• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sebelum suatu tapak didesain, tapak terlebih dahulu dianalisis, dengan tujuan untuk dapat mengetahui sifat fisik lahan, menentukan penggunaan tapak secara tepat

5.6. Kondisi Sosial Ekonomi dan Budaya Masyarakat

Berdasarkan monografi kelurahan Bubulak dan Situ Gede pada bulan Desember Tahun 2008, masyarakat di sekitar HP Dramaga sebagian besar (31,9%) merupakan masyarakat petani yakni sebagai buruh tani. Jumlah penduduk kedua kelurahan tersebut sebagian besar berada pada usia kerja yakni umur 15-50 tahun.

Berdasarkan keyakinan yang dianut oleh masyarakat di sekitar HP Dramaga, terdapat 99% masyarakat memeluk agama Islam dan sisanya memeluk agama kristen. Pendidikan masyarakat pada umumnya hanya sampai pada tingkat Sekolah Dasar/MI. Sedangkan pengusahaan lahan usaha tani sangat sempit di mana sebagian besar masyarakat memiliki lahan < 0,1 ha. Lapangan kerja sangat kurang dibandingkan dengan angkatan kerja yang tersedia sehingga banyak tenaga kerja yang bekerja di tempat lain sebagai tukang kayu. Kelurahan Bubulak yang memiliki luas mencapai 157,085 ha memiliki sawah 8,0 ha (5,09%); ladang 68,265 ha (43,46%); pemukiman 47,2 ha (30%); jalan 16,1 ha (10,25%) dan sisanya adalah jalur hijau, bangunan umum, pekuburan, serta empang. Luas kelurahan Situ Gede 232,47 ha terdiri dari sawah 67,9 ha (29,21%) dan sisanya sekitar 1 – 2 ha merupakan empang, ladang, bangunan umum, dan pekuburan.

Persepsi masyarakat terhadap penangkaran rusa timor yang berada di dalam kawasan HP Dramaga cukup tinggi di mana masyarakat meyakini bahwa rusa

sebagai satwaliar yang perlu dilestarikan dan dilindungi sehingga keamanan terhadap rusa serta sarana prasarana yang tersedia, tidak mengalami hambatan. Demikian pula kawasan HP Dramaga yang diakui oleh masyarakat sebagai milik negara sehingga tidak terjadi konflik hak atas tanah dengan masyarakat sekitar. Hal ini karena batas kawasan telah ditata secara permanen.

Masyarakat pada umumnya menyadari bahwa keberadaan penangkaran rusa timor di dalam ke dua kelurahan, memiliki arti penting bagi kehidupan sehari-hari. Berdasarkan wawancara dengan masyarakat, nilai manfaat yang diperoleh dari adanya penangkaran rusa tersebut adalah dengan meningkatnya kunjungan wisata yang dipicu oleh keinginan untuk melihat rusa sehingga dapat menambah pendapatan masyarakat terutama pada hari-hari libur. Setelah melihat dan memberi makan rusa, pengunjung menuju obyek wisata berupa situ gede yang terletak berdekatan dengan lokasi penangkaran. Pengunjung dapat menyewa perahu bebek untuk mengitari situ atau membeli minuman dan makanan yang disediakan. Dengan demikian, masyarakat sangat setuju dengan adanya penangkaran rusa timor di HP Dramaga karena dapat meningkatkan pendapatan masyarakat, membuka lapangan kerja dan kesempatan berusaha, serta dapat mempercepat pembangunan desa.

Namun beberapa harapan dan keinginan dari masyarakat terkait dengan adanya penangkaran rusa timor adalah adanya keinginan membuka usaha dengan pembukaan warung makan dan minuman serta ingin menjadi tenaga kontrak baik sebagai pengambil pakan rusa, penanaman dan pemeliharaan pakan, atau buruh dalam pembangunan sarana prasarana penangkaran. Selama ini masyarakat telah dilibatkan dalam kegiatan penangkaran rusa yakni sebagai upah pengambilan dan penanaman pakan, penjaga keamanan dan pemeliharaan rusa. Selain itu, masyarakat juga dapat menjual pakan untuk rusa berupa wortel.

Kegiatan pembangunan dan atau pengembangan penangkaran rusa dapat menimbulkan dampak sosial terhadap masyarakat sekitar. Oleh karena itu partisipasi masyarakat sangat diperlukan untuk pengumpulan informasi, konsultasi, pengambilan keputusan, insiatif pelaksanaan dan evaluasi. Semakin besar keterlibatan masyarakat dalam kegiatan penangkaran rusa, akan semakin

besar pula kemungkinan untuk mengajak masyarakat setempat mencapai tujuan dan kebutuhan konservasi dan pengembangan penangkaran rusa timor.

