• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.3. Teori Inflasi ............................................. Error! Bookmark not defined

2.6.7. Kondisi Infrastruktur

Menurut teori pertumbuhan export base dan growth poles; kapasitas ekspor, sistem produksi yang kompetitif dan kemampuan wilayah dalam menarik suatu kegiatan ekonomi baru merupakan hasil endowment dari infrastruktur yang sudah terbangun. Infrastruktur yang dimaksud adalah infrastruktur ekonomi seperti fasilitas transportasi, jalan raya, pelabuhan laut dan udara, rel kereta api dan pembangkit tenaga listrik, karena berhubungan secara langsung terhadap produktivitas suatu perusahaan (Cappelo dalam

Mengacu pada teori pertumbuhan ekonomi regional tersebut, maka diprediksikan bahwa peningkatan dalam kualitas infrastruktur dalam distribusi produk akan menyebabkan penurunan biaya transport dan penghematan waktu dalam perjalanan. Penghematan tersebut secara langsung akan mempengaruhi permintaan terhadap produk berupa input antara serta tingkat konsumsi. Secara agregat, dampak dari peningkatan kualitas infrastruktur bisa menyebabkan kenaikan tingkat harga atau sebaliknya tergantung dari struktur perekonomian

Subekti, 2011).

suatu negara atau wilayah. Peningkatan kualitas infrastruktur transportasi dapat menyebabkan dua kondisi yang berbeda, yaitu akan mendorong peningkatan ekspor atau sebaliknya akan meningkatkan permintaan atas produk impor. Bila kemudian yang terjadi adalah peningkatan ekspor maka pengaruhnya terhadap harga cenderung menjadi negatif, namun jika yang terjadi sebaliknya dampaknya terhadap inflasi menjadi positif (Oosterhaven dan Elhorst, 2003).

2.7 Penelitian Terdahulu

Novi Lestari (2003) dalam Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Inflasi Pada Perekonomian Regional Indonesia menganalisis faktor-faktor apa saja yang memengaruhi inflasi dan menyebabkan perubahan tingkat harga umum di dua puluh enam provinsi di Indonesia. Penelitian ini diestimasi menggunakan metode regresi data panel dengan pendekatan Fixed Effect Model (FEM). Hasil regresi menunjukkan bahwa dari sisi permintaan agregat inflasi dipengaruhi oleh jumlah uang beredar (berpengaruh negatif), pendapatan perkapita (berpengaruh positif), sedangkan investasi tidak berpengaruh signifikan terhadap inflasi. Dari sisi penawaran agregat inflasi dipengaruhi oleh upah (berpengaruh negatif), impor (berpengaruh positif), sedangkan investasi tahun lalu tidak berpengaruh signifikan terhadap inflasi. Penelitian ini menemukan bahwa inflasi regional juga dipicu oleh sisi penawaran agregat. Hal tersebut sesuai dengan teori strukturalis yang menyatakan bahwa inflasi pada negara berkembang juga disebabkan oleh naiknya biaya-biaya produksi.

Bambang P.S Brodjonegoro, Telissa Falianty dan Beta Y Gitaharie (2005) dalam Determinant Factors of Regional Inflation in Decentralized Indonesia meneliti faktor-faktor yang memengaruhi inflasi pada perekonomian regional pada perekonomian yang ter-desentralisasi. Penelitian ini menggunakan metode Ordinary Least Square (OLS) dan Vector Auto Regression (VAR) dalam menentukan determinan (moneter atau non-moneter) yang memiliki kontribusi terbesar terhadap inflasi pada perekonomian regional. Kemudian dilakukan estimasi dengan menggunakan metode regresi data panel dengan pendekatan FEM terhadap determinan yang paling dominan memengaruhi inflasi pada

perekonomian regional. Hasil yang didapat ternyata inflasi lebih dipengaruhi determinan non-moneter dengan faktor-faktor yang memengaruhi antara lain, Pendapatan Asli Daerah (PAD), pengeluaran rutin pemerintah daerah dan biaya transportasi yang semuanya berpengaruh positif dan signifikan terhadap inflasi regional.

