• Tidak ada hasil yang ditemukan

INVENTARISASI POTENSI TUMBUHAN DI TAMAN HUTAN RAYA INTEN DEWATA, SUMEDANG, JAWA BARAT RULLY BANGKIT NUGRAHA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "INVENTARISASI POTENSI TUMBUHAN DI TAMAN HUTAN RAYA INTEN DEWATA, SUMEDANG, JAWA BARAT RULLY BANGKIT NUGRAHA"

Copied!
118
0
0

Teks penuh

(1)

RULLY BANGKIT NUGRAHA

DEPARTEMEN

KONSERVASI SUMBER DAYA HUTAN DAN EKOWISATA

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2010

(2)

RAYA INTEN DEWATA, SUMEDANG, JAWA BARAT

RULLY BANGKIT NUGRAHA

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departeman Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata

Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN

KONSERVASI SUMBER DAYA HUTAN DAN EKOWISATA

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2010

(3)

ERVIZAL A. M. ZUHUD dan SISWOYO.

Taman Hutan Raya (TAHURA) Inten Dewata memiliki kekayaan tumbuhan sebanyak ± 205 spesies tumbuhan. Di sekitar kawan TAHURA Inten Dewata terdapat 2 kelurahan yaitu Kelurahan Kota Kulon dan Kelurahan Pasanggrahan. Masyarakat di sekitar Kelurahan tersebut kemungkinan berinteraksi dengan kawasan TAHURA Inten Dewata oleh karena itu pengumpulan tentang potensi tumbuhan di TAHURA Inten Dewata perlu dilakukan. Inventarisasi potensi tumbuhan di TAHURA Inten Dewata dilakukan pada bulan Mei sampai Juli 2010. Metode yang digunakan adalah survey lapang dengan teknik analisis vegetasi dan wawancara dengan alat bantu kuisioner serta pembuatan herbarium untuk identifikasi tumbuhan. Analisis data menggunakan teknik-teknik statistika kuantitatif dan deskriptif yang mencangkup pembuatan grafik dan tabulasi data.

Hasil analisis vegetasi dan wawancara dengan masyarakat di sekitar TAHURA Inten Dewata, ditemukan spesies tumbuhan sebanyak 154 spesies termasuk dalam 59 famili. Jumlah spesies tumbuhan berdasarkan analisis vegetasi sebanyak 132 spesies dan 54 famili, dengan rincian di blok Gunung Palasari sebanyak 113 spesies dan 51 famili, serta di Blok Gunung Kunci sebanyak 27 spesies dan 26 famili.

Masyarakat memanfaatkan tumbuhan di TAHURA Inten Dewata sebanyak 83 spesies tumbuhan yang termasuk ke dalam 35 famili. Spesies tumbuhan yang dimanfaatkan di Gunung Palasari sebanyak 81 spesies sedangkan di Gunung Kunci sebanyak 2 spesies. Terdapat 14 kelompok kegunaan spesies tumbuhan yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Penggunaan tumbuhan yang paling besar yaitu kayu bakar sebanyak 25 spesies sedangkan yang paling kecil untuk kosmetik atau kecantikan 1 spesies.

Interaksi masyarakat dengan TAHURA Inten Dewata lebih banyak memanfaatkan tumbuhan yang berada di Gunung Palasari dikarenakan aksesnya sangat mudah jika dibandingkan dengan Gunung Kunci yang kondisinya dibenteng oleh tembok pembatas. Masyarakat di sekitar kawasan memanfaatkan tumbuhan di TAHURA Inten Dewata berupa aren (Arenga Pinnata), kelapa (Cocos nucifera), jati (Tectona grandis), bambu tali (Gigantochloa apus) dan mahoni (Swietenia mahagoni) yang dimanfaatkan untuk keperluan sehari-hari.

Kata kunci : Inventarisasi, potensi, pemanfaatan, TAHURA Inten Dewata

        

(4)

SUMEDANG, WEST JAVA. Supervised by ERVIZAL A.M. ZUHUD and SISWOYO.

Grant Forest Park (TAHURA) Inten Dewata has riches of plants as many as 250 species. There are two districts surrounding the area of TAHURA Inten Dewata; Kota Kulon and Pasanggrahaan. Local people in those districts may have interaction with yhe area of TAHURA Inten Dewata, therefore a study of Stocktaking of plant Potential in TAHURA Inten Dewata is badly needed. Stocktaking of plant Potential in TAHURA Inten Dewata was done from May to July 2010. The methods used are field survey with the technique of analysis of vegetation and interviewing by using questionaires as well as herbarium techniques to identify plants. Data analysis was conducted using descriptive statistical techniques including graphical and tabular data.

According to the result of analysis vegetation and the interview with the society around the area of TAHURA Inten Dewata, it was found that there were 154 species of plants that belong to 59 families. The total result of plant species based on the analysis of vegetation, it was found that there were 132 species based on the analysis of vegetation belong to 54 families with details specified; 113 species belong to 51 families in Mount Palasari and 27 species belong to 26 families found in Mount Kunci.

The society exploits or makes use of 83 species of plants that belong to 35 families in TAHURA Inten Dewata. Species of plants exploited in Mount Palasari are 81 species and 2 species in Mount Kunci. There are 14 groups of usage of plant species which is used to fulfill the daily need. The most usage of plants is for firewood, namely 25 species, whereas the less, 1 species, is for cosmetic.

The biggest interaction with TAHURA Inten Dewata of local people is in Gunung Palasari as the access to this area is relatively easier than Gunung Kunci that is boundary with fort. The society around the area make use of plants in TAHURA Inten Dewata. The species that are made use of by local people in TAHURA Inten Dewata such as sugar palm (Arenga Pinnata), coconut (Cocos nucifera), teak (Tectona grandis), bamboo (Gigantochloa apus), and mahagoni (Swietenia mahagoni) that are used for daily need.

Keywords: Stocktaking, potential, exploitation, TAHURA Inten Dewata

     

(5)

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Inventarisasi Potensi Tumbuhan di Taman Hutan Raya Inten Dewata, Sumedang, Jawa Barat adalah benar-benar hasil karya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan dalam bentuk apapun kepada Perguruan Tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, November 2010

Rully Bangkit Nugraha E34062131

(6)

Dewata, Sumedang-Jawa Barat Nama Mahasiswa : Rully Bangkit Nugraha

NRP : E34062131

Departemen : Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata

Fakultas : Kehutanan

Menyetujui,

Pembimbing I, Pembimbing II,

Prof. Dr. Ir. Ervizal A.M. Zuhud, MS Ir. Siswoyo, M.Si NIP. 19590618 198503 1 003 NIP. 19650208 199203 1 003

Mengetahui,

Ketua Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan

Institut Pertanian Bogor,

Prof. Dr. Ir. Sambas Basuni, MS NIP. 19580915 1984030 1 003

(7)

penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata. Adapun judul skripsi ini adalah “Inventarisasi Potensi Tumbuhan di Taman Hutan Raya Inten Dewata, Sumedang, Jawa Barat”.

Penulisan skripsi ini, dimaksudkan untuk memberikan gambaran umum tentang potensi dan tumbuhan di TAHURA Inten Dewata dan bentuk pemanfaatannya oleh masyarakat sekitar untuk memenuhi kehidupan sehari-hari. Besar harapan penulis, semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang membutuhkan data tentang potensi di TAHURA Inten Dewata. Penulis juga menyadari bahwa skripsi ini belum sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak sangat penulis harapkan untuk penyempurnaan penulisan skripsi ini.

Bogor, November 2010 Penulis

(8)

dengan nama lengkap Rully Bangkit Nugraha. Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara dari pasangan Rukmana Hidayat dan Eti Rohaeti S.Pd. Jenjang pendidikan penulis diantaranya menamatkan sekolah taman kanak-kanak di TK Mekar Hati-Sumedang, menamatkan sekolah dasar di SDN Darangdan Bertingkat-Hati-Sumedang, melanjutkan pendidikan ke SLTP Negeri 3 Sumedang dan lulus pada tahun 2003, kemudian melanjutkan pendidikan ke SMA Negeri 2 Sumedang dan lulus pada tahun 2006.

Pada tahun 2006 penulis melanjutkan pendidikannya ke perguruan tinggi negeri, Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima sebagai mahasiswa Program Studi Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata pada Fakultas Kehutanan. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif di beberapa organisasi kampus. Penulis aktif di Himpunan Mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (HIMAKOVA) dan menjadi anggota Kelompok Pemerhati Burung (KPB) Perenjak tahun 2007-2008. Penulis menjadi asisten mata kuliah Dasar-Dasar Komunikasi tahun 2009-2010 dan asisten mata kuliah Konservasi Tumbuhan Obat tahun 2010. Penulis magang di Dinas Kehutanan dan Perkebunan Sumedang, Jawa Barat, dan magang menjadi penyiar di radio ERKS 106,1 FM.

Tahun 2008 penulis melakukan Praktek Pengelolaan Ekosistem Hutan (PPEH) di Cagar Alam Leuweung Sancang dan Kamojang, Garut-Jawa Barat. Tahun 2009 melaksanakan Praktek Pengelolaan Hutan (PPH) di Hutan Pendidikan Gunung Walat, Sukabumi. Tahun 2010 penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapang Profesi di Taman Nasional Baluran, Situbondo-Jawa Timur. Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kehutanan, Institut Pertanian Bogor, penulis melakukan penelitian berjudul “Inventarisasi Potensi Tumbuhan di Taman Hutan Raya Inten Dewata, Sumedang-Jawa Barat” di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Ervizal A. M. Zuhud, MS dan Bapak Ir. Siswoyo, M.Si.

(9)

berjudul “Inventarisasi Potensi Tumbuhan di Taman Hutan Raya Inten Dewata, Sumedang, Jawa Barat”. Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis mendapatkan bimbingan, bantuan, dukungan, dan tentunya do’a dari berbagai pihak. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Ervizal A. M. Zuhud, MS dan Bapak Ir. Siswoyo, M.Si atas bimbingan, arahan, motivasi, petunjuk, dan waktu yang telah diberikan kepada penulis dalam penyusunan dan penyelesaian skripsi ini.

