ETNOBOTANI DAN POTENSI TUMBUHAN BERGUNA
DI TAMAN NASIONAL GUNUNG CIREMAI, JAWA BARAT
DIAN ARIZONA
DEPARTEMEN
KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
RINGKASAN
DIAN ARIZONA. E34061327. Etnobotani dan Potensi Tumbuhan Berguna di Taman Nasional Gunung Ciremai, Jawa Barat. Dibimbing oleh : EDHI SANDRA and AGUS HIKMAT.
Kehidupan masyarakat di sekitar TNGC mempunyai interaksi yang sangat erat dengan sumberdaya alam yang ada di sekitarnya. Salah satunya adalah interaksi yang berhubungan dengan pemanfaatan tumbuhan (etnobotani). Pendokumentasian pengetahuan etnobotani masyarakat TNGC penting dilakukan agar pengetahuan masyarakat TNGC dalam pemanfaatan tumbuhan tersebut tidak hilang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pemanfaatan tumbuhan oleh masyarakat di sekitar TNGC (etnobotani) dan mengetahui potensi tumbuhan berguna di kawasan TNGC. Kajian etnobotani dilakukan dengan wawancara dan untuk mengetahui potensi tumbuhan berguna di kawasan TNGC dilakukan dengan analisis vegetasi. Hasil penelitian menunjukan jumlah spesies yang ditemukan dari kajian etnobotani diperoleh sebanyak 131 spesies dari 62 famili. Penggunaan tumbuhan yang paling banyak adalah tumbuhan obat 37 spesies. Jumlah spesies tumbuhan yang ditemukan dari hasil analisis vegetasi di kawasan TNGC diperoleh sebanyak 99 spesies dari 43 famili. Untuk spesies tumbuhan berguna terbanyak yaitu tumbuhan untuk bahan bangunan 14 spesies. Tumbuhan yang dimanfaatkan masyarakat dari 131 spesies itu tidak semua berasal dari dalam kawasan. Spesies yang dimanfaatkan masyarakat dan spesies tersebut tidak berada di dalam kawasan TNGC yaitu 113 spesies, sedangkan tumbuhan yang dimanfaatkan masyarakat dan tumbuh di dalam kawasan TNGC sebanyak 18 spesies. Semua tumbuhan yang diperoleh dari hasil etnobotani dan hasil analisis vegetasi didapat 10 spesies unggulan yang dapat dikembangkan oleh masyarakat sekitar kawasan TNGC, diantaranya spesies unggulan yang lebih berpotensi untuk dikembangkan yaitu nilam (Pogostemon cablin) sebagai bahan aromatik dan menjadi bahan baku pembuatan parfum dan anggrek tanah bunga kuning (Phaius flavus) untuk tumbuhan hias. Spesies-spesies unggulan ini jika dibudidayakan dan dikembangkan secara lestari diharapkan dapat membantu pendapatan masyarakat di sekitar TNGC.
SUMMARY
DIAN ARIZONA. E34061327. Etnobotany and Potential of Useuful Plants on Mount Ciremai National Park, West Java. Under supervision of EDHI SANDRA and AGUS HIKMAT.
The people around TNGC have a very close interaction with the surrounding natural resources as can be seen when they deal with the use of plants
(ethnobotany). Documenting the people‟s knowledge in TNGC ethnobotany is
especially important so that the knowledge of TNGC people in the use of these plants can be preserved. This study aimed to identify the use of plants by the people around TNGC (etnobotany) and to find out the potential of useful plants in the TNGC region. Ethnobotany study was conducted by interviews and the potential of useful plants in the TNGC region was learned through a vegetation analysis. The number of species obtained from the ethnobotany results was 131 species and 62 families. Medicinal plants were among the much used reaching 37 species. The number of spesies obtained from the results of vegetation analysis was 99 plant spesies and 43 families residing in the TNGC area. The most useful plant species were plants producing buildings as many as 14 species. Out of 131 plant that were used by community, many them were not be found in the area of TNGC reached 113 species, whereas plants that were aas many as 18 species. Of all the plants obtained from the ethnobotany results and vegetation analysis, 10 superior species can be develoved by communities around the TNGC area, for example, nilam (Pogostemoncablin) as aromatic material and raw material for the manufacture of perfume and ground orchids with yellow flowers (Phaius flavus ) for ornamental plants. These superior species if well-cultivated are expected to help TNGC community improve their income.
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Etnobotani dan
Potensi Tumbuhan Berguna di Taman Nasional Gunung Ciremai, Jawa Barat”
adalah benar-benar hasil karya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan
belum pernah digunakan dalam bentuk apapun di Perguruan Tinggi atau lembaga
manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Januari 2011
Dian Arizona
Judul Skripsi : Etnobotani dan Potensi Tumbuhan Berguna di Taman
Nasional Gunung Ciremai, Jawa Barat
Nama : Dian Arizona
NIM : E34061327
Menyetujui :
Pembimbing I, Pembimbing II
Ir. Edhi Sandra, M.Si Dr.Ir. Agus Hikmat, M.Sc.F
NIP. 19661019 199303 1002 NIP. 19620918 198903 100
Mengetahui,
Ketua Departemen
Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan IPB
Prof. Dr. Ir. Sambas Basuni, MS.
NIP : 19580915 198403 1003
Tanggal Lulus :
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulisan skripsi ini dapat
diselesaikan dengan baik. Skripsi yang berjudul “Etnobotani dan Potensi Tumbuhan Berguna di Taman Nasional Gunung Ciremai, Jawa Barat” disusun untuk suatu syarat untuk memperoleh gelar sarjana bidang kehutanan di Fakultas
Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.
Penulisan skripsi ini dimaksudkan untuk mengetahui tentang pemanfaatan
tumbuhan berguna oleh masyarakat di kawasan Taman Nasional Gunung Ciremai
dan potensi tumbuhan berguna yang ada di dalam kawasan Taman Nasional
Gunung Ciremai.
Besar harapan penulis, semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi
semua pihak yang membutuhkan data tentang pemanfaatan tumbuhan dan potensi
tumbuhan berguna di kawasan TNGC. Penulis juga menyadari bahwa skripsi ini
belum sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak sangat
harapkan penulis untuk penyempurnaan penulisan skripsi ini.
Bogor, Januari 2011
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 27 mei 1988 di Sumedang,
Jawa Barat dari pasangan Bapak Dasko dan Ibu Siti Supiah
sebagai anak pertama dari dua bersaudara. Penulis
mengawali pendidikan di SDN Awilega tahun 1994-2000.
Selanjutnya di SMPN 1 Tanjungkerta tahun 2000-2003 dan
pendidikan menengah atas di SMAN 2
Cimalaka-Sumedang tahun 2003-2006. Pada tahun 2006 diterima
sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Siswa Masuk
IPB (USMI). Pada Tahun 2007 penulis diterima di Departemen Konservasi
Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.
Pada masa kuliah penulis aktif sebagai Anggota Himpunan Mahasiswa
Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (HIMAKOVA) dan organisasi
mahasiswa Daerah Sumedang (WAPEMALA). Di HIMAKOVA penulis
bergabung dengan Kelompok Pemerhati Flora (KPF). Penulis tergabung dalam
Eksplorasi Flora, Fauna, dan Ekowisata Indonesia 2007 dan 2008 di Cagar Alam
Gunung Simpang, Bandung-Cianjur dan Cagar Alam Rawa Danau, Banten.
Praktek Lapang Kehutanan yang pernah diikuti yaitu Praktek Pengenalan
Ekosistem Hutan di Gunung Slamet, Baturraden (Purwokerto)-Nusakambangan,
Cilacap (2008), Praktek Pengolahan Hutan di Hutan Pendidikan Gunung Walat
(2009) dan Praktek Kerja Lapang Profesi di Taman Nasional Alas Purwo,
Banyuwangi, Jawa Timur (2010). Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan, Institut Pertanian Bogor, penulis melakukan penelitian
UCAPAN TERIMA KASIH
Bimsillahirrahmanirrahim
Alhamdulillahirobbilla’lamin. Puji syukur kehadirat Allah SWT atas izin dan kemudahan dari-Nya sehinga skripsi ini berhasil diselesaikan. Dengan segala
kerendahan hati dan ketulusan, ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada :
1. Ibu dan Ayah tercinta, atas segala do‟a, kasih sayang, kesabaran, semangat, serta segala dukungan dan pengorbanannya.
2. Bapak IR. Edhi Sandra, M.Si dan Bapak Dr.Ir.Agus Hikmat, M.Sc.F.Trop.
atas bimbingan, arahan, waktu, kesabaran dan saran yang telah diberikan
kepada penulis dalam penyusunan dan penyelesaian skripsi ini.
3. Kepada dosen penguji Bapak Dr.Ir. Bahruni, MS, Ir. Deded Sarip Nawawi,
M.Sc dan Bapak Dr. Ir. Achmad, MS.
4. Bapak dan Ibu dosen yang telah memberikan ilmu pengetahuan, wawasan,
pengajaran dan bimbingan kepada penulis sehingga penulis dapat
menyelesaikan pendidikan di IPB.
5. Kepada adiku Dede Rahmat Hidayat dan seluruh keluarga besar atas
do‟anya, kasih sayang dan dukungannya.