Rizki E Wimanda (2006) dalam Regional Inflation in Indonesia:

Characteristic, Convergence, and Determinants melakukan penelitian mengenai karakteristik, konvergensi dan determinan inflasi regional di Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode Granger Causality dan koefisien korelasi untuk menganalisis karakteristik inflasi, metode koefisien konvergensi β untuk menganalisis konvergensi tingkat harga dan metode OLS untuk menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi inflasi pada perekonomian regional. Hasilnya adalah banyak wilayah di Indonesia yang memiliki keterkaitan inflasi yang tinggi terutama regional pulau Jawa terhadap wilayah lainnya, inflasi regional di Indonesia cenderung divergen dan determinan yang paling memengaruhi inflasi pada perekonomian regional adalah ekspektasi inflasi dan perubahan nilai tukar.

Muhammad Z Hamzah dan Eleonora Solfida (2006) dalam Pengaruh Jumlah Uang Beredar, Pengeluaran Pemerintah dan Nilai Tukar terhadap Inflasi di Indonesia: Pendekatan Error Correction Model (ECM) meneliti tentang seberapa besar pengaruh yang diberikan jumlah uang beredar, pengeluaran pemerintah dan nilai tukar terhadap inflasi di Indonesia pada jangka pendek dan jangka panjang. Penelitian ini diestimasi dengan metode Error Correction Model (ECM). Hasil estimasi model dalam jangka pendek menyimpulkan bahwa jumlah uang beredar, pengeluaran pemerintah dan nilai tukar memiliki hubungan yang positif dan tidak signifikan terhadap laju inflasi. Sedangkan dalam jangka panjang, hasil estimasi menyimpulkan bahwa jumlah uang beredar, pengeluaran pemerintah dan nilai tukar memiliki hubungan yang positif dan signifikan terhadap laju inflasi.

Reza Satrya Arjakusuma (2009) dalam Analisis Inflasi Regional di Indonesia melakukan penelitian untuk mengidentifikasi penyebab terjadinya inflasi regional di Indonesia, terutama terkait apakah berasal dari demand-pull

inflation ataukah cost-push inflation. Penelitian ini diestimasi dengan metode VAR dan Vector Error Correction Model (VECM). Hasil estimasi menyimpulkan bahwa varaibel harga beras dunia paling mempengaruhi tingkat inflasi regional di Indonesia disusul dengan harga minyak dunia akibatnya hampir seluruh regional di Indonesia mengalami incomplete passthrough akibat guncangan harga beras dan minyak dunia.

John Beirne (2009) dalam Vulnerability of Inflation in The New EU Member States to Country-Specific and Global Factors melakukan penelitian untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan atau memicu terjadinya inflasi secara komprehensif pada sepuluh negara anggota baru dari Uni Eropa. Penelitian ini diestimasi dengan dengan metode regresi data panel dinamis System-Generalized Method of Moment (SYS-GMM). Hasil regresi menyimpulkan bahwa inflasi inersia, nilai tukar nominal efektif (NEER), defist fiskal, belanja pemerintah, investasi (PMTB), kondisi infrastruktur dan variabel-variabel yang menggambarkan tekanan inflasi yang berasal dari faktor global (harga minyak, harga pangan, shock nilai tukar dan aksesi uni eropa) berpengaruh positif dan signifikan terhadap inflasi di negara-negara yang diteliti.

Jun Nagayasu (2009) dalam Regional Inflation in China melakukan penelitian mengenai perkembangan dalam tingkat harga dan inflasi di dua puluh tujuh region di China. Penelitian ini diestimasi dengan menggunakan metode regresi data panel dengan pendekatan Random Effect Model (REM). Hasil estimasi menunjukkan bahwa inflasi secara signifikan dipengaruhi oleh jumlah uang beredar M1&M2 (berpengaruh positif), kredit (berpengaruh positif), produktivitas (berpengaruh negatif) dan nilai tukar (berpengaruh positif). Secara keseluruhan disimpulkan bahwa semua parameter pada penelitian ini bersesuaian dengan teori ekonomi.