2. Bapak Prof. Dr. Ir. Dudung Darusman, MA perwakilan dari Departemen Manajemen Hutan, Bapak Prof. Dr. Ir. Surdiding Ruhendi, MSc perwakilan Departeman Hasil Hutan, dan Bapak Dr. Ir. Achmad, MS selaku penguji atas bimbingan, arahan, dan motivasi yang diberikan kepada penguji dalam penyusunan dan penyelesaian skripsi.

3. Bapak dan Ibu Dosen Institut Pertanian Bogor yang telah memberikan ilmu pengetahuan, pengajaran, dan bimbingan kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan di IPB.

4. Ibunda Eti Rohaeti S.Pd dan Ayahanda Rukmana Hidayat tercinta, kakak tersayang Rina Rositawati S.KM dan Acep Suwarli S.Hut serta seluruh keluarga besar atas do’a yang tulus, dukungan, bantuan moral, spiritual, dan materil, serta kasih sayang dan motivasi dalam menyelesaikan skripsi.

5. Nia Purnamasari S.E atas do’a yang tulus, dukungan, serta motivasi dalam menyelesaikan skripsi.

6. Dinas Kehutanan dan Perkebunan, Pengelola Taman Hutan Raya Inten Dewata dan Pemerintahan Kelurahan Kota Kulon dan Pasanggrahan atas bantuan selama penelitian.

7. Seluruh masyarakat Dusun Bebedahan, Naleggong dan Sindang Palay yang memberikan bantuan dalam pengambilan data serta sambutan yang baik kepada penulis dalam penelitian.

(10)

9. Bapak dan Ibu guru SDN Darangdan Bertingkat, SMPN 3 Sumedang, SMAN 2 Sumedang Kabupaten Sumedang yang telah memberikan pengejaran, pendidikan, nasihat, dan arahan kepada penulis, sehingga dapat terselesaikannya skripsi ini. 10.Keluarga Besar Himpunan Mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan dan

Ekowisata (HIMAKOVA) dan Kelompok Pemerhati Burung (KPB) Perenjak atas dukungan, ilmu pengetahuan, pengalaman, dan kebersamaannya dalam pendidikan dan penyusunan skripsi.

11.Keluarga besar KSHE 43 (Cendrawasih 43) atas kebersamaan, tawa, canda, dan duka yang dilalui bersama-sama.

12.Kawan, sahabat, dan saudara seperjuangan di Lab. Konservasi Tumbuhan Obat, Departemen KSHE atas bantuan, kerjasama, motivasi, dan kebersamaannya dengan penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

13.Keluarga besar OMDA WAPEMALA Sumedang, Wisma Jamparing Arjuna dan kosan Arsida 6 atas kebersamaan, saran, motivasi dan masukan yang diberikan kepada penulis.

14.Keluarga besar Tono Sartono dan Herni S.Pd yang telah membantu dan memberikan motivasi kepada penulis.

15.Keluarga besar Radio Agri 107.7 FM, Citra 99.4 FM, ERKS 106.1 FM dan Jusyan 92.7 FM atas kebersamaan, saran, motivasi dan masukan yang diberikan kepada penulis.

16.Mamang dan Bibi di Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata serta Fakultas Kehutanan yang telah memeberikan bantuan kepada penulis baik langsung maupun tidak langsung.

17.Semua pihak yang belum disebutkan yang telah membantu, mendukung dan motivasi penulis.

Semoga amal kebaikan yang telah diberikan mendapat balasan dari pahala yang sesuai dari Allah SWT, Amin.

(11)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan Penelitian ... 2

1.3 Manfaat Penelitian ... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 3

2.1 TAHURA (Taman Hutan Raya) ... 3

2.2 Kearifan Tradisional ... 5

2.3 Pemanfaatan Tumbuhan ... 5

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 12

3.1 Waktu dan Tempat ... 12

3.2 Alat dan Bahan ... 13

3.3 Metode Penelitian ... 13

3.3.1 Pengumpulan data ... 13

3.3.2 Identifikasi kegunaan spesies tumbuhan ... 17

3.3.3 Analisis data ... 17

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN ... 21

4.1 Sejarah Kawasan ... 21

4.2 Kondisi Fisik Kawasan ... 21

4.2.1 Letak kawasan ... 21

4.2.2 Iklim ... 22

4.2.3 Jenis tanah dan geologi ... 22

4.2.4 Hidrogeologi ... 22

4.2.5 Sistem drainase dan topografi ... 22

4.3 Kondisi Biotik Kawasan ... 23

(12)

4.4 Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat ... 23

4.4.1 Kelurahan kota kulon ... 23

4.4.2 Kelurahan Pasanggrahan ... 23

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ... 24

5.1Potensi Tumbuhan di TAHURA Inten Dewata ... 24

5.1.1 Kekayaan spesies tumbuhan ... 24

5.1.2 Keanekaragaman spesies ... 27

5.1.3 Keanekaragaman famili ... 28

5.1.4 Keanekaragaman habitus ... 29

5.1.5 Kerapatan ... 30

5.1.6 Dominasi tumbuhan ... 32

5.1.7 Kegunaan spesies tumbuhan di TAHURA Inten Dewata 34

5.2Pemanfaatan Tumbuhan oleh Masyarakat ... 35

5.2.1 Karakteristik responden ... 35

5.2.2 Keanekaragaman spesies tumbuhan yang dimanfaatkan oleh masyarakat ... 39

5.2.3 Kelompok penggunaan tumbuhan ... 41

5.3Interaksi Masyarakat dengan Kawasan TAHURA Inten Dewata 61 5.3.1Pemanfaatan tumbuhan oleh masyarakat di TAHURA Inten Dewata ... 61

5.3.2Kearifan tradisional berdasarkan tipologi masyarakat dalam memanfaatkan tumbuhan ... 62

5.3.3 Praktek konservasi oleh masyarakat di kawasan TAHURA Inten Dewata ... 64

5.4Analisis Antara Fungsi Kawasan TAHURA dan Praktek di Lapangan ... 63

BAB VIKESIMPULAN DAN SARAN... 66

6.1 Kesimpulan ... 66

6.2 Saran ... 67

DAFTAR PUSTAKA ... 68

(13)

DAFTAR TABEL

 

Nomor Halaman 1. Lokasi pengumpulan data potensi tumbuhan di TAHURA Inten

Dewata ... 15

2. Klasifikasi kelompok kegunaan sumberdaya tumbuhan ... 19

3. Kekayaan spesies tumbuhan di kawasan TAHURA Inten Dewata ... 25

4. Keanekaragaman spesies tumbuhan di kawasan TAHURA Inten Dewata ... 27

5. Kerapatan tertinggi di kawasan TAHURA Inten Dewata ... 31

6. Kerapatan terendah di kawasan TAHURA Inten Dewata ... 32

7. INP terbesar di kawasan TAHURA Inten Dewata ... 33

8. Tingkat kegunaan spesies tumbuhan yang digunakan oleh masyarakat di TAHURA Inten Dewata ... 34

9. Karakteristik kelas umur responden ... 35

10. Jumlah spesies dan persentase tumbuhan yang dimanfaatkan oleh masyarakat di sekitar TAHURA Inten Dewata menurut bagian tumbuhan ... 41

11. Kategori kegunaan tumbuhan oleh masyarakat disekitar TAHURA Inten Dewata... 42

12. Daftar spesies tumbuhan bahan pangan yang dimanfaatkan oleh Masyarakat di sekitar TAHURA Inten Dewata ... 43

13. Daftar spesies tumbuhan penghasil kayu bakar yang dimanfaatkan oleh Masyarakat di sekitar TAHURA Inten Dewata ... 44

14. Daftar spesies tumbuhan penghasil bahan bangunan yang dimanfaatkan oleh masyarakat di sekitar TAHURA Inten Dewata ... 46

15. Daftar spesies tumbuhan aromatik yang dimanfaatkan oleh masyarakat di sekitar TAHURA Inten Dewata ... 48

16. Daftar spesies tumbuhan anyaman dan kerajinan yang dimanfaatkan oleh masyarakat di sekitar TAHURA Inten Dewata ... 50 17. Daftar spesies tumbuhan pestisida nabati yang dimanfaatkan oleh

(14)

masyarakat di sekitar TAHURA Inten Dewata ... 51 18. Daftar spesies tumbuhan pakan ternak yang dimanfaatkan oleh

Masyarakat di sekitar TAHURA Inten Dewata ... 53 19. Daftar spesies tumbuhan ritual, adat dan keagamaan yang dimanfaatkan oleh masyarakat di sekitar TAHURA Inten Dewata ... 55 20. Daftar spesies tumbuhan hias yang dimanfaatkan oleh masyarakat

di sekitar TAHURA Inten Dewata ... 57 21. Daftar spesies tumbuhan pewarna dan tanin yang dimanfaatkan oleh Masyarakat di sekitar TAHURA Inten Dewata ... 58 22. Daftar spesies tumbuhan penghasil minuman yang dimanfaatkan oleh Masyarakat di sekitar TAHURA Inten Dewata ... 59 23. Daftar spesies tumbuhan tolak bala yang dimanfaatkan oleh

Masyarakat di sekitar TAHURA Inten Dewata ... 60 24. Analisis fungsi TAHURA dengan pelaksanaanya oleh pemerintah dan masyarakat di sekitar TAHURA Inten Dewata ... 65

(15)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Peta lokasi penelitian ... 12 2. Teknik snawball ... 14 3. Skema penempatan transek dan petak-petak pengukuran pada

analisis vegetasi dengan metode garis berpetak ... 15 4. Jumlah spesies tumbuhan berdasarkan famili di Blok Gunung Palasari 28 5. Jumlah spesies tumbuhan berdasarkan famili di Blok Gunung Kunci ... 29 6. Jumlah spesies tumbuhan berdasarkan habitus di Blok Gunung Palasari 29 7. Jumlah spesies tumbuhan berdasarkan habitus di Blok Gunung Kunci... 30 8. Contoh pengelolaan tumbuhan yang dilakukan oleh jenis kelamin

perempuan di rumah (a) pembuatan gula aren (b) pembuatan kolang kaling ... 36 9. Tingkat pendidikan responden wawancara di Dusun Bebedahan,

Naleggong dan Sindang Palay ... 37 10. Klasifikasi mata pencaharian responden wawancara di Dusun