Ketika akan merencanakan suatu tapak, umumnya yang dikerjakan hanya terbatas pada area yang menjadi teritorinya. Dalam perizinan, rencana tapak adalah salah satu syarat untuk mengetahui batas-batas dengan sekitarnya. Namun jika kita melihat bahwa sebuah lahan adalah bagian dari sebuah jejaring ruang maka perencanaan yang membatasi hanya pada teritori akan menjadi sangat problematik. HP Dramaga termasuk wilayah kota yang merupakan sebuah bentukan hasil jejaring infrastruktur mulai dari jalan, listrik hingga telepon.

Perencanaan yang mekanistis biasanya tidak melihat jejaring sosial karena dianggap tidak perlu, dan hal ini merupakan problem yang seringkali muncul. Oleh karena itu perlu adanya pelibatan masyarakat dalam proses perencanaan, yang meliputi areal sekitarnya yang merupakan hasil kolaborasi interaktif antara perencana, manajemen, pemerintah dan warga sekitar. Hasil akhirnya dari proses kolaborasi ini adalah sebuah desain tapak hingga radius tertentu dari bangunan penangkaran rusa. Pembangunan penangkaran rusa baru akan terintegrasi dengan baik apabila melibatkan jaringan insfrastruktur dan jaringan sosial.

Untuk mempraktekkan cara pandang ini diperlukan perencanaan yang matang dan juga sensitif dalam melihat realita sosial dilengkapi dengan metoda perencanaan partisipatif yang kuat. Konsekuensinya, proses perencanaan akan semakin kompleks dan membutuhkan waktu yang relatif lebih panjang. Namun mekanisme ini sangat perlu untuk menghindari terbentuknya ruang insular yang patologis di masyarakat. Oleh karena itu, diperlukan instrumen dan perangkat peraturan kota yang mendukung dan sensitifitas yang lebih tinggi dari perencana dan pemerintah kota bagi keberhasilan perencanaan integratif. Harapan kita, melalui perencanaan bangunan yang terintegrasi dengan struktur masyarakat di sekitarnya, dengan proses yang partisipatif akan tercipta penangkaran rusa yang lebih rekonsiliatif dan bukannya ruang insular yang konfliktual dalam masyarakat.

6.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tentang analisis komponen terhadap bio-ekologi dan fisik lokasi penangkaran rusa timor di HP Dramaga, maka dapat disimpulkan beberapa hal, antara lain :

a. Potensi bio-ekologi dari komponen vegetasi (pakan dan cover) dikategorikan memenuhi syarat, dengan nilai gizi dan palatabilitas hijauan pakan yang cukup dan disukai rusa, daya dukung terpenuhi, dan adanya satwa pesaing dan pemangsa dapat diatasi, sehingga lokasi HP Dramaga layak untuk dijadikan sebagai penangkaran rusa. Kondisi fisik lokasi berupa aksesibilitas, iklim (temperatur, dan kelembaban), curah hujan, topografi, tanah, dan air, HP Dramaga sangat mendukung pengembangan penangkaran rusa.

b. Areal HP Dramaga yang dialokasi untuk pengembangan penangkaran rusa timor, didesain ke dalam empat zona yakni zona pembiakan (4,29 ha), perkantoran (3,94 ha), wisata alam (4,25 ha) dan zona penyangga (3,92 ha) sesuai dengan kebutuhan rusa dan kondisi tapak yang relatif datar sehingga perkembangbiakan dan pembesaran rusa semakin meningkat.

c. Nilai NPV penangkaran rusa pada tingkat suku bunga 18% sebesar 150.624.719, nilai BCR selama 10 tahun sebesar 1,43 dan nilai IRR sebesar 17,31%. Berarti kegiatan penangkaran rusa timor di HP Dramaga mempunyai kemampuan untuk mengembalikan modal seluruh biaya investasi (payback period) sebesar 3,14 tahun pada tingkat suku bunga deposito 18%. Oleh karena itu, kegiatan ini dinilai sangat menguntungkan sehingga pemanfaatan areal HP Dramaga sebagai lokasi penangkaran rusa timor dan eko-wisata dapat berjalan dengan baik sesuai tujuan.

6.2. Saran

Zona-zona yang telah ditentukan sesuai dengan desain perlu dikelola secara intensif sehingga berfungsi secara optimal. Pembinaan habitat pada zona pembiakan perlu dilakukan melalui pemangkasan ranting pohon sehingga tumbuhan bawah dapat tumbuh dengan baik dan memberikan intesitas cahaya

yang cukup pada areal penangkaran. Pengembangan dan penanaman pakan pada zona pembiakan sangat diperlukan untuk mengatasi kekurangan pakan rusa. Pengaturan limpasan air hujan juga diperlukan untuk menjaga agar kandang tidak becek dan berlumpur, karena rusa timor peka terhadap keadaan yang terlalu lembab. Zona wisata alam dan zona penyangga perlu dikelola secara intensif dengan melibatkan masyarakat sekitar sehingga keamanan rusa lebih terjamin. Pengelolaan tersebut akan membantu meningkatkan kualitas dan nilai jual rusa hasil penangkaran, melalui pemberian pakan yang memenuhi kebutuhan gizi, mengatur sex ratio, menjaga kesehatan, memperhatikan kualitas tapak, dan memberikan kasih sayang (interaksi intensif antara keeperdengan rusa).

