• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN 22 5 1 Sistem Pengelolaan Hutan Rakyat di Desa Burat

DAFTAR LAMPIRAN

IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4.2 Kondisi Hutan Rakyat di Wilayah Penelitian

Hutan rakyat di Desa Burat memiliki sebaran umur yang beragam antara 1 hingga 15 tahun. Secara umum jenis tanaman kehutanan yang ditanam adalah sengon (Paraserianthes falcataria (L) Nielsen) dan jenis tanaman kehutanan lainnya dalam jumlah terbatas mahoni (Swietenia Mahagony) dan jati (Tectona Grandis). Pola agroforestri yang diterapkan pada hutan rakyat ditunjukkan dengan adanya bentuk ekosistem yang penutupan vegetasinya terdiri dari tanaman

pertanian (jenis palawija), tanaman buah-buahan seperti rambutan, durian, langsat, salak, melinjo, kemukus, kopi dan kelapa.

Kegiatan pengelolaan yang diterapkan pada pengelolaan hutan rakyat di Desa Burat mencakup pembibitan, penanaman, pemeliharaan. Petani melakukan pembibitan dilakukan dengan cara pembibitan langsung di lahan, trubusan atau membeli di Kelompok Wanita Tani Rahayu (KWT Rahayu). Pembibitan dengan cara trubusan lebih diminati, karena bagi petani keuntungannya tanaman sengon lebih cepat tumbuh dan tahan hama penyakit selain itu dirasakan bagi mereka lebih ekonomis. Trubusan dilakukan dengan memelihara pohon bekas tebangan sehingga muncul tunas baru yang dapat dimanfaatkan sebagai bibit.

Kegiatan penanaman sengon dilakukan dengan jarak tanam antara 1 x 1 m hingga 3 x 4 m tergantung kondisi lapangan.

Pemeliharaan yang dilakukan berupa pendangiran (pembersihan lahan dari rumput yang menganggu pertumbuhan tanaman). Pemupukan dan pengawasan serangan hama penyakit yang dilakukan secara teratur. Pemupukan dilakukan dengan menggunakan pupuk UREA, pupuk NPK dan pupuk kandang, dengan periode pemupukan disesuaikan dengan umur tanaman Pengawasan terhadap serangan hama penyakit dilakukan pada saat pendangiran dimana obat dapat diperoleh dari Koperasi Unit Desa (KUD).

Hutan rakyat di Desa Burat yang luasnya 449,426 ha (49,62% dari total luas Desa 997,209 ha), tersebar di 7 dusun sesuai Tabel 3.

Tabel 3. Luas Hutan Rakyat di Desa Burat Berdasarkan Penyebaran di 7 Dusun

No Nama Dusun Luas Hutan Rakyat (ha)

1 Dusun Burat 54

2 Dusun Geger Jeruk

94 3 Dusun Kalibarong 4 Dusun Kalinongko 48 5 Dusun Kaliwang 88 6 Dusun Krajan 84 7 Dusun Krungsung 81.426 Jumlah 449.426

Sumber: Data Monografi Desa Burat 2009

Kayu sengon bagi masyarakat di Desa Burat dimanfaatkan untuk bahan baku kayu bangunan, mebel, pulp dan kayu bakar. Jaringan pemasarannya sampai saat ini meliputi 3 wilayah kabupaten yaitu Kabupaten Wonosobo, Kabupaten Purworejo dan Daerah Istimewa Yogyakarta.

Sejarah kegiatan pengelolaan hutan rakyat di Desa Burat diawali tahun 1970 dimana sebelumnya masyarakat petani menitikberatkan pada hasil dari tanaman pertanian, sedangkan pohon jenis sengon tumbuh dengan sendirinya dan tidak jarang saat itu pohon jenis ini dianggap sebagai hama. Dalam perkembangannya waktu masyarakat di Desa Burat mulai mencoba menanam tanaman kehutanan jenis sengon di atas lahannya, terutama pada saat Kepala Desa Burat telah membuktikan bahwa hasil dari menanam pohon jenis sengon jauh lebih menguntungkan apabila dibandingkan dengan hanya menanam tanaman pertanian. Kemudian setelah itu tidak sedikit masyarakat yang meniru menerapkan dan mencoba menanam sengon.

