• Tidak ada hasil yang ditemukan

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.3 Kondisi Meteorologi Hasil Output TAPM

em p er at u re ( oC)

Mei Juli September Desember 18.0 20.0 22.0 24.0 26.0 28.0 30.0 32.0 34.0 0 12 24 36 48 60 72 84 96 108 120 132 144 156 168 Hour T em p er at u re ( oC)

Mei Juli September Desember 18.0 20.0 22.0 24.0 26.0 28.0 30.0 32.0 34.0 0 12 24 36 48 60 72 84 96 108 120 132 144 156 168 Hour T em p er at u re ( oC)

Mei Juli September Desember 18.0 20.0 22.0 24.0 26.0 28.0 30.0 32.0 34.0 0 12 24 36 48 60 72 84 96 108 120 132 144 156 168 Hour Te m pe ra tur e ( oC)

Mei Juli September Desember

a

b

c

d

Gambar 15. Suhu Udara; a. Kalbar, b. Kalteng, c. Kalsel, d Kaltim terbentuk akibat pembakaran yang tidak

sempurna dari bahan bakar lembab yang terbakar ketika terjadi kebakaran hutan. Karakteristik hutan hujan tropis di Indonesia yang lembab dan termasuk daerah yang curah hujannya relatif tinggi menyebabkan gas CO mudah terbentuk ketika terjadi kebakaran hutan. Gas CO juga mudah terbentuk karena tanah di pulau Kalimantan didominasi tanah gambut hasil dari rawa-rawa yang mengering, terbuka, dan kekurangan air. Tanah gambut memiliki karakteristikdan tipe tanah yang dapat menyimpan unsur karbon, sehingga apabila terbakar dapat melepaskan karbon yang dikandungnya.

Laju emisi tertinggi pada bulan Mei 2006 terjadi di wilayah Danau Sembuluh, Kalimantan Tengah sebesar 9,71 g s-1. Laju emisi CO pada bulan Juli tertinggi terjadi di daerah sekitar Cempaga, Kalimantan Tengah sebesar 6304,53 g s-1. Bulan September 2006 laju emisi CO pada bulan ini sangat tinggi, laju emisi CO yang dihasilkan dari kebakaran hutan pada bulan September 2006 terjadi di Sukamara, Kalimantan Tengah sebesar 5216,62 g s-1. Bulan Desember 2006 laju emisi

CO yang terjadi akibat kebakaran hutan juga semakin rendah meskipun tetap lebih tinggi dibandingkan laju emisi NOX dan PM2,5. Laju emisi CO yang tertinggi tercatat terjadi di wilayah Kutai, Kalimantan Timur sebesar 256,94 g s-1. Emisi CO akibat kebakaran hutan yang terjadi pada bulan Mei, Juli, September, dan Desember 2006 dapat terlihat pada Gambar 14.

4.3 Kondisi Meteorologi Hasil Output TAPM

Kondisi meteorologis di suatu wilayah merupakan faktor yang mempengaruhi proses dispersi polutan. Unsur-unsur meteorologi yang dapat mempengaruhi proses dispersi polutan diantaranya adalah suhu udara, kelembaban udara, arah dan kecepatan angin, total radiasi matahari, intensitas hujan, dan stabilitas atmosfer. Hasil output faktor meteorologi untuk keempat waktu running

dapat dilihat pada Lampiran 11 – 14. 4.3.1 Suhu Udara

Suhu udara merupakan salah satu indikator penting dalam variabilitas cuaca dan

iklim di wilayah tropis seperti Kalimantan. Profil suhu udara untuk 4 provinsi di Kalimanyan yaitu Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur dalam 4 waktu simulasi yaitu bulan Mei, Juli, September dan Desember pada tahun 2006 dapat dilihat pada Gambar 15.

Profil suhu udara hasil output TAPM untuk keempat provinsi Kalimatan memiliki grafik yang menyerupai satu sama lainnya. Nilai suhu udara maksimum terjadi pada pukul 2 hingga 4 sore sedangkan suhu udara minimum terjadi pada kisaran pukul 4 hingga pukul 7 pagi. Kondisi suhu udara maksimum yang terjadi pada siang hari disebabkan pemanasan udara oleh radiasi matahri, sedangkan pada malam hari tidak ada radiasi matahari gelombang pendek sehingga suhunya rendah.