Bebedahan, Naleggong dan Sindang Palay ... 38 11. Jumlah spesies tumbuhan berguna berdasarkan famili yang

dimanfaatkan oleh masyarakat di sekitar TAHURA Inten Dewata ... 39 12. Jumlah spesies tumbuhan berguna berdasarkan habitus yang

dimanfaatkan oleh masyarakat di sekitar TAHURA Inten Dewata ... 40 13. Tumbuhan pangan kolang kaling yang berasal dari buah aren ... 44 14. Contoh pohon mahoni (Swietenia mahagoni) yang dijadikan kayu

bakar oleh masyarakat ... 45 15. Contoh bentuk bangunan (a) jembatan (b) saung (c) kandang ternak (d) rumah ... 47 16. Contoh Pemanfaatan (a) daun salam (Syzygium polyanthum) untuk

aroma pada makanan (b) kayu manis (Cinnamomum burmannii)

untuk aroma dan pelezat pada makanan ... 48 17. Contoh pemanfaatan jenis tumbuhan (a) bandotan (Ageratum conyzoides) digunakan untuk mengobati luka berdarah pada kulit (b) sintrong

(16)

(Crassocephalum crepidioides) digunakan untuk menurunkan darah tinggi ... 49 18. Contoh pembuatan kerajinan masyarakat Tahura Inten Dewata (a) proses pembuatan layang-layang (b) layang-layang yang sudah jadi (c) batok kelapa yang dibuat untuk tempat minum (d) pembuatan asbak dari

pohon mahoni (e) mobil-mobilan dari bambu ... 51 19. Contoh pengunaan pupuk nabati dari (a) kulit buah aren (Arenga

pinnata) yang akan ditaburkan ke sawah untuk pupuk padi (b) daun jengkol (Pithecellobium jiringa) kering untuk penyubur tanaman ... 52 20. Contoh pakan satwa yang digunakan oleh masyarakat disekitar Tahura Inten Dewata (a) Pakan domba dari buah aren langari (b) pakan domba berbagai jenis rumput-rumputan (c) domba yang sedang memakan

pakannya (d) marmut yang sedang makan pakannya ... 54 21. Contoh pemanfaatan bambu tali (Gigantochloa apus) yang digunakan oleh masyarakat dalam adat pernikahan sunda ... 56 22. Contoh tumbuhan hias yang digunakan oleh masyrakat (a) anggrek

merpati (Dendrobium crumenatum) (b) kadaka (Asplenium nidus) ... 57 23. Contoh daun jati (Tectona grandis) yang menghasilkan warna merah .. 58 24. Air lahang yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat ... 59 25. Contoh tumbuhan yang digunakan untuk tolak bala yang dipasang diatas pintu ... 60 26. Contoh dahan aren (Arenga pinnata) yang digunakan untuk bahan

Kecantikan ... 61 27. Contoh kegiatan dalam pemanfaatan pohon aren (a) pembuatan kolang kaling (b) pembuatan gula aren ... 62 28. Contoh pengelolaan (a) kolang kaling (b) gula aren yang masih

menggunakan alat dan bahan yang masih sederhana ... 63 29. Contoh pengetahuan masyarakat dalam memanfaatkan pohon aren untuk (a) gula aren (b) kolang kaling ... 63

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

 

Nomor Halaman 1. Daftar spesies tumbuhan yang digunakan masyarakat di sekitar

TAHURA Inten Dewata... 73

2. Indeks Nilai Penting Semai Gunung Palasari ... 80

3. Indeks Nilai Penting Semai Gunung Kunci ... 81

4. Indeks Nilai Penting Tumbuhan Bawah Gunung Palasari ... 81

5. Indeks Nilai Penting Tumbuhan Bawah Gunung Kunci ... 82

6. Indeks Nilai Penting Pancang Gunung Palasari ... 83

7. Indeks Nilai Penting Pancang Gunung Kunci ... 86

8. Indeks Nilai Penting Tiang Gunung Palasari ... 87

9. Indeks Nilai Penting Tiang Gunung Kunci ... 90

10. Indeks Nilai Penting Pohon Gunung Palasari ... 90

11. Indeks Nilai Penting Pohon Gunung Kunci ... 92

12. Indeks Nilai Penting Epifit Gunung Palasari ... 92

13. Indeks Nilai Penting Epifit Gunung Kunci ... 93

14. Indeks Nilai Penting Liana Gunung Palasari ... 93

15. Indeks Nilai Penting Liana Gunung Kunci ... 93

16. Daftar nilai kegunaan tumbuhan di TAHURA Inten Dewata ... 93

17. Daftar spesies tumbuhan obat yang dimanfaatkan oleh masyarakat di sekitar TAHURA Inten Dewata... 100

(18)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Taman Hutan Raya (TAHURA) Inten Dewata secara administratif pemerintahan termasuk wilayah Keluruhan Kota Kulon, Kecamatan Sumedang Selatan, Kabupaten Sumedang, Provinsi Jawa Barat. Seacara geografis, TAHURA Inten Dewata terletak pada posisi antara 6º55’-7º25’LS dan 107º42’-108º11’ BT.

Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : SK.297/Menhut-II/2004 tanggal 10 agustus 2004, luas total kawasan TAHURA Inten Dewata ± 35,81 Ha, dengan rincian : seluas ± 32,01 Ha terletak di Gunung Palasari dan seluas ± 3,80 Ha terletak di Gunung Kunci. Pengelolaan kawasan tersebut masih ditemukan adanya kendala, yaitu belum tersedianya data dan informasi tentang potensi tumbuhan di wilayah tersebut. Berkaitan dengan hal tersebut, maka pengumpulan data dan informasi tentang potensi tumbuhan di wilayah tersebut perlu dilakukan. Hal ini sangat berguna untuk pengelolaan TAHURA Inten Dewata.

TAHURA memiliki keanekaragaman hayati yang menjadi aset yang harus dilestarikan oleh masyarakat. Bentuk interaksi masyarakat dengan TAHURA antara lain berupa pemanfaatan tumbuhan yang sudah terjadi sebelum pembentukan TAHURA. Potensi keanekaragaman tumbuhan yang ada di TAHURA Inten Dewata sepatutnya dikelola dengan baik, sekaligus masyarakat dapat memanfaatkan dengan baik sehingga dengan begitu masyarakat akan memiliki motivasi untuk menjaganya. Masyarakat yang memanfaatkan potensi di kawasan TAHURA dengan lestari berarti masyarakat tersebut akan menjadi masyarakat yang mandiri atau berdaulat terhadap kekayaan sumberdaya alam hayati.

Kawasan TAHURA Inten Dewata terdapat tiga dusun, meliputi : Dusun Sindang Palay (Kelurahan Pasanggrahan), Dusun Naleggong (Kelurahan Kota Kulon) dan Dusun Bebedahan (Kelurahan Kota Kulon). Tiga dusun tersebut merupakan dusun yang lokasinya terdekat ke dalam kawasan TAHURA Inten Dewata. Masyarakat di sekitar TAHURA Inten Dewata adalah Etnis Sunda.

(19)

   

Masyarakat ini memiliki budaya secara turun temurun memanfaatkan tumbuhan yang ada di TAHURA Inten Dewata. Data dan informasi tentang pemanfaatan tumbuhan yang dilakukan oleh masyarakat tersebut belum terdokumentasikan. Sehubungan dengan hal tersebut di atas, maka Inventarisasi potensi tumbuhan sekaligus bentuk-bentuk pemanfaatan dan interaksi dengan masyarakat di sekitar TAHURA Inten Dewata, Sumedang Jawa Barat ini perlu dilakukan.

1.2Tujuan Penelitian

Mengetahui potensi tumbuhan di TAHURA Inten Dewata dan pemanfaatannya oleh masyarakat.

1.3Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat diperoleh data dan informasi yang berguna sebagai masukan bagi pengelolaan TAHURA Inten Dewata. Terutama bahan pertimbangan untuk menyusun kebijakan yang terkait dengan upaya pelestarian pemanfaatan tumbuhan di kawasan tersebut yang dilakukan bersama masyarakat.

(20)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 TAHURA (Taman Hutan Raya)

Pengelolaan Taman Hutan Raya (TAHURA) di Indonesia dimulai pada tahun 1985 yaitu dengan ditetapkannya Taman Hutan Raya Ir. H. Juanda di Bandung...TAHURA.merupakan.suatu\kawasan.konservasi.yang.pengelolaannya.

diserahkan kepada pemerintah daerah (provinsi) namun secara operasional masih banyak TAHURA yang dikelola oleh instansi pusat yaitu BKSDA hanya beberapa saja yang dikelola oleh Dinas Kehutanan. Pada tahun 2003 Menteri Kehutanan mengeluarkan keputusan tentang pengelolaan TAHURA dimana kawasan ini berada pada suatu wilayah administratif kabupaten atau kota maka pengelolaaanya dapat dilakukan oleh pemerintah atau kota yang bersangkutan. Konsep TAHURA diarahkan untuk menjadi kawasan hutan kebanggaan dan identitas daerah, sehingga dalam penamaannya secara umum ditujukan untuk mengabadikan pahlawan yang berasal dari daerah bersangkutan.

Fungsi TAHURA sebagai kawasan pelestarian alam yang ditujukan untuk pengembangan koleksi tumbuhan maupun satwa belum sepenuhnya berjalan sebagaimana yang diharapkan. Walaupun kegiatan pelestarian berbagai spesies tumbuhan umumnya sudah dilaksanakan dalam pengelolaannya tetapi kegiatan pengembangan koleksi sebagai pendukung budidaya dan sebagai tempat pendidikan dan penelitian belum sepenuhnya berjalan. Dalam Undang-Undang No. 41 tahun 1999 tentang kehutanan dinyatakan bahwa taman hutan raya adalah kawasan pelestarian alam untuk tujuan koleksi tumbuhan dan atau satwa yang alami atau bukan alami, spesies asli dan atau bukan asli, yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, budaya, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi.