Alikodra HS. 1990. Pengelolaan satwaliar. Jilid I. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat. Institut Pertanian Bogor

Alinda FMZ. 2008. Perencanaan dan desain lanskap tapak wisata. Ekoturisme– Teori dan Praktek. Penerbit BRR NAD – Nias

Anderson R. 1984. Deer Farming. Deer refsresher course [proceedings] No. 72. The University of Sydney. Australia

Austin RI. 1984. Designing the natural landscape. Van Nostrand Reinhold Company. New York

Bailey JA. 1984. Principles of Wildlife Management. Jhon Willey and Sons Banerjee CG. 1978. Animal nutrition. Oxford & IBH Publishing CO, New

Delhi, Bombay, Calcutta

Departemen Kehutanan. 2006. Handbook CITES. Departemen Kehutanan. Jakarta Garsetiasih R. 1996. Studi habitat dan pemanfaatannya bagi rusa (Cervus

timorensis) di Taman Wisata Alam Pulau Menipo Nusa Tenggara Timur [tesis]. Program Pasca Sarjana. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta ---., dan M. Takandjandji. 2006. Model penangkaran rusa.

Prosiding Ekspose Hasil-Hasil Penelitian: Konservasi dan Rehabilitasi Sumberdaya Hutan, Padang 20 September 2006. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam. Bogor

Gold SM. 1981. Recreation planning and design. McGraw-Hill Book Company. New York

Gray C., Kadariah dan Lien Karlina. 1978. Pengantar Evaluasi Proyek. Lembaga Penerbit, Fakultas Ekonomi Universitar Indonesia. Jakarta

Grubb Peter. 2007. Cervus timorensis[journal]. Park Road National. London. [13 Agustus 2009]

Hakim R dan H. Utomo. 2003. Komponen perancangan arsitektur lansekap. Prinsip unsur dan aplikasi disain. Bumi Aksara. Jakarta

Hardjanto., Burhanuddin M dan Yulius H. 1991. Analisis kelayakan finansial penangkaran rusa di BKPH Jonggol, KPH Bogor. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor

Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia. Badan Litbang Kehutanan, Departemen Kehutanan. Jakarta

Hoogerwerf A. 1970. Ujung Kulon: the land of the last Javan Rhinos. Part V. The Javan Deer. Leiden E. J. Brill

[IUCN] International Union for Conservation of Nature and Natural Reserves. 2008. The Redlist of Threathened Species. http://www.iucnredlist.org. [15 April 2009]

Jacoeb TN dan SD Wiryosuhanto. 1994. Prospek budidaya ternak rusa. Penerbit Kanisius. Jakarta

Kartadisastra, H.R. 1997. Penyediaan dan pengelolaan pakan ternak ruminansia (sapi, kerbau, domba dan kambing). Penerbit Kanisius. Yogyakarta Kountur R. 2007. Metode penelitian untuk penulisan skripsi dan tesis. Edisi

revisi. Penerbit PPM. Jakarta

Kusmana C. dan Istomo. 1995. Teknik pengukuran keanekaragaman tumbuhan. Teknik pengukuran dan monitoring biodiversity di hutan tropika Indonesia. Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor

Laurie M. 1990. Pengantar kepada arsitektur pertanian. PT Intermatra. Bandung Le Bel S., M. Salas., P. Chardonnet & M. Bianchi. 1997. Rusa deer (Cervus

timorensis russa) farming in New Caledonia: impact of different feed levels on herd breeding rate and performance of new born fawns. Australian Veterinary Journal.

Lynch K. 1981. Site planning(second edition). The MIT Press. Massachusetts MacKinnon K., G. Child., J. Thorsell. 1993. Pengelolaan kawasan yang

dilindungi di daerah tropika. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta MacKinnon, J. 2000. Panduan lapangan pengenal burung-burung di Jawa dan

Bali. Yogyakarta. Gadjah Mada University Press.