Dwi Wahyuni (2011) dalam Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Inflasi dari Sisi Penawaran meneliti faktor-faktor yang memengaruhi inflasi dan menyebabkan perubahan tingkat harga umum di Indonesia bila dilihat dari gangguan sisi penawaran. Penelitian ini diestimasi dengan menggunakan metode VAR dan VECM. Hasilnya adalah dalam jangka pendek variabel yang

berpengaruh secara signifikan terhadap inflasi adalah nilai tukar rupiah, sedangkan dalam jangka panjang inflasi dipengaruhi oleh expected inflation, nilai tukar rupiah, harga minyak dunia, harga pangan dunia dan upah buruh riil.

Adji Subekti (2011) dalam Dinamika Inflasi Indonesia Pada Tataran Provinsi melakukan penelitian mengenai pengaruh variabel kebijakan dan non-kebijakan terhadap inflasi di Indonesia. Penelitian ini diestimasi dengan dengan metode regresi data panel dinamis First Difference-Generalized Method of Moment (FD-GMM) dan Spatially Corrected Arellano-Bond (SCAB). Hasil yang didapat adalah dinamika inflasi Indonesia di pengaruhi oleh variabel kebijakan:

inersia inflasi, fluktuasi nilai tukar, perubahan kondisi infrastruktur dan derajat keterbukaan perdagangan. Dinamika inflasi Indonesia juga dipengaruhi oleh variabel non kebijakan antara lain: penyesuaian upah, harga Bahan Bakar Minyak (BBM) dalam negeri dan BI rate.

Tabel 2.1 Ringkasan Hasil Penelitian Terdahulu

Penulis Judul Variabel Ekonomi Observasi Rentang Waktu Lestari (2003) Analisis

Faktor-Faktor yang

Hamzah dan Output Gap, CPI dan Wholesale Price

Beirne (2009) Vulnerability of Inflation in The

Subekti (2011)

Dinamika Inflasi Indonesia Pada Tataran Provinsi

IHK, Output Gap, Nilai Tukar, Suku Bunga Nominal, Jumlah Uang Beredar, Pengeluaran

Pemerintah, Indeks Harga BBM, Upah Minimum Nominal, Kondisi Infrastruktur dan Derajat

Keterbukaan Perdagangan

26 Provinsi di Indonesia

1999-2009

2.8 Kerangka Pemikiran

Sebagai konsekuensi dari era otonomi daerah pada tahun 2001 menyebabkan semakin meluasnya faktor-faktor yang memengaruhi inflasi di Indonesia. Dalam hal ini akan membuat proses pengendalian inflasi akan menjadi semakin rumit karena inflasi nasional pada dasarnya merupakan angka agregasi dari inflasi di masing-masing wilayah di Indonesia. Oleh karena itu, pengidentifikasian faktor-faktor yang memengaruhi inflasi di Pulau Jawa penting untuk dipahami untuk merumuskan kebijakan pengendalian inflasi yang tepat.

Berikut ini adalah gambaran dari kerangka pemikiran penelitian ini:

Gambar 2.3 Kerangka Pemikiran

Penelitian ini akan menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi inflasi di Pulau Jawa. Variabel-variabel yang akan dianalisis dalam penelitian ini seperti jumlah uang beredar, pengeluaran pemerintah, pertumbuhan ekonomi, upah minimum, kondisi infrastruktur, harga minyak dunia dan harga pangan dunia.

Selanjutnya variabel-variabel tersebut akan dianalisis dengan menggunakan metode regresi data panel.