Dalam UU No. 5 tahun 1990 tentang konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya, TAHURA dikategorikan sebagi salah satu kawasan pelestarian alam bersama taman nasional dan taman wisata alam yang berfungsi sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman spesies tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan secara lestari sumberdaya alam dan

(21)

   

ekosistemnya. Berdasarkan undang-undang ini, TAHURA didefinisikan sebagai kawasan pelestarian alam yang memiliki peruntukan untuk tujuan koleksi tumbuhan dan atau satwa yang alami atau buatan, spesies asli dan atau bukan asli, yang dimanfaatkan untuk kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, budaya, pendidikan, menunjang budidaya dan pariwisata rekreasi. Spesies tumbuhan dan satwa buatan adalah adanya kegiatan pengawetan spesies di luar kawasan (ex-situ), sedangkan yang dimaksud dengan spesies bukan asli adalah pengadaan spesies tumbuhan dan satwa yang tidak pernah terdapat di dalam kawasan.

Pengembangan kawasan TAHURA pada hakekatnya adalah pengembangan suatu lingkungan, yang merupakan perpaduan antara lingkungan alami dan lingkungan binaan atau buatan. Sesuai dengan fungsinya, TAHURA dapat dimanfaatkan untuk :

1. Penelitian dan pengembangan (kegiatan penelitian meliputi penelitian dasar dan penelitian untuk menunjang pengelolaan kawasan tersebut;

2. Ilmu pengetahuan; 3. Pendidikan;

4. Kegiatan penunjang budidaya; 5. Pariwisata alam dan rekreasi; 6. Pelestarian budaya.

Menurut SK. Dirjen PHPA No.129/Kpts/DJ-VI/1996, fungsi TAHURA adalah :

1. Terjaminnya kelestarian kawasan taman hutan raya;

2. Terbinanya koleksi tumbuhan dan satwa serta potensi kawasan taman hutan raya;

3. Optimalnya manfaat taman hutan raya untuk wisata alam, penelitian,

pendidikan, ilmu pengetahuan, budaya, menunjang budidaya dan bagi kesejahteraan masyarakat;

4. Terbentuknya taman kabupaten yang menjadi kebanggaan kabupaten yang

(22)

2.2 Kearifan Tradisional

Masyarakat di Indonesia memiliki ciri khas berupa kearifan tradisional. Kearifan tradisional sering diistilahkan dengan sebutan pengetahuan tradisional atau pengetahuan lokal. Kearifan tradisional menurut Keraf (2002) diacu dalam

Hidayat (2009) adalah semua bentuk pengetahuan, keyakinan, pemahaman, atau wawasan serta adat kebiasaan atau etika yang menuntun perilaku manusia dalam kehidupan di dalam komunitas ekologis. Sementara pengetahuan merupakan salah satu unsur kebudayaan yang muncul dari pengalaman-pengalaman individu akibat interaksi diantara mereka dengan lingkungannya, kemudian diabstraksikan menjadi konsep-konsep, pendirian-pendirian, dan pedoman-pedoman tingkah laku bermasyarakat (Adimiharja, 1996).

Pengetahuan mengenai berbagai spesies tumbuhan, sifat-sifat yang menyertai dan pengaruhnya terhadap kehidupan manusia, perlakuan terhadap tumbuhan baik secara ritual maupun non ritual terutama pengetahuan mengenai tumbuhan obat seringkali dimiliki oleh orang-orang tertentu atau orang-orang yang sudah lanjut usia.

Kearifan tradisional ini merupakan salah satu karakteristik atau tipologi masyarakat. Tipologi masyarakat adalah karakteristik masyarakat yang berdasarkan kriteria yang kompleks yaitu gabungan pola adaptasi ekologi dan sistem dasar kemasyarakatan (Koentjaraningrat, 1979).

2.3 Pemanfaatan Tumbuhan

Pemanfaatan tumbuhan secara tadisional telah dilakukan secara turun-temurun dalam suatu komunitas masyarakat adat misalnya suku Dani Baliem yang sangat erat hubungan kehidupannya dengan alam lingkungan. Namun demikian tidak dipandang sebagai sesuatu yang magis religius, melainkan sebagai sumber yang menguntungkan dan memberi hidup bagi masyarakat (Purwanto dan Walujo, 1992).

Sumber daya tumbuhan banyak dimanfaatkan oleh masyarakat tradisional. Pengelompokkan penggunaan tumbuhan oleh Purwanto dan Waluyo (1992) meliputi tumbuhan sebagai bahan sandang, pangan, bangunan, alat rumah tangga

(23)

   

dan pertanian, tali-temali, anyaman, perlengkapan upacara adat, obat-obatan dan kosmetik, serta kegiatan sosial dan kegiatan lainnya.

2.3.1 Tumbuhan penghasil pangan

Tumbuhan pangan adalah kebutuhan vital dalam kehidupan manusia. Disebutkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia bahwa tumbuhan pangan adalah segala sesuatu yang tumbuh, hidup, berbatang, berakar, berdaun, dan dapat dimakan atau dikonsumsi oleh manusia (Jika dimakan ternak dinamakan pakan). Spesies penghasil pangan yaitu tumbuhan yang mengadung karbohidrat, sayuran, buah-buahan dan kacang-kacangan.

Tanaman pangan di Indonesia ada yang memiliki daerah penyebaran khususnya hanya terdapat di daerah tertentu karena perbedaan iklim dan ada yang menyeluruh. Demikian pula dengan penggunaannya, selain memenuhi kebutuhan pangan dengan berbagai bentuk, digunakan pula untuk kepentingan lain (Moeljopawiro dan Manwan, 1992). Lebih lanjut dikelompokkan menjadi tiga, yaitu:

1. Komoditas utama, seperti padi (Oryza sativa), kedelai (Glycine max), jagung

(Zea mays) dan sebagainya;

2. Komoditas potensial, seperti sorgum (Andropogon sorgum), sagu (Metroxylon spp) dan sebagainya;

3. Komoditas introduksi, seperti ganyong (Canna edulis), jawawut (Panicum viridae), kara (Dolicchos lablab) dan sebagainya.

2.3.2 Tumbuhan penghasil kayu bakar

Hampir semua spesies tumbuhan berkayu dapat dijadikan bahan untuk kayu bakar. Namun tentunya ada beberapa kriteria (Sutarno, 1996) yaitu:

1. Tahan terhadap kekeringan dan toleran terhadap iklim; 2. Pertumbuhan tajuk baik, siap tumbuh pertunasan yang baru;

3. Pertumbuhan cepat, volume hasil kayu maksimal tercapai dalam waktu yang singkat;

4. Kadar air rendah dan mudah dikeringkan;

(24)

6. Menghasilkan sedikit asap dan tidak beracun apabila dibakar. 2.3.3 Tumbuhan penghasil bahan bangunan

Tumbuhan penghasil bahan bangunan oleh masyarakat adat digunakan untuk membuat atau membangun rumah, tempat berkumpul dan beristirahat, dan sarana ibadah. Kartikawati (2004) menyebutkan bahwa bahan bangunan utama pada masyarakat suku Dayak Meratus adalah pohon-pohon di hutan, ada pula rotan dan bambu. Spesies-spesies yang umum digunakan adalah sengon (Paraserienthes falcataria), jati (Tectona grandis), ulin (Eusideroxylon zwageri),

dan sebagainya.

2.3.4 Tumbuhan aromatik

Tumbuhan aromatik dapat juga disebut tumbuhan penghasil minyak atsiri. Tumbuhan penghasil minyak atsiri memiliki ciri bau dan aroma karena fungsinya yang paling luas dan umum diminati adalah sebagai pengharum, baik sebagai parfum, kosmetik, pengharum ruangan, pengharum sabun, pasta gigi, pemberi rasa pada makanan maupun pada produk rumah tangga lainnya. Minyak atsiri dapat diperoleh dengan cara ekstraksi atau penyulingan dari bagian-bagian tumbuhan (Agusta, 2000 dalam Kartikawati, 2004)

Tumbuhan penghasil aroma atau wangi-wangian dikenal dengan istilah penghasil minyak atsiri. Tumbuhan ini memiliki ciri-ciri berbau dan aroma karena fungsi utamanya adalah sebagai pengharum baik parfum, kosmetik, penyegar ruangan, sabun, pasta gigi, pemberi rasa pada makanan maupun produk rumah tangga (Kartikawati, 2004).

Tanaman penghasil minyak atsiri termasuk dalam family pinaceae, labiateae, comporitae, lauraceae, myrtaceae, dan umbelliferaceae. Minyak atsiri bersumber dari setiap bagian tanaman yaitu daun, bunga, buah, biji, batang, kulit, akar atau umbi (rhizoma), yang merupakan bahan baku produk farmasi dan

kosmetik alamiah disamping digunakan sebagi kandungan dalam bumbu maupun pewangi (flavour and fragrance ingredients). Beberapa spesies tumbuhan

penghasil aroma adalah jahe (Zingiber officinale), kenanga (Cananga odorata),

(25)

   

2.3.5 Tumbuhan obat

Definisi tumbuhan obat menurut Departemen Kesehatan RI dalam SK. Menteri Kesehatan No. 149/SK/Menkes/IV/1978 diacu dalam Kartikawati (2004) mengandung beberapa pengertian yaitu :

1. Tanaman atau bagian tanaman yang digunakan sebagai bahan obat tradisional atau jamu.

2. Tanaman atau bagian tanaman yang digunakan sebagai bahan pemula bahan baku obat (prokursor).

3. Tanaman atau bagian tanaman yang diekstraksi dan ekstrak tanaman tersebut digunakan sebagai obat.

Tumbuhan obat adalah seluruh spesies tumbuhan yang diketahui mempunyai khasiat obat, yang dikelompokan manjadi : (1) Tumbuhan obat tradisional, yaitu spesies tumbuhan yang diketahui atau dipercaya masyarakat mempunyai khasiat obat dan telah digunakan sebagai bahan baku obat tradisional; (2) Tumbuhan obat modern, yaitu spesies tumbuhan yang secara ilmiah telah dibuktikan mengandung senyawa atau bahan bioaktif dan penggunaannya dapat dipertanggungjawabkan secara medis; dan (3) Tumbuhan obat potensial, yaitu spesies tumbuhan yang diduga mengandung senyawa atau bahan bioaktif yang berkhasiat obat tetapi belum secara ilmiah atau penggunaannya sebagai bahan obat tradisional sulit ditelusuri (Zuhud, Ekarelawan, dan Riswan, 1994).