Hasil output TAPM untuk suhu udara juga menunjukkan nilai yang bervariasi ketika dilakukan perbandingan antara keempat provinsi di pulau Kalimantan. Profil suhu udara di Kalimantan Barat berbeda dengan profil suhu udara di Kalimantan Tengah. Profil suhu udara di Kalimantan Selatan pun berbeda dengan profil suhu udara di Kalimantan Timur. Nilai suhu udara rata-rata untuk bulan Mei di keempat provinsi di pulau Kalimantan menunjukkan nilai yang berada dalam kisaran 24,9 °C di Kalimantan Selatan hingga 27,6 °C di Kalimantan Barat. Nilai suhu udara rata-rata di bulan Juli merupakan nilai suhu terendah di provinsi Kalimantan Tengah, Selatan dan Timur, sedangkan di Kalimantan Barat merupakan profil suhu maksimum. Nilai suhu udara rata-rata di bulan Juli berada dalam kisaran yang lebih kecil dibandingkan dengan bulan Mei, 25,3 °C di provinsi Kalimantan Tengah dan Selatan hingga 27,3 °C di provinsi Kalimantan Barat. Nilai suhu udara rata-rata di bulan September berada dalam kisaran 25 °C diantara keempat provinsi di Kalimantan. Bulan Desember merupakan puncak profil suhu di Kalimantan Tengah, Selatan dan Timur dan merupakan profil suhu minimum di Kalimantan Barat dimana kisaran suhu terendah terjadi Kalimantan Barat 25,3 °C sedangkan di ketiga provinsi lainnya suhu hingga mencapai 28 °C.

Profil suhu udara Kalimantan Selatan relatif mirip dengan profil suhu udara di Kalimantan Tengah, sedangkan profil suhu udara Kalimantan Timur lebih mirip dengan profil suhu udara di Kalimantan Barat. Perbedaan ini disebabkan pengaruh letak Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur yang

lebih dekat, sedangkan Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan lebih ke arah pedalaman. 4.3.2 Kelembaban Udara

Kelembaban udara yang rendah menyebabkan kebakaran mudah terjadi dan penyebaran area kebakaran hutan terjadi lebih luas, sedangkan sebaliknya pada kondisi kelembaban udara yang relatif tinggi dapat meredam terjadinya kebakaran hutan.

Hasil output TAPM menunjukkan kelembaban udara rata-rata di provinsi Kalimantan Barat selama 4 waktu simulasi bulan Mei, Juli, September, dan Desember menunjukkan nilai 56 %; 62,4 %; 65,1 %; dan 66,1 %. Kelembaban udara rata-rata di Kalimantan Tengah pada bulan Mei 77,3 %; bulan Juli 79,7 %; bulan September 64,6 %; serta pada bulan Desember kelembaban udaranya rata-rata 64,3 %. Kelembaban udara rata-rata di Kalimantan Selatan pada bulan Mei 74,6 %; pada bulan Juli mencapai 72,8 %; sedangkan pada bulan September 68,2 %; dan pada bulan Desember kelembaban udara rata-ratanya 67 %. Kelembaban udara rata-rata di Kalimantan Timur pada buan Mei senilai 61 %; pada bulan Juli kelembaban udaranya 68,1 %; pada bulan September kelembaban udara di Kalimantan Timur mencapai puncaknya 69,3 %; dan pada bulan Desember kelembaban udara rata-ratanya 63,8 %.

Profil kelembaban udara di seluruh provinsi di pulau Kalimantan (Gambar 16) berkebalikan dengan profil suhu udara (Gambar 15). Puncak profil kelembaban udara di provinsi Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur terjadi pada bulan September dan Desember sedangkan pada bulan Mei dan Juli kondisi kelembaban udaranya lebih rendah. Puncak profil kelembaban udara Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan terjadi pada bulan Mei dan Juli sedangkan profil kelembaban udara di bulan September dan Desember lebih rendah.