6. Kepada Mellyana Rosmadewi Sunarya atas dukungan, do‟a dan kasih sayang yang diberikan.
7. Kepala Balai Taman Nasional Gunung Ciremai dan seluruh stafnya, Mba
Nisa, Pa Robi, Pa Mahmud, Pa Rodi, Pa Syarif, Pa Taryana dan Pa Agus
atas bantuannya.
8. Bapak Mul, Bapak Yono, Bapak Uro, Pa saefudin, atas dampingannya
dilapangan dan seluruh masyarakat Desa Cisantana dan Desa Argalingga.
9. Seluruh staf Tata Usaha Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan
Ekowisata atas bantuannya dalam penyelesaian skripsi.
10.Keluarga besar Himpunan Mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan dan
dukungan dan kekeluargaan, canda, tawa, pengalaman, ilmu pengetahuan
dan kebersamaan dalam pendidikan dan penyusunan skripsi.
11.Keluarga besar KSHE 43 (Cendrawasih 43) atas kebersamaan, tawa,
canda, duka, dan pengalaman bersama-sama.
12.Kawan-kawan Lab. Konservasi Tumbuhan Departemen KSHE atas
bantuan, kerjasama dan motivasinya.
13.Keluarga besar FAHUTAN IPB atas dukungan dan kekeluargaan, canda,
tawa, pengalaman, ilmu pengetahuan dan kebersamaan.
14.Keluarga besar WAPEMALA Sumedang, atas kebersamaannya.
15.Teman-teman seperjuangan satu daerah Des, Rully, Edi, dan Agung.
16.Teman Asrama Putra C2 dan Teman Wisma “Sarang Sanca” atas kebersamaannya.
17.Teman-teman satu SD,SMP dan SMA atas pertemannannya yang sampai
saat ini masih terjalin.
18.Semua pihak yang membantu semasa penulis kuliah, praktek dan
penyusunan skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang
secara langsung maupun tidak langsung memberikan kontribusi dan
bantuannya.
Semoga Allah SWT memberikan limpahan rahmat-Nya dan membalas kebaikan
semua pihak yang telah membantu penulis baik yang tersebutkan maupun yang
DAFTAR ISI
2.2.4 Tumbuhan penghasil pangan……….. 6
2.2.5 Tumbuhan penghasil pakan ternak……….. 6
2.2.6 Tumbuhan penghasil pestisida nabati……….. 6
2.2.7 Tumbuhan bahan pewarna dan tannin….……… 7
2.2.8 Tumbuhan keperluan ritual, adat dan keagamaan………... 7
2.2.9 Tumbuhan penghasil kayu bakar………. 8
2.2.10 Tumbuhan penghasil bahan bangunan……….. 8
2.2.11 Tumbuhan anyaman dan kerajinan……… 8
2.3.Taman Nasional.……….. 8
BAB IV KONDISI UMUM PENELITIAN 4.1 Letak dan Luas……….... 19
4.2.3 Iklim dan hidrologi……… 20
4.3.1 Flora……… 21
4.3.2 Fauna……… 22
4.4 Pengelolaan TNGC………. 23
4.5 Kependudukan……….... 23
4.5.1 Demografi……… 23
4.5.2 Agama………. 23
4.5.3 Perekonomian……….. 23
4.5.4 Pendidikan……… 24
4.5.5 Sosial dan budaya masyarakat……… 24
BAB V ISI DAN PEMBAHASAN 5.1 Karakteristik Responden………. 25
5.1.1 Tingkat pendidikan……….. 26
5.1.2 Pekerjaan………. 26
5.1.3 Karakteristik umur……….. 27
5.1.4 Jenis kelamin ………. 28
5.2 Potensi Tumbuhan Berguna di Masyarakat Sekitar Kawasan TNGC………. 29
5.2.1 Keanekaragaman tumbuhan berguna berdasarkan habitusnya… 29 5.2.2 Keanekaragaman tumbuhan berguna berdasarkan family…….. 30