2.3.6 Tumbuhan anyaman dan kerajinan

Tumbuhan penghasil anyaman dan kerajinan adalah tumbuhan yang bisa dibuat tali, anyaman, maupun kerajinan. Beberapa spesiesnya adalah bambu, rotan, dan kayu. Hanan (1992) menyebutkan di pintu masuk Kebun Raya Bogor terdapat lebih dari dua puluh satu spesies tumbuhan yang dimanfaatkan untuk dibuat kerajinan yang berasal dari perdu berkayu dan tumbuhan pohon diantaranya petai cina (Leucaena leucocephala), Bambusa vulgaris, dan lainnya.

(26)

2.3.7 Tumbuhan penghasil pestisida nabati

Pestisida nabati adalah bahan aktif tunggal atau majemuk yang berasal dari tumbuhan yang dapat digunakan untuk mengendalikan organisme pengganggu tumbuhan. Pestisida nabati ini bisa sebagai penolak, penarik, antifertilitas (pemandul), pembunuh dan bentuk lainnya.

Pestisida nabati adalah racun hama yang bahan dasarnya berasal dari tumbuhan yang relatif mudah dibuat dengan kemampuan dan pengetahuan yang terbatas (Arafah, 2005). Pestisida nabati merupakan bahan aktif tunggal atau majemuk yang berasal dari tumbuhan untuk mengendalikan mikroorganisme pengganggu tumbuhan atau tanaman. Fungsinya bisa sebagai penolak, penarik, pemandul, pembunuh dan bentuk lainnya.

2.3.8 Tumbuhan penghasil pakan ternak

Tumbuhan penghasil pakan ternak adalah seluruh spesies tumbuhan yang diberikan kepada hewan pemeliharaan baik langsung maupun dicampur. Menurut Manetje dan Jones (1992) dalam Kartikawati (2004), pakan ternak adalah

tanaman konsentrasi rendah dan mudah dicerna yang merupakan penghasil pakan bagi satwa herbivora. Spesies ini bisa dibudidayakan dan mudah dijumpai misalnya di padang rumput, pematang sawah, tebing, dan tanaman penutup pada perkebunan. Salah satu spesiesnya adalah rumput pahit (Axonopus compressus).

Menurut Sutarno (1996), spesies yang diperuntukan penghasil pakan perlu memiliki sifat menghasilkan daun dan polong yang disukai hewan untuk dimakan, tahan terhadap pemotongan dan pemangkasan, tumbuh cepat terutama pada awal pertumbuhan, mudah menyesuaikan terhadap perbedaan tempat dan lingkungan tahan terhadap naungan berat apabila ditanam bersama spesies yang yang lain, meningkatkan kesuburan tanah dan tahan terhadap perusakan oleh hama, penyakit dan hewan.

2.3.9 Tumbuhan keperluan ritual adat dan keagamaan

Diantara pengetahuan tentang tumbuhan yang dimiliki oleh masyarakat, ada yang bersifat spiritual magis dan ritual. Demikian pula pemanfaatannya, salah satunya yaitu pemanfaatan dibidang upacara. Indonesia yang terdiri kurang lebih

(27)

   

350 etnis dapat memberikan gambaran pemanfaatn tumbuhan di masing-masing tempat yang khususnya dipakai dalam berbagai upacara. Dalam upacara-upacara adat yang dilakukan, terutama yang berkenaan dengan upacara daur hidup, tumbuhan banyak dipakai (Kartiwa dan Wahyono, 1992).

Tumbuhan dalam masyarakat adat memegang peranan yang penting dalam hal ritual dan keagamaan. Seperti keberadaan tepung ketan yang sangat istimewa pada masyarakat Dayak Meratus dalam kehidupannya. Sifat ketan yang butir-butirnya saling merekat erat bila ditanak dan tahan lama menempatkannya sebagai sesajen yang harus selalu ada dalam setiap ritual adat (Kartikawati, 2004). Kartiwa dan Martowikrido (1992) menjelaskan bahwa tumbuhan yang dipakai dalam ritual adat dan keagamaan memiliki ciri-ciri :

1. Sifat-sifat dari tumbuhan tertentu, khususnya bunga dihubungkan dengan sikap feminism, ini sering dihubungkan dalam upacara pemberian nama pada anak perempuan, diberi nama : dahlia, mawar, lili, dan melati.

2. Sifat tumbuhan dan nama tanaman yang diasosiasikan dengan kata-kata yang mengandung nilai baik, misalnya dalam upacara perkawinan jawa. Misalnya pisang raja (agar memiliki kedudukan yang tinggi), kantil (kesetiaan adalah kunci kebahagiaan rumah tangga), dan sirih (perlambang keakraban).

3. Tanaman yang digunakan sebagai pengharum dan bumbu-bumbu untuk

pengawetan mayat (upacara kematian di Tana Toraja). Antara lain limau (Citrus hystrix), daun kelapa (Cocos nucifera), dan berbagai rempah-rempah

lainya.

2.3.10 Tumbuhan hias

Tumbuhan hias merupakan salah satu komoditi holtikultura non pangan yang digolongkan sebagai holtikultur. Kehidupan sehari-hari komoditas ini dibudidayakan untuk menikmati keindahannya. Tumbuhan hias merupakan komoditi holtikultura non-pangan yang digolongkan ke dalam holtikultur, dalam kehidupan sehari-hari dibudidayakan untuk hiasan dalam dan luar rumah (Arafah, 2005).

(28)

2.3.11 Tumbuhan bahan pewarna dan tanin

Tumbuhan pewarna adalah spesies tumbuhan yang dapat memberikan pengaruh warna terhadap benda baik berupa makanan, minuman, atau benda lainnya setelah diolah sebelumnya. Penelitian Rifai dan Waluyo (1992) terhadap kehidupan suku Madura menyebutkan bahwa proses peramuan zat pewarna dari tumbuhan adalah suatu kejelian dari nenek moyang yang telah turun-temurun mengolah dan memanfaatkan spesies tumbuhan sebagai sumber daya nabati yang diketahui mengadung zat warna. Spesies-spesies tumbuhan penghasil warna diantaranya adalah daun suji (Pleomele angustifolia) untuk warna hijau, kunyit

(Curcuma domestica) penghasil warna kuning, dan sebagainya.

Tanin nabati merupakan bahan dari tumbuhan, rasanya pahit dan kelat, seringkali berupa ekstrak dari pepagan atau bagian lain terutama daun, buah dan puru. Hasil dari penyamakan kulit dengan tanin berupa kulit samak yang banyak manfaatnya, selain samak kulit juga dapat menyamak jala, tali dan layar. Tanin juga digunakan sebagai perekat, pewarna dan mordan (Lemmens dan Soetjipto, 1999).

(29)

Kel Pasang 3.1 Wakt Pe berlokasi Kunci da Naleggong Pasanggra Sindang Kabupaten Subang   Kabupaten Bandung lurahan ggrahan tu dan Tem nelitian ini di TAHUR an Gunung g (Kulurah ahan) dan D Gun Pala g Palay . .. . n Kabu Garu

METOD

mpat i dilaksana RA Inten D Palasari s han Kota Dusun Bebed Gambar nung asari N . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . . Kabupaten Indramayu upaten ut    

BAB I

DOLOGI P

akan pada Dewata dima serta dusun Kulon), dahan (Kelu r 1 Peta lok Kelurahan Kelurahan Kota Kulon Bebe aleggong . .   Kabupaten Majalengka n u

III

PENELIT

bulan Me ana terdapa n-dusun di Dusun Si urahan Kota kasi peneliti n Kota Kulon Gunung Kunci edahan . . ..  . . . .. . . Jalan Nasional Jalan Provinsi Batas Kabupaten Batas Kecamatan Sungai

TIAN

ei sampai at dua loka sekitarnya indang Pa a Kulon). ian. J A V B L T I D Sumber : TAHURA Dewata, 2 Juli 2010 si yaitu Gu a yaitu D alay (Kelur Jalur Analisis Vegetasi Plot Batas Lokasi TAHURA Inten Dewata Dusun Batas Kecamatan A Inten 2007 yang unung Dusun rahan

(30)

3.2 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan berupa peta, buku panduan lapang tentang tumbuhan, kamera, kertas karton, plastik, sasak, tally sheet, kuisioner, label gantung, alat

tulis, perekam (tape recorder), kompas, meteran, tali raffia, golok, gunting, dan

komputer beserta perlengkapannya.

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain : dokumen, literatur, laporan, serta keterangan mengenai TAHURA Inten Dewata Gunung Kunci dan Gunung Palasari dari data geografi desa dan kecamatan, internet dan keterangan langsung dari penduduk setempat. Untuk pembuatan spesimen tumbuhan atau herbarium diperlukan alkohol serta tumbuhan yang akan diambil sampelnya.

3.3 Metode Penelitian

3.3.1 Pengumpulan data

3.3.1.1 Jenis data yang dikumpulkan a. Data sekunder

Data sekunder yang dikumpulkan adalah kondisi umum TAHURA Inten Dewata, meliputi : sejarah kawasan, letak dan luas, iklim, jenis tanah dan geologi, hidrogeologi, flora dan fauna, sumber air, sistem drainase dan topografi.

b. Data Primer

Data primer yang dikumpulkan meliputi : potensi tumbuhan di TAHURA Inten Dewata dan pemanfaatan tumbuhan oleh masyarakat di sekitarnya.

3.3.1.2 Teknik pengumpulan data a. Data sekunder

Data sekunder dilakukan melalui studi literatur terhadap laporan-laporan/dokumen-dokumen dan peta-peta terkait yang terdapat di kantor TAHURA Inten Dewata dan instansi terkait.

b. Data primer

Data primer dikumpulkan melalui survei lapangan. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan meliputi: orientasi lapangan, wawancara dan analisis vegetasi.

(31)

   

Orientasi lapangan dilakukan dengan tujuan untuk mengumpulkan data dan informasi yang diperlukan guna memverifikasi lokasi pengumpulan data yang telah direncanakan sebelumnya.