Indonesia

Otonomi Daerah

Inflasi Regional

Pulau Jawa Cost Push Inflation Demand Pull Inflation

Implikasi Kebijakan Indonesia

2.9 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan tinjauan pustaka dan beberapa penelitian terdahulu maka disusunlah beberapa hipotesis sementara, yaitu:

1. Jumlah uang beredar memiliki hubungan yang positif terhadap inflasi di Pulau Jawa.

2. Pengeluaran pemerintah memiliki hubungan yang positif terhadap inflasi di Pulau Jawa.

3. Pertumbuhan ekonomi memiliki hubungan yang positif terhadap inflasi di Pulau Jawa.

4. Upah minimum memiliki hubungan yang positif terhadap inflasi di Pulau Jawa.

5. Kondisi infrastruktur memiliki hubungan yang negatif terhadap inflasi di Pulau Jawa.

6. Harga minyak dunia memiliki hubungan yang positif terhadap inflasi di Pulau Jawa.

7. Harga pangan dunia memiliki hubungan yang positif terhadap inflasi di Pulau Jawa.

3.1 Jenis dan Sumber Data

Pada penelitian ini terdapat dua variabel yang merupakan data dunia dan satu variabel yang merupakan data nasional. Variabel yang merupakan data dunia yaitu harga minyak dunia dan harga pangan dunia, sedangkan variabel yang merupakan data nasional yaitu jumlah uang beredar. Penggunaan data harga minyak dunia dan harga pangan dunia mengacu pada penelitian-penelitian terdahulu dan dimaksudkan untuk melihat dampak fenomena guncangan luar negeri terhadap perekonomian regional. Penggunaan data jumlah uang beredar pada level nasional, disebabkan tidak tersedianya data jumlah uang beredar pada level provinsi. Selebihnya penggunaan variabel lainnya merupakan data pada level provinsi.

Pengguanaan data IHK hanya pada lingkup ibu kota provinsi sebagai proksi dari inflasi mengacu pada penelitian Subekti (2011), yang menganggap bahwa ibukota provinsi sebagai pusat pertumbuhan yang akan mempengaruhi daerah lainnya yang berada pada provinsi yang sama cukup merepresentasikan tingkat harga pada level provinsi.

Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder berupa data tahunan periode 2001-2010 yang diambil dari publikasi resmi pemerintah. Variabel, data, satuan dan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 3.1. Proses pengolahan data pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan bantuan paket program software Microsoft Office Excel 2007 dan Eviews 6.

Tabel 3.1 Variabel, Data yang Digunakan dan Sumbernya

Data (Variabel) Data yang digunakan Satuan Sumber Data Inflasi (P) Indeks Harga Konsumen

(IHK) Masing-Masing Ibu Kota Provinsi rebasing :

tahun dasar 2002

Indeks Badan Pusat Statistik

(BPS) Jumlah Uang

Beredar (M)

Jumlah Uang Beredar dalam Arti Sempit (M1)

Harga Minyak Dunia US$/Barel Organization of the Pangan Dunia (55 Komoditi)

Indeks Food

Rasio Panjang Jalan Raya dengan Kondisi Baik dan Luas Wilayah Provinsi

Km/Km2 BPS

3.2 Metode Analisis 3.2.1 Analisis Deskriptif

Metode analisis deskriptif merupakan suatu metode analisis sederhana yang dapat digunakan untuk menggambarkan kondisi suatu observasi dengan menyajikannya dalam bentuk tabel, grafik maupun narasi dengan tujuan untuk memudahkan pembaca dalam menafsirkan hasil observasi.

Metode analisis deskriptif dalam penelitian ini dilakukan untuk mengetahui gambaran umum mengenai perkembangan laju inflasi yang terjadi di Pulau Jawa selama kurun waktu 2001-2010 dan juga untuk menggambarkan

hubungan antara inflasi dengan variabel-variabel yang memengaruhi pada peneltian ini.

