutan primer maupun

bekas tebangan pada umumnya lebih dominan dibandingkan dengan kelompok jenis lainnya yang secara garis besar komposisinya tertuang pada Tabel 13.

Tabel 13 Komposisi kelompok jenis kayu di areal IUPHHK PT. Ratah Timber

No Kelompok jenis Pohon Hutan primer (%) Hutan sekunder (%) inti 50 cm up Pohon inti 50 cm up

I Kelompok Meranti 62,15 58,94 52,97 66,15

Lanjutan tabel 13 Komposisi kelompok jenis kayu di areal IUPHHK PT. Ratah Timber

No Kelompok jenis

Hutan primer (%) Hutan sekunder (%)

Pohon inti 50 cm up Pohon inti 50 cm up

III Kelompok Rimba Campuran 23,80 26,54 31,55 18,83

IV Kelompok kayu dilindungi 4,03 5,60 4,82 6,04

V Kelompok kayu lainnya 5,44 5,09 7,73 7,17

Semua Jenis 100 100 100 100

Sumber : Laporan penafsiran foto udara areal IUPHHK PT. Ratah Timber, 1995 yang dikutip dari RKUPHHK PT. Ratah Timber, 2005

Dengan memperhatikan potensi, komposisi dan struktur tegakan jenis komersil yang ada, maka areal konsesi IUPHHK-HA PT. Ratah Timber mempunyai prospek yang baik untuk diusahakan secara optimal dan lestari.

Beberapa jenis vegetasi yang terdapat di areal kerja IUPHHK PT. Ratah

Timer yang dapat dimanfaatkan oleh penduduk sekitar adalah rotan (Calamus

spp), durian (Durio spp), dan nangka (Arthocarpus integra). Di areal IUPHHK

PT. Ratah Timber terdapat beberapa jenis pohon yang dilindungi sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 261/Kpts-IV/1990 antara lain Ulin, Tengkawang, Durian, Menggeris (Kempas) dan Jelutung.

Volume tebangan pada rotasi II sangat ditentukan oleh potensi tegakan di areal bekas tebangan yang ada saat ini serta riap tegakan tersebut. Dengan menggunakan data potensi areal bekas tebangan tersebut di atas serta mempergunakan asumsi bahwa riap rata-rata tegakan sebesar 1 m³/Ha/tahun maka diprediksikan potensi rata-rata tegakan pada saat memasuki siklus/rotasi kelestarian hutan ke II (tahun 2006) adalah cukup besar.

Namun demikian, dalam rangka kehati-hatian dalam menetapkan proyeksi JPT volume untuk rotasi II, akan digunakan angka potensi yang lebih konservatif dengan mengabaikan asumsi riap tegakan tinggal tersebut.

Dokumen terkait