Wawancara dilakukan secara semi terstruktur dengan menggunakan kuisioner untuk mengetahui tingkat pengetahuan masyarakat tentang pemanfaatan tumbuhan di sekitar TAHURA Inten Dewata Gunung Kunci dan Gunung Palasari. Wawancara dilakukan di Dusun Sindang Palay (Desa Padasuka), Dusun Naleggong (Desa Pasanggrahan) dan Dusun Bebedahan (Kelurahan Kota Kulon). Pemilihan responden dilakukan dengan menggunakan teknik snowball dengan

jumlah responden sebanyak 90 orang dengan masing-masing Dusun sebanyak 30 orang. Penentuan responden dengan teknik snowball dapat dilihat seperti pada

Gambar 2.

Gambar 2 Teknik snawball.

Keterangan : TM = Tokoh Masyarakat T = Tabib

MP = Masyarakat Pengguna R = Remaja

D = Dewasa L = Lansia

Analisis vegetasi dilakukan di kawasan TAHURA Inten Dewata (Gunung Kunci dan Gunung Palasari). Analisis vegetasi dilakukan dengan menggunakan metode kombinasi jalur garis berpetak pada unit contoh berbentuk jalur sepanjang 40-300 m, dengan arah tegak lurus kontur atau aliran sungai. Hal-hal yang

Desa

TM T MP

(32)

dipertimbangkan dalam penentuan lokasi, meliputi : blok dan mata angin, seperti disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Lokasi pengumpulan data potensi tumbuhan di TAHURA Inten Dewata

Blok Mata Angin Panjang Jalur (m) Jumlah Plot (Plot)

Gunung Palasari Gunung Kunci Utara Selatan 300 15 300 15 Timur Barat Utara Selatan Timur Barat 300 15 300 80 40 80 60 15 4 2 4 3

Pengamatan vegetasi dilakukan pada suatu petak yang dibagi-bagi kedalam petak-petak berukuran 20x20 m2, 10x10 m2, 5x5 m2, dan 2x2 m2. Petak

berukuran 20x20 m2 digunakan untuk pengambilan data vegetasi tingkat

pertumbuhan pohon (diameter ≥20 cm), epifit, dan liana; petak berukuran 10x10 m2 untuk pengambilan data vegetasi tingkat tiang (diameter 10-<20 cm); petak berukuran 5x5 m2 digunakan untuk pengambilan data vegetasi tingkat pancang (diameter <10 cm, tinggi > 1.5 m); dan 2x2 m2 digunakan untuk pengambilan data vegetasi tingkat semai (anakan pohon yang baru tumbuh hingga anakan pohon yang mempunyai tinggi hingga 1,5 m) dan tumbuhan bawah. Bentuk unit contoh pengamatan vegetasi seperti disajikan pada Gambar 3.

Gambar 3 Skema penempatan transek dan petak-petak pengukuran pada analisis vegetasi dengan metode garis berpetak.

Keterangan:

A = Petak pengukuran untuk pohon, epifit, liana dan parasit (20 x 20 m2) B = Petak pengukuran untuk tiang (10 x 10 m2)

C = Petak pengukuran untuk pancang (5 x 5 m2)

D = Petak pengukuran untuk semai dan tumbuhan bawah (2 x 2 m2)

(33)

   

Data yang dicatat dalam pengamatan vegetasi pada setiap petak contoh, meliputi:

1. Spesies dan diameter tingkat pohon (pohon-pohon yang memiliki diameter setinggi dada atau dbh ± 130 cm dari permukaan tanah atau 20 cm diatas banir) lebih besar dari 20 cm.

2. Spesies dan diameter tingkat tiang (pohon-pohon yang memiliki diameter setinggi dada dari permukaan tanah atau 20 cm diatas banir adalah 10 - 20 cm).

3. Spesies dan jumlah tingkat pancang (anakan pohon dengan tinggi > 1,5 meter atau pohon muda dengan diameter setinggi dada < 10 cm).

4. Spesies dan jumlah tingkat semai (anakan pohon mulai dari tingkat kecambah sampai yang memiliki tinggi < 1,5 meter) dan tumbuhan bawah yaitu tumbuhan selain permudaan pohon misalnya rumput, herba dan semak belukar.

5. Spesies dan jumlah liana, epifit dan parasit.

Pembuatan herbarium dilakukan terhadap semua spesies tumbuhan yang ditemukan di lokasi pengamatan. Tahapan-tahapan yang dilakukan dalam pembuatan herbarium ini adalah:

1. Mengambil contoh herbarium yang terdiri dari ranting lengkap dengan

daunnya, kalau ada bunga dan buahnya juga diambil. Pengambilan contoh herbarium dilakukan bersamaan dengan pelaksanaan kegiatan analisis vegetasi.

2. Contoh herbarium tadi dipotong daunnya dengan menggunakan gunting,

panjangnya kurang lebih 40 cm.

3. Kemudian contoh herbarium dimasukkan ke dalam kertas koran dengan

memberikan etiket yang berukuran 3 cm x 5 cm. Etiket berisi keterangan tentang nomor spesies, nama lokal, lokasi pengumpulan dan nama pengumpul/kolektor.

4. Selanjutnya beberapa herbarium disusun diatas sasak yang terbuat dari bambu dan disemprot dengan alkohol 70% untuk selanjutnya dibawa ke camp.

(34)

5. Herbarium yang sudah kering lengkap dengan keterangan-keterangan yang diperlukan diidentifikasi untuk mendapatkan nama ilmiahnya di Laboratorium Konservasi Tumbuhan, Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan IPB dan spesies tumbuhan yang belum teridentifikasi di bantu oleh Bapak Ismail Rachman.

3.3.2 Identifikasi kegunaan spesies tumbuhan

Identifikasi kegunaan spesies tumbuhan dilakukan dengan melakukan cek silang dengan berbagai buku/literatur tentang kegunaan tumbuhan yang ada. Literatur yang digunakan dalam mengidentifikasi kegunaan spesies tumbuhan antara lain Heyne (1987) dan (Zuhud, Ekarelawan, dan Risman, 1994).

3.3.3 Analisis data

Hasil identifikasi tumbuhan yang telah diperoleh kemudian disusun berdasarkan spesies dan familinya untuk dianalisis secara deskriptif kualitatif. Setiap spesies tumbuhan dianalisis mengenai potensi, habitus, kegunaan, dan bagian tumbuhan yang digunakan.

1.3.3.1 Indeks nilai penting

Nilai penting ini digunakan untuk menetapkan dominasi suatu spesies terhadap spesies lainnya. Nilai penting merupakan jumlah dari kerapatan relatif (KR), dominasi relatif (DR) dan frekuensi relatif (FR) dengan rumus (Soerianegara dan Indrawan 1998) :

- Kerapatan (K) (ind/ha) Jumlah individu K =

Luas seluruh petak contoh - Frekuensi (F)

Jumlah petak ditemukan suatu spesies F =

(35)

   

- Dominasi (D)

Luas bidang dasar suatu spesies D =

Luas petak contoh - Kerapatan Relatif (KR)

Kerapatan suatu spesies

KR = x 100% Kerapatan seluruh spesies

- Frekuensi Relatif (FR )

Frekuensi suatu spesies

FR = x 100% Frekuensi seluruh spesies

- Dominansi Relatif (DR)

Dominansi suatu spesies

DR = x 100% Dominansi seluruh spesies

- Indeks Nilai Penting (INP) untuk tingkat pohon dan tiang adalah KR + FR + DR

- Indeks Nilai Penting (INP) untuk tingkat pancang, semai, tumbuhan

bawah, liana, dan epifit adalah KR + FR

- Keaneragaman Spesies Berdasarkan Shannon-Weinner Index :

H’ = - ∑ [(Pi) ln (Pi)]; dimana Pi = ni/N

Keterangan :

H’ = Indeks keanekaragaman spesies Pi = ni/N

ni = INP setiap spesies

N = Total INP seluruh spesies

- Indeks kekayaan spesies berdasarkan Margaleff : R = (S-1) / ( ln (N))

Keterangan :

R = Indeks Kekayaan Jenis S = Jumlah jenis yang ditemukan N = Jumlah total individu

(36)

1.3.3.2 Persentase habitus

Persentase habitus merupakan telaah tentang besarnya suatu spesies habitus yang digunakan terhadap seluruh habitus yang ada. Habitus tersebut meliputi pohon, semak, perdu liana, dan herba. Adapun rumus yang digunakan untuk menghitung persentase habitus, yaitu sebagai berikut :

3.3.3.3 Persentase bagian yang dimanfaatkan

Persentase bagian tumbuhan yang digunakan meliputi bagian tumbuhan yang dimanfaatkan mulai dari bagian tumbuhan yang paling atas/daun sampai ke bagian bawah/akar. Untuk menghitung persentase bagian yang digunakan digunakan rumus:

3.3.3.4 Klasifikasi kelompok kegunaan

Data hasil identifikasi selanjutnya dikelompokkan berdasarkan manfaat dari masing-masing tumbuhan, seperti tersaji pada pada Tabel 2.

Tabel 2 Klasifikasi kelompok kegunaan sumberdaya tumbuhan

No Kelompok Kegunaan

1 Tumbuhan penghasil pangan

2 Tumbuhan penghasil Energi atau kayu bakar 3 Tumbuhan penghasil bahan bangunan

4 Tumbuhan aromatik

5 Tumbuhan obat

6 Tumbuhan anyaman dan kerajinan 7 Tumbuhan penghasil pestisida nabati 8 Tumbuhan penghasil pakan ternak 9 Tumbuhan ritual dan keagamaan 10 Tumbuhan hias

11 12 13 14

Tumbuhan pewarna dan tanin Tumbuhan penghasil minuman Tumbuhan penghasil tolak bala

Tumbuhan penghasil kosmetik atau kecantikan

3.3.3.5 Nilai Kegunaan

Nilai kegunaan (Use Value) oleh responden terhadap spesies-spesies

tumbuhan berdasarkan pada banyaknya jumlah kegunaan spesies tumbuhan dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari masyarakat.

(37)

   

3.3.3.6 Persentase potensi tumbuhan berguna

Berdasarkan hasil analisis vegetasi di TAHURA Inten Dewata dihitung persen potensi tumbuhan berguna, sebagai berikut :

∑ spesies tumbuhan berguna

Potensi tumbuhan berguna = x 100%

(38)

BAB IV

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1 Sejarah Kawasan

Kawasan TAHURA Inten Dewata terdiri dari dua lokasi yaitu Gunung Kunci dan Gunung Palasari dimana kedua gunung tersebut terpisahkan oleh sebuah jalan. Kawasan hutan tersebut dulunya di kelola oleh Perum Perhutani karena merupakan kawasan hutan produksi terbatas, meskipun pada kenyataannya sudah difungsikan sebagai kawasan hutan lindung namun pengelolaanya sampai saat ini belum optimal dan Pemerintah Daerah sulit untuk berkontribusi dalam pengelolaannya.

Atas dasar tersebut Pemerintah Kabupaten Sumedang dengan persetujuan DPRD Kabupaten Sumedang mengajukan usulan perubahan fungsi kawasan dari Hutan Produksi Terbatas menjadi Taman Hutan Raya melalui Surat Bupati Sumedang Nomor 522/14/Dishutbun tanggal 3 Januari 2003 dan Nomor 522/5100/Dishutbun tanggal 14 Oktober 2003 serta Surat Ketua DPRD Kabupaten Sumedang Nomor 523/697/DPRD tanggal 13 Oktober 2003. Hasilnya adalah Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : SK.297/Menhut-II/2004 tanggal 10 agustus 2004 tentang Perubahan Fungsi Kawasan Hutan Produksi Terbatas dengan luas total kawasan ± 35,81 Ha, dengan rincian : seluas ± 32,01 Ha terletak di Gunung Palasari dan seluas ± 3,80 Ha terletak di Gunung kunci, Kabupaten Sumedang, Provinsi Jawa Barat Menjadi Taman Hutan Raya Inten Dewata (TAHURA Inten Dewata, 2007).

4.2 Kondisi Fisik Kawasan

4.2.1 Letak kawasan

Kawasan TAHURA Inten Dewata secara administratif pemerintahan termasuk wilayah Kelurahan Kota Kulon Kecamatan Sumedang Selatan Kabupaten Sumedang Provinsi Jawa. Adapun Batas-batas wilayahnya :

- Sebelah utara : Kelurahan Situ Kecamatan Sumedang Utara;

- Sebelah selatan : Kelurahan Regolwetan Kecamatan Sumedang Selatan; - Sebelah timur : Kelurahan Regolwetan Kecamatan Sumedang Selatan;

(39)

   

- Sebelah barat : Desa Padasuka Kecamatan Sumedang Selatan;

Secara geografis kawasan TAHURA Inten Dewata terletak pada posisi antara 6º55’-7º25’LS dan 107º42’-108º11’ BT dan lokasinya dekat dengan pusat pemerintahan Kabupaten Sumedang (TAHURA Inten Dewata, 2007).

4.2.2 Iklim

Kondisi iklim di kawasan ini mempunyai iklim tropis yang sangat dipengaruhi oleh angin yang dibedakan antara musim hujan dan musim kemarau. Musim hujan biasanya terjadi pada bulan November hingga April dan musim kemarau terjadi pada bulan Mei hingga Oktober.

Kondisi iklim berdasarkan Schemidt dan Fergusson termasuk dalam tipe iklim B, dengan curah hujan rata-rata berkisar 2.000-3.000 mm/tahun, dengan temperatur rata-rata 20-30ºC (TAHURA Inten Dewata, 2007).

4.2.3 Jenis tanah dan geologi

Berdasarkan peta tanah Semi Detail skala 1 : 100.000 jenis tanah di kedua gunung ini yaitu latosol, alluvial dan andosol. Kontur muka air tanah dalam dan ketebalan solum tanah serta kedalamannya tipis (TAHURA Inten Dewata, 2007). 4.2.4 Hidrogeologi

Kawasan ini terletak pada cakupan Sub DAS Cileuleuy yang mengalir dari arah barat ke timur dengan sedimentasi transport yang dipantau dari Sungai Cipeles berdasarkan dari BBWS (Balai Besar Wilayah Sungai) Cimanuk tahun 1990 adalah 4,22 mm/tahun (62 ton/ha/tahun) (TAHURA Inten Dewata, 2007).

4.2.5 Sistem drainase dan topografi

Arah aliran di permukaan hingga kini masih dapat ditampung oleh sistem drainase terbuka yang ada. Sistem drainase di kawasan ini sangat didukung oleh kondisi topografi sehingga jarang terjadi genangan air maupun banjir. Kondisi tofografi di kedua gunung ini bervariasi yaitu datar, bergelombang dan sedikit berbukit (TAHURA Inten Dewata, 2007).

(40)

4.3 Kondisi Biotik Kawasan

4.3.1 Flora dan fauna

Potensi flora yang saat ini di kawasan Gunung Kunci dan Gunung Palasari terdapat ± 205 spesies flora diantaranya akasia (Acacia mangium), eboni

(Diospyros celebica), jati (Tectona grandis), pinus (Pinus merkusii), dan lain-lain.

Untuk fauna dikawasan ini belum pernah dilakukan penelitian tentang penggalian potensi fauna. Adapun data yang diperoleh dari masyarakat sekitar kawasan, beberapa spesies satwa yang sering dijumpai adalah beberapa spesies burung yaitu burung kutilang (Pycnonotus sp), elang ular bido (Spilornis cheela), tekukur dan

lain-lain, serta ditemukan juga satwa lainnya seperti tupai dan ular (TAHURA Inten Dewata, 2007).

4.4 Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat

Kawasan di TAHURA Inten Dewata terdiri dari beberapa Kelurahan. Kawasan yang menjadi tempat penelitian terdiri dari dua kelurahan yaitu Kelurahan Kota Kulon dan Kelurahan Pasanggrahan yang termasuk dalam wilayah Kecamatan Sumedang Selatan.

4.4.1 Kelurahan Kota Kulon

Jumlah penduduk di Kelurahan Kota Kulon sebanyak 10.599 jiwa, dengan rincian laki-laki sebanyak 5.584 orang dan perempuan sebanyak 5.015 orang. Jumlah kepala keluarga di Kelurahan Kota Kulon sebanyak 3.499 KK. Masyarakat di Kelurahan Kota Kulon pada umumnya beragama Islam. Mayoritas penduduk bermata pencaharian petani dan buruh tani, selebihnya merupakan pedagang, peternak, pengusaha, dan lain-lain (Anonimous, 2008a).

4.4.3 Kelurahan Pasanggrahan

Jumlah pendudukdi Kelurahan pasanggarahan sebanyak 9.674 jiwa yang terdiri dari laki-laki sebanyak 5.352 orang dan perempuan sebanyak 4.322 orang, dengan jumlah kepala keluarga sebanyak 3.421 KK. Masyarakat di Kelurahan Pasanggrahan pada umumnya beragama Islam. Mayoritas penduduk bermata

(41)

   

pencaharian petani dan pedagang, selebihnya merupakan peternak, pengusaha, buruh tani, Pegawai Negeri Sipil dan lain-lain (Anonimous, 2008b).

(42)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1Potensi Tumbuhan di TAHURA Inten Dewata

5.1.1 Kekayaan spesies tumbuhan

Berdasarkan analisis vegetasi dan wawancara dengan masyarakat di sekitar TAHURA Inten Dewata, ditemukan spesies tumbuhan sebanyak 154 spesies termasuk dalam 59 famili. Jumlah spesies tumbuhan berdasarkan analisis vegetasi sebanyak 132 spesies dan 54 famili, dengan rincian di blok Gunung Palasari sebanyak 113 spesies dan 51 famili, serta di Blok Gunung Kunci sebanyak 27 spesies dan 26 famili. Daftar spesies tumbuhan yang ditemukan di kawasan TAHURA Inten Dewata disajikan pada Lampiran 1, sedangkan kekayaan spesies tumbuhannya disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3 Kekayaan spesies tumbuhan di kawasan TAHURA Inten Dewata

No. Blok Habitus Tingkat pertumbuhan Jumlah Kekayaan spesies (R)

Spesies Famili

1 Gunung Pohon Pohon 35 22 5,94 (tinggi)

Palasari    Tiang 66 32 10,95 (tinggi)          Pancang 81 37 13,03 (tinggi)       Semai 22 14 4,56 (sedang)       Herba 23 10 3,21 (rendah)       Perdu 2 2 0,24 (rendah)       Epifit 3 3 0,44 (rendah)       Liana 2 2 0,22 (rendah) 2 Gunung Pohon Pohon 6 6 1,09 (rendah)

Kunci    Tiang 6 5 2,08 (rendah)

         Pancang 7 7 2,34 (rendah)       Semai 4 4 1,25 (rendah)       Herba 6 3 0,81 (rendah)       Perdu 2 2 0,91 (rendah)       Epifit 2 2 0,37 (rendah)       Liana 2 2 0,33 (rendah)

Berdasarkan Tabel 3 kekayaan spesies tumbuhan pada tingkat

pertumbuhan semai, pancang, tiang, pohon, serta habitus semak, epifit dan liana di Gunung Palasari cukup bervariasi. Apabila dilihat secara menyeluruh, kekayaan

(43)

   

spesies tumbuhan pada tingkat pertumbuhan semai memiliki nilai kekayaan sedang (4,56) jika dibandingkan dengan tingkat pancang, tiang dan pohon. Kekayaan spesies tumbuhan yang memiliki nilai paling tinggi yaitu tingkat pertumbuhan pancang (13,03) dan tiang (10,95). Tingkat pertumbuhan pancang dan tiang memiliki jumlah yang banyak jika dibandingkan dengan pohon. Hal ini disebabkan karena tingkat pohon mengalami regenerasi dimana pohon yang sudah tua mengalami kematian atau tumbang karena angin. Adapun beberapa spesies tumbuhan yang berlokasi di Gunung Palasari tingkat regenerasinya sudah tidak ada lagi untuk tingkat pertumbuhan semai, pancang, dan tiang yaitu hanya ditemukan pada tingkat pohon saja seperti bungur (Lagerstroemia speciosa), aren

(Arenga pinnata) dan huru (Litsea angulata). Pada bagian habitus memiliki nilai

kekayaan yang merata yaitu rendah karena spesies yang ditemukan sedikit.

Kekayaan spesies yang memiliki nilai tinggi berarti jumlah yang

ditemukan banyak sedangkan kekayaan spesies yang memilki nilai rendah berarti jumlah yang ditemukan dalam kawasan tersebut sedikit. Kekayaan spesies tumbuhan yang terdapat di Gunung Kunci sebanyak 27 spesies.

