• Tidak ada hasil yang ditemukan

GAMBARAN UMUM

3. Kondisi Sosial Budaya

Faktor sosial budaya yang mempengaruhi kondisi lingkungan meliputi kepadatan penduduk dan mobilitas penduduk.

Cepatnya laju urbanisasi yang tidak diikuti dengan ketersediaan ruang, prasarana dan sarana serta utilitas yang cukup menyebabkan suatu kawasan permukiman over capacity (padat) dan menjadi kumuh.

Kepadatan penduduk di daerah permukiman kumuh pada umumnya relatif tinggi dengan penghasilan penduduk yang sebagian besar tergolong berpenghasilan rendah. Pada Tabel 11 menunjukkan bahwa responden yang status pendapatannya rendah sebagian besar berada di wilayah Jakarta kategori kotor, sedangkan responden yang status pendapatannya tinggi berada di wilayah bersih. Apabila dilihat dari permasalahannya, penyebab dari bertambah banyaknya daerah permukiman kumuh dan liar adalah adanya urbanisasi (pendatang dari desa ke kota) baik pendatang baru maupun pendatang lama yang tidak mengalami peningkatan taraf hidupnya. Pada umumnya daerah permukiman kumuh dan liar tersebar di sekitar stasiun kereta api, terminal bus, pelabuhan, pasar untuk membentuk perkampungan dengan bangunan berderet sangat rapat dan berpenduduk padat. Permukiman penduduk yang sangat padat akan mengakibatkan kondisi lingkungan yang lebih buruk, karena tidak mampu melayani kebutuhan permukiman penduduknya secara layak, sarana dan prasarana di bawah standar kota, sehingga muncul daerah-daerah permukiman kumuh.

Berdasarkan data tahun 2004, penduduk DKI Jakarta berjumlah sekitar 7.492.610 jiwa. Jumlah penduduk ini terus bertambah. Hal ini terbukti dengan data jumlah penduduk DKI Jakarta hasil sensus penduduk tahun 2010 sebesar

9.888.198 orang dengan tingkat kepadatan 12.951,8 orang/km2 (BPS Propinsi

DKI Jakarta 2010).

Jakarta Pusat memiliki kepadatan penduduk paling tinggi jika dibandingkan dengan wilayah yang lainnya pada tahun 2009 sebesar 18.7 kemudian diikuti kepadatan penduduk di wilayah kotamadya Jakarta Barat sebesar 17.1 disusul di

67 Jakarta Selatan sebesar 15.3 kemudian Jakarta Timur sebesar 13.0 dan Jakarta Utara sebesar 10.0. Kepadatan penduduk di Jakarta Utara kelihatan paling rendah, hal ini karena di Jakarta Utara wilayahnya sebagian besar terdiri dari pantai dan rawa, sementara domisili masyarakat mengelompok pada tempat- tempat tertentu, sehingga kepadatan penduduknya terlihat rendah. Padahal tempat- tempat yang padat tersebut kondisi lingkungannya sangat kotor.

Tabel 8 Luas wilayah, jumlah penduduk dan kepadatan penduduk provinsi DKI Jakarta pada tahun 2009

No Kotamadya Luas Wilayah Jumlah Penduduk Kepadatan Penduduk 1 Jakarta Pusat 43.1 902.2 18.7 2 Jakarta Utara 146.7 1.471.7 10.0 3 Jakarta Barat 129.5 2.221.2 17.1 4 Jakarta Selatan 141.3 2.159.6 15.3 5 Jakarta Timur 188.7 2.448.6 13.0

Jumlah penduduk DKI Jakarta akan bertambah pada siang hari karena banyak pekerja di Jakarta yang bertempet tinggal di Bogor, Tangerang, Bekasi

dan Depok. Kepadatan penduduk pada siang hari mencapai 182.000 jiwa/km2.

Tingginya tingkat kepadatan penduduk ini dikarenakan adanya unsur urbanisasi. Hal ini disebabkan posisi DKI Jakarta sebagai pusat perekonomian sehingga mendorong pendatang untuk tinggal dan mencari rezeki di ibu kota Indonesia ini.