Sejak itu mulai tahun 2005 kegiatan hutan rakyat berkembang pesat seiring dengan dibentuknya KWT Rahayu yang mempunyai misi untuk memfasilitasi kegiatan yang menyangkut hutan rakyat. Kegiatan tersebut antara lain sosialisasi kegiatan pengelolaan hutan rakyat, pelatihan pembibitan atau penanaman, pelatihan pembuatan kerajinan tangan dan makanan ringan. Keberadaan KWT Rahayu sangat membantu dalam kegiatan pengelolaan hutan rakyat di Desa Burat secara keseluruhan, mengingat kurangnya informasi yang didapat para petani.

Kondisi penyuluh kehutanan yang ada dapat dikatakan kurang memadai karena untuk Kecamatan Kepil, hanya memiliki 2 orang penyuluh kehutanan. Penyuluh kehutanan tersebut adalah penyuluh yang dimiliki oleh Dinas Kehutanan Kabupaten Wonosobo dimana dalam wilayah tersebut mencakup15 Kecamatan.

Berdasarkan laporan Dinas Kehutanan Republik Indonesia pada tahun 2009, Kabupaten Wonosobo termasuk daerah kabupaten dengan peringkat kedua Se-Jawa Bali dalam hal produksi kayu jenis sengon. Walaupun sistem pengelolaan hutan rakyat tersebut masih banyak kendala dalam peningkatan produksinya, hal ini lebih diakibatkan karena belum seragamnya sistem pengelolaan yang ada.

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5. 1 Sistem Pengelolaan Hutan Rakyat di Desa Burat

Pengusahaan hutan rakyat di Desa Burat dapat diuraikan berdasarkan beberapa aspek seperti status lahan, modal, SDM, pelaksanaan, sarana penunjang dan kontrol.

5. 1. 1 Status Lahan

Sebagian besar petani hutan rakyat di Desa Burat adalah pemilik sah dari lahan yang dikelolanya. Sehingga lahan tersebut dapat saja digunakan sipemilik untuk kepentingannya secara bebas, namun dari pengamatan langsung dilapangan mereka menunjukan kecenderungan yang sama dalam keinginan untuk menanami lahannya dengan pohon sengon. Beberapa faktor yang mendorong kecenderungan ini, disebabkan oleh:

a) Mencontoh keberhasilan petani-petani terdahulu yang telah mengusahakan kayu rakyat,

b) Adanya lomba penghijauan yang diadakan baik tingkat Kabupaten, Provinsi maupun tingkat Nasional. Untuk tahun 2008, Desa Burat menerima penghargaan sebagai Desa/Kelurahan Peduli Kehutanan Terbaik II Tingkat Nasional yang diadakan oleh Departemen Kehutanan Indonesia)

c) Dengan berjalannya waktu, terbentuknya Koperasi Wanita Tani Rahayu, yang selain kegiatannya dalam peningkatan usaha dibidang industri rumahan (home industry), juga mulai melakukan kegiatan pembuatan pembibitan khususnya kayu sengon baik utk kepentingan lahan garapannya maupun untuk dijual kepetani lain

5. 1. 2 Modal

Dalam setiap usaha modal merupakan hal paling berperan, demikian juga dalam usaha dibidang kayu rakyat. Masyarakat tani hutan rakyat di Desa Burat dalam prakteknya melakukan usaha kayu rakyat secara swadaya, dimana seluruh biaya kegiatan awal pelaksanaan hingga penebangan ditanggung seluruhnya dengan menggunakan dana mereka sendiri.