3.2.2 Analisis Ekonometrika

Metode analisis ekonometrika yang digunakan pada penelitian ini adalah metode analisis regresi data panel (pooled data). Data panel adalah gabungan dari data time series dan data cross section. Penggunaan metode data panel sudah banyak dipakai saat ini sebab adanya kelemahan dalam pendekatan metode cross section saja atau pendekatan time series. Jika hanya menggunakan metode cross section saja, pengamatan yang diamati hanya pada titik tertentu saja, sehingga perkembangan pengamatan tersebut dalam kurun waktu tertentu tidak dapat diestimasi. Pada pendekatan metode time series juga menimbulkan persoalan yaitu peubah-peubah yang diobservasi secara agregat hanya dari satu unit individu sehingga memberi peluang untuk menghasilkan estimasi yang sifatnya bias.

Penggunaan data panel ini merupakan konsekuensi dari kemampuan dan keterbatasan kedua metode analisis diatas. Penggabungan data cross section dan time series dalam studi data panel digunakan untuk mengatasi kelemahan dan menjawab pertanyaan yang tidak dapat dijawab oleh pendekatan metode cross section dan time series murni. Data cross section yang sama diobservasi menurut waktu. Jika setiap unit cross section memiliki observasi time series yang sama maka disebut sebagai balanced panel, sebaliknya jika jumlah observasi berbeda maka disebut sebagai unbalanced panel.

Beberapa keunggulan dari penggunaan data panel dalam analisis ekonometrika dikemukakan oleh Baltagi (2005) yaitu, pertama mengontrol heterogenitas individu. Data panel menyatakan bahwa individu, perusahaan, tempat atau negara adalah heterogen. Dalam data panel terdiri dari besaran dan waktu sehingga ada banyak variabel-variabel lain yang mungkin menjadi state-invariant atau time-state-invariant yang dapat memengaruhi variabel dependen. Data panel memberikan peluang perlakuan setiap unit-unit individu yang dianalisis adalah heterogen. Kedua, data panel memberikan informasi yang lebih banyak dan beragam, meminimalisasi masalah kolinieritas antar variabel, meningkatkan

derajat bebas dan lebih efisien. Pendekatan metode time series dapat menyebabkan multikoliniearitas, dengan data cross section menambah banyak variabilitas, menambah lebih banyak informasi sehingga dapat menghasilkan parameter estimasi yang dapat diandalkan. Ketiga, data panel lebih baik dalam mempelajari dynamics of adjustment. Distribusi cross section yang kelihatan stabil dapat menyembunyikan banyak perubahan yang sulit untuk diidentifikasi.

Masa pengangguran, pergantian pekerjaan, tempat tinggal dan pergerakan pendapatan merupakan contoh data yang lebih baik dipelajari dengan data panel.

Data panel juga cocok untuk mempelajari durasi dari variabel besaran ekonomi seperti pengangguran, kemiskinan dan inflasi dan juga dapat menjelaskan dalam kecepatan respon perubahan kebijakan ekonomi.

Data panel juga dibutuhkan untuk mengestimasi hubungan antar massa, siklus hidup dan intergenerasi (intergenerational). Data panel ini dapat menghubungkan pengalaman individu dan tingkah laku dalam satu titik waktu dengan pengalaman dan tingkah laku dalam titik waktu yang berbeda. Keempat, data panel lebih baik dalam mengidentifikasi dan mengukur efek yang tidak dapat dideteksi oleh cross section murni maupun time series murni. Seperti contoh, dalam menentukan apakah anggota serikat buruh dapat meningkatkan atau menurunkan upah. Hal ini dapat dijawab dengan mengobservasi seorang pekerja yang bergerak dari serikat buruh ke nonserikat buruh atau sebaliknya. Dengan mengasumsikan karakteristik individu yang konstan, dilengkapi dengan variabel yang lain untuk menentukan apakah keanggotaan serikat buruh memengaruhi upah dan dengan berapa banyak upah tersebut bisa berpengaruh terhadap keanggotaan serikat buruh (Friedman dalam Baltagi (2005)). Kelima, model data panel dapat digunakan untuk mengkonstruksi dan menguji model perilaku secara kompleks apabila dibandingkan dengan cross section atau time series murni. Pada kenyataanya, indikator dalam perekonomian sebagian besar bersifat dinamis.