Kelembaban udara di Kalimantan Timur memiliki nilai yang lebih besar dibandingkan dengan bulan Mei, September, dan Desember. Tingginya kelembaban udara di Kalimantan Timur dapat dikaitkan dengan pergerakan angin hasil output TAPM pada bulan Juli yang menunjukkan angin berhembus dari perairan Laut Aru yang berada di kawasan Indonesia Timur menuju bagian pulau Kalimantan yang kemudian akan bergerak ke arah utara.

Hasil output TAPM menunjukkan bahwa kelembaban udara tinggi terjadi pada siang hari sedangkan pada malam hari kondisi

0.0 20.0 40.0 60.0 80.0 100.0 0 12 24 36 48 60 72 84 96 108 120 132 144 156 168 Hour Re la ti v e Hu m id it y ( % )

Mei Juli September Desember 0.0 20.0 40.0 60.0 80.0 100.0 0 12 24 36 48 60 72 84 96 108 120 132 144 156 168 Hour Re la ti v e Hu m id it y ( % )

Mei Juli September Desember 0.0 20.0 40.0 60.0 80.0 100.0 0 12 24 36 48 60 72 84 96 108 120 132 144 156 168 Hour R e la ti v e H u m idi ty (% )

Mei Juli September Desember 0.0 20.0 40.0 60.0 80.0 100.0 0 12 24 36 48 60 72 84 96 108 120 132 144 156 168 Hour R e la ti v e H u m id it y (% )

Mei Juli September Desember

a

b

c

d

Gambar 16. Kelembaban Udara; a. Kalbar, b. Kalteng, c. Kalsel, d Kaltim kelembaban udara relatif lebih tinggi. Suhu

udara pada siang hari yang relatif lebih tinggi menyebabkan kelembaban udara lebih rendah sedangkan pada suhu yang lebih rendah kelembaban udaranya akan lebih tinggi (Prawirowardoyo, 1996). Nilai kelembaban udara yang tinggi juga dapat memicu tingginya intensitas hujan yang akan terbentuk, karena kandungan uap airnya yang terkandung lebih banyak.

4.3.3 Intensitas Hujan

Itensitas hujan sangat berpengaruh terhadap kebakaran hutan dan proses dispersi polutan. Kebakaran hutan yang terjadi akibat timbulnya titik-titik api dapat diredam oleh hujan sehingga kebakaran tidak meluas. Hujan juga merupakan salah satu proses alam untuk mengurangi polutan yang terkandung di atmosfer. Hujan dapat melakukan proses pengenceran atau dilution terhadap gas-gas pencemar yang terkandung atmosfer. Hujan juga dapat melakukan proses wash out

terhadap partikulat-partikulat berbagai ukuran di atmosfer. Hujan sebagai proses filterisasi

dapa mengurangi waktu tinggal berbagai gas dan partikulat di atmosfer, sehingga proses dispersi polutan hanya berada pada skala regional atau global.

Pola curah hujan di Indonesia terbagi menjadi tiga pola utama, yaitu pola equatorial, monsoonal, dan pola lokal yang banyak dipengaruhi oleh faktor-faktor lokal daerah tersebut. Gambar 18 menunjukkan bahwa sebagian besar pulau Kalimantan didominasi pola equatorial, dan hanya sebagian kecil bagian pulau Kalimantan yang memiliki pola monsoonal. Provinsi Kalimantan Barat dan provinsi Kalimantan Timur memiliki pola hujan equatorial sedangkan di sebagian besar provinsi Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan memiliki pola hujan monsoonal.

Monsoon diakibatkan efek pemanasan yang berbeda antara benua dan lautan di Belahan Bumi Utara (BBU) dan Belahan Bumi Selatan (BBS). Distribusi curah hujan pola monsoonal dipengaruhi oleh sirkulasi angin, pada bulan Desember, Januari dan Februari bertiup angin monsoon barat laut yang berasal dari BBU dan membawa uap air yang cukup

a

b

c

d

Gambar 19. Intensitas Hujan; a. Kalbar, b. Kalteng, c. Kalsel, d Kaltim

0.00 0.50 1.00 1.50 0 12 24 36 48 60 72 84 96 108 120 132 144 156 168 Hour R a in fa ll ( m m /h r)

Mei Juli September Desember 0.00 0.50 1.00 1.50 0 12 24 36 48 60 72 84 96 108 120 132 144 156 168 Hour R a in fa ll ( m m /h r)

Mei Juli September Desember 0.00 0.50 1.00 1.50 0 12 24 36 48 60 72 84 96 108 120 132 144 156 168 Hour R a in fa ll (m m/ hr )

Mei Juli September Desember 0.00 0.50 1.00 1.50 0 12 24 36 48 60 72 84 96 108 120 132 144 156 168 Hour R a in fa ll ( m m /h r)

Mei Juli September Desember

banyak karena jalurnya melalui Laut Cina Selatan sedangkan pada bulan Juni, Juli, Agustus, bergerak angin monsoon barat daya yang berasal dari daratan australia yang tandus

sehingga uap air yang dikandungnya relatif rendah (Prawirowardoyo, 1996).

Intensitas hujan yang terjadi di Provinsi Kalimantan Barat dan Kalimantan

Gambar 18. Pola Curah Hujan di Indonesia Sumber : Bakosurtanal (2006)

0 200 400 600 800 1000 1200 0 12 24 36 48 60 72 84 96 108 120 132 144 156 168 Hour T ot a l S ol a r R a di a ti on ( W m -2)

Mei Juli September Desember 0 200 400 600 800 1000 1200 0 12 24 36 48 60 72 84 96 108 120 132 144 156 168 Hour Tota l S ol a r R a di a ti on ( W m -2)

Mei Juli September Desember 0 200 400 600 800 1000 1200 0 12 24 36 48 60 72 84 96 108 120 132 144 156 168 Hour Tota l S ol a r R a d ia ti on (W m -2)

Mei Juli September Desember 0 200 400 600 800 1000 1200 0 12 24 36 48 60 72 84 96 108 120 132 144 156 168 Hour Tot a l S ol a r R a di a ti on ( W m -2)

Mei Juli September Desember

a

b

c

d

Gambar 19. Radiasi Total Matahari; a. Kalbar, b. Kalteng, c. Kalsel, d Kaltim Timur relatif serupa dimana intensitas hujan

banyak terjadi di bulan September dan Desember. Profil intensitas hujan di Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan cukup merata dan tidak didominasi pada satu musim tertentu.

Profil intensitas hujan di Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur yang dipengaruhi oleh pola equatorial memiliki kecenderungan tinggi di bulan Desember. Sedangkan di Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan pola intensitas hujannya lebih merata. Profil intensitas hujan hasil simulasi tidak dapat dijadikan patokan sebagai penanda musim karena hanya 7 hari dalam satu bulan dihitung intensitas hujannya, namun lebih dimaksudkan untuk memperhitungkan pengaruh intensitas hujan terhadap proses dispersi polutan.

4.3.4 Radiasi Matahari Total

Radiasi matahari total di pulau Kalimantan relatif stabil karena posisinya berada di sekitar garis equator. Kondisi puncak radiasi matahari total terjadi pada siang hari

sekitar pukul 11 hingga 2, sedangkan nilai radiasi matahari total pada malam hari bernilai nol karena pada malam hari tidak adanya pemanasan permukaan bumi oleh matahari.

Profil radiasi matahari di Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur mencapai puncaknya pada saat musim kemarau dimana kondisi perawanan dan intensitas hujan relatif sedikit. Profil radiasi matahari total di kedua provinsi tersebut mencapai puncaknya di bulan Juli, di Kalimantan Barat rata-rata radiasi matahari total pada bulan Mei mencapai 529,8 Wm-2, pada bulan Juli mencapai 550,7 Wm-2, bulan September radiasi matahari totalnya mencapai 564,4 Wm-2, sedangkan pada bulan Desember mencapai 474,6 Wm-2. Profil radiasi matahari total di Kalimantan Timur bulan Mei 518,4 Wm-2, bulan Juli 531,5 Wm-2, bulan September 438,6 Wm-2, dan pada bulan Desember 456,1 Wm-2.

Profil radiasi matahari total di Kalimantan Tengah di bulan Mei sebesar 388,2 Wm-2, bulan Juli 388,7 Wm-2, bulan September bernilai 482,2 Wm-2, dan pada bulan

a

b

c

d

Gambar 20. Kecepatan Angin; a. Kalbar, b. Kalteng, c. Kalsel, d Kaltim

0.0 1.0 2.0 3.0 4.0 5.0 0 12 24 36 48 60 72 84 96 108 120 132 144 156 168 Hour W ind S pe e d (m s -1)

Mei Juli September Desember 0.0 1.0 2.0 3.0 4.0 5.0 0 12 24 36 48 60 72 84 96 108 120 132 144 156 168 Hour W ind S pe e d (m s -1)

Mei Juli September Desember 0.0 1.0 2.0 3.0 4.0 5.0 0 12 24 36 48 60 72 84 96 108 120 132 144 156 168 Hour W in d S p eed ( m s -1)

Mei Juli September Desember 0.0 1.0 2.0 3.0 4.0 5.0 0 12 24 36 48 60 72 84 96 108 120 132 144 156 168 Hour W ind S pe e d (m s -1)

Mei Juli September Desember

Desember 509,4 Wm-2. Radiasi matahari total di Kalimantan Selatan pada bulan Mei 449,3 Wm-2, bulan Juli 332,7 Wm-2, dan mencapai puncaknya pada bulan September seesar 520,1 Wm-2, dan di bulan Desember radiasi matahari totalnya sebesar 503,6 Wm-2.

Banyaknya nilai radiasi matahari total yang diterima pada suatu tempat dipengaruhi juga oleh lamanya siang hari. Semakin panjang hari maka penerimaan radiasi matahari total semakin banyak (Prawirowardoyo, 1996). Selain itu, penerimaan radiasi matahari total juga dipengaruhi oleh perawanan. Apabila perawanan relatif tinggi dan wilayah penutupan daratannya luas maka akan menurunkan nilai radiasi matahari total.

Nilai radiasi matahari total di Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan diakibatkan oleh tingginya kelembaban udara. Kelembaban udara yang tinggi dapat memicu pembentukan perawanan yang intensif sehingga ikut mengurangi radiasi matahari yang diterima oleh permukaan bumi. Rendahnya nilai radiasi matahari total bulan

Juli di Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan diakibatkan tingginya kelembaban udara yang mencapai 79,7 % dan 72,8 %. 4.3.5 Kecepatan Angin

Pergerakan atmosfer dalam bentuk parsel udara yang bergerak atau angin disebabkan oleh ketidakseimbangan radiasi bersih, kelembaban dan momentum di antara lintang rendah dan lintang tinggi di satu pihak dan di antara permukaan bumi dan atmosfer di lain pihak (Prawirowardoyo, 1996). Perbedaan penerimaan radiasi matahari akan menyebabkan terjadinya perbedaan tekanan udara. Semakin tinggi gradien tekanan maka kecepatan angin akan semakin tinggi.

Kondisi angin hasil output TAPM secara umum menunjukkan nilai kecepatan angin yang lebih besar pada siang hari dan pada malam hari kecepatan anginnya lebih rendah. Variasi diurnal ini diakibatkan pada malam hari gradien tekanan di permukaan bumi tidak terlalu besar karena tidak ada radiasi matahari.

a

b

c

d

Gambar 21. Obukhov Length Scale; a. Kalbar, b. Kalteng, c. Kalsel, d Kaltim

-110.00 -100.00 -90.00 -80.00 -70.00 -60.00 -50.00 -40.00 -30.00 -20.00 -10.000.00 10.00 20.00 0 12 24 36 48 60 72 84 96 108 120 132 144 156 168 Hour O bu k hov L e ngth (m )

Mei Juli September Desember Batas Stabil 0 Batas Tidak Stabil

-110.00 -100.00 -90.00 -80.00 -70.00 -60.00 -50.00 -40.00 -30.00 -20.00 -10.00 0.00 10.00 20.00 0 12 24 36 48 60 72 84 96 108 120 132 144 156 168 Hour O buk h ov L e ngth (m )

Mei Juli September Desember Batas Stabil Batas 0 Batas Tidak Stabil -110.00 -100.00 -90.00 -80.00 -70.00 -60.00 -50.00 -40.00 -30.00 -20.00 -10.00 0.00 10.00 20.00 0 12 24 36 48 60 72 84 96 108 120 132 144 156 168 Hour O b uk h o v Le n g th (m )

Mei Juli September Desember Batas Stabil Batas 0 Batas Tidak Stabil -110.00 -100.00 -90.00 -80.00 -70.00 -60.00 -50.00 -40.00 -30.00 -20.00 -10.00 0.00 10.00 20.00 0 12 24 36 48 60 72 84 96 108 120 132 144 156 168 Hour O b uk h o v Le ng th (m )

Mei Juli September Desember Batas Stabil Batas 0 Batas Tidak Stabil

Kecepatan angin hasil output TAPM menunjukkan nilai yang relatif serupa di antara keempat provinsi di pulau Kalimantan. Profil kecepatan angin lebih tinggi di musim kemarau pada bulan Juli dan musim peralihan dari musim kering ke musim hujan di bulan September.

Kecepatan rata-rata diantara keempat provinsi tersebut berkisar antara 1 hingga 4 m s-1. Kecepatan angin rata-rata di Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Selatan sekitar 2 m s-1, sedangkan di Kalimantan Timur kecepatan angin rata-ratanya sekitar 1,6 m s-1.

Profil kecepatan angin sangat menentukan dalam proses dispersi polutan karena angin merupakan sarana transportasi polutan. Semakin tinggi kecepatan angin maka dispersi polutan akan semakin luas, sedangkan semakin rendah kecepatan angin maka luas dispersi polutan akan semakin rendah. Semakin luas proses dispersi polutan akan semakin baik karena proses pengenceran oleh udara bersih dapat berjalan dengan baik, sedangkan apabilia luas dispersi polutan

semakin kecil maka konsentrasi polutan akan menumpuk pada daerah tersebut sehingga dapat menimbulkan efek yang berbahaya bagi masyarakat.

4.3.6 Stabilitas Atmosfer

Kondisi stabilitas atmosfer tidak dipengaruhi oleh perbedaan musim, sehingga variasi diurnalnya lebih terlihat. Gambar 21 menunjukkan nilai Obukhov Length Scale di Kalimantan pada tahun 2006. Nilai Obukhov pada siang hari berada pada kisaran 0 hingga 10 yang menunjukkan kondisi sangat stabil di atmosfer dan lebih dari 10 yang menunjukkan kondisi stabil di atmosfer. Nilai Obukhov pada malam hari berada dalam kisaran yang lebih luas antara 0 hingga -100 yang menunjukkan kondisi udara sangat tidak stabil.

Berdasarkan nilai interpretasi skala panjang Obukhov dapat terlihat bahwa pada malam hari kisaran nilai skala panjang Obukhovnya berada di antara nilai 0 dan 10 m yang berarti kondisi udaranya sangat stabil. Pada siang hari nilai skala panjang Obukhov secara umum berada pada kisaran 0 hingga

-a

b

c

d

Gambar 22. Mixing Height; a. Kalbar, b. Kalteng, c. Kalsel, d Kaltim

0 250 500 750 1000 1250 1500 1750 0 12 24 36 48 60 72 84 96 108 120 132 144 156 168 Hour M ix in g H e ight (m)

Mei Juli September Desember 0 250 500 750 1000 1250 1500 1750 0 12 24 36 48 60 72 84 96 108 120 132 144 156 168 Hour M ix ing H e ight (m)

Mei Juli September Desember 0 250 500 750 1000 1250 1500 1750 0 12 24 36 48 60 72 84 96 108 120 132 144 156 168 Hour M ix ing H e ight (m)

Mei Juli September Desember 0 250 500 750 1000 1250 1500 1750 0 12 24 36 48 60 72 84 96 108 120 132 144 156 168 Hour M ix in g H e ig ht (m )

Mei Juli September Desember

100 m yang berarti kondisi udaranya sangat tidak stabil.