Ma’ruf A., Tri Atmoko., Ismed Syahbani. 2005. Teknologi penangkaran rusa sambar (Cervus unicolor) di desa Api-api Kabupaten Penajem Paser Utara Kalimantan Timur [prosiding]. Gelar dan dialog teknologi di Mataram, Nusa Tenggara Barat

Mcllroy RJ. 1977. Pengantar budidaya padang rumput tropika. Pradnya Paramita. Jakarta

Mukhtar AS. 1996. Studi dinamika populasi rusa (Cervus timorensis de Blainville) dalam menunjang manajemen Taman Buru Pulau Moyo, Propinsi Nusa Tenggara Barat [disertasi]. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor

Ndubisi F. 1997. Landscape ecological planning. 1-44 in Thompson G.F dan F.R. Steinered Ecological Design and Planning. Jhon Willey and Sons Inc. New York

Parisy S., E Djamhuri., AM Thohari., B Pranggodo., dan Sudaryanto. 1999. Design Engineering Pengelolaan Kebun Percobaan Darmaga. Kerjasama antara Fakultas Kehutanan IPB dengan Badan Litbang Kehutanan dan Perkebunan. Departemen Kehutanan dan Perkebunan. Bogor

Prasetyonohadi D. 1986. Telaahan tentang daya dukung padang rumput di Suaka Margasatwa Pulau Moyo sebagai habitat rusa (Cervus timorensis) [skripsi]. Bogor. Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor

Putri TS. 2002. Kebijakan pengembangan rusa di Indonesia. Departemen Pertanian. Direktorat Jenderal Bina Produksi Peternakan. Jakarta

Reksohadiprodjo S. 1982. Produksi tanaman hijauan makanan ternak tropik. Fakultas Peternakan, Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta

Reyes E. 2002. Rusa timorensis. University of Michigan. Museum of Zoology. Anim. Diversity. [13 Agustus 2009]

Riney T. 1982. Study and management of large mammals. John Willey and Sons. New York

Rubinstein HM. 1969. A guide to site and environmental planning. John Willey and Sons Inc. New York

Schroder T.O. 1976. Deer in Indonesia. Nature Conservation Department. Wageningenda Geofisika. Jakarta

Schmidt FG and JMA. Ferguson. 1951. Rainfall types based of wet and dry period rations for Indonesia with Western New Guinea. Verhand 42. Direktorat Meteorologi

Semiadi G., Barry T.N., Wilson P.R., Hodgson J., & Purchass R.W. 1993. Growth and venison production from red deer (Cervus elaphus) grasing red clover (Trifolium pratense) or perennial ryegrass (Lofium perenne) white clover (Trifolium repens) pasture. Journal of Agriculture Science. Cambridge

Semiadi G, RTP Nugraha. 2004. Panduan pemeliharaan rusa tropis. Pusat Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Bogor

Semiadi G. 2006. Biologi rusa tropis. Pusat Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Bogor

Simonds JO. 1983. Landscape architecture, A manual of site planning and design. McGraw-Hill Book Company Inc. USA

Soerianegara I, A. Indrawan. 1988. Ekologi Hutan Indonesia. Laboratorium Ekologi Hutan. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor

Solihati E. 2007. Keragaman jenis burung di Hutan Penelitian Dramaga, Pusat Litbang Hutan dan Konservasi Alam [skripsi]. Bogor. Departemen Biologi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Institut Pertanian Bogor

Sukriyadi. 2006. Habituasi pada Rusa Totol (Axis axis Erxleben 1777) di penangkaran dengan panggilan, warna dan urine [tesis]. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor

Sumanto. 2006. Perencanaan penangkaran rusa timor (Cervus timorensis de Blainville) dengan sistem farming: studi kasus di penangkaran rusa kampus IPB Dramaga [tesis]. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor

Suratmo FG. 1979. Konservasi alam dan pengelolaan margasatwa. Bagian II. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor

Susetyo S. 1980. Padang penggembalaan. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor

Sutrisno, E. 1993. Population ecology of the Javan deer (Cervus timorensis) in Menipo Island, East Nusa Tenggara [tesis]. University of the Philippines Los Banos. Filipina

Syarif A. 1974. Kemungkinan pembinaan pembiakan rusa di Indonesia. Direktorat PPA. Bogor

Takandjandji M dan M. Sinaga. 1995. Perilaku rusa timor (Cervus timorensis) di penangkaran. Savana. Nomor 10. Balai Litbang Kehutanan. Kupang ---. 1996. Prospek budidaya rusa timor (Cervus timorensis) sebagai

ternak. Prosiding Hasil-hasil Penelitian Balai Penelitian Kehutanan. Kupang

---, N. Ramdhani dan M. Sinaga. 1998. Penampilan reproduksi rusa timor (Cervus timorensis) di penangkaran. Buletin Penelitian Kehutanan. Volume 3 Nomor 1. Balai Penelitian Kehutanan. Kupang --- dan R. Garsetiasih. 2002. Pengembangan penangkaran rusa

timor (Cervus timorensis) dan permasalahannya di NTT. Prosiding Seminar Nasional Bioekologi dan Konservasi Ungulata. PSIH-IPB; Puslit Biologi; Puslitbang Hutan dