• Tidak ada hasil yang ditemukan

Taman Nasional Gunung Leuser

Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) merupakan salah satu daerah suaka yang terbesar di Indonesia bahkan di Asia. Leuser ditetapkan sebagai Cagar Biosfer pada tahun 1981 dan pada tahun 2004 diakui sebagai salah satu warisan dunia (Tropical Rainforest heritage of Sumatera) oleh United Nations Educational, Scientific and Cultural organization (UNESCO) melalui Sidang ke-28 World Heritage Committee yang berlangsung di Suzhou-Cina, pada tanggal 27 Juni – 7 Juli 2004. Kawasan ini belum banyak dipengaruhi oleh aktivitas manusia dan terlindungi secara baik apabila dibandingkan dengan suaka-suaka lainnya.Gunung Leuser memiliki berbagai macam habitat dan pemandangan yang indah serta berbagai vegetasi pantai sampai pegunungan yang mewakili vegetasi Pulau Sumatera. Satwa langka yang masih terdapat disini adalah orang utan (Pongo pygmaeus abelii), badak sumatera (Dicerorhinus sumatrensis), harimau sumatera (Panthera tigris sumatrensis), gajah sumatera (Elephas maximus sumatrensis), anjing hutan (Cuan alpinus), leopard (Panthera pardus), dan lain-lain. Jumlah satwa tersebut semakin berkurang, disebabkan oleh adanya pembukaan hutan di seluruh Pulau Sumatera.

Luas dan letak

Luas TNGL berdasarkan SK Menteri Kehutanan No. 276/Kpts-II/1997 adalah 1.094.692 Ha dan terletak di sebelah Barat Sumatera bagian Utara. Secara geografis terbentang antara 30 - 40 LU dan 970 - 980 BT dan meliputi wilayah lebih dari 100 km memanjang Bukit Barisan. Secara administrasi, pemerintahan

kawasan TNGL terletak di Daerah Istimewa Aceh dan Sumatera Utara. Kawasan ini tercakup dalam Kabupaten Aceh Selatan, Aceh Tenggara, dan Langkat.

Fisiografi

Kawasan TNGL mengikuti gugusan Bukit Barisan. Wilayah dengan topografi rendah sampai pantai berada hanya di dua tempat yaitu antara Kluet Laut dan Sekundur Laut, selebihnya adalah bukit-bukit dan pegunungan-pegunungan kompleks Gunung Leuser ditandai oleh adanya Pegunungan Lipatan Barat dengan patahan-patahan dalam Aceh Tenggara-Barat Laut, sejajar dengan Pulau Sumatera. Bagian selatan dari kompleks Gunung Leuser bersambung dengan Lembah Renun dimana mengalir keluar sebagian besar aliran sungai dataran tinggi Tapanuli.

Iklim

Berdasarkan peta iklim Scmidth dan Fergusson, kompleks Gunung Leuser termasuk tipe iklim A dengan curah hujan yang cukup tinggi dan merata sepanjang tahun tanpa bulan kering yang nyata. Daerah dengan ketinggian rendah dapat digolongkan beriklim tropis basah sedangkan pada ketinggian rendah dapat digolongkan beriklim pegunungan atau sub alpin. Temperatur antara dataran rendah dan pegunungan tinggi bervariasi sepanjang tahun. Temperatur minimum 21,10 C dan maksimum 230 C dengan kelembaban udara yang berkisar antara 80-100%.

Vegetasi

Vegetasi utama di wilayah ini didominasi oleh vegetasi hutan tropis basah. Jenis-jenis tumbuhan makanan satwa juga banyak ditemukan. Zona tropis

didominasi oleh jenis-jenis dari famili Dipterocarpaceae yang ditumbuhi oleh berbagai jenis liana dan epifit yang menarik seperti anggrek. Perubahan dari zona tropis ke zona colline dan sub montane ditandai dengan semakin banyaknya tanaman berbunga, jenis liana berkurang, dan jenis rotan berduri semakin banyak. Pohon-pohon kerdil dan semak dapat ditemukan pada zona sub alpin dengan beberapa pohon famili Ericaceae, jenis tundra, anggrek, dan lumut.

Jenis pohon buah yang dapat dijumpai, diantaranya belum pernah dibudidayakan dan berpotensi cukup besar, yaitu: jeruk hutan (Citrus macroptera), durian hutan (Durio oxeleyanus dan Durio zibethinus), buah menteng (Baccaurea montleyana dan Baccaurea racemosa), dukuh (Lansium domesticum), mangga (Mangifera foetida dan Mangifera guadrifolia), rukem (Flacourtia rukam), rambutan (Nephelium lappaceum). Jenis rotan dan palem seperti palm daun sang (Johannesteijsmania altifrons), Rafflesia micropylosa, Rafflesia atjehensis, Rafflesia hasseltii.

Fauna

Fauna Pulau Sumatra, Jawa, Kalimantan, dan Semenanjung Malaya secara umum mempunyai kesamaan dalam satu geografis binatang dan digolongkan sebagai subregion malaysia walaupun fauna tersebut mempunyai kesamaan, tetapi terlihat jenis endemik di suatu pulau. Spesies yang endemik hanya terdapat di pulau sumatera terdiri dari 15 jenis mamalia dan 9 jenis burung. Jenis macan/kucing selain harimau yang dapat ditemukan adalah macan dahan, macan emas, kucing batu, dan kucing bakau. Jenis primata seperti orang utan, siamang, wau-wau lengan hitam, kedih, lutung, kera, beruk, wau-wau lengan putih, dan kukang. Jenis lain seperti tapir, beruang malaya, dan buaya.

Tangkahan

Tangkahan merupakan salah satu pintu masuk ke Taman Nasional Gunung Leuser dengan berbagai macam atraksi alam yang akhir-akhir ini semakin memikat wisatawan baik domestik maupun manca negara. Kegiatan wisata yang ditawarkan di kawasan ekowisata ini adalah trekking ke hutan, susur sungai, tubing, sampai dengan menunggang gajah.

Letak geografis dan administrasi

Tangkahan terletak di perbatasan Taman Nasional Gunung Leuser. Luas wilayah pengelolaan ± 17.500 hektar. Secara geografis kawasan ini berada pada 030 37’45” - 030 44’45” LU dan 98000’00” - 98006’45” BT.

Kawasan Ekowisata Tangkahan berada diantara dua desa yaitu Desa Namo Sialang dan Desa Sei Serdang Kecamatan Batang Serangan Kabupaten Langkat. Berdasarkan data Lembaga Pariwisata Tangkahan, kawasan yang dikembangkan berada di dalam kawasan Taman Nasional Gunung Leuser di wilayah kerja Resort Tangkahan dan Resort Cinta Raja, Sub Seksi TNGL Wilayah-IV Besitang. Kawasan Ekowisata Tangkahan memiliki batas-batas administratif sebagai berikut:

- Sebelah Utara berbatasan dengan perkebunan kelapa sawit milik PTPN II Kuala Sawit

- Sebelah Selatan berbatasan dengan perkebunan kelapa sawit milik PT. Ganda Permana

- Sebelah Timur berbatasan dengan Dusun Kuala Buluh

Topografi

Tangkahan berada pada ketinggian 80 – 155 m diatas permukaan laut (Bappeda Langkat, 2007) yang terdiri dari kawasan landai dan berbukit dengan kemiringan yang bervariasi yaitu 45%-90% (Kurniawan dan Burhanuddin, 2004).

Iklim

Berdasarkan klasifikasi Schmidt dan Fergusson, Tangkahan termasuk ke dalam tipe iklim A dimana musim kemarau terjadi pada bulan Maret – Agustus dan musim hujan pada bulan September – Februari. Suhu rata-rata minimum berkisar antara 230 – 250 C dan suhu rata-rata maksimum 300 – 330 C dengan kelembaban udara relatif antara 65% - 75% (Bappeda Langkat, 2007).

Aksesibilitas

Jarak Tangkahan dari Medan ± 124 km melalui Kota Tanjung Pura dengan kondisi jalan yang baik. Jalur lain adalah melalui jalur jalan memotong Stabat – Simpang Sidodadi dengan jarak ± 95 km yang sebagian jalannya dalam kondisi rusak (13 km) terutama di kawasan perkebunan. Jalan dari Simpang Sidodado ini ke Tangkahan merupakan jalan perkebunan dengan kondisi jalan belum beraspal dan masih berupa jalan batu/kerikil.

Tangkahan dapat dicapai dari Kota Medan dengan menggunakan Bus Pembangunan Semesta yang berstasiun di Terminal Pinang Baris. Bus ini menuju Tangkahan setiap hari dengan ongkos sebesar RP. 15.000. Perjalanan ke Tangkahan ditempuh melewati Stabat sekitar 3 - 4 jam dari Kota Medan. Kawasan ekowisata dapat dituju setelah menyeberangi Sungai Batang Serangan yang memiliki arus deras dengan menggunakan rakit.

Karakteristik kawasan

1. Fasilitas

Sarana yang digunakan untuk menghubungkan visitor center dan penginapan adalah rakit penyeberangan di Sungai Batang Serangan. Penginapan yang terdapat di kawasan ini adalah Bamboo River Lodge yang memiliki 6 kamar double dilengkapi kamar mandi, Mega Inn, Green Lodge, dan Alex House dengan 8 kamar. Masing-masing penginapan terdapat pendopo yang berfungsi sebagai ruang pertemuan dan restoran.

2. Atraksi Wisata

Tangkahan menawarkan obyek wisata alam, berupa sungai dan hutan hujan tropis yang masuk ke dalam kawasan Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL). Lembaga Pariwisata Tangkahan, lembaga yang dibentuk masyarakat setempat untuk mengelola obyek wisata Tangkahan, telah bekerja sama dengan Balai Besar Taman Nasional Gunung Leuser untuk mengelola 17.500 hektar kawasan TNGL sebagai obyek wisata.

Beragam jenis monyet, orangutan, harimau sumatera, beruang madu juga terdapat di Tangkahan, dan bila beruntung kita dapat melihat elang yang tengah berputar di udara mengintai mangsa. Pepohonan setinggi 20-40 meter dengan kanopi selebar 40-50 meter masih banyak menghiasi Kawasan Ekowisata Tangkahan yang menyebabkan kegiatan wisata menyusuri hutan merupakan pilihan utama di Tangkahan. Kawasan ini secara umum didominasi oleh tumbuhan dari famili Dipterocarpaceae, Meliaceae, Burseraceae, Euphorbiaceae, dan Myrtaceae. Pohon-pohon besar dengan diameter di atas 1 meter (diantaranya adalah pohon kayu jenis damar, meranti, raja, dan cendana) masih dapat

ditemukan pada jalur-jalur yang relatif mudah dicapai, sehingga berpotensi untuk dijadikan daya tarik wisata (Azmi, W., Patana, P., dkk, 2008).

Sepanjang aliran Sungai Batang Serangan yang terletak di daerah Tangkahan merupakan salah satu daerah yang dapat dijadikan sebagai tujuan wisata, seperti camping ground. Infrastruktur menuju Tangkahan masih sangat memprihatinkan meski tiap tahun diminati wisatawan. Kondisi jalan menuju Tangkahan rusak parah. Jumlah penginapan hanya 32 kamar, dengan penerangan listrik yang masih terbatas.

Potensi

a. Air terjun

Air terjun kecil merupakan salah satu daya tarik Kawasan Ekowisata Tangkahan. Daerah tujuan wisata hutan ini masih belum begitu banyak mendapat perhatian. Pengembangan Kawasan Tangkahan sebagai bagian dari Kawasan Ekosistem Leuser diharapkan dapat meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap nilai hutan bagi kehidupan.

Tangkahan merupakan kombinasi dari vegetasi hutan dan topografi yang berbukit, menjadikan tempat ini sangat ideal bagi tempat wisata. Sungai Batang Serangan dan Buluh membelah hutan dan dapat dilihat beragam jenis tumbuhan dan tebing yang beraneka warna di tepian sungai. Air sungai yang sangat jernih dan bernuansa hijau menciptakan panorama dan atmosfer yang alami. Tangkahan memiliki 11 air terjun, sumber air panas, dan gua kelelawar.

b. Atraksi wisata gajah

Atraksi wisata gajah merupakan jenis atraksi wisata yang dikembangkan Conservation Response Unit – Fauna dan Flora Internasional (CRU-FFI). Tugas

dan peranan CRU adalah untuk mendukung kegiatan konservasi dengan pemanfaatan gajah jinak (captive elephant), memperkenalkan sumberdaya gajah jinak untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, sarana pelatihan profesional untuk tim CRU dan pegawai kehutanan, serta meningkatkan motivasi pegawai lapangan.

Kegiatan utama CRU antara lain:

1. Proteksi hutan melalui kegiatan patroli dengan menunggangi gajah atau tanpa gajah

2. Survei dan pemantauan keragaman sumberdaya (biodiversity monitoring) 3. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat

4. Mendukung mata pencaharian lokal melalui pengembangan jasa hutan, hasil hutan non kayu dan ekowisata

5. Pencegahan dan penanggulangan terhadap konflik manusia – satwa liar

Khusus untuk CRU Tangkahan, selain untuk melaksanakan kegiatan tersebut, gajah juga digunakan sebagai salah satu daya tarik wisata untuk mendukung kegiatan ekowisata (Azmi, W., Patana, P., dkk, 2008).

Gajah yang terdapat di Tangkahan merupakan milik Balai Konservasi Sumberdaya Alam (BKSDA) Aceh dan dirawat oleh CRU Tangkahan. Gajah tersebut berjumlah 7 (tujuh) ekor, yaitu 1 ekor jantan (Theo) dan 6 betina ( Sari, Yuni, Ardana, Eva, Agustine dan Olive). Wisatawan yang ingin menaiki gajah untuk melihat panorama kawasan wisata Tangkahan dikenakan biaya Rp. 250.000-Rp. 1.300.000, tergantung pada jalur wisata yang dipilih dan hasilnya digunakan untuk kegiatan konservasi.

c. Pantai kupu-kupu

Kawasan Pantai Kupu-kupu merupakan salah satu objek daya tarik wisata yang ada pada kawasan ekowisata Tangkahan. Namun, tidak seperti taman kupu-kupu lainnya, pada kawasan ini kupu-kupu-kupu-kupu hanya dijumpai pada waktu tertentu.

Dokumen terkait