Kekayaan spesies tumbuhan yang terdapat di Gunung Kunci sebanyak 27 spesies tumbuhan. Kekayaan spesies tumbuhan pada tingkat pertumbuhan semai, pancang, tiang, pohon, serta habitus semak, epifit dan liana memilki nilai yang sama yaitu rendah. Apabila dilihat secara menyeluruh, setiap tingkat pertumbuhan dan habitus di Gunung Kunci memiliki jumlah spesies yang sedikit. Hal ini dikarenakan di Gunung Kunci memiliki luasan yang sangat kecil dan terdapat banyaknya bangunan seperti gua Belanda, taman bermain, shelter, panggung permanen dan kantor TAHURA Inten Dewata. Tingkat pertumbuhan semai yang berlokasi di Gunung Kunci memiliki jumlah spesies tumbuhan lebih sedikit jika dibandingkan dengan tingkat pancang dan pohon. Tahapan regenerasi memerlukan tingkat yang lebih mudanya sebagai pengganti tingkat pertumbuhan yang sedang mengalami kematian atau tua. Beberapa spesies tumbuhan yang mengalami gangguan atau kurang dalam tahap regenerasinya yaitu kemuning (Murraya paniculata), ki acret (Ficus calophylla) dan ki teja (Cinnamomum iners).

(44)

Berdasarkan Magurran (1988), besar R<3,5 menunjukkan kekayaan jenis yang tergolong rendah. R=3,5–5,0 menunjukkan kekayaan jenis tergolong sedang, dan R>5,0 menunjukkan kekayaan jenis yang tergolong tinggi.

5.1.2 Keanekaragaman spesies

Berdasarkan perhitungan indeks keanekaragaman di lokasi penelitian Gunung Palasari dan Gunung Kunci diketahui bahwa tingkat keanekaragamannya dapat dikatakan beragam. Tingkat pertumbuhan pancang dan tiang di Gunung Palasari memiliki nilai indeks keanekaragaman spesies yang tinggi jika dibandingkan dengan tingkat pertumbuhan dan habitus yang lainnya karena jumlah spesies tumbuhan pada tingkat pertumbuhan pancang dan tiang memiliki jumlah spesies yang paling banyak dibandingkan dengan jumlah spesies tingkat pertumbuhan lainnya, selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Keanekaragaman spesies tumbuhan di kawasan TAHURA Inten Dewata

No. Blok Habitus Tingkat pertumbuhan Keanekaragaman spesies H'

1 Gunung Pohon Pohon 3,17

Palasari    Tiang 3,89          Pancang 3,78       Semai 2,82       Herba 2,57       Perdu 0,69       Epifit 1,00       Liana 0,68

2 Gunung Pohon Pohon 1,43

Kunci    Tiang 1,70          Pancang 1,82       Semai 1,16       Herba 1,60       Perdu 0,64       Epifit 0,68       Liana 0,68

Menurut Barbour et al. (1987) diacu dalam Suwena (2007), apabila derajat

keanekaragaman lebih kecil dari 1 berarti keanekaragaman spesies tersebut rendah, berkisar antara 1 sampai dengan 3 berarti keanekaragaman spesies tersebut sedang dan jika lebih besar dari 3 berarti keanekaragaman spesies tersebut tinggi atau melimpah.

(45)

   

Nilai H’ menggambarkan tingkat keanekaragaman spesies dalam suatu tegakan. Bila nilai ini makin tinggi maka makin meningkat keanekaragamannya dalam tegakan tersebut. Odum (1971) menyatakan bahwa keanekaragaman spesies cenderung tinggi di dalam komunitas yang lebih tua dan rendah di dalam komunitas yang baru terbentuk. Kemantapan habitat merupakan faktor utama yang mengatur keanekaragaman spesies.

5.1.3 Keanekaragaman famili 5.1.3.1Blok Gunung Palasari

Keanekaragaman spesies tumbuhan berdasarkan famili di Blok Gunung Palasari berjumlah 51 famili. Dari jumlah 51 famili yang ditemukan 30 famili masing-masing berjumlah 1 spesies. Spesies yang mendominasi dari famili Fabaceae sebanyak 15 spesies (29,41%) dan Poaceae sebanyak 9 spesies (17,64%), selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 4 dan Lampiran 1.

Gambar 4 Jumlah spesies tumbuhan berdasarkan famili di Blok Gunung Palasari.

5 7 2 4 2 2 8 15 2 4 2 6 7 6 2 9 4 2 4 2 3 0 5 10 15 20 Anacardiaceae Annonaceae Arecaeae Asteraceae Bombaceae Dileniaceae Euphorbiaceae Fabaceae Lamiaceae Lauraceae Malvaceae Meliaceae Moraceae Myrtaceae Oxalidaceae Poaceae Rubiaceae Sapindaceae Sapotaceae Thymelaeceae Verbenaceae Jumlah spesies Fam ili

(46)

5.1.3.2Blok Gunung Kunci

Keanekaragaman spesies tumbuhan berdasarkan famili di Blok Gunung Kunci berjumlah 27 famili. Dari jumlah 27 famili yang ditemukan 9 famili masing-masing berjumlah 1 spesies. Famili yang ditemukan memiliki jumlah yang sama yaitu 2 spesies (7,40%), selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 5 dan Lampiran.1...

Gambar 5 Jumlah spesies tumbuhan berdasarkan famili di Blok Gunung Kunci. 5.1.4 Keanekaragaman habitus

5.1.4.1 Blok Gunung Palasari

Keanekaragaman habitus di Gunung Palasari terdiri dari semak, liana, epifit, perdu, herba dan pohon. Secara rinci jumlah masing-masing habitus seperti terlihat pada Gambar 6 dan selengkapnya pada Lampiran 1.

Gambar 6 Jumlah spesies tumbuhan berdasarkan habitus di Blok Gunung Palasari.

Berdasarkan grafik tersebut jumlah habitus yang mendominasi yaitu pohon 94 spesies (74,60%) dan herba 19 spesies (15,07%) sedangkan jumlah habitus terkecil adalah palma dan perdu masing-masing 2 spesies (1,60%).

2 2 2 2 2 2 2 2 2 0 0.5 1 1.5 2 2.5 Fabaceae Lauraceae Moraceae Poaceae Rubiaceae Lauraceae Moraceae Poaceae Rubiaceae Jumlah spesies Fam ili 3 3 2 3 19 94 2 0 20 40 60 80 100 Semak Liana Epifit Perdu Herba Pohon Palma Jumlah spesies Kategori Habitus

(47)

   

5.1.4.2 Blok Gunung Kunci

Keanekaragaman habitus di Gunung Kunci terdiri dari semak, liana, epifit, herba dan pohon. Secara rinci jumlah masing-masing habitus seperti terlihat pada Gambar 7 dan selengkapnya pada Lampiran 1.

Gambar 7 Jumlah spesies tumbuhan berdasarkan habitus di Gunung Kunci.

Berdasarkan grafik tersebut jumlah habitus yang mendominasi yaitu pohon 15 spesies (55,55%) dan herba 5 spesies (18,51%) sedangkan jumlah habitus terkecil adalah semak 1 spesies (3,70%).

5.1.5 Kerapatan

Kerapatan Tumbuhan merupakan kondisi yang menunjukkan tinggi rendahnya komposisi dari spesies atau jenis tumbuhan dalam suatu kesatuan tipe ekosistem atau vegetasi tertentu. Parameter ini menjadi salah satu indikator untuk menduga kepadatan jenis sumberdaya alam hayati berupa tumbuhan pada suatu komunitas. Kerapatan pada suatu areal dapat memberikan gambaran tentang ketersediaan dan potensi sumberdaya alam hayati berupa tumbuhan. Menurut Gardner et al. (1991) diacu dalam Ichtiarso (2008), kondisi dan keberadaan

lingkungan sangat berpengaruh terhadap tingkat kerapatan tanaman secara optimum. Faktor-faktor lingkungan utama meliputi.: penyinaran tanaman, kelembaban, dan kesuburan tanah. Apabila ketiga faktor ini tidak mengalami masalah berarti kerapatan tumbuhan akan semakin tinggi. Kerapatan tertinggi tumbuhan di TAHURA Inten Dewata dapat dilihat pada Tabel 5.

1 2 2 5 15 0 2 4 6 8 10 12 14 16 Semak Liana Epifit Herba Pohon Jumlah spesies Kategori Habitus

Gambar

Tabel 1  Lokasi pengumpulan data potensi tumbuhan di TAHURA Inten Dewata
Gambar 4  Jumlah spesies tumbuhan berdasarkan famili di Blok Gunung Palasari.
Gambar 5  Jumlah spesies tumbuhan berdasarkan famili di Blok Gunung Kunci.
Tabel 8  Tingkat kegunaan spesies tumbuhan yang dimanfaatkan oleh masyarakat                 di TAHURA Inten Dewata
+7

Referensi

Dokumen terkait

penggalian dan pemanfaatan potensi alam yang ada, maupun dengan memfasilitasi kawasan dengan sebuah fasilitas resort yang diharapkan dapat menarik wisatawan untuk datang

Da ri ketiga komponen ka rakter tersebut dapat dikatakan sesua i karena dapat dibuktikan, berdasa rkan hasil penelitian yang diperoleh menyatakan bahwa tingkat

Kontribusi Retribusi daerah terhadap penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) selama lima tahun dalam anggaran tahunnya 2007 s/d 2011 oleh Dinas Pengelola Keuangan

JISPO: Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Vol.8 No. Membandingkan hasil pekerjaan dengan standard dan memastikan perbedaan. Langkah nomer dua proses pengawasan terdiri

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana esensi penggunaan jenis perjanjian kerjasama pada usaha waralaba dengan melihat ciri-ciri dari perjanjian waralaba

6.1.1 Jumlah Perusahaan/Usaha Menurut Kecamatan dan Lapangan Usaha di Kabupaten Pakpak Bharat Number of Firm/Establishment by District and Sector.. in Pakpak Bharat Regency 2010

Jika kolam ikan tersebut dialiri air dengan debit 30 liter/menit, maka waktu yang diperlukan untuk mengisi penuh kolam ikan tersebut adalah...menit.. Seorang distributor

[r]