Jumlah penduduk yang terus meningkat ini perlu dicermati karena dapat menimbulkan masalah sosial. Apalagi banyak dari pendatang tersebut tidak memiliki keahlian atau keterampilan khusus, sehingga menyebabkan munculnya dampak negatif seperti: masalah pengangguran yang berkaitan erat dengan masalah kemiskinan, kriminalitas, dan terancamannya kualitas lingkungan. Dampak lainnya yaitu munculnya pemukiman-pemukiman kumuh (slum area) di beberapa wilayah DKI Jakarta yang dapat menurunkan derajat kesehatan di lingkungan tersebut. Tingginya kepadatan penduduk di wilayah Jakarta merupakan salah satu ancaman bagi kualitas lingkungan.

Tekanan pertumbuhan penduduk dan kurangnya sarana sanitasi dasar yang memadai menyebabkan turunnya kualitas kesehatan dan lingkungan. Kondisi

yang kumuh dapat memicu perkembangan hama permukiman yang dapat menyebarkan kuman penyakit. Ancaman penyakit dan keinginan untuk hidup bersih menyebabkan masyarakat berupaya untuk melindungi diri dan keluarganya serta berupaya menjaga kebersihan sesuai dengan kemampuannya. Di wilayah lingkungan kotor jumlah hama lalat, semut dan nyamuk paling tinggi (Gambar 10), untuk itu masyarakat akan melindungi diri dari gangguan hama dengan cara yang sesuai kemampuan yaitu dengan menggunakan pestisida karena dianggapnya penggunaan pestisida simpel, murah dan efektif. Sikap responden ini dapat dilihat pada Gambar 24 di belakang. Sementara di wilayah bersih, masyarakat dengan status pendapatan tinggi juga menggunakan pestisida, namun masyarakat disini dengan kemampuannya mempunyai pilihan banyak untuk membeli pestisida. Masyarakat di wilayah bersih mau mengendalikan hama dengan pestisida yang berwawasan lingkungan walaupun harganya lebih mahal dibandingkan harga pestisida yang tidak berwawasan lingkungan (Gambar 22). Artinya, kondisi lingkungan di wilayah kotor akan semakin menerima dampak lingkungan lebih buruk apabila dibandingkan dengan kondisi lingkungan di wilayah bersih karena pestisida yang digunakan tidak berwawasan lingkungan.

Gambaran Umum Responden Karakteristik Individu

Karakteristik individu adalah sifat-sifat yang ditampilkan seseorang yang berhubungan dengan semua aspek kehidupannya di dunia atau lingkungannya sendiri (Reksowardoyo 1983). Karakteristik individu merupakan salah satu faktor penting untuk diketahui dalam rangka mengetahui kecenderungan perilaku seseorang atau masyarakat dalam kehidupannya. Kemampuan atau potensi yang dimiliki masyarakat dapat dipelajari melalui karakteristik yang melekat pada diri masyarakat itu sendiri. Dalam penelitian ini, karakteristik individu meliputi : (1) umur, (2) tingkat pendidikan, (3) status pendapatan dan (4) jumlah anggota keluarga.

69 1. Umur Responden

Umur responden yang paling muda adalah 21 tahun, sedangkan yang paling tua adalah 74 tahun. Rentang umur tersebut dibagi ke dalam tiga kelompok dengan cara membagi frekuensi sampel berdasarkan umur yang dibatasi oleh persentil 33.33 dan 66.66. Dengan demikian, umur responden dikelompokkan menjadi tiga yaitu kelompok muda (umur 21 - 41 tahun), kelompok dewasa (umur 42 - 52 tahun) dan kelompok tua (umur 53 - 74 tahun).

Tabel 9 Distribusi responden berdasarkan umur

Kelompok umur Jumlah (orang) Persentase (%)

Muda 51 32.9

Dewasa 62 40.0

Tua 42 27.1

Total 155 100.0

Dari Tabel 9 terlihat bahwa sebanyak 40.0% responden termasuk dalam kategori dewasa, sebanyak 32.9% responden termasuk dalam kategori muda dan 27.1% responden termasuk kategori tua. Rata-rata responden adalah berumur 46 tahun, yang berarti masuk dalam kelompok kategori sedang. Hal ini berarti bahwa semua responden sudah tergolong dewasa, sehingga responnya terhadap pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dalam penelitian ini dapat dipertanggung jawabkan. Di samping itu umur kategori dewasa merupakan puncak dari kemampuan motorik dimana pada umur dewasa seseorang lebih mampu belajar menguasai mental untuk mempelajari dan menyesuaiakn diri pada situasi – situasi yang baru.

Dokumen terkait