• Tidak ada hasil yang ditemukan

4.1 Letak, Luas dan Status Kawasan

Gunung Ciremai merupakan gunung berapi aktif (strato) tertinggi di Jawa Barat dengan puncak tertinggi yaitu 3.078 m dpl dengan luas 15.518,23 hektar dan secara geografis berada pada koordinat 108028‟0” BT – 108021‟35”

BT dan 6050‟25” LS – 6058‟26” LS. Berdasarkan wilayah administratif pemerintahan kawasan TNGC termasuk pada 2 Kabupaten Kuningan (bagian timur) seluas 8.205,38 hektar dan Kabupaten Majalengka seluas 7.308,95 di sebelah barat.

Penunjukan kawasan ini sebagai Taman Nasional berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 424/Menhut-II/2004 tanggal 19 Oktober 2004 dengan luas ± 15.500 Ha (BTNGC 2006).

4.2 Kondisi Fisik Kawasan 4.2.1 Geologi dan tanah

Jenis batuan pada daerah ini terdiri dari berbagai jenis batuan vulkanik, baik berupa vulkanik tua maupun muda yang merupakan produk dari aktivitas vulkanik Gunung Ciremai. Terlebih pada bagian utara kawasan yang pada lereng bagian bawah dan bagian kaki gunungnya dipenuhi oleh batu –

batuan vulkanik dengan vegetasi dominan adalah semak belukar.

Kawasan Gunung Ciremai berdasarkan peta Kelas Tanah Kelompok Hutan Gunung Ciremai pola penyebaran jenis tanah penyusunan kawasan Taman Nasional Gunung Ciremai adalah berikut :

 Regosol coklat kelabu, asosiasi regosol kelabu, regosol coklat kelabu dan latosol dengan penyebaran mulai dari puncak Gunung Ciremai sampai bagian lahan yang landai di Kecamatan Jalaksana dan sebagian Kecamatan Mandirancan.

 Kelompok asosiasi andosol coklat dan regosol dengan penyebaran pada daerah – daerah tinggi yaitu di sekililing puncak Gunung Ciremai.

 Kelompok latosol coklat, latosol coklat kemerahan umumnya menempati daerah yang lebih rendah dengan penyebaran yang cenderung merata di setiap wilayah.

4.2.2 Topografi

Kawasan Taman Nasional Gunung Ciremai memiliki topografi yang bergelombang dan berbukit sepanjang bagian kaki gunung hingga bagian puncak pada ketinggian mencapai 3.078 m dpl (BTNGC 2006).

4.2.3 Iklim dan hydrologi

Kawasan Taman Nasional Gunung Ciremai memiliki iklim tropis. Curah hujan pada kawasan ini berkisar antara 2.000 – 4.000 mm/tahun dengan curah hujan rata – rata 3.500 mm/tahun, sedangkan curah hujan tertinggi mencapai 4.000 – 4.500 mm/tahun yang terjadi di daerah sekitar puncak dan curah hujan terendah antara 2.000 – 2.500 mm/tahun yang terjadi disebelah timur kawasan. Bulan kering terjadi antara bulan Juli – September dengan curah hujan rata – rata bulanan antara 25 – 150 mm dan bulan basah terjadi antara bulan November – Maret dengan curah hujan rata – rata bulanan antara 200 – 900 mm. Suhu udara antara 150C – 270C kecuali pada daerah puncak Gunung Ciremai antara 40C – 180C.

Kawasan Gunung Ciremai kaya dengan sumber daya air berupa sungai dan mata air. Sungai – sungai yang bersumber dari kawasan Gunung Ciremai berjumlah ± 43 buah dan 156 titik mata air, dimana 147 titik mata air terus – menerus mengalirkan air sepanjang tahun dengan debit rata – rata 50 –

2.000 liter/detik serta kualitas airnya memenuhi standar criteria kualitas air minum.

Kawasan Taman Nasional Gunung Ciremai memiliki fungsi hydrologis yang sangat penting yaitu sebagai kawasan resapan air dan sumber mata air. Potensi sumberdaya airnya meliputi 43 sungai dan 156 sumber mata air yang potensial dimana sebanyak 147 titik sumber mata air mengalir terus menerus sepanjang tahun dengan rata-rata debit air yang cukup besar 50-2000 liter/detik (BAPPEDA Kab. Kuningan & RISSAPEL 2000), mata air-mata air tersebut mengaliri sekitar 43 sungai-sungai yang bersumber dari Gunung Ciremai. Sumberdaya air dari Kawasan Gunung Ciremai dimanfaatkan untuk

kepentingan rumah tangga, pertanian, industri dan kegiatan ekonomi lainnya, diantaranya untuk :

- Suplai air bagi PDAM Kabupaten Cirebon dengan debit 200 liter/detik dan bagi PDAM Kota Cirebon dengan debit 800 liter/detik.

- Suplai air untuk Pertamina Cirebon dengan debit 50 liter/detik.

- Suplai air untuk PT. Indocement Cirebon dengan debit sebesar 36 litter/detik.

- Suplai air untuk kegiatan pertanian, perkebunan tebu dan pabrik gula adalah 2.500 liter/detik.

4.3 Flora dan Fauna 4.3.1 Flora

Hutan Gunung Ciremai merupakan hutan sekunder yang berumur sekitar 35 tahunan, sebagian kawasan sering terganggu oleh masyarakat dan bencana alam seperti kebakaran. Sebagian besar penutupan lahan di kawasan Gunung Ciremai berupa vegetasi hutan, baik hutan alam maupun hutan produksi. Hutan di kawasan tersebut sebagian besar merupakan hutan alam primer (virgin forest) yang dikelompokan ke dalam tiga, yaitu :

 Hutan hujan dataran rendah (2-1.000 m dpl)

 Hutan hujan pegunungan/zona Montana (1.000 – 2.400 m dpl)

 Hutan pegunungan sub alpin (>2.400 m dpl)

Berdasarkan inventarisasi tumbuhan yang dilakukan pada tahun 1930 vegetasi TNGC antara lain terdiri dari huru (Lauraceae), mareme (Glochidion sp), saninten (Castanopsis argentea). Berdasarkan hasil studi dari Suwandhi (2001) bahwa di kawasan Gunung Ciremai ditemukan sekitar 32 spesies tanaman pada ketinggian antara 1.200 – 2.400 meter di atas permukaan laut, antara lain : saninten (Castanopsis argentea), kitandu (Fragraera blumii), ki pulusan (Villubrunes rubescens), kalimorot (Castanopsis javanica), mara (Macaranga denticulata), ki keper (engelhardia spicata), tangogo (Castanopsis tungurut), pasang (Lithocarpus sundaicus), janitri (Elaeocarpus stipularis), pasang bodas (Lithocarpus spicatus), saninten (Castanopsis argentea), kiara (Ficus sp.), ki jalantir. Diantara tanaman tersebut antara lain

berupa (Eurya acuminata), tanaman langka seperti lampeni (Ardisia cymosa), kakaduan (Platea latifolia)(BTNGC 2006).

Berdasarkan hasil eksplorasi kawasan hutan Gunung Ciremai (di wilayah Kab. Kuningan) oleh Tim Kebun Raya Bogor, LIPI ditemukan 119 koleksi tumbuhan terdiri dari 40 koleksi anggrek dan 79 koleksi non anggrek. Spesies–spesies anggrek yang mendominasi adalah Vanda tricolor, Eria miltiflora, Eria hyancinthoides, Eria compressa, Coelogyne miniata, Pholidota imbricate, Liparis latifolia. Sedangkan spesies anggrek terestrial yang mendominasi adalah Calenthe triplicate, Macodes sp., Cymbidium lancefolium, Cymbidium finlaysonianum dan Malaxis iridifolia (BTNGC 2006).

Pada kawasan dataran tinggi kering, vegetasi non anggrek didominasi oleh Pinanga javana, Pandanus sp., Nicolaia sp. Sedangkan vegetasi dataran tinggi basah di dominasi dengan paku tiangi (Cyathea sp.). Secara umum vegetasi hutan Gunung Ciremai banyak ditumbuhi keluarga huru (Litsea sp.), mareme (Glochidion sp.), mara (Macaranga tanarius), saninten (Castanopsis argentea), sereh gunung (Cymbophogon sp.), Hedychium sp., Ariasema sp. Koleksi yang berpotensi sebagai tanaman hias adalah Nephenthes gymnaflora yang merupakan anggota dari suku kantong semar (Nepenthaceae) dan Rosaceae. Jenis tegakan yang cukup menarik adalah ditemukannya koleksi dadap jingga (Erythrina sp.) (BTNGC 2006).

4.3.2 Fauna

Beberapa jenis fauna yang dapat ditemukan pada kawasan Taman Nasional Gunung Ciremai adalah :

Mamalia : Macan kumbang (Phantera pardus), Kijang (Muntiacus muntjak), landak (Zaglossus brujini), babi hutan, kera abu – abu (Macaca fascicularis) dan surili (Presbytis comata)

Burung, antara lain spesies yang dilindungi seperti elang jawa (Spizaetus bartelsii)

4.4 Pengelolaan TNGC

Pengelolaan Balai TNGC sesuai dengan Peraturan Menteri Kehutanan No. P.29/Menhut-II/2006 tentang perubahan pertama atas keputusan Menteri Kehutanan No. 6186/Kpts-II/2002 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Taman Nasional. Dimana terbagi kedalam dua seksi pengelolaan yaitu Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah I Kuningan dan Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah II Maja di Kabupaten Majalengka.

4.5 Kependudukan 4.5.1 Demografi

Masyarakat lokal yang tinggal berbatasan dengan kawasan TNGC yaitu ada 14 kecamatan yaitu 7 kecamatan yang terdiri dari 25 desa termasuk wilayah administratif Kabupaten Kuningan dan 7 kecamatan dengan jumlah desa 20 termasuk pada wilayah administratif Kabupaten Majalengka. Untuk 7 kecamatan di Kabupaten Kuningan jumlah laki-laki sekitar 144.096 jiwa dan jumlah perempuan ada 143.341 jiwa. Untuk 7 kecamatan di Kabupaten Majalengka jumlah laki-laki ada 141.024 jiwa dan untuk perempuan ada 138.604 jiwa (BTNGC 2006).

4.5.2 Agama (Kepercayaan)

Berdasarkan Data Pusat Statistik tahun 2001 Kabupaten Kuningan masyarakat dari ke tujuh desa tiga desa yaitu Jalaksana, Mandirancan dan Pasawahan semua pemeluk agama Islam, desa Darma 56 orang dan desa Cilimus 24 orang menganut agama Katolik dan selebihnya menganut agama Islam, sedangkan untuk desa Cigugur dari 38.083 orang pemeluk agama Islam 32.068 orang, Katolik 5.645 orang dan Protestan 80 orang, serta 290 orang penganut agama lainnya. Hal tersebut berbeda dengan daerah Majalengka karena hampir semua masyarakat dari 20 desa memeluk agama Islam kecuali 10 orang pemeluk agama Protestan di desa Sukahaji.

4.5.3 Perekonomian

Mata pencaharian penduduk di sekitar Gunung Ciremai terdiri dari petani sebanyak 65.476 orang (68,79 %), industri sebanyak 2.323 orang (2,46 %) dan sektor jasa sebanyak 27.097 orang (28,55 %). Besarnya jumlah petani menunjukkan besarnya jumlah masyarakat yang bergantung pada lahan

pertanian dengan luas kepemilikan lahan pertanian oleh petani hanya mencapai 0,2119 Ha. Adapun komoditas pertanian yang dihasilkan diantaranya adalah padi, palawija, sayur-sayuran dan buah-buahan.

Mata pencaharian penduduk di sekitar Gunung Ciremai wilayah Kabupaten Kuningan dan Majalengka, sebagian besar di sektor pertanian baik di lahan milik, penggarap atau buruh tani dengan komoditi spesies yang ditanam di atas lahan ladang/kebun/tegalan diantaranya jenis sayuran dan rempah-rempah (BTNGC 2006).

4.5.4 Pendidikan

Tingkat pendidikan 7 kecamatan di Kabupaten Kuningan untuk yang tidak tamat SD ada 3.159 jiwa, tamat SD ada 11.225 jiwa, tamat SMP ada 3.625 jiwa, tamat SMA ada 2932 jiwa, tamat sarjana muda ada 619 jiwa dan yang tamat sarjana 17 jiwa.

Tingkat pendidikan 7 kecamatan di Kabupaten Majalengka tamat SD ada 24.583 jiwa, tamat SMP ada 3.570 jiwa, tamat SMA ada 1.305 jiwa, tamat sarjana muda dan tamat sarjana 235 jiwa.

4.5.5 Sosial dan budaya masyarakat

Interaksi masyarakat desa dengan kelompok hutan Gunung Ciremai telah lama berlangsung sejak kawasan tersebut belum ditunjuk sebagai taman nasional. Berbagai aktifitas masyarakat, baik secara ekologi, ekonomi, dan sosial berhubungan dengan kawasan tersebut. Interaksi secara ekologi dapat dilihat dari dimanfaatkannya jasa lingkungan yang keluar dari kawasan Gunung Ciremai untuk mendukung kehidupan masyarakat, misalnya jasa hidrologis yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan air minum, pertanian, dan sebagainya. Interaksi masyarakat dengan kawasan Gunung Ciremai secara ekonomi ditunjukkan dengan ketergantungan masyarakat dalam memanfaatkan hasil hutan yaitu hasil hutan kayu maupun hasil hutan non-kayu. Selain itu, beberapa situs yang terdapat di dalam kawasan Gunung Ciremai merupakan bagian dari kegiatan ritual kepercayaan dan budaya bagi sebagian masyarakat di sekitar dan di luar kawasan Gunung Ciremai.

BAB V

Dokumen terkait