5.2.3 Potensi dan pemanfaatan tumbuhan berguna……….. 31
5.2.4 Bagian tumbuhan yang digunakan……….. 32
5.2.5 Potensi tumbuhan berguna pada masyarakat TNGC………….. 33
5.3 Potensi Tumbuhan Berguna di Kawasan TNGC……….... 49
5.3.1 Keanekaragaman spesies dan famili tumbuhan berguna……… 49
5.3.2 Dominansi tumbuhan………. 51
5.3.3 Keanekaragaman dan kemerataan tumbuhan……….. 53
5.4 Kaitan Masyarakat dengan TNGC……….. 56
5.5 Pengembangan Spesies Unggulan……….. 57
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan……….……… 60
6.2 Saran……….……….. 60
DAFTAR PUSTAKA……….……… 61
LAMPIRAN……….………
DAFTAR TABEL
No Halaman 1. Tahapan kegiatan dan aspek kajian penelitian etnobotani masyarakat
disekitar Taman Nasional Gunung Ciremai………. 11
2. Klasifikasi kelompok kegunaan tumbuhan berguna di Taman
Nasional Gunung Ciremai……….………... 15
3. Klasifikasi Nilai Indeks Keanekaragaman Shanon-Wiener…………. 17
4. Tipologi masyarakat berdasarkan karakteristik kelas umur
responden. ……….………... 28
5. Rekapitulasi jumlah spesies tumbuhan berguna di TNGC
berdasarkan nama habitusnya……….…….. 29
6. Kelompok kegunaan jenis-jenis tumbuhan di TNGC……….. 32
7. Bagian tumbuhan yang digunakan oleh masyarakat……… 33
8. Beberapa spesies tumbuhan obat penting yang digunakan oleh
masyarakat di kawasan TNGC……….…… 36
9. Beberapa spesies tumbuhan berguna yang digunakan masyarakat sekitar TNGC sebagai tumbuhan hias……….. 37
10. Spesies tumbuhan berguna yang dimanfaatkan masyarakat sekitar
TNGC sebagai bahan aromatik……….…... 39
11. Spesies tumbuhan berguna yang digunakan masyarakat sekitar
TNGC sebagai tumbuhan pangan……….… 40
12. Spesies tumbuhan berguna yang digunakan masyarakat sekitar TNGC sebagai pakan ternak……….…... 41
13. Spesies tumbuhan berguna yang digunakan masyarakat sekitar TNGC sebagai penghasil pestisida nabati……… 43
14. Spesies tumbuhan berguna yang digunakan masyarakat sekitar TNGC sebagai penghasil pewarna dan tanin………... 44
15. Spesies tumbuhan berguna yang digunakan masyarakat sekitar TNGC sebagai kayu bakar……….…...
44 16. Spesies tumbuhan berguna yang digunakan masyarakat sekitar
17. Beberapa spesies tumbuhan berguna yang digunakan masyarakat sekitar TNGC sebagai bahan bangunan………... 46
18. Spesies tumbuhan berguna yang digunakan masyarakat sekitar TNGC sebagai penghasil tali, anyaman dan kerajinan………. 47
19. Spesies tumbuhan berguna yang digunakan masyarakat sekitar
TNGC untuk keperluan lainnya……….….. 48
20. Kelompok kegunaan jenis-jenis tumbuhan di TNGC……….. 50
21. Rekapitulasi jenis tumbuhan berguna yang mempunyai INP paling
tinggi……….…...……… 52
22. Indeks keanekaragaman Shannon-Wiener dan indeks kemerataan pada berbagai resort di TNGC……….…... 54
DAFTAR GAMBAR
No Halaman
1. Peta Taman Nasional Gunung Ciremai………. 10
2. Metode garis berpetak untuk analisis vegetasi……….. 13
3. Rumah masyarakat TNGC………..…………... 25
4. Jumlah pendidikan responden……… 26
5. Jumlah pekerjaan responden……….. 27
6. a) Pengepakan dan pengangkutan hasil panen kubis b). Pengangkutan daun cengkeh………. 29
7. Sawuheun (Setaria palmifolia)………. 30 8. Jumlah spesies tumbuhan berguna berdasarkan famili………. 31 9. Jumlah tumbuhan obat berdasarkan famili……… 34 10. Jumlah tumbuhan obat berdasarkan habitus di kawasan TNGC………..……….. 35
11. Jumlah bagian tumbuhan obat yang digunakan oleh masyarakat TNGC………..……….. 36
12. (a). Bunga Bokor (Hydrangea sp.), (b) Patah tulang (Pedilanthus pringlei) dan (c). Ephorbia (Euphorbia mili)………. 38
13. (a). Cempoko (Talauma candollii) dan (b).Nilam (Pogostemon cablin) ………..………. 39
14. Kubis (Brassica oleracea) ……… 41
15. Kaliandra (Calliandra callothyrus) ……….. 42
16. Haur koneng (Bambusa vulgaris) ………. 45
17. Sengon (Paraserientes falcataria) ……… 47
18. Bambu atau awi (Gigantochloa apus) ………. 48
20. Masawa (Anisoptera marginata) ……….. 51
21. Jumlah tumbuhan yang dimanfaatkan dan berada di kawasan
TNGC………..………... 56
DAFTAR LAMPIRAN
No Halaman
1. Tumbuhan berguna yang ditemukan di dalam kawasan TNGC
dan dari masyarakat………..………... 65
2. Spesies tumbuhan obat hasil etnobotani dan potensi tumbuhan
yang berada di kawasan TNGC………..……. 73
3. Spesies tumbuhan hias hasil etnobotani dan potensi tumbuhan
yang berada di kawasan TNGC………..……. 79
4. Spesies tumbuhan aromatik hasil etnobotani dan potensi
tumbuhan yang berada di kawasan TNGC……….. 80
5. Spesies tumbuhan penghasil pangan hasil etnobotani dan potensi
tumbuhan yang berada di kawasan TNGC……….………. 80
6. Spesies tumbuhan penghasil pakan ternak hasil etnobotani dan
potensi tumbuhan yang berada di kawasan TNGC………. 81
7. Spesies tumbuhan penghasil pestisida nabati hasil etnobotani dan
potensi tumbuhan yang berada di kawasan TNGC………. 81
8. Spesies tumbuhan penghasil pewarna dan tanin hasil etnobotani
dan potensi tumbuhan yang berada di kawasan TNGC………….. 82
9. Spesies tumbuhan penghasil minuman potensi tumbuhan yang
berada di kawasan TNGC……….……….………. 82
10. Spesies tumbuhan penghasil kayu bakar hasil etnobotani dan
potensi tumbuhan yang berada di kawasan TNGC………. 82
11. Spesies tumbuhan untuk upacara adat hasil etnobotani dan
potensi tumbuhan yang berada di kawasan TNGC………. 83
12. Spesies tumbuhan sebagai bahan bangunan hasil etnobotani dan
potensi tumbuhan yang berada di kawasan TNGC………. 83
13. Spesies tumbuhan penghasil kerajinan tangan dan tali hasil etnobotani dan potensi tumbuhan yang berada di kawasan
TNGC. ……….……….……….…………
84 14. Spesies tumbuhan berguna di TNGC sebagai tumbuhan penghasil
15. Indeks nilai penting tingkat semai di Resort Cigugur……… 85
16. Indeks nilai penting tingkat semai di Resort Jalaksana………….. 86
17. Indeks nilai penting tingkat semai di Resort Pasawahan………… 86
18. Indeks nilai penting tingkat semai di Resort Argalingga………… 87
19. Indeks nilai penting tingkat semai di Resort Sanghiang…………. 87
20. Indeks nilai penting tingkat pancang di Resort Cigugur…………. 88
21. Indeks nilai penting tingkat pancang di Resort Jalaksana………... 89
22. Indeks nilai penting tingkat pancang di Resort Pasawahan……… 90
23. Indeks nilai penting tingkat pancang di Resort Argalingga……… 91
24. Indeks nilai penting tingkat pancang di Resort Sanghiang………. 92
25. Indeks nilai penting tingkat tiang di Resort Cigugur……….. 92
26. Indeks nilai penting tingkat tiang di Resort Jalaksana……… 93
27. Indeks nilai penting tingkat tiang di Resort Pasawahan………….. 94
28. Indeks nilai penting tingkat tiang di Resort Argalingga…………. 94
29. Indeks nilai penting tingkat tiang di Resort Sanghiang………….. 95
30. Indeks nilai penting tingkat pohon di Resort Cigugur……… 95
31. Indeks nilai penting tingkat pohon di Resort Jalaksana………….. 96
32. Indeks nilai penting tingkat pohon di Resort Pasawahan………… 98
33. Indeks nilai penting tingkat pohon di Resort Argalingga………... 99
34. Indeks nilai penting tingkat pohon di Resort Sanghiang………… 100
35. Indeks nilai penting tingkat tumbuhan bawah di Resort
Cigugur……….……….……….…………. 101
36. Indeks nilai penting tingkat tumbuhan bawah di Resort
Jalaksana……….……….……….……….. 102
37. Indeks nilai penting tingkat tumbuhan bawah di Resort
38. Indeks nilai penting tingkat tumbuhan bawah di Resort
Argalingga……….……….……….……… 104
39. Indeks nilai penting tingkat tumbuhan bawah di Resort
BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Indonesia dikenal mempunyai keanekaragaman hayati yang tinggi, baik
flora maupun fauna. Selain keanekaragaman hayati tersebut, Indonesia juga
memiliki keanekaragaman yang lain yaitu keanekaragaman suku/etnis yang
tersebar diseluruh Indonesia. Setiap suku di Indonesia mempunyai
pengetahuan tradisional yang biasanya diwariskan secara turun-temurun
kepada generasi berikutnya, yang pada umumnya dilakukan secara oral. Salah
satu pengetahuan tradisional yang dimiliki suku di Indonesia yaitu
pemanfaatan tumbuhan untuk kebutuhan sehari-hari.
Pengetahuan tradisional yang dimiliki setiap suku di Indonesia perlu
didokumentasikan melalui kajian etnobotani supaya pengetahuan pemanfaatan
tumbuhan yang dimiliki dari setiap suku tidak hilang ditelan modernisasi
budaya. Menurut Soekarman dan Riswan (1992), etnobotani adalah ilmu yang
mempelajari hubungan langsung manusia dengan tumbuhan dalam kegiatan
pemanfaatannya secara tradisional.
Adanya modernisasi budaya tersebut di atas dapat menyebabkan
hilangnya pengetahuan tradisional yang dimiliki oleh masyarakat (Santhyami
& Sulistyawati 2010). Kecenderungan hilangnya pengetahuan tradisional
seperti yang terjadi pada masyarakat kampung Kuta, Ciamis, Jawa Barat.
(Dwiartama 2005).
Di Jawa Barat hidup masyarakat asli yaitu Suku Sunda yang
diantaranya tinggal di sekitar Taman Nasional Gunung Ciremai (TNGC).
Masyarakat tersebut sangat berkaitan erat dengan kawasan TNGC dalam hal
pemanfaatan tumbuhan berguna. Dengan kegiatan pemanfaatan tumbuhan ini
maka dapat membantu masyarakat dalam memperoleh pendapatan untuk
memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Untuk mendukung kegiatan
masyarakat dalam pemanfaatan tumbuhan tersebut maka perlu adanya
Potensi tumbuhan berguna tersebut dapat dijadikan dasar pertimbangan
dalam pengembangan untuk sumber pendapatan masyarakat yang berada di
sekitar taman nasional. Spesies tumbuhan berguna yang berpotensi untuk
dikembangkan meliputi tumbuhan obat, tumbuhan hias, aromatik, penghasil
pangan, penghasil minuman, penghasil pakan, penghasil pestisida nabati,
penghasil pewarna tanin, untuk upacara adat, penghasil kayu bakar, penghasil
bahan bangunan, penghasil tali anyaman dan kerajinan.
Informasi tentang tumbuhan berguna di masyarakat dan TNGC belum
banyak diungkap, oleh karena itu perlu dikaji potensi tumbuhan berguna, baik
melalui kajian etnobotani masyarakat di sekitar TNGC tentang tumbuhan yang
digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, maupun pengamatan
langsung potensi tumbuhan berguna di kawasan TNGC.
1.2Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Mengetahui pemanfaatan tumbuhan oleh masyarakat (etnobotani) di sekitar
TNGC.
2. Mengetahui potensi tumbuhan berguna di dalam kawasan TNGC.
1.3Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan menjadi informasi, data dasar dan
masukan bagi pengelola TNGC dalam pengembangan pemanfaatan tumbuhan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Etnobotani
2.1.1 Definisi etnobotani
Etnobotani merupakan suatu ilmu yang kompleks dan dalam
pelaksanaannya memerlukan pendekatan yang terpadu dari banyak disiplin ilmu
antara lain, taksonomi, ekologi, dan geografi tumbuhan, pertanian, kehutanan,
sejarah, antropologi dan ilmu yang lain (Soekarman & Riswan 1992).
Definisi etnobotani menurut Ford (1980) diacu dalam Soekarman dan
Riswan (1992) etnobotani adalah ilmu yang mempelajari penempatan tumbuhan
secara keseluruhan di dalam budaya dan interaksi langsung manusia dengan
tumbuhan. Menurut Soekarman dan Riswan (1992), etnobotani adalah ilmu yang
mempelajari hubungan langsung manusia dengan tumbuhan dalam kegiatan
pemanfaatannya secara tradisional. Dalam hal ini adalah upaya untuk mempelajari
kelompok masyarakat dalam mengatur sistem pengetahuan anggotanya
menghadapi tetumbuhan dalam lingkungannya, yang digunakan tidak saja untuk
keperluan ekonomi tetapi juga untuk kepentingan spiritual dan nilai budaya
lainnya. Pemanfaatan yang dimaksud disini adalah pemanfaatan tumbuhan
sebagai obat, sumber pangan, dan kebutuhan hidup manusia lainnya.
