• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV DESKRIPSI DAN INTERPRETASI DATA

4.8 Kondisi Nilai Sosial Setelah Perubahan Fungsi

Masyarakat dan kebudayaan memang saling mempengaruhi, baik secara langsung maupun tidak langsung, kondisi tersebut dikarenakan kebudayaan merupakan produk dari masyarakat. Pengaruh masuknya hal baru ke tengah-tengah

masyarakat akan membuat perubahan, perubahan umumnya terjadi karena adanya tuntutan situasi sekitar yang berkembang, sehingga masyarakat yang awalnya masyarakat pertanian lambat laun berubah menjadi masyarakat industri.

Nilai-nilai sosial yang terdapat pada masyarakat di desa ini merupakan serangkaian aturan-aturan yang berlaku dalam kehidupan sehari mereka. Adapun nilai-nilai sosial pada masyarakat desa ini yaitu aturan dalam kedudukan dan tanggung jawab setiap pribadi dalam adat istiadat masyarakat setempat, aturan ataupun nilai-nilai yang berasal dari agama yakni aturan dari gereja yang harus diikuti oleh masyarakat, dan aturan yang berasal dari kegiatan atau perkumpulan yang diikuti masyarakat seperti serikat tolong menolong ( STM ) maupun kegiatan arisan yang diikutinya.

Aturan-aturan yang harus diikuti oleh setiap pribadi sesuai dengan kedudukan dan tanggungjawabnya dalam adat di desa ini ialah adanya nilai yang mengharuskan setiap orang yang sudah menikah diwajibkan untuk ikut serta dalam kegiatan-kegiatan yang adat di desa ini. Dalam hal ini setiap orang yang sudah menikah tersebut harus memberikan waktu dan tenaganya pada kegiatan adat yang ada dan juga adanya tanggung jawab material pada pelaksanaan kegiatan adat tersebut. tanggung jawab material tersebut berupa sumbangan baik berupa beras, ulos maupun dalam bentuk uang yang biasa disebut tuppak oleh masyarakat Batak Toba, besaran tanggung jawab material tersebut tergangtung posisi ataupun kedudukan dari seseorang dalam adat tersebut. Hal ini didapatkan dari keterangan informan AP ( Lk, 72 tahun ) yang merupakan salah satu tokoh adat dan tokoh masyarakat di desa ini. melalui wawancara yang dilakukan peneliti beliau menuturkan :

“ Adat-istiadat yang dari dulu ada di desa ini harus tetap dilaksanakan, setiap orang yang sudah menikah itukan diberikan ulos hela dan mandar hela, yang mana artinya orang yang sudah menikah itu diberikan tanggung jawab untuk mengikuti adat yang ada, pada waktu acara adat pernikahankan sudah dikatakan setiap orang Batak yang sudah menikah harus sudah terlibat dalam acara adat yang akan ada di kemudian hari”

Senada dengan yang dikatakan AP tersebut, informan JP ( Lk, 39 tahun ) juga membenarkan keterangan tokoh adat tersebut, berikut penuturannya:

“aturan adat desa ini masih kuat, ya setiap keluarga ini wajib ikut dalam kegiatan-kegiatan adat, kalau ada acara pernikahan misalnya kita harus ikut, memberikan ulos ataupun beras, bahkan uang, tergangtung jenis pestanya, begitu juga pada acara duka cita kita harus membantu keluarga yang meninggal, dan memberikan tanggung jawab kita sesuai posisi kita, apakah boru, hula-hula maupun dongan tubu, ya itulah orang Batak adatnya kan masih kuat”

Pendapat yang sama juga di ungkapkan H ( Lk, 37 tahun ), informan ini mengatakan:

“kita yang sudah berumahtangga pastilah ikut pada acara adat, setiap ada acara kita harus ikut, baik itu acara pesta, yang meninggal, acara syukuran seperti memasuki rumah, acara memestakan kelahiran anak, sama sama harus tetap ikut kesana, ikut bekerja juga disana untuk membantu pelaksanaan acara itu dan membawa boan-boan seperti ulos, beras, padi, ataupun itu uang, itulah adat Batak itu”

Disinggung mengenai keadaan nilai sosial yang ada pada masyarakat di desa ini menurut keterangan yang diberikan informan berikut ini, diketahui bahwasannya nilai sosial aturan-aturan pada kehidupan sehari-hari yang ada pada masyarakat saat ini ialah dalam aturan-aturan sesuai adat yang berlaku. Mengikuti segala kebiasaan yang ada pada masyarakat di desa ini setiap orang yang sudah berumah tangga

memiliki kewajiban baik berupa materi dan tenaga. Hal tersebut penulis deskripsikan melalui keterangan informan BP ( Lk, 35 tahun) yang diutarakannya pada penulis seperti berikut ini :

“kita masyarakat disini punya tanggungjawab dalam hal adat, yang namanya adat Batakkan ada aturannya kalau acara itu mengharuskan kita membawa ulos ya kita bawa ulos, kalau beras ya beras kita bawa, ataupun mengasih uang tergantung acara adat yang akan kita ikuti, ya begitulah aturan yang ada”

Hal yang sama juga diutarakan oleh informan berikut ini melalui penuturan DP ( Lk, 35 tahun ) berikut ini :

“kalau masalah aturan adat yang ada disini dan yang menjadi aturan yang harus dikuti yaitu berupa partisipasi kita pada pelaksanaan adat itu, kalau biasanya aturannya itu menyangkut apa-apa saja yang harus kita bawa pada acara itu, apakah kita bawa ulos, uang beras atau padi, itu sesuai dengan acara itu, kita bawalah apa yang menjadi kewajiban kita kesana”.

Dari pernyataan-pernyataan informan tersebut diketahui bahwa walau nilai-nilai sosial atau aturan-aturan yang melekat pada masyarakat yaitu kewajiban setiap orang yang sudah menikah untuk ikut serta dalam pelaksanaan acara adat yang ada. Dimana masyarakat diwajibkan untuk memiliki tanggungjawab baik secara materi maupun peran serta dalam pelaksanaan kegiatan tersebut sesuai kedudukan seseorang dalam adat istiadat sesuai dengan budaya masyarakat Batak Toba.

Selain aturan adat yang ada pada masyarakat di desa ini, nilai-nilai sosial yang berasal dari agama juga berlaku pada kehidupan sehari-hari masyarakat melalui nilai-nilai yang berasal dari gereja. Aturan-aturan yang melekat yang bersumber dari gereja

tersebut berupa kewajiban secara administratif jemaat yaitu berupa keabsahan atau keberadaan seseorang menjadi warga jemaat gereja tertentu. Aturan tersebut menyangkut administrasi di gereja dan tindak tanduk ataupun tingkah laku jemaat dalam kehidupan sehari-hari, misalnya aturan dan larangan yang harus dijalankan.

Begitu juga dengan nilai-nilai sosial yang didapatkan melalui perkumpulan-perkumpulan yang diikuti masyarakat seperti aturan-aturan dalam kegiatan arisan dan serikat tolong menolong ( STM ). Masyarakat desa yang ikut dalam perkumpulan-perkumpulan ini diwajibkan mengikuti aturan-aturan yang telah dibuat dan disepakati oleh para anggota kelompok tersebut. Aturan-aturan yang ada tersebut berupa kewajiban administratif dan aturan pelaksanaan kegiatan tersebut, seperti keharusan untuk mengikuti kegiatan, menyediakan tempat untuk pelaksanaan kegiatan dan lain sebagainya.

Salah satu nilai sosial yang masih ada dan diikuti oleh masyarakat dalam hal kegiatan berpolitik untuk memilih pemimpin di desa ini yaitu terdapatnya kearifan lokal bahwasannya hanya orang yang bermarga Pardede yang dapat menjadi kepala desa di daerah ini.

Hal tersebut penulis deskripsikan melalui keterangan informan BP ( Lk, 35 tahun) yang diutarakannya pada penulis seperti berikut ini :

“ masalah nilai-nilai sosial seperti kebiasaan yang ada sampai sekarang, yang masih tetap dipertahankan misalnya calon pemimpin desa harus tetap berasal dari marga yang pertama kali menempati desa ini yaitu marga Pardede, itu masih tetap kita hargai”.

Senada dengan yang dikatakan AP tersebut, informan JP ( Lk, 39 tahun ) juga mengatakan demikian:

“Nilai-nilai adat yang berupa aturan dalam masalah pemilihan pemimpin desa, salah satunya yang masih dipertahankan di desa ini adalah bahwa kepala desa harus bermarga Pardede, hal ini dikarenakan bahwa desa ini dibangun oleh marga Pardede.”

Dari hasil interpretasi data di atas dapat disimpulkan bahwa kondisi nilai sosial yakni berupa aturan-aturan yang ada dalam kehidupan sehari-hari masyarakat di desa Tapian Nauli III yaitu aturan yang harus diikuti setiap masyarakat dalam pelaksanaan kegiatan acara adat sesuai budaya masyarakat Toba berupa kewajiban materil dan bantuan tenaga dalam pelaksanaan dan peran seseorang yang harus dilaksanakan pada kegiatan tersebut. Berikutnya nilai sosial berupa aturan dan larangan bagi setiap masyarakat sebagai anggota jemaat gereja tertentu tetap dijalankan dalam kehidupan sehari-hari mereka. Begitu juga halnya aturan-aturan yang ada pada perkumpulan-perkumpulan yang dibentuk oleh masyarakat seperti yang telah dijelaskan sebelumya masih diikuti dan dijalankan oleh masyarakat. Nilai sosial yang dapat dikatakan berubah menjadi aturan yang harus diikuti ialah dalam hal kegiatan berpolitik untuk memilih kepala desa di daerah ini yakni yang berasal dari marga Pardede sebagai suatu penghormatan bagi leluhur yang pertama kali membuka permukiman di daerah ini.

Disinggung mengenai pergeseseran nilai sosial yang terjadi setelah adanya perubahan fngsi hutan, menurut para informnan tidak terdapat pergeseran yang mendasar atau berarti dari dari nilai-nilai sosial tersebut. Menurut para informan pergeseran nilai sosial yang tampak saat ini ialah dalam hal nilai-nilai atau aturan adat

istiadat yang mengalami sedikit kelonggaran. Hal ini dapat peneliti deskripsikan melalui keterangan yang diberikan para informan seperti berikut ini :

Dari hasil wawancara dengan informan AP ( Lk, 72 tahun ) didapat pernyataan sebagai berikut:

“kondisi nilai sosial aturan-aturan dalam hidup sehari baik itu dalam hal adat, aturan agama dan kumpulan yang kami bentuk masih sama saja tidak ada peraturan yang penting yang berubah. ... di dalam hal adat adalah sedikit perubahan aturan nilai-nilai dari kebiasaan adat batak, dimana yang seharusnya dalam kegiatan adat itu yang capek bekerja adalah tugas boru, sekarang ini karena boru tersebut tidak bisa datang karena mungkin sibuk bekerja, disinilah aturan itu berubah bisa jadi nanti jadi hula-hula yang bekerja atau marhobas, padahalkan dalam adat itu tugas boru aturan, tapi karena kondisi mereka harus bekerja yah kita maklum ajalah yang namanya kerja sama orang lainkan tidak bisa sesuka hati kita kapan waktu kita bekerja, tidak seperti dulu waktu cuman masih bekerja ke ladang, suka-suka kita mau bekerja atau tidak”.

Senada dengan yang dikatakan AP tersebut, informan JP ( Lk, 39 tahun ) juga mengatakan demikian:

“Nilai-nilai yang berupa aturan tidak banyak berubah walaupun kedatangan HTI ini, baik itu aturan dari gereja, STM maupun arisan, masih sama keadaannya dengan aturan yang dulu-dulu, ...dalam aturan adatlah ada sedikit toleransi dimasyarakat meskipun masih tetap terjaga walau sudah tak seketat dulu lagi. misalnya kita tidak bisa ikut ke pesta-pesta atau acara-acara adat padahal kita adalah boru disana, kita hanya menitipkan tuppak kita sajalah karena tidak bisa hadir kalau kita pas kerja, itulah kenyataannya kalau kita tidak bisa membantu bekerja dalam acar itu kita tidak dikatakan orang tidak beradat, mereka sudah sama-sama tahu akan hal itu, karena sibuk akan pekerjaan jadi kita takkan dimarahi pihak hula-hula kita.”

Pendapat yang sama juga di ungkapkan H ( Lk, 37 tahun ), informan ini mengatakan:

“bila dikatakan nilai-nilai sosial atau aturan aturan hidup dalam masyarakat tidak ada perubahanlah, masih dijalankan sesuai aturan adat yang diwariskan nenek moyang orang Batak, ...kalau dalam hal peran masing-masing orang dalam kegiatan adat baru tampak mengalami sedikit perubahan, kalau misalnya boru tidak bisa bekerja ya terpaksalah pihak hula-hula yang bekerja dalam acara tersebut, kalau tidak biasa itu dikasih atau disewakanlah ke orang catering, itulah karena penduduk disini saat sibuk dengan pekerjaanya masing-masing”.

Hal sama juga disebutkan informan yang satu ini, menurut informan BP ( Lk, 35 tahun) yang diutarakannya pada penulis seperti berikut ini :

“ masalah nilai-nilai sosial seperti kebiasaan yang ada di desa ini masih tetap berjalan ataupun masih diikuti, akan tetapi sudah

mulai mengalami kelonggaran atau semacam toleransi

dikarenakan keharusan penduduk mengikuti pengaruh keterikatan pada pekerjaan kita, kelonggaran itu misalnya kalau dalam acara pesta tidak datang boru misalnya, pihak yang berpesta menyewakan ke catering, ataupun keluarga hula-hula itulah yang mengerjakan, jadi karena situasi sibuk kerja tugas-tugas boru jadi dikerjakan oleh hula-hula”.

Hal yang sama juga tidak jauh berbeda dengan apa yang diutarakan oleh informan sebelumnya, menurutnya keterangan yang diperoleh penulis dari penuturan informan DP ( Lk, 35 tahun ) seperti berikut ini :

“nilai sosial yaitu aturan-aturan yang ada pada penduduk desa ini masih tetap ada, kebiasan-kebiasan yang tetap dilaksanakan sesuai dengan kondisi yang selama ini diikuti secara turun temurun, tetapi pada pelaksanaannya itu kadang kala kita tidak bisa kita ikuti lagi karena berbagai halangan seperti karena masalah pekerjaan kita, misalnya kita tidak bisa lagi ikut marhobas pada acara adat, kita tidak akan dikatakan orang tidak beradat kalau kita tidak datang,

karena orang itu sudah tahu kita tidak bisa datang bukan karena malas tapi karena bekerja”.

Dari hasil interpretasi data tersebut dapat disimpulkan bahwa walau nilai-nilai sosial masyarakat tidak mengalami pergeseran nilai yang mendasar, meskipun tidak dapat dipungkiri mulai mengalami sedikit kelonggaran tetapi masyarakat desa masih tetap menjalankannya dan berpegang pada hal-hal yang dianggap baik tersebut. Salah-satu bukti dari nilai sosial yang masih terjaga adalah itu kearifan lokal seperti bahwa hanya marga Pardede yang bisa menjadi kepala desa juga masih tetap dipertahankan oleh masyarakat sebagai nilai yang harus dijalankan sebagai aturan dalam memilih pemimpin di desa ini.

Adaptasi yang dilakukan masyarakat setelah perubahan fungsi hutan di desa ini adalah adaptasi komformitas maksudnya adalah masyarakat menyesuaikan diri dengan perubahan lingkungan tanpa meninggalkan tujuan dan tetap berpegang pada cara yang dapat diterima oleh masyarakat. Dalam hal ini untuk menggantikan peran boru yang seharusnya bertanggung jawabdalam urusan pengerjaan segala kebutuhan teknis dalam suatu acara adat terpaksa harus disiasati dengan cara menyewa jasa

catering, ataupun keluarga dekat pihak hula-hula yang terjun langsung untuk bekerja apabila boru tidak dapat hadir dalam acara-acara adat yang dilaksanakan oleh masyarakat.

4.9 Kondisi Norma Sosial setelah Perubahan Fungsi Hutan ( Masuknya Hutan

Dokumen terkait