• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pada era reformasi, pertumbuhan serikat-serikat buruh semakin meningkat. Hal itu disebabkan karena faktor situasi yang memang memungkinkan untuk membentuk serikat-serikat buruh secara bebas dan independen, disamping juga karena adanya ratifikasi Konvensi ILO tahun 1948.

Berkaitan dengan ratifikasi itu, pada 18 Juni 1998, ILO mendeklarasikan prinsip yang berkembang bahwa ILO seolah-olah hanya mendukung kepentingan negara maju saja. Selain itu, ia juga merupakan jawaban terhadap tantangan globalisasi pasar kerja dan perdagangan yang telah menjadi fokus perdebatan internasional. Deklarasi ILO itu sendiri bertujuan merekonsiliasi keinginan semua pihak dalam hubungan industrial, menggairahkan usaha-usaha nasional seiring dengan kemajuan sosial-ekonomi, mengakomodir perbedaan kondisi lokal masing-masing negara, dan untuk menegakkan Hak Asasi Manusia (HAM).44

Reformasi yang terjadi pada 1998 merupakan momentum untuk diterimanya delapan buah konvensi dasar ILO, terutama konvensi No. 87. Sebagai

43

Undang-undang RI Nomor 25 Tahun 1997 Tentang Ketenagakerjaan, Bagian Kedua Serikat Pekerja, Pasal 27. diakses pada 8 April 2015 dari http://www.portalhr.com/wp-content/uploads/data/pdfs/pdf_peraturan/1204001119.pdf&sa

44

dampaknya, gerakan reformasi ini telah menstimulasi pembentukan serikat-serikat buruh baru. Dari pendataan yang dilakukan Kementrian Ketenagakerjaan (Kemanaker) per tahun 2014, tercatat ada 6 konfederasi, 100 federasi dan 6.808 serikat pekerja tingkat perusahaan di Indonesia. Jumlah itu meliputi 1.678.364 orang anggota serikat pekerja (SP).45

Serikat-serikat buruh ini memperoleh peluang yang luas untuk melakukan kerja sama atau berafiliasi dengan gerakan serikat buruh internasional. Hanya sayangnya, para pemimpinnya masih banyak yang berasal dari luar perusahaan sehingga sering mengalami resistensi, terutama dari kalangan para pengusaha.46

Pergantian kepemimpinan nasional di era reformasi, selain berimplikasi pada hubungan industrial antara pekerja dan pengusaha yang semakin rumit, juga berdampak pada bergesernya orientasi kebijakan perburuhan menjadi berstandar internasional, terutama yang berkaitan dengan kebebasan berserikat, penghapusan kerja paksa, persamaan hak antara laki-laki dan perempuan dalam jabatan dan pekerjaan, serta kebijakan terhadap pekerja anak.47

Di satu sisi, fenomena tersebut membawa secercah harapan bagi buruh untuk sedikit menikmati kue industri. Tingkat kesejahteraan yang layak sangat didambakan oleh setiap buruh untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehingga dapat menciptakan ketenangan dalam bekerja dan menigkatkan produktivitas kerja. Akan tetapi, di sisi lain, pihak pengusaha tidak dapat segera memenuhi tuntutan kaum pekerja.

45

Data Serikat Pekerja di Indonesia 29 Juli 2015, diakses pada 8 Mei 2015 dari http://m.hukumonline.com/berita/baca/inilah-data-serikat-pekerja-di-indonesia

46

Abdul Jalil, Teologi Buruh, h. 49.

47

Hal itu disebabkan karena mereka harus terlebih dahulu menghitung produktivitas pekerja untuk mengetahui apakah nilai tambah sudah menunjukan efisiensi dalam penggunaan input pada proses produksinya ataukah belum, disamping itu juga karena mereka menghadapi sejumlah pilihan sulit, terutama

yang berkaitan dengan pengeluaran sejumlah biaya „siluman’ yang tidak

berhunungan dengan proses produksi. Selain itu, persediaan tenaga kerja yang berlimpah juga menjadi salah satu pertimbangan tersendiri untuk tidak segera merespons tuntutan buruh.48

Kenyataan ini menunjukan bahwa tingkat kesejahteraan dan produktivitas ibarat pisau bermata dua karena adanya perbedaan persepsi antara pekerja dengan pengusaha. Dua persepsi dan dua kepentingan yang berbeda ini diharapkan mampu diselesaikan oleh serikat buruh, sebagai lembaga perwakilan buruh yang mampu menjelaskan apa sesungguhnya yang mereka inginkan.49 Lahirnya undang-undang Nomor 13 tahun 2003 adalah bagian dari skenario besar pemerintahan untuk menata dan menegosiasikan kepentingan bersama antara pengusaha, buruh, dan pemerintah.

Jika perusahaan berkepentingan terhadap modal, buruh berkepentingan menaikkan pendapatan maka pemerintah berkepentinag mengamankan makro ekonominya. Sebab, tanpa kondisi yang kondusif, makro ekonomi sebuah negara akan terguncang. Dan, dalam posisi seperti ini, semua pihak akan terkena getahnya.50

Paradigma berpikir model konvensional ini, disadari ataupun tidak, akan menjebloskan kaum buruh pada posisi inverior. Hal ini karena majikan akan

48

Abdul Jalil, Teologi Buruh, h. 51.

49

Abdul Jalil, Teologi Buruh, h. 51.

50

selalu mencari peluang untuk menurunkan upah buruh demi meminimalisir biaya (cost minimalitation), disamping juga karena tidak adanya sistem yang memungkinkan bagi kaum buruh untuk berposisi sejajar (egaliter) bersama majikan dalam suatu perusahaan tertentu. Buruh akan selamanya menjadi buruh.51

Lemahnya perlindungan negara terhadap buruh menyebabkan keleluasaan bagi para pemilik modal untuk mengurangi kesejahteraan buruh. Salah satu contoh misalnya dengan tidak memberikan upah di atas upah maksimum. Kebijakan upah minimum yang dikeluarkan pemerintah justru disalahtafsirkan menjadi kebijakan upah maksimum dimana berusaha untuk tidak memberikan upah di atas kebijakan itu.

Bila dihitung dari biaya produksi, kenaikan upah sebesar 20-30% sebenarnya tidak mengganggu biaya produksi pabrik. Pengeluaran pabrik justru lebih banyak dialokasikan kepada biaya birokrasi yang terdiri dari iuran tetap ke birokrasi militer ataupun sipil.

Kelemahan struktur itu tampaknya tidak dapat ditutupi UU ketenagakerjaan. UU ketenagakerjaan yang diharapkan dapat melindungi buruh ternyata justru secara implicit melindungi kepentingan modal. Salah satu contoh, seperti pembentukan serikat buruh, telah mengakibatkan serikat buruh telah terpisah-pisah berdasarkan sektor. Demikian pula misalnya dengan hak mogok yang diakui tetapi harus berkaitan dengan permasalahan yang di dalam pabrik dan tidak boleh dilakukan diluar lokasi pabrik. Pengakuan ini adalah pembatasan bagi buruh untul mengekspresikan kepentingan politik mereka.

51

38

PT. GLORIA SATYA KENCANA

Pada bab ini peneliti akan menjabarkan mengenai Profil SPSI-LEM Cabang Bogor dan PUK SP-LEM di PT. Gloria Satya Kencana yang didalamnya akan dijelaskan mengenai sejarah, lambang, visi dan misi, serta tugas dan fungsi pengurus serikat buruh.

A. SPSI-LEM CABANG BOGOR

Dokumen terkait