2.1.2 Ruang lingkup
Seiring dengan kemajuan ilmu dan teknologi, ilmu etnobotani berkembang
dari hanya mengungkapkan pemanfaatan keanekaragaman spesies tumbuhan oleh
masyarakat lokal, berkembang dengan pesat yang cakupannya interdisipliner
meliputi berbagai bidang seperti sosial budaya (antropologi), botani, pertanian,
arkeologi, paleobotani, fitokimia, ekologi dan biologi konservasi dan bidangnya
(Purwanto 2000). Keseluruhan bidang ilmu tersebut merupakan instrument untuk
menganalisis hubungan suatu kelompok masyarakat atau suatu etnik dengan
sumber daya alam tumbuhan dengan lingkungannya.
Purwanto (2000) mendeskripsikan ruang lingkup bidang penelitian
1. Etnoekologi, mempelajari sistem pengetahuan tradisional tentang fenologi
tumbuhan, adaptasi dan interaksi dengan organisme lainnya, pengaruh
pengelolaan tradisional terhadap lingkungan alam.
2. Pertanian tradisional mempelajari sistem pengetahuan tentang varietas tanaman
dan sistem pertanian, pengaruh alam dan lingkungan pada seleksi tanaman
serta sistem pengelolaan sumberdaya tanaman.
3. Etnobotani kognitif, mempelajari tentang persepsi tradisional terhadap
keanekaragaman sumberdaya alam dan tumbuhan, melalui analisis simbolik
dalam ritual dan mitos, dan konsekuensi ekologisnya.
4. Budaya materi, mempelajari sistem pengetahuan tradisional dan pemanfaatan
tumbuhan dan produk tumbuhan dalam seni dan teknologi.
5. Fitokimia tradisional, mempelajari tentang pengetahuan tradisional
penggunaan berbagai spesies tumbuhan dan kandungan bahan kimianya,
contoh bahan insektisida lokal dan tumbuhan obat-obatan.
Dalam kajian etnobotani terdiri dari pola pemanfaatan tumbuhan dan
interaksinya dengan manusia termasuk upaya pelestarian terhadap sumber botani
tersebut. Dalam hal pemanfaatan tumbuhan mencakup kepada hampir seluruh
aspek kebutuhan hidup masyarakat seperti pangan, obat, bangunan, hiasan, pakan
dan kebutuhan hidup lainnya.
Dokumentasi sebagai salah satu usaha utama dalam etnobotani merupakan
pengumpulan bukti-bukti dan keterangan-keterangan. Dokumentasi dapat berupa
dokumen tertulis, rekaman foto, majalah, film dokumenter. Dalam hal botani
dokumentasi juga dilakukan dengan cara pengumpulan spesies.
2.2 Tumbuhan Berguna 2.2.1 Tumbuhan obat
Tumbuhan obat adalah seluruh spesies tumbuhan yang diketahui
mempunyai khasiat obat, yang dikelompokan manjadi : (1) Tumbuhan obat
tradisional, yaitu spesies tumbuhan yang diketahui atau dipercaya masyarakat
mempunyai khasiat obat dan telah digunakan sebagai bahan baku obat tradisional;
(2) Tumbuhan obat modern, yaitu spesies tumbuhan yang secara ilmiah telah
dipertanggungjawabkan secara medis; (3) Tumbuhan obat potensial, yaitu spesies
tumbuhan yang diduga mengandung senyawa atau bahan bioaktif yang berkhasiat
obat tetapi belum secara ilmiah atau penggunaannya sebagai bahan obat
tradisional sulit ditelusuri (Zuhud et al. 2004).
2.2.2 Tumbuhan hias
Tanaman hias mencakup semua tumbuhan, baik berbentuk merambat,
semak, perdu, ataupun pohon, yang sengaja ditanam orang sebagai komponen
taman, kebun rumah, penghias ruangan, upacara, komponen riasan/busana, atau
sebagai komponen karangan bunga. Bunga potong pun dapat dimasukkan sebagai
tanaman hias (Ramadhany 1994). Dalam konteks umum, tanaman hias adalah
salah satu dari pengelompokan berdasarkan fungsi dari tanaman hortikultura.
Bagian yang dimanfaatkan orang tidak semata bunga, tetapi kesan keindahan yang
dimunculkan oleh tanaman ini. Selain bunga (warna dan aroma), daun, buah,
batang.
2.2.3 Tumbuhan aromatik
Tumbuhan aromatik yakni tanaman yang mampu mengeluarkan aroma,
bisa juga digunakan untuk mengendalikan lalat buah. Di antaranya spesies selasih
(Occimum), yaitu Occimum minimum, Occimum tenuiflorum, Occimum sanctum dan lainnya. Selain tanaman selasih ada juga tanaman lain, yaitu Melaleuca bracteata dan tanaman yang bersifat sinergis (meningkatkan efektifitas atraktan), seperti pala (Myristica fragans). Semua tanaman ini mengandung bahan aktif yang disukai oleh lalat buah, yaitu Methyl eugenol, dengan kadar yang berbeda
(Mangun 2008).
Menurut Heyne (1987), tumbuhan aromatik yaitu tumbuhan penghasil
minyak atsiri, antara lain dari famili poaceae, misalnya akar wangi (Andropogon zizinioides); lauraceae misalnya kayu manis (Chinnamomum burmanii), zingibereceae misalnya jahe (Zingiber officinate), piperaceae misalnya sirih (Piper betle), salantalaceae misalnya cendana (Santalum album), anonaceae misalnya kenanga (Canangium odoratum) dan sebagainya. Tumbuhan penghasil minyak atsiri bersumber dari daun, batang, bunga, biji, kulit, buah dan akar atau
2.2.4 Tumbuhan penghasil pangan
Menurut kamus bahasa Indonesia tumbuhan pangan adalah segala sesuatu
yang tumbuh, hidup, berakar, berdaun, dan dapat dikonsumsi oleh manusia jika
pada hewan disebut pakan. Contohnya buah-buahan, sayur-sayuran, gandum dan
padi.
Tanaman pangan di Indonesia ada yang memiliki daerah penyebaran
khususnya hanya terdapat didaerah tertentu karena perbedaan iklim dan ada yang
menyeluruh. Demikian pula dengan penggunaannya, selain memenuhi kebutuhan
pangan dengan berbagai bentuk, digunakan pula untuk kepentingan lain
(Moeljopawiro & Manwan 1992). dikelompokkan menjadi 3 (tiga), yaitu:
1. Komoditas utama, seperti padi (Oryza sativa), kedelai (Glycine max), kacang tanah (Arachsis hypogeal), jagung (Zea Mays) dan sebagainya
2. Komoditas potensial, seperti sorgum (Andropogon sorgum), sagu (Metroxylon sp.) dan sebagainya
3. Komoditas introduksi, seperti ganyong (Canna edulis), jawawut (Panicum viridae), kara (Dolicchos lablab) dan sebagainya.
2.2.5 Tumbuhan penghasil pakan ternak
Menurut Mannetje dan Jones (1992) diacu dalam Kartikawati (2004),
pakan ternak adalah tanaman konsentrasi rendah dan mudah dicerna yang
merupakan penghasil pakan bagi satwa herbivora. Spesies ini bisa dibudidayakan
dan mudah dijumpai. Misalnya dipadang rumput, pematang sawah, tebing, dan
tanaman penutup pada perkebunan. Salah satu spesiesnya adalah rumput pahit
(Axonopus compresus). Tumbuhan penghasil pakan ternak adalah seluruh spesies tumbuhan yang diberikan kepada hewan pemeliharaan.
2.2.6 Tumbuhan penghasil pestisida nabati
Secara luas pestisida diartikan sebagai suatu zat yang dapat bersifat
beracun, menghambat pertumbuhan/perkembangan, tingkah laku,
perkembangbiakan, kesehatan, mempengaruhi hormon, penghambat makan,
membuat mandul, sebagai pemikat, penolak, dan aktivitas lainnya yang
mempengaruhi tumbuhan (Kardinan 1999).
Pestisida nabati adalah suatu pestisida yang bahan dasarnya berasal dari
nabati adalah pestisida yang bahan aktifnya berasal dari tumbuh-tumbuhan dan
berkhasiat mengendalikan hama pada tanaman.
2.2.7 Tumbuhan penghasil bahan pewarna dan tanin
Istilah warna dalam suatu bahasa dimunculkan setelah suku bangsa yang
bersangkutan menguasai teknologi untuk menyediakan bahan yang dapat dipakai
zat pewarna yang bersangkutan dan tumbuhan merupakan sumber utama yang
dipakai untuk meramu dan menemukan atau menciptakan bahan pewarna
alaminya (Rifai & Waluyo 1992)
Pewarna alami di Indonesia yang telah diidentifikasi dan digunakan secara
luas dalam berbagai industri seperti pada komoditas kerajinan (kayu, bambu,
pandan) dan batik (katun, sutra, wol). Spesies pewarna alami menghasilkan
warna-warna dasar, misalnya: warna merah dari Caesalpinia sp, warna biru dari Indigofera tinctoria, warna jingga dari Bixa orellana dan warna kuning dari Mimosa pudica.
Menurut Husodo (1999) terdapat kurang lebih 150 spesies pewarna alami
di Indonesia yang telah diidentifikasi dan digunakan secara luas dalam berbagai
industri seperti pada komoditas kerajinan (kayu, bambu, pandan) dan batik (katun,
sutra, wol).
2.2.8 Tumbuhan untuk keperluan ritual, adat dan keagamaan
Diantara berbagai macam pengetahuan masyarakat tentang tumbuhan yang
dimiliki oleh masyarakat, ada yang bersifat magis, spiritual dan ritual. Salah satu
diantaranya adalah pemanfaatannya di bidang upacara-upacara. Di berbagai etnis
tumbuhan-tumbuhan yang dipakai dalam upacara berbeda-beda menurut
pengetahuan masyarakat masing-masing. Dalam upacara-upacara adat yang
dilakukan terutama yang berkenaan dengan upacara daur hidup (Kartiwa &
Wahyono 1992).
Menurut Kartiwa dan Wahyono (1992) upacara ritual yang dilakukan oleh
masyarakat dibedakan atas tiga tujuan pokok :
1. Memisahkan (Separation), misalnya dalam upacara kematian. Dalam upacara tersebut untuk memisahkan orang yang sudah meninggal dari orang-orang
2. Menyatukan (incorporated), misalnya pada upacara perkawinan. Menyatukan antara pasangan pengantin laki-laki dengan perempuan.
3. Tradisi dan Peralihan (Transition), misalnya pada upacara pasha gigi, khitanan yaitu masa peralihan dari masa anak-anak ke masa remaja atau
dewasa, „nuju bulan‟ yaitu dari masa sebelum mempunyai anak, mengandung hingga melahirkan.
2.2.9 Tumbuhan penghasil kayu bakar
Hampir semua spesies tumbuhan berkayu dapat dijadikan bahan untuk
kayu bakar. Namun tentunya ada beberapa kriteria (Sutarno 1996) :
1. Tahan terhadap kekeringan dan toleran iklim.
2. Beradaptasi pada rentangan kondisi lingkungan yang luas
3. Tidak merusak tanah dan menjaga kesuburannya
4. Tahan penyakit dan hama
5. Pengelolaannya singkat waktunya
6. Memiliki manfaat lain yang menguntungkan pertanian
7. Menghasilkan percabangan dengan diameter yang cukup kecil untuk dipotong
dengan peralatan tangan dan mudah pengangkutannya.
8. Menghasilkan kayu yang mudah dibelah
9. Pertumbuhan tajuk baik, setiap tumbuh pertunasan yang baru.
10.Pertumbuhan cepat, volume hasil kayu maksimal tercapai dalam waktu yang
singkat.
11.Kadar air rendah dan mudah dikeringkan.
12.Menghasilkan kayu yang padat dan tahan lama ketika dibakar.
13.Menghasilkan sedikit asap dan tidak beracun apabila dibakar.
2.2.10 Tumbuhan penghasil bahan bangunan
Tumbuhan penghasil bahan bangunan oleh masyarakat adat digunakan
untuk membuat atau membangun rumah, tempat berkumpul dan beristirahat, dan
sarana ibadat. Katikawati (2004) menyebutkan bahwa bahan bangunan utama
pada masyarakat suku Dayak Meratus adalah pohon-pohon dihutan, ada pula rotan
dan bambu. Spesies-spesies yang umum digunakan adalah sengon
2.2.11 Tumbuhan penghasil tali, anyaman dan kerajinan
Menurut Isdijoso (1992) tumbuhan yang termasuk dalam kelompok
sumber bahan sandang, tali-temali, dan anyam-anyaman : kapas (Gossypium hirsutum), kenaf (Hibiscus cannabinus), rosella (Hibiscus sabdariffa), yute (Corchorus capsularis dan C. olitorius), rami (Boehmeria nivea), abaca (Musa Textilis) dan agave/sisal (Agave sisalana dan A. cantula).
2.3Taman Nasional
Menurut UU No.5/1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan
Ekowisata, kawasan konservasi dibagi dalam 2 kelompok utama yaitu Kawasan
Suaka Alam (meliputi Cagar Alam dan Suaka Margasatwa) dan Kawasan
Pelestarian Alam (meliputi Taman Nasional,Taman Hutan Raya dan Taman
Wisata Alam).
Taman nasional adalah kawasan pelesatarian alam yang mempunyai
ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan
penelitian, ilmu pengetahuan,, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata, dan
rekreasi. Sistem zonasi di dalam taman nasional terbagi atas beberapa zonasi,
tergantung dari masing-masing kondisi taman nasional. Tapi pada dasarnya setiap
taman nasional terdapat zona inti (core), zona rimba, zona pemanfaatan, zona
daerah penyangga dan zona lainnya (Departemen Kehutanan 2006).
Taman nasional adalah suatu kawasan yang diperuntukan bagi
perlindungan kawasan alami dan berpemandangan indah yang penting secara
nasional dan internasional serta memiliki nilai bagi pemanfaatan ilmiah,
pendidikan dan rekreasi. Kawasan alami ini relatif luas, materinya tidak diubah
oleh kegiatan manusia serta pemanfaatan sumberdaya tambang tidak
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Taman Nasional Gunung Ceremai
(TNGC), Kabupaten Kuningan dan Majalengka, propinsi Jawa Barat
(Gambar 2), yaitu pada bulan Juni sampai Juli 2010.
3.2 Objek dan Alat Penelitian
Objek kajian adalah masyarakat sekitar dan kawasan hutan TNGC.
Tumbuhan untuk pembuatan herbarium, alkohol 70% sedangkan alat yang
digunakan adalah peta, kamera, kertas karton, kantong plastik, tally sheet,
meteran gulung,kompas, tambang, kuesioner, label gantung, alat tulis menulis
dan komputer beserta perlengkapannya.
3.3 Metode Penelitian
Penelitian yang akan dilakukan terdiri dari 5 tahap kegiatan, yaitu :
kajian kondisi umum, kajian etnobotani, inventarisasi potensi tumbuhan
berguna, identifikasi spesies tumbuhan berguna dan pengolahan serta analisis
data. Tahapan kegiatan dan aspek yang dikaji dalam penelitian ini seperti
pada Tabel 1.
Tabel 1 Tahapan kegiatan dan aspek yang dikaji
Tabel 1 Lanjutan
Tahapan kegiatan Aspek yang dikaji Sumber data
Studi literatur dilakukan sebelum berangkat ke lokasi penelitian dan
sesudah dilakukan penelitian. Kegiatan ini bertujuan untuk mengetahui dan
mendapatkan informasi dasar mengenai kondisi umum lokasi penelitian
(kondisi fisik, biotik dan kependudukan), data inventarisasi vegetasi yang
telah dilakukan, serta untuk verifikasi (cek silang) spesies-spesies tumbuhan
yang diperoleh dari hasil wawancara. Data-data tersebut juga untuk jadi acuan
atau panduan dalam identifikasi spesies dan untuk melengkapi data-data hasil
pengamatan dilapangan.
3.3.1.2 Wawancara
Wawancara dilakukan untuk mendapatkan data mengenai
spesies-spesies tumbuhan berguna yang dimanfaatkan oleh masyarakat desa
penyangga TNGC. Wawancara dilakukan dengan metode pemilihan
responden secara acak. Jumlah responden terpilih yang mewakili dari jumlah
penduduk desa penyangga TNGC yaitu 63 orang.
3.3.1.3 Survei lapangan
Survei lapangan bertujuan untuk verifikasi spesies-spesies tumbuhan
berguna yang diperoleh dari hasil wawancara. Verifikasi dilakukan dengan
mencari berdasarkan informasi yang telah diperoleh dari hasil wawancara
sebagai sampel dan membuat dokumentasi atau membuat contoh spesimen
herbarium yang telah diidentifikasi dan cek silang dengan literatur.
Selain itu pengambilan data dilakukan dengan analisis vegetasi di
vegetasi menggunakan metode kombinasi jalur dan garis berpetak sebanyak
15 jalur, ukuran jalur 20 m x 100 m. kondisi jalur tersebut dibagi 20 x 20m
untuk pohon, 10 x 10 m untuk tiang, 5 x 5m untuk pancang dan 2 x 2m untuk
semai.
Menurut Soerianegara dan Indrawan (2002), tingkat pertumbuhan
semai (a) (tinggi < 1,5, diameter < 3 cm) petak berukuran 2 m x 2 m, untuk
tingkat pertumbuhan pancang 5 m x 5 m (b)(diameter < 10 cm, tinggi > 1,5 m
), untuk tingkat pertumbuhan tiang 10 m x 10 m (c)(diameter 10-19 cm) dan
untuk tingkat pertumbuhan pohon ukuran petaknya adalah 20 m x 20 m
(Gambar 2).
10m
20 m
Gambar 1. Petak pengamatan vegetasi.
Keterangan :
a : 2m x 2 m (semai) b : 5m x 5m (pancang) c : 10m x 10m (tiang) d : 20m x 20m (pohon)
Data yang dikumpulkan meliputi nama spesies, jumlah individu
setiap spesies untuk tingkat pertumbuhan semai dan pancang, sedangkan
untuk tingkat tiang dan pohon dicatat nama spesies, jumlah individu,
diameter batang.
d
D
d c
c
b
b
a
3.3.1.4 Pembuatan herbarium
Herbarium merupakan koleksi spesimen tumbuhan yang terdiri dari
bagian-bagian tumbuhan (ranting lengkap dengan daun, kalau ada bunga
dan buahnya). Tahapan-tahapan yang dilakukan dalam pembuatan
herbarium ini adalah :
Mengambil contoh herbarium yang terdiri dari ranting lengkap
dengan daunnya, kalau ada bunga dan buahnya diambil.
Contoh herbarium tadi dengan menggunakan gunting daun, dipotong dengan panjang kurang lebih 40 cm.
Kemudian contoh herbarium dimasukan kedalam kertas koran dengan memberikan etiket yang berukuran (3 x 5) cm. Etiket berisi
keterangan tentang nomor spesies, nama lokal, lokasi pengumpulan
dan nama pengumpul/kolektor.
Selanjutnya beberapa herbarium disusun diatas sasak yang terbuat dari bambu dan disemprot dengan alkohol 70% untuk selanjutnya
dibawa dan dikeringkan dengan menggunakan oven.
Herbarium yang sudah kering lengkap dengan keterangan-keterangan yang diperlukan diidentifikasi nama spesiesnya.
3.3.1.5 Identifikasi kegunaan tumbuhan
Kegunaan tumbuhan hasil analisis vegetasi diidentifikasi dengan
menggunakan berbagai literatur juga hasil kajian etnobotani di cross cek dengan menggunakan literatur yang sama. Literatur yang menjadi acuan
utama, yaitu : Heyne (1987) dan Zuhud et al. (2004).
3.3.2 Analisis data
3.3.2.1 Pengklasifikasian kelompok kegunaan
Tumbuhan memiliki berbagai macam kegunaan.
Tabel 2 Klasifikasi kelompok kegunaan tumbuhan
No Kelompok Kegunaan
1 Tumbuhan obat
2 Tumbuhan hias
3 Tumbuhan aromatik
4 Tumbuhan penghasil pangan
5 Tumbuhan penghasil pakan ternak
6 Tumbuhan penghasil pestisida nabati
7 Tumbuhan bahan pewarna dan tanin
8 Tumbuhan penghasil kayu bakar
9 Tumbuhan keperluan upacara adat
10 Tumbuhan penghasil bahan bangunan
11 Tumbuhan penghasil bahan tali, anyaman, dan kerajinan
Sumber :Purwanti dan Walujo (1992) diacu dalam Kartikawati (2004)
3.3.2.2 Persentase habitus
Habitus adalah perawakan suatu tumbuhan (Syahid 2010). Habitus
tersebut meliputi pohon adalah tumbuhan dengan batang dan cabang yang
berkayu dan memiliki satu batang utama yang tumbuh tegak. Menurut
Natasaputra et al. (2009) pohon adalah (tree) adalah tumbuhan berkayu yang mempunyai satu batang utama dan tingginya lebih dari 6 m. Liana
adalah tumbuhan yang merambat, memanjat, atau menggantung
(Natasaputra et al. 2009). Perdu adalah suatu kategori tumbuhan berkayu yang dibedakan dengan pohon karena cabangnya yang banyak dan tingginya
yang lebih rendah, biasanya kurang dari 5-6 meter. Herba adalah tumbuhan
tidak berkayu. Menurut Natasaputra et al. (2009) semak adalah tumbuhan berkayu yang mempunyai beberapa batang utama dan tingginya tidak lebih
dari 4,5 m. Untuk mengetahui persentase habitus suatu kelompok kegunaan,
dihitung dengan rumus :
3.3.2.3 Persentase bagian yang dimanfaatkan
Persentase bagian tumbuhan yang digunakan meliputi bagian
tumbuhan yang dimanfaatkan mulai dari bagian tumbuhan yang paling
atas/daun sampai ke bagian bawah/akar. Untuk menghitungnya digunakan
rumus :
3.3.2.4 Indeks nilai penting
Data analisis vegetasi di kawasan TNGC diolah dalam variabel
kerapatan, frekuensi dan dominansi dengan rumus (Indriyanto 2006) :
- Kerapatan (K) (ind/ha)
Jumlah individu suatu spesies K =
Luas seluruh petak contoh
- Frekuensi (F)
Jumlah petak ditemukan suatu spesies F =
Jumlah seluruh petak contoh
- Dominasi (D)
Luas bidang dasar suatu spesies D =
Luas petak contoh
- Kerapatan Relatif (KR)
Kerapatan suatu spesies
KR = x 100% Kerapatan seluruh spesies
- Frekuensi Relatif (FR )
Frekuensi suatu spesies
- Dominansi Relatif (DR)
Dominansi suatu spesies
DR = x 100% Dominansi seluruh spesies
Indeks Nilai Penting (INP) untuk vegetasi tingkat tiang dan pohon
merupakan penjumlahan dari nilai – nilai kerapatan relatif (KR), dominansi relatif (DR), dan frekuensi relatif (FR) atau INP = KR+FR+DR.
Sedangkan untuk vegetasi tingkat semai dan pancang, INP = KR+FR.
3.3.2.4 Indeks keanekaragaman spesies (H')
Indeks keanekaragaman spesies dihitung dengan menggunakan
Shannon-wienner Index (Krebs 1989), yaitu :
H' = ∑ dimana pi = ni / N
Keterangan :
H' = Indeks keanekaragaman spesies ni = INP setiap spesies
N = Total INP seluruh spesies
Sedangkan besarnya nilai H‟ menggunakan kategori tertentu,
seperti tersaji pada Tabel 3.
Tabel 3 Klasifikasi nilai indeks keanekaragaman Shannon-Wiener
Nilai indeks Kategori
>3 Keanekaragaman tinggi, penyebaran jumlah individu tiap spesies tinggi dan kesetabilan komunitas tinggi
1-3 Keanekaragaman sedang, penyebaran jumlah individu tiap spesies sedang dan kesetabilan komunitas sedang
< 1 Keanekaragaman rendah, penyebaran jumlah individu tiap spesies rendah dan kestabilan komunitas rendah
Sumber : Barbour et al. (1987) diacu dalam Suwena (2007)
3.3.2.5 Indeks kemerataan (Evenness)
Derajat kemerataan kelimpahan individu antara setiap spesies
dapat ditentukan dengan menggunakan indeks kemerataan spesies
tumbuhan (Magurran 1988). Indeks kemerataan spesies tumbuhan
Keterangan :
E1 = Nilai eveness
H‟ = Indeks Keragaman Shannon-Wiener Ln(S) = Logaritma natural dari jumlah spesies
Nilai eveness berkisar antara 0 dan 1, jika nilainya 0 menunjukan
tingkat kemerataan spesies tumbuhan pada tingkat sangat tidak merata
sedangkan jika nilainya mendekati 1 maka hampir seluruh spesies yang
BAB IV
KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
4.1 Letak, Luas dan Status Kawasan
Gunung Ciremai merupakan gunung berapi aktif (strato) tertinggi di
Jawa Barat dengan puncak tertinggi yaitu 3.078 m dpl dengan luas 15.518,23
hektar dan secara geografis berada pada koordinat 108028‟0” BT – 108021‟35” BT dan 6050‟25” LS – 6058‟26” LS. Berdasarkan wilayah administratif pemerintahan kawasan TNGC termasuk pada 2 Kabupaten Kuningan (bagian
timur) seluas 8.205,38 hektar dan Kabupaten Majalengka seluas 7.308,95 di
sebelah barat.
Penunjukan kawasan ini sebagai Taman Nasional berdasarkan Surat
Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 424/Menhut-II/2004 tanggal 19 Oktober
2004 dengan luas ± 15.500 Ha (BTNGC 2006).
4.2 Kondisi Fisik Kawasan 4.2.1 Geologi dan tanah
Jenis batuan pada daerah ini terdiri dari berbagai jenis batuan
vulkanik, baik berupa vulkanik tua maupun muda yang merupakan produk dari
aktivitas vulkanik Gunung Ciremai. Terlebih pada bagian utara kawasan yang
pada lereng bagian bawah dan bagian kaki gunungnya dipenuhi oleh batu – batuan vulkanik dengan vegetasi dominan adalah semak belukar.
Kawasan Gunung Ciremai berdasarkan peta Kelas Tanah Kelompok
Hutan Gunung Ciremai pola penyebaran jenis tanah penyusunan kawasan
Taman Nasional Gunung Ciremai adalah berikut :
Regosol coklat kelabu, asosiasi regosol kelabu, regosol coklat kelabu dan latosol dengan penyebaran mulai dari puncak Gunung Ciremai sampai
bagian lahan yang landai di Kecamatan Jalaksana dan sebagian Kecamatan
Mandirancan.
Kelompok latosol coklat, latosol coklat kemerahan umumnya menempati daerah yang lebih rendah dengan penyebaran yang cenderung merata di
setiap wilayah.
4.2.2 Topografi
Kawasan Taman Nasional Gunung Ciremai memiliki topografi yang
bergelombang dan berbukit sepanjang bagian kaki gunung hingga bagian
puncak pada ketinggian mencapai 3.078 m dpl (BTNGC 2006).
4.2.3 Iklim dan hydrologi
Kawasan Taman Nasional Gunung Ciremai memiliki iklim tropis.