Ada alasan yang jelas mengapa mereka meiliki motivasi untuk melakukan hal ini. Karena mereka punya persepsi tentang keyakinan akan memperoleh

kompensasi berupa hasil yang menguntungkan dikemudian hari, jika mereka bersungguh-sungguh mengelola hutan rakyat yang dimilikinya.

Sampai saat ini belum ada suatu program atau penawaran baik dari pemerintah maupun pihak swasta yang berminat untuk ber mitra dalam usaha kayu rakyat ini.

5. 1. 3 Sumberdaya Manusia

Yang dimaksud dalam sumberdaya manusia disini adalah para stakeholder

yang terkait dengan kegiatan pengembangan usaha dibidang kayu rakyat seperti: Pemerintah (tingkat pusat hingga daerah) sebagai pencentus program, LSM sebagai tenaga pendamping, swasta/pengusaha (industri kayu besar/sedang/kecil, material, meubeuler), sebagai konsumen kemudian masyarakat Desa Burat (tengkulak,masyarakat tani hutan rakyat) sebagai produsen juga bisa konsumen.

Dalam pengelolaan hutan rakyat yang dilakukan di desa Burat, para

stakeholder ini memiliki tugas masing-masing dalam menunjang kegiatan pengelolaan hutan rakyat. Pemerintah bertindak sebagai regulator dan pengawasan kegiatan yang dilakukan, sedangkan LSM (tingkat kabupaten) memastikan kelancaran dalam pelaksanaan kegiatan yang dilakukan, dimana swasta/pengusaha memiliki peranan yang penting dalam meningkatkan nilai tambah kayu khususnya kayu jenis sengon agar memberikan kontribusi yang lebih nyata dan untuk masyarakat Desa Burat sendiri bertindak sebagai kunci dari pengelolaan hutan rakyat dengan berperan sebagai produsen penghasil kayu rakyat yang akan digunakan oleh berbagai pihak dengan berbagai pemanfaatan.

5. 1. 4 Pelaksanaan Kegiatan

5. 1. 4. 1 Penanaman

Pembibitan

Ketersediaan bibit untuk petani hutan rakyat di Desa Burat cukup baik, karena akses petani untuk mendapatkan bibit cukup mudah dan tersedia di Desa setempat. Bibit dapat dibeli di KWT Rahayu yang merupakan induk kelompok tani di Desa Burat atau di sekitar Wonosobo – Purworejo. Umumnya petani lebih memilih untuk membeli bibit di sekitar Wonosobo – Purworejo karena dirasakan secara ekonomi lebih murah.

Petani yang telah mendapatkan pelatihan memiliki kecenderungan untuk melakukan pembibitan secara mandiri di lahan-lahan milik mereka masing- masing. Pembibitan juga dapat dilakukan dengan cara trubusan yaitu memelihara bekas tebangan pohon. Cara ini dinilai cukup sederhana dan lebih ekonomis karena tidak memerlukan pemeliharaan yang intensif. Umumnya bibit trubusan memiliki pertumbuhan lebih cepat dibandingkan bibit hasil pembibitan.

Jarak tanam

Secara garis besar jarak tanam yang digunakan petani hutan rakyat di Desa Burat cukup bervariasai, dari 1 x 1 m, 2 x 3 m sampai 4 x 4 m, yang didasarkan kondisi kelerengan, bahkan masih ada beberapa petani yang belum memperhatikan jarak tanam. Sebagian petani yang telah memperoleh penyuluhan kehutanan dari Dinas Kehutanan Kabupaten Wonosobo (sebagai jarak tanam ideal untuk areal hutan rakyat), menggunakan jarak tanam 3 x 3 m dan 3 x 4 m. Dengan jarak tersebut petani masih bisa mempertahankan mata pencahariannya dari hasil pertanian yang berbentuk tanaman hortikultur dan tanaman pertanian. Penanaman

Persiapan penanaman didahului dengan pembuatan lubang yang ukurannya diameter 10 – 20 cm dengan kedalaman 20 – 30 cm. Kemudian bibit yang telah mencapai tinggi kurang lebih 20 – 30 cm ditanamkan dan sekitar lokasi lubang tanam dibersihkan dari rumput liar.