Hubungan dinamis ini dapat diketahui dengan adanya lag variabel endogen yang terdapat pada variabel eksogen. Verbeek (2004) menjelaskan kelebihan dari penggunaan metode data panel bila dibandingkan dengan metode cross section dan time series murni. Kombinasi data cross section dan time series membuat jumlah data atau observasi yang digunakan dalam model data panel umumnya

lebih besar bila dibandingkan dengan model cross section dan time series murni.

Selain itu, variabel penjelas dalam model data panel lebih bervariasi atau marginal effect dalam dua dimensi (ruang atau individu dan waktu), sehingga selain dapat dianalisis variasi antar ruang (individu) dan waktu, penduga yang didasari oleh data panel lebih akurat dibandingkan cross section dan time series murni. Menurut Baltagi (2005), permasalahan tersebut antara lain: (i) relatif terbatasnya data karena melibatkan komponen cross section dan time series menimbulkan masalah desain survei panel, pengumpulan dan manajemen data (masalah yang umumnya dihadapi diantaranya: coverage, nonresponse, kemampuan daya ingat responden (recall), frekuensi dan waktu wawancara); (ii) distorsi kesalahan pengamatan (measurement error) yang umumnya terjadi karena kegagalan respon (contoh: pertanyaan yang tidak jelas, ketidaktepatan informasi, dan lain-lain); (iii) masalah selektivitas, yakni: selfselectivity, nonresponse, attrition (jumlah responden yang terus berkurang pada survei lanjutan); (iv) cross section dependence (contoh: apabila macropanel data dengan unit analisis negara atau wilayah dengan deret waktu yang panjang mengabaikan cross-country dependence maka dapat mengakibatkan kesimpulan-kesimpulan yang tidak tepat (misleading inference)).

Umumnya terdapat tiga pendekatan yang biasa diaplikasikan pada metode data panel, yaitu Pooled Least Square (PLS), Fixed Effect Model (FEM) dan Random Effect Model (REM). Selain itu, didalam melakukan pengolahan data panel juga terdapat kriteria pembobotan yang berbeda-beda yaitu No weighting (semua observasi diberi bobot sama), Cross section weight (Generalized Least Square (GLS) dengan menggunakan estimasi varians residual cross section, digunakan apabila terdapat pelanggaran asumsi cross section heteroskedasticity), dan Seemingly Uncorrelated Regression (SUR) (GLS dengan menggunakan covariance matrix cross section). Metode ini mengoreksi baik heteroskedastisitas maupun autokorelasi antar unit cross section.

3.2.2.1 Pooled Least Square

Pada prinsipnya, pendekatan ini adalah menggunakan gabungan dari seluruh data (pooled), sehingga terdapat N × T observasi, dimana N menunjukkan jumlah unit cross-section dan T menunjukkan jumlah time-series yang digunakan.

Persamaan pada estimasi yang menggunakan Pooled Least Square (PLS) dapat dituliskan dalam bentuk sebagai berikut (Baltagi, 2005):

...(3.1) dimana :

= nilai variabel terikat (dependent variable) untuk setiap unit cross section = nilai variabel penjelas (explanatory variable) ke-j untuk setiap cross section α = intercept yang konstan antar waktu dan cross section

= slope untuk variabel ke-j yang konstan antar waktu dan cross section = komponen error untuk setiap unit cross section ke-i pada periode waktu t.

N adalah jumlah unit cross section, T adalah jumlah periode waktunya dan K adalah jumlah variabel penjelas.

Keunggulan dalam penggunaan metode PLS adalah dengan mengkombinasikan semua data cross-section dan data time-series, dapat meningkatkan derajat kebebasan sehingga dapat memberikan hasil estimasi yang lebih efisien. Sementara, kelemahan pada metode PLS terletak pada dugaan parameter akan bias. Parameter yang bias ini disebabkan karena PLS tidak dapat membedakan observasi yang berbeda pada periode yang sama, atau tidak dapat membedakan observasi yang sama pada periode yang berbeda (Firdaus, 2011).