Curah hujan pada kawasan ini berkisar antara 2.000 – 4.000 mm/tahun dengan curah hujan rata – rata 3.500 mm/tahun, sedangkan curah hujan tertinggi mencapai 4.000 – 4.500 mm/tahun yang terjadi di daerah sekitar puncak dan curah hujan terendah antara 2.000 – 2.500 mm/tahun yang terjadi disebelah timur kawasan. Bulan kering terjadi antara bulan Juli – September dengan curah hujan rata – rata bulanan antara 25 – 150 mm dan bulan basah terjadi antara bulan November – Maret dengan curah hujan rata – rata bulanan antara 200 – 900 mm. Suhu udara antara 150C – 270C kecuali pada daerah puncak Gunung Ciremai antara 40C – 180C.
Kawasan Gunung Ciremai kaya dengan sumber daya air berupa
sungai dan mata air. Sungai – sungai yang bersumber dari kawasan Gunung Ciremai berjumlah ± 43 buah dan 156 titik mata air, dimana 147 titik mata air
terus – menerus mengalirkan air sepanjang tahun dengan debit rata – rata 50 – 2.000 liter/detik serta kualitas airnya memenuhi standar criteria kualitas air
minum.
Kawasan Taman Nasional Gunung Ciremai memiliki fungsi
hydrologis yang sangat penting yaitu sebagai kawasan resapan air dan sumber
mata air. Potensi sumberdaya airnya meliputi 43 sungai dan 156 sumber mata
air yang potensial dimana sebanyak 147 titik sumber mata air mengalir terus
menerus sepanjang tahun dengan rata-rata debit air yang cukup besar 50-2000
liter/detik (BAPPEDA Kab. Kuningan & RISSAPEL 2000), mata air-mata air
tersebut mengaliri sekitar 43 sungai-sungai yang bersumber dari Gunung
kepentingan rumah tangga, pertanian, industri dan kegiatan ekonomi lainnya,
diantaranya untuk :
- Suplai air bagi PDAM Kabupaten Cirebon dengan debit 200 liter/detik dan bagi PDAM Kota Cirebon dengan debit 800
liter/detik.
- Suplai air untuk Pertamina Cirebon dengan debit 50 liter/detik.
- Suplai air untuk PT. Indocement Cirebon dengan debit sebesar 36
litter/detik.
- Suplai air untuk kegiatan pertanian, perkebunan tebu dan pabrik
gula adalah 2.500 liter/detik.
4.3 Flora dan Fauna 4.3.1 Flora
Hutan Gunung Ciremai merupakan hutan sekunder yang berumur
sekitar 35 tahunan, sebagian kawasan sering terganggu oleh masyarakat dan
bencana alam seperti kebakaran. Sebagian besar penutupan lahan di kawasan
Gunung Ciremai berupa vegetasi hutan, baik hutan alam maupun hutan
produksi. Hutan di kawasan tersebut sebagian besar merupakan hutan alam
primer (virgin forest) yang dikelompokan ke dalam tiga, yaitu :
Hutan hujan dataran rendah (2-1.000 m dpl)
Hutan hujan pegunungan/zona Montana (1.000 – 2.400 m dpl)
Hutan pegunungan sub alpin (>2.400 m dpl)
Berdasarkan inventarisasi tumbuhan yang dilakukan pada tahun 1930
vegetasi TNGC antara lain terdiri dari huru (Lauraceae), mareme (Glochidion sp), saninten (Castanopsis argentea). Berdasarkan hasil studi dari Suwandhi (2001) bahwa di kawasan Gunung Ciremai ditemukan sekitar 32 spesies
berupa (Eurya acuminata), tanaman langka seperti lampeni (Ardisia cymosa), kakaduan (Platea latifolia)(BTNGC 2006).
Berdasarkan hasil eksplorasi kawasan hutan Gunung Ciremai (di
wilayah Kab. Kuningan) oleh Tim Kebun Raya Bogor, LIPI ditemukan 119
koleksi tumbuhan terdiri dari 40 koleksi anggrek dan 79 koleksi non anggrek.
Spesies–spesies anggrek yang mendominasi adalah Vanda tricolor, Eria miltiflora, Eria hyancinthoides, Eria compressa, Coelogyne miniata, Pholidota imbricate, Liparis latifolia. Sedangkan spesies anggrek terestrial yang mendominasi adalah Calenthe triplicate, Macodes sp., Cymbidium lancefolium, Cymbidium finlaysonianum dan Malaxis iridifolia (BTNGC 2006).
Pada kawasan dataran tinggi kering, vegetasi non anggrek didominasi
oleh Pinanga javana, Pandanus sp., Nicolaia sp. Sedangkan vegetasi dataran tinggi basah di dominasi dengan paku tiangi (Cyathea sp.). Secara umum vegetasi hutan Gunung Ciremai banyak ditumbuhi keluarga huru (Litsea sp.), mareme (Glochidion sp.), mara (Macaranga tanarius), saninten (Castanopsis argentea), sereh gunung (Cymbophogon sp.), Hedychium sp., Ariasema sp. Koleksi yang berpotensi sebagai tanaman hias adalah Nephenthes gymnaflora yang merupakan anggota dari suku kantong semar (Nepenthaceae) dan
Rosaceae. Jenis tegakan yang cukup menarik adalah ditemukannya koleksi
dadap jingga (Erythrina sp.) (BTNGC 2006).
4.3.2 Fauna
Beberapa jenis fauna yang dapat ditemukan pada kawasan Taman
Nasional Gunung Ciremai adalah :
Mamalia : Macan kumbang (Phantera pardus), Kijang (Muntiacus
muntjak), landak (Zaglossus brujini), babi hutan, kera abu – abu (Macaca fascicularis) dan surili (Presbytis comata)
Burung, antara lain spesies yang dilindungi seperti elang jawa (Spizaetus
bartelsii)
4.4 Pengelolaan TNGC
Pengelolaan Balai TNGC sesuai dengan Peraturan Menteri Kehutanan
No. P.29/Menhut-II/2006 tentang perubahan pertama atas keputusan Menteri
Kehutanan No. 6186/Kpts-II/2002 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai
Taman Nasional. Dimana terbagi kedalam dua seksi pengelolaan yaitu Seksi
Pengelolaan Taman Nasional Wilayah I Kuningan dan Seksi Pengelolaan
Taman Nasional Wilayah II Maja di Kabupaten Majalengka.
4.5 Kependudukan 4.5.1 Demografi
Masyarakat lokal yang tinggal berbatasan dengan kawasan TNGC
yaitu ada 14 kecamatan yaitu 7 kecamatan yang terdiri dari 25 desa termasuk
wilayah administratif Kabupaten Kuningan dan 7 kecamatan dengan jumlah
desa 20 termasuk pada wilayah administratif Kabupaten Majalengka. Untuk 7
kecamatan di Kabupaten Kuningan jumlah laki-laki sekitar 144.096 jiwa dan
jumlah perempuan ada 143.341 jiwa. Untuk 7 kecamatan di Kabupaten
Majalengka jumlah laki-laki ada 141.024 jiwa dan untuk perempuan ada
138.604 jiwa (BTNGC 2006).
4.5.2 Agama (Kepercayaan)
Berdasarkan Data Pusat Statistik tahun 2001 Kabupaten Kuningan
masyarakat dari ke tujuh desa tiga desa yaitu Jalaksana, Mandirancan dan
Pasawahan semua pemeluk agama Islam, desa Darma 56 orang dan desa
Cilimus 24 orang menganut agama Katolik dan selebihnya menganut agama
Islam, sedangkan untuk desa Cigugur dari 38.083 orang pemeluk agama Islam
32.068 orang, Katolik 5.645 orang dan Protestan 80 orang, serta 290 orang
penganut agama lainnya. Hal tersebut berbeda dengan daerah Majalengka
karena hampir semua masyarakat dari 20 desa memeluk agama Islam kecuali
10 orang pemeluk agama Protestan di desa Sukahaji.
4.5.3 Perekonomian
Mata pencaharian penduduk di sekitar Gunung Ciremai terdiri dari
petani sebanyak 65.476 orang (68,79 %), industri sebanyak 2.323 orang (2,46
%) dan sektor jasa sebanyak 27.097 orang (28,55 %). Besarnya jumlah petani
pertanian dengan luas kepemilikan lahan pertanian oleh petani hanya mencapai
0,2119 Ha. Adapun komoditas pertanian yang dihasilkan diantaranya adalah
padi, palawija, sayur-sayuran dan buah-buahan.
Mata pencaharian penduduk di sekitar Gunung Ciremai wilayah
Kabupaten Kuningan dan Majalengka, sebagian besar di sektor pertanian baik
di lahan milik, penggarap atau buruh tani dengan komoditi spesies yang
ditanam di atas lahan ladang/kebun/tegalan diantaranya jenis sayuran dan
rempah-rempah (BTNGC 2006).
4.5.4 Pendidikan
Tingkat pendidikan 7 kecamatan di Kabupaten Kuningan untuk yang
tidak tamat SD ada 3.159 jiwa, tamat SD ada 11.225 jiwa, tamat SMP ada
3.625 jiwa, tamat SMA ada 2932 jiwa, tamat sarjana muda ada 619 jiwa dan
yang tamat sarjana 17 jiwa.
Tingkat pendidikan 7 kecamatan di Kabupaten Majalengka tamat SD
ada 24.583 jiwa, tamat SMP ada 3.570 jiwa, tamat SMA ada 1.305 jiwa, tamat
sarjana muda dan tamat sarjana 235 jiwa.
4.5.5 Sosial dan budaya masyarakat
Interaksi masyarakat desa dengan kelompok hutan Gunung Ciremai
telah lama berlangsung sejak kawasan tersebut belum ditunjuk sebagai taman
nasional. Berbagai aktifitas masyarakat, baik secara ekologi, ekonomi, dan
sosial berhubungan dengan kawasan tersebut. Interaksi secara ekologi dapat
dilihat dari dimanfaatkannya jasa lingkungan yang keluar dari kawasan
Gunung Ciremai untuk mendukung kehidupan masyarakat, misalnya jasa
hidrologis yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan air minum, pertanian,
dan sebagainya. Interaksi masyarakat dengan kawasan Gunung Ciremai secara
ekonomi ditunjukkan dengan ketergantungan masyarakat dalam memanfaatkan
hasil hutan yaitu hasil hutan kayu maupun hasil hutan non-kayu. Selain itu,
beberapa situs yang terdapat di dalam kawasan Gunung Ciremai merupakan
bagian dari kegiatan ritual kepercayaan dan budaya bagi sebagian masyarakat
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1Karakteristik Responden
Masyarakat Taman Nasional Gunung Ciremai (TNGC) tergolong
masyarakat yang cukup maju dalam perekonomiannya. Hal itu dilihat dari
rumah-rumah disekitar kawasan TNGC termasuk rumah yang bagus dan
layak huni. Interaksi antara masyarakat dengan kawasan TNGC sangat erat
karena sebagian masyarakat TNGC yang berdekatan dengan kawasan TNGC
mempunyai ladang di dalam kawasan TNGC. Masyarakat TNGC menggarap
lahan kawasan TNGC dikarenakan masyarakat tidak mempunyai mata
pencaharian lain untuk kebutuhan hidupnya dan tidak mempunyai lahan yang
luas untuk digarap. Hanya sebagian masyarakat TNGC yang mempunyai
lahan sendiri. Masyarakat TNGC termasuk masyarakat agroholtikultura yaitu
masyarakat yang rata-rata bermata pencaharian pada bidang pertanian.
Rumah masyarakat TNGC tersaji pada Gambar 3.
5.1.1 Tingkat pendidikan
Pendidikan masyarakat kawasan TNGC masih rendah, hal ini
didapat dari hasil wawancara, masyarakat kawasan Taman Nasional Gunung
Ciremai memiliki pendidikan SD sebanyak 47 orang (74,60%), SMP 10
orang (15,87%), SMA 4 orang (6,35%) dan S1 sebanyak 2 orang (3,13%).
Untuk lebih jelasnya tersaji pada Gambar 4.
Gambar 4 Jumlah pendidikan responden.
Berdasarkan Gambar 4 terlihat tingkat pendidikan masyarakat
kawasan TNGC yang masih rendah, hal ini membuat kurangnya kesadaran
masyarakat TNGC tentang pentingnya menjaga kawasan hutan untuk
kelangsungan kehidupan sebagai sumber penyangga kehidupan masyarakat
TNGC. Selain itu kurangnya kepedulian masyarakat TNGC jika kawasan
hutan TNGC mengalami kerusakan yang ditimbulkan oleh kegiatan
perladangan masyarakat di kawasan TNGC. Jika hal tersebut tidak diubah
maka tekanan terhadap kawasan TNGC akan semakin besar. Hal ini berbeda
dengan masyarakat tradisional meskipun pendidikan masyarakat tradisional
rendah tetapi masyarakat tradisional tersebut menjaga hutan dengan
aturan-aturan adat yang berlaku disana seperti yang dilakukan masyarakat Baduy di
Kabupaten Banten (Fawnia et al. 2004).
5.1.2 Pekerjaan
Dari hasil wawancara, pekerjaan/profesi masyarakat kawasan
TNGC rata-rata bekerja sebagai petani yaitu 57 orang (90,48%), Pedagang 3 SD
74,60% SMP
15,87% SMA 6,35%
orang (4,76%), sebagai pelajar 2 orang (3,17%) dan PNS yaitu 1 orang
(1,59%). Untuk lebih jelasnya dapat tersaji di Gambar 5.
Gambar 5 Jumlah pekerjaan responden.
Berdasarkan Gambar 5 dapat dijelaskan, bahwa dengan jenis
pekerjaan terbanyak sebagai petani akan mengakibatkan banyaknya
perambahan hutan/pembukaan lahan oleh masyarakat untuk kegiatan
pertanian. Perambahan hutan tersebut mengakibatkan tekanan terhadap
kawasan akan semakin besar karena kegiatan masyarakat TNGC yang
merambah kawasan TNGC. Untuk mengatasi tekanan seperti ini sangat sulit
karena dapat mengakibatkan terjadinya pertikaian antara masyarakat dengan
Balai TNGC. Untuk itu perlu adanya solusi untuk mengurangi tekanan seperti
ini, solusi yang menguntungkan kedua belah pihak seperti pengalihan
pekerjaan masyarakat dari pembukaan lahan menjadi budidaya tumbuhan
berguna secara intensif. Dampak kegiatan ini, kedua belah pihak akan
mendapatkan keuntungan.
5.1.3 Karakteristik umur
Karakteristik umur responden terdiri dari anak-anak, remaja,
dewasa, dan lansia. Usia mempengaruhi tingkat pemanfaatan sumberdaya
hutan. Semakin tua usia seseorang maka semakin kurang produktif, sehingga
pemanfaatan sumberdaya hutan sebagian besar berada pada usia produktif.
Untuk lebih jelasnya tersaji di Tabel 4.
Petani 90,48% Pedagang
4,76%
Pelajar 3,17%
Tabel 4 Tipologi masyarakat berdasarkan karakteristik kelas umur responden
No Karakteristik umur
Kelas umur
(Tahun)
Jumlah Persentase (%)
1 Anak-anak 6-12 2 3,17
2 Remaja 13-19 5 7,34
3 Dewasa 20-59 53 85,71
4 Lansia ≥60 3 4,76
Jumlah 63 100
Berdasarkan Tabel 4 menunjukkan dari 63 responden yang
diwawancarai dalam penelitian ini 85,71% berusia dewasa, anak-anak 3,17%
dan remaja 7,34% dan 4,76% berusia tua. Secara umum menunjukkan bahwa
responden di lokasi penelitian masih termasuk kedalam kelompok berusia
produktif (usia kerja). Mayoritas responden yang diamati berusia dibawah atau
sama dengan 50 tahun. Hanya 3 orang yang berusia lanjut.
5.1.4 Jenis kelamin
Jenis kelamin responden terdiri dari jenis kelamin laki-laki
berjumlah 46 orang dan perempuan berjumlah 17 orang. Berdasarkan hasil
wawancara dengan masyarakat TNGC, hubungan jenis kelamin dengan
pemanfaatan tumbuhan dapat dilihat dari interaksi antara masyarakat dalam
mengelola hasil tanamnya yang berada di kebun ataupun di dalam kawasan
TNGC. Untuk laki-laki dewasa memiliki peranan yang sangat penting dalam
melakukan kegiatan pemanfaatan tumbuhan, Laki-laki melakukan pengolahan
lahan seperti mencangkul, mengambil bibit dari rumah, pengangkutan hasil
panen dan memupuk hasil tanam. Untuk perempuan hanya menanam tanaman
pertanian dan memanennya ketika musim panen. Kegiatan masyarakat TNGC
a) b)
Gambar 6 a). Pengepakan dan pengangkutan hasil panen kubis.
b). Pengangkutan daun cengkeh.
5.2Potensi Tumbuhan Berguna di Masyarakat Sekitar Kawasan TNGC Berdasarkan hasil kajian etnobotani di masyarakat sekitar kawasan
TNGC dihasilkan 131 spesies dan 62 famili tumbuhan yang dapat digunakan
oleh masyarakat sekitar kawasan TNGC untuk berbagai kegunaan.
5.2.1 Keanekaragaman tumbuhan berguna berdasarkan habitusnya
Berdasarkan habitusnya, 131 spesies tumbuhan hasil etnobotani
dapat dikelompokan menjadi 7 macam habitus, yaitu pohon, herba, perdu,
semak, epifit, bambu dan liana. Rekapitulasi jumlah spesies tumbuhan
berguna hasil etnobotani berdasarkan nama habitusnya tersaji pada Tabel 5.
Tabel 5 Rekapitulasi jumlah spesies tumbuhan berguna hasil etnobotani berdasarkan nama habitusnya
No Nama habitus Jumlah habitus Persentase (%)
1 Pohon 55 41.98
2 Herba 48 36.64
3 Perdu 14 10.69
7 Epifit 5 3.82
4 Semak 4 3.05
6 Bambu 4 3.05
5 Liana 1 0.76
Berdasarkan hasil penelitian, pada Tabel 5 dapat dilihat bahwa
jumlah spesies tertinggi pada kelompok habitus pohon 55 (41,98%),