5. 1. 4. 2 Pemeliharaan

Kegiatan pemeliharaan meliputi pemupukan dan pendangiran. Kegiatan ini disesuaikan dengan usia pohon sengon yang terdapat di lahan masing-masing petani. Pemeliharaan dilakukan dalam 4 tahap:

1) Usia 0 – 2 tahun, dilakukan pemupukan awal dan pendangiran. Pemupukan awal dilakukan dengan memberikan pupuk UREA, pupuk NPK dan pupuk kandang dengan komposisi 1:1:2. Pendangiran pada tahap ini dilakukan dengan frekuensi 1-2 minggu sekali. Ini dilakukan karena pertumbuhan memiliki masa yang rentan pada saat-saat tersebut.

2) Usia 2 – 4 tahun, dilakukan pendangiran setiap 1 bulan sekali. Pemberian pupuk sesuai dosis saat penanaman sekali dalam dua tahun.

3) Usia 4 – 7 tahun, dilakukan pendangiran setiap 6 bulan sekali. 4) Usia 7 tahun - ditebang, dilakukan pendangiran setiap 6 bulan sekali. 5. 1. 4. 3 Pemanenan

Penebangan dilakukan oleh petani hutan rakyat berdasarkan daur kesepakatan yaitu 7 tahun akan tetapi dalam kondisi kebutuhan yang mendesak mereka tidak hanya menebang sesuai umur daur yang disepakati tetapi mengikuti daur butuh. Hal inilah yang menyebabkan usaha untuk menerapkan prinsip kelestarian produksi masih perlu proses panjang.

Teknik penebangan dilakukan dengan cara masih tradisional yaitu menggunakan kapak dan gergaji kayu. Walaupun ada juga yang menggunakan

chain saw tetapi masih terbatas. Mereka masih belum mengenal cara penebangan dengan menggunakan teknik takik rebah.vInformasi tentang teknik penebangan sampai saat ini belum mereka peroleh.

5. 1. 4. 4 Pemasaran

Rantai pemasaran yang sudah dijalankan sampai pada saat ini melibatkan beberapa pihak (stakeholders) yaitu petani hutan rakyat, masyarakat lokal (konsumen), tengkulak, depo (tempat pengumpulan kayu), industri penggergajian, toko matrial dan pabrik kayu dengan orientasi eksport. Daerah pemasaran meliputi Kabupaten Wonosobo, Kabupaten Purworejo, Kabupaten Semarang dan D. I Yogyakarta (Gambar 1)

Jalur pemasaran yang tardapat dalam pengelolaan kayu di Desa Burat ada 7 jalur pemasaran, dimana kayu yang dipanen petani hutan rakyat umumnya dijual ke tengkulak, industri penggergajian atau digunakan oleh masyarakat setempat. Kayu yang dibeli tengkulak kemudian dijual pada depo atau pabrik. Tengkulak bekerja sama dengan industri penggergajian untuk menjual kayu ke toko material. Sedangkan kayu yang dipanen digunakan masyarakat untuk kepentingan pribadi seperti kayu bangunan, kayu bakar dan lainnya

Keterangan :

= Penjualan langsung = Jasa penggergajian

Gambar 1. Rantai Pemasaran Kayu di Lokasi Penelitian

Penetapan harga kayu dilakukan dengan sistem tawar menawar tanpa melakukan pengukuran diameter dan tinggi. Sistem penetapan harga seperti ini merugikan petani hutan rakyat karena harga yang ditawarkan sangat rendah dan tanpa memperhatikan pengukuran kubikasi pohon yang akan ditebang. Namun sistem ini memudahkan petani dalam memasarkan produk karena petani tidak mengeluarkan biaya pemasaran, biaya penebangan dan biaya pengangkutan yang

Kebutuhan Pribadi Toko Matrial Petani Hutan Rakyat Industri Penggergajian Masyarakat Setempat Tengku -lak Depo (Penge- pul) Pabrik (Orientasi Eksport)

keseluruhan biayanya ditanggung oleh tengkulak. Hal ini menunjukan petani hutan rakyat di Desa Burat belum mempunyai posisi tawar.

5. 1. 4. 5 Unit Kelembagaan yang Menunjang

1. Pelayanan Koperasi Unit Desa (KUD)

KUD memiliki peranan dalam pengadaan kebutuhan yang berkaitan dengan hutan rakyat. Peranan tersebut dapat lebih ditingkatkan lagi khususnya jika mengacu kepada pengadaan pupuk dan obat-obatan yang sering kali menjadi masalah yang dikeluhkan oleh petani. Sehingga ada baiknya proses pengadaan ini lebih dipermudah Peran KUD dapat lebih ditingkatkan khususnya tentang pemberian pupuk dan obat-obatan untuk penanggulangan hama penyakit

E. Sarana dan Prasarana Penunjang

Peningkatan sarana dan prasarana merupakan bagian vital dari strategi pengembangan hutan rakyat yang akan dilakukan. Pengadaan sarana simpan pinjam juga perlu ditingkatkan karena sudah ada program PNPM Mandiri yang dirasa dapat lebih meningkatkan pendapatan masyarakat dari hutan rakyat.

Perbaikan prasarana seperti perbaikan jalan, pengaspalan jalan yang masih berbatu hingga membuat jalan baru untuk lebih menambah akses pada wilayah hutan rakyat adalah salah satu cara untuk mempermudah aksesibilitas yang akan berdampak pada positif pada produktivitas.

5. 2 Kondisi Sosial Ekonomi Petani Hutan Rakyat

Sebagai gambaran umum, kondisi sosial ekonomi masyarakat tani hutan di Desa Burat dapat diuraikan sebagai berikut ini.

Sebaran umur masyarakat petani yang aktif di bidang usaha pengelolaan hutan rakyta berkisar antara 21 – 70 tahun, terdiri dari usia produktif 21 – 55 tahun (82,86 %) dimana diantaranya 12,86 % berusia muda (Tabel 4).

Mengenai tingkat pendidikan masyarakat petani hutan rakyat di Desa Burat sebgaian besar hanya berpendidikan SD (71,43 %) sisanya SLTP, SLTA dan Perguruan Tinggi (Tabel 5).

Mata pencaharian dari masyarakat yang berusaha di bidang usaha kayu rakyat sebagai petani hutan rakyat murni (61,43 %), selebihnya merangkap sebagai pedagang, PNS dan swasta (Tabel 6).

Tabel 4 Persentase usia responden pada masing-masing dusun contoh

Dusun

Usia (Orang) Jumlah

21- 25 26- 30 31- 35 36- 40 41- 45 46- 50 51- 55 56- 60 61- 65 66- 70 > 70 (%) Burat - - - 3 1 4 1 - 1 - - 100 Geger Jeruk 1 1 - 1 - 2 2 1 - 1 1 100 Kali Barong - 1 - 1 3 2 3 - - - - 100 Kali Nongko - - - 1 3 2 2 - 1 1 - 100 Kali wang 1 1 2 1 2 1 1 - 1 - - 100 Krajan - 1 - 1 1 2 1 2 1 - 1 100 Krung sung 1 2 1 - 1 2 2 - - 1 - 100 Total (%) 4,29 8,57 4,29 11,43 15,71 21,43 17,14 4,29 5,71 4,29 2,86 100 Sumber: Diolah dari data primer (2009)

Tabel 5 Persentase responden menurut tingkat pendidikan di masing-masing dusun contoh

Dusun Pendidikan (Orang) Jumlah (%) SD SLTP SLTA Perguruan Tinggi

Burat 7 2 1 - 100 Geger Jeruk 6 3 1 - 100 Kalibarong 9 1 - - 100 Kalinongko 9 1 - - 100 Kaliwang 6 2 2 - 100 Krajan 8 1 - 1 100 Krungsung 5 3 2 - 100 Total (%) 71,43 18,57 8,57 1,43 100 Sumber: Diolah dari data primer (2009)

Tabel 6 Persentase dan jumlah responden menurut mata pencaharian pada masing- masing dusun contoh

Dusun

Mata Pencaharian (Orang) Jumlah (%) Petani Pedagang PNS Swasta

Burat 3 3 2 2 100 Geger Jeruk 7 1 1 1 100 Kalibarong 7 3 - - 100 Kalinongko 9 - 1 - 100 Kaliwang 6 - 2 2 100 Krajan 7 - 3 - 100 Krungsung 4 2 4 - 100 Total (%) 61,43 12,86 18,57 7,14 100 Sumber: Diolah dari data lapangan, 2009

Sebagai gambaran umum yang mencerminkan karakteristik masyarakat tani di Desa Burat menunjukan bahwa usaha di bidang kayu rakyat belum diminati oleh masyarakat usia muda. Dimana pada usia inilah yang akan berperan sebagai regenerasi yang dapat menjamin usaha hutan rakyat pada masa yang akan datang. Selanjutnya dengan tingkat pendidikan yang rendah dimana sebagian besar hanya lulusan Sekolah Dasar, masyarakat tani hutan rakyat membutuhkan suatu inovasi yang mudah dimengerti dan dapat diterima dengan baik agar tercapai pengembangan hutan rakyat ke arah yang lebih baik.

Jika melihat kondisi mata pencaharian utama mereka yang bukan sebagai petani hutan rakyat murni (pedagang, PNS dan swasta) yang mencapai 38,57 % mau menanami lahannya dengan kayu sengon, hal ini menunjukan bahwa minat masyarakat Desa Burat cukup tinggi untuk mengembangkan hutan rakyat yang dimilikinya. Hal ini diperkuat oleh luas kepemilikan hutan rakyat masyarakat Desa Burat yang didominasi oleh petani yang memiliki luas antara < 0,25 ha hingga 1 ha sebesar 88,57 % (Tabel 7). Kondisi pemilikan ini sesuai dengan pernyataan Ditjen RLPS pada tahun 2004.

Tabel 7 Jumlah dan persentase responden menurut kepemilikan hutan rakyat di masing-masing dusun contoh

Dusun

Luas Hutan Rakyat (Orang)

Jumlah (%) < 0,25 ha 0,25 - 0,5 ha 0,5 - 0,75 ha 0,75 - 1 ha > 1 ha Burat 7 - - 1 2 100 Geger Jeruk 3 4 1 - 2 100 Kalibarong 8 1 1 - - 100 Kalinongko 7 1 1 - 1 100 Kaliwang 2 2 1 4 1 100 Krajan 3 3 1 1 2 100 Krungsung - 3 6 1 - 100 Total (%) 42,86 20 15,71 10 11,43 100

Sumber: Diolah dari data lapangan, 2009

5. 3 Potensi Hutan Rakyat di Desa Burat

Data potensi digunakan untuk melakukan penaksiran jumlah potensi kayu dari suatu luasan yang telah dilaskukan inventarisasi hutan. Untuk luasan Desa Burat dengan luas hutan rakyat sebesar 439,426 ha didapatkkan data potensi yang dapat dilihat pada Tabel 8 dibawah ini.

Tabel 8. Data potensi hutan rakyat di Desa Burat Rata-rata volume per ha (m3/ha) Total volume tegakan (m3)

Rata-rata volume tegakan (m3) Intensitas sampling (%) Sampling error (%) 31,62 - 42,02 14.421,96 10.379,24 - 18.464,68 1,43 28,03

Sumber: Diolah dari data primer 2009.

Potensi kayu jenis sengon dari hutan rakyat di Desa Burat memiliki kisaran 31,62 – 42,03 m3/ha dengan hasil tersebut didapatkan total volume tegakan sebesar 14.421,96 m3 dan rata-rata volume tegakan sebesar 10.379,24 m3

– 18.464,68 m3 yang mencakup keseluruhan hutan rakyat di Desa Burat seluas 439,426 ha. Pengambilan contoh tersebut memiliki intensitas sampling sebesar 1,43 % dan memiliki kesalahan penarikan contoh sebesar 28,03%.

5. 4 Pengaturan Hasil Hutan Rakuat di Desa Burat

Menurut LP IPB (1990), metode pengaturan hasil yang cocok untuk hutan rakyat adalah metode pengaturan hasil berdasarkan jumlah batang. Dengan metode ini dapat diketahui jumlah pohon yang seharusnya ditebang atau ditanam serta banyaknya pohon untuk setiap periode. Penentuan ini dapat menghasilkan jumlah pohon dalam kelas-kelas umur menurut periode tertentu. Selain itu karena luas hutan rakyat yang dimiliki oleh setiap responden relatif kecil sehingga perlu disesuaikan dengan model pengaturan hasilnya.

Penentuan periode tebang memiliki beberapa alternatif, hal ini disesuaikan dengan kondisi ekonomi pemiliki hutan rakyat dan luas yang dimiliki oleh masing-masing petani. Apabila kondisi ekonomi pemiliki hutan rakyat cukup kuat maka dapat diambil periode tebang sekali dalam 7 atau 6 tahun yang disesuaikan dengan konsidi tegakan yang terdapat pada lokasi penelitian, periode tebang ini lebih dikenal sebagai periode tebang seumur daur. Setiap dilakukan kegiatan penebangan maka harus diikuti oleh penanaman dalam jumlah yang sama sehingga hutan rakyat memiliki kelas diameter yang lengkap dan merata.

Selain memperhatikan hal teknis mengenai kesaragaman kelas umur dan keseragaman kelas diameter sehingga pengelolaan yang dilakukan dapat dikatakan lestari, sistem pengaturan hasil ini juga memperhatikan daur butuh.

Dimana daur butuh ini adalah daur yang disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat di Desa Burat sehingga selain tujuan pengelolaan hutan rakyat secara lestari dapat tercapai, kebutuhan ekonomi masyarakat untuk jangka pendek hingga menengah dapat terpenuhi. Jumlah batang yang akan ditebang atau ditanam pada daur butuh menyesuaikan dengan jumlah batang yang akan ditebang atau ditanam pada periode tebang seumur daur, dalam hal ini dapat dilihat daur butuh yang berkisar dari 3 tahun hingga 3 bulan.

Berdasarkan hal tersebut diatas maka dapat ditentukan jumlah pohon yang harus ditanam dan ditebang oleh petani hutan rakyat disesuaikan dengan luas hutan rakyat yang dimilkinya. Pengaturan hasil yang dapat dilaksanakan pada masing-masing dusun di Desa Burat dapat dilihat pada Tabel 9, 10, 11, 12, 13, 14 dan 15 di bawah ini.

Tabel 9 Jumlah pohon yang ditanam atau ditebang untuk setiap periode penanaman dan penebangan pada berbagai luasan lahan di Dusun Burat

Luas Nt Ni

7 Tahun 3 Tahun 1 Tahun 6 Bulan 3 Bulan

0.1 87 87 37 12 6 3 0.2 174 174 75 25 12 6 0.3 262 262 112 37 19 9 0.4 349 349 150 50 25 12 0.5 436 436 187 62 31 16 0.6 523 523 224 75 37 19 0.7 610 610 261 87 44 22 0.8 698 698 299 100 50 25 0.9 785 785 336 112 56 28 1 872 872 374 125 62 31 Sumber: Diolah dari data primer

Berdasarkan Tabel 8 diatas, untuk Dusun Burat jumlah pohon per ha yang harus ditebang atau ditanam setiap periodenya sebagai berikut:

A. Untuk periode penebangan atau penanaman 7 tahun

Apabila periode penebangan atau penanaman yang diterapkan seumur daur yaitu 7 tahun maka hutan rakyat akan mempunyai tegakan yang terdiri dari 1 kelas umur. Perlakuan yang dilakukan adalah dengan cara menebang habis tegakan dan serentak melakukan penanaman. Jumlah pohon yang harus ditebang atau ditanam yaitu sebanyak 872 pohon untuk luasan 1 ha.

Apabila periode penebangan atau penanaman yang diterapkan 3 tahun maka hutan rakyat akan mempunyai tegakan yang terdiri dari 2 kelas umur. Perlakuan yang dilakukan adalah menanam kembali jumlah pohon yang telah ditebang. Jumlah pohon yang harus ditebang atau ditanam yaitu sebanyak 374 pohon untuk luasan 1 ha. Untuk penerapan periode 3 tahun ini akan ada sedikit pohon yang tersisa yaitu sebesar 62 pohon untuk periode 3 tahun, maka jumlah tersebut ditambahkan pada total jumlah batang yang ditanam atau ditebang yaitu menjadi 436 pohon untuk luasan 1 ha.

C. Untuk periode penebangan atau penanaman 1 tahun

Apabila periode penebangan atau penanaman yang diterapkan 1 tahun maka hutan rakyat akan mempunyai tegakan yang terdiri dari 7 kelas umur. Perlakuan yang dilakukan adalah dengan menanam kembali jumlah pohon yang telah ditebang. Jumlah pohon yang harus ditebang atau ditanam yaitu sebanyak 125 pohon untuk luasan 1 ha.

D. Untuk periode penebangan atau penanaman 6 bulan

Apabila periode penebangan atau penanaman yang diterapkan 6 bulan maka hutan rakyat akan mempunyai tegakan yang terdiri dari 14 kelas umur. Perlakuan yang dilakukan adalah dengan menanam kembali jumlah pohon yang telah ditebang. Jumlah pohon yang harus ditebang atau ditanam yaitu sebanyak 62 pohon untuk luasan 1 ha.

E. Untuk periode penebangan atau penanaman 3 bulan

Apabila periode penebangan atau penanaman yang diterapkan 3 bulan maka hutan rakyat akan mempunyai tegakan yang terdiri dari 28 kelas umur. Perlakuan yang dilakukan adalah dengan menanam kembali jumlah pohon yang telah ditebang. Jumlah pohon yang harus ditebang atau ditanam yaitu sebanyak 31 pohon untuk luasan 1 ha.

Tabel 10 Jumlah pohon yang ditanam atau ditebang untuk setiap periode penanaman dan penebangan pada berbagai luasan lahan di Dusun Geger Jeruk

Luas Nt Ni

6 Tahun 3 Tahun 1 Tahun 6 Bulan 3 Bulan

0.1 112 112 56 19 9 5 0.2 224 224 112 37 19 9 0.3 335 335 168 56 28 14 0.4 447 447 224 75 37 19 0.5 559 559 280 93 47 23 0.6 671 671 336 112 56 28 0.7 783 783 392 131 65 33 0.8 894 894 447 149 75 37 0.9 1006 1006 503 168 84 42 1 1118 1118 559 186 93 47 Sumber: Diolah dari data primer

Berdasarkan Tabel 9 diatas, untuk Dusun Geger Jeruk jumlah pohon per ha yang harus ditebang atau ditanam setiap periodenya sebagai berikut:

A. Untuk periode penebangan atau penanaman 6 tahun

Apabila periode penebangan atau penanaman yang diterapkan seumur daur yaitu 7 tahun maka hutan rakyat akan mempunyai tegakan yang terdiri dari 1 kelas umur. Perlakuan yang dilakukan adalah dengan cara menebang habis tegakan dan serentak melakukan penanaman. Jumlah pohon yang harus ditebang atau ditanam yaitu sebanyak 1118 pohon untuk luasan 1 ha.

B. Untuk periode penebangan atau penanaman 3 tahun

Apabila periode penebangan atau penanaman yang diterapkan 3 tahun maka

Dokumen terkait