Kondisi udara yang tidak stabil menyebabkan banyaknya turbulensi yang terjadi dalam parsel udara tesebut. Suhu dalam parsel udara tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan udara di sekitarnya, sehingga massa jenisnya lebih ringan. Hal ini menyebabkan parsel udara tersebut akan naik ke atas dengan kecepatan yang semakin bertambah besar. Pada kondisi udara stabil, parsel udara tidak dapat bergerak terus naik karena suhu parsel udara tersebut lebih dingin dari suhu lingkungannya sehingga massa jenisnya lebih besar daripada sekitarnya. Hal ini menyebabkan parsel udara tersebut tidak dapat bergerak naik dan akan kembali pada kondisi ketinggian semula.

4.3.7 Mixing Height

Lapisan pencampuran atau mixing hieght merupakan suatu batas ketinggian dimana terjadinya percampuran antara polutan dengan udara yang lebih bersih diatasnya.

Mixing height dipengaruhi oleh kondisi

stabilitas atmosfer. Pada kondisi mixing height

yang tinggi polutan mengalami percampuran dengan daerah yang lebih luas daripada mixing height yang rendah. Oleh karena itu, kondisi

mixing height yang tinggi mampu

mengencerkan pencemar dengan lebih luas, sehingga kondisi ini lebih menguntungkan dalam pengendalian dampak pencemaran udara (Sumaryati, 2007).

Lapisan udara di atas mixing height

tidak lagi berpengaruh terhadap dispersi pencemaran udara di permukaan bumi. Pencemar yang berasal dari permukaan bumi akan terdipersi pada lapisan udara di bawah

mixing height. Namun ada pencemara dari permukaan bumi yang mampu menembus

mixing height jika mempunya energi kinetik yang sangat tinggi, seperti debu vulkanik akibat letusan gunung berapi yang akhirnya menjadi aerosol di lapisan stratosfer (Sumaryati, 2007).

Kondisi mixing height yang lebih besar secara umum terjadi pada siang hari bahkan dapat mencapai ketinggian lebih dari 1000 m, dimana radiasi matahari menyebabkan

terjadinya pemanasan parsel udara hingga suhunya lebih tinggi dibandingkan dengan suhu udara sekitarnya. Naiknya parsel udara tersebut akan menyebabkan naiknya ketinggian lapisan udara yang mengalami pencampuran dengan polutan.

Kondisi pada malam hari berkebalikan dengan kondisi siang hari dimana rata-rata ketinggian mixing height 40 hingga 80 meter, hal ini disebabkan oleh ketiadaan pemanasan parsel udara oleh radiasi matahari. Pada malam hari kenaikan parsel udara tertahan oleh adanya lapisan inversi dimana suhu parsel udara lebih dingin dibandingkan dengan suhu lingkungan di lapisan inversi, sehingga parsel udara tersebut akan kemabali pada ketinggiannya semuala karena massa jenisnya lebih besar dibandingkan dengan kondisi sekitarnya.

Kondisi mixing height secara umum pada kondisi atmosfer tidak stabil maka ketinggian lapisan percampuran akan semakin tinggi. Sebaliknya pada kondisi atmosfer stabil di malam hari ketinggian lapisan percampuran akan rendah karena tertahan oleh lapisan inversi.

Profil mixing hight secara umum juga dipengaruhi oleh suhu udara dan kelembaban udara. Pada kondisi suhu udara relatif tinggi dan kelembaban udara rendah maka mixing height akan semakin tinggi karena perbedaan temperatur dan massa jenis antara parsel udara dengan lingkungan sekitarnya akan semakin tinggi. Sedangkan apabila pada kondisi kelembaban udara tinggi dan suhu udaranya relatif rendah maka mixing height akan semakin rendah karena gradien suhu udara dengan massa jenisnya tidak terlalu besar. Hal ini menyebabkan pada siang hari mixing height

lebih tinggi dibandingkan pada malam hari dan

mixing height pada musim kemarau lebih tinggi dibandingkan dengan musim hujan.

4.4 Analisa Output TAPM untuk

Dokumen terkait