3.2.2.2 Fixed Effect Model

Fixed effect model (FEM) memasukkan unsur variabel dummy sehingga intersept α bervariasi antar individu maupun antar unit waktu. FEM lebih tepat digunakan jika data yang diteliti ada pada tingkat individu serta jika terdapat korelasi antara εit dan xit. Persamaan pada estimasi menggunakan FEM dapat dituliskan dalam bentuk sebagai berikut (Baltagi, 2005):

Yit = β1i + β2X2it + β3X3it + uit

Kelebihan pendekatan FEM adalah dapat menghasilkan dugaan parameter yang tidak bias dan efisien. Tetapi kelemahannya adalah jika jumlah unit observasinya besar maka akan mengurangi derajat bebas model, sehingga akan mengurangi tingkat keakuratan model (Firdaus, 2011).

...(3.2)

3.2.2.3 Random Effect Model

Random Effect Model (REM) muncul ketika antara efek individu dan regresor tidak memiliki korelasi. Asumsi ini membuat komponen error dari efek individu dimasukkan ke dalam error pada persamaan regresi. Persamaan estimasi pada REM adalah sebagai berikut (Baltagi, 2005):

………(3.3) dengan

dimana :

~ N (0, δu2

~ N (0, δv

) = komponen cross section error

2

~ N (0, δw

) = komponen time series error

2

Asumsinya adalah bahwa error secara individual tidak saling berkorelasi begitu juga dengan error kombinasinya.

) = komponen error kombinasi

3.2.2.4 Pengujian Model

Untuk memilih model mana yang paling tepat digunakan untuk pengolahan data panel, maka terdapat beberapa pengujian yang dapat dilakukan, antara lain:

1. Chow Test

Chow Test merupakan pengujian untuk memilih apakah model yang digunakan PLS atau FEM. Dalam pengujian ini dilakukan dengan hipotesis sebagai berikut:

H0 H

: PLS

1

Dasar penolakan terhadap hipotesis nol tersebut adalah dengan menggunakan F-statistic seperti yang dirumuskan oleh Chow (1967):

: FEM

……...………(3.4) dimana:

RRSS = Restricted Residual Sum Square (Sum Square Residual PLS) URSS = Unrestricted Residual Sum Square (Sum Square Residual FEM) N = jumlah data cross section

T = jumlah data time series K = jumlah variabel independen

Dimana pengujian ini mengikuti distribusi F yaitu . Jika nilai Chow Test (F-statistic) hasil pengujian lebih besar dari F-Tabel, maka cukup bukti bagi kita untuk melakukan penolakan terhadap H0

2. Hausman Test

sehingga model yang kita gunakan adalah FEM, begitu juga sebaliknya.

Hausman Test adalah pengujian statistik sebagai dasar pertimbangan kita dalam memilih apakah menggunakan FEM atau REM. Pengujian ini dilakukan dengan hipotesis sebagai berikut:

H0

H

: REM

1

Sebagai dasar penolakan H : FEM

0

…………....(3.5) maka digunakan statistik Hausman dan membandingkannya dengan Chi square. Statistik Hausman dirumuskan dengan:

dimana M adalah matriks kovarians untuk parameter β dan k adalah derajat bebas yang merupakan jumlah variabel independen.

Jika nilai statistik Hausman hasil pengujian lebih besar dari , maka cukup bukti untuk melakukan penolakan terhadap H0 sehingga model yang digunakan adalah FEM, begitu juga sebaliknya.

3.2.2.5 Metode Evaluasi Model

Setelah selesai melakukan pengolahan data dengan metode analisis data panel, harus dilakukan evaluasi terhadap model estimasi yang dihasilkan. Metode

Setelah selesai melakukan pengolahan data dengan metode analisis data panel, harus dilakukan evaluasi terhadap model estimasi yang dihasilkan. Metode

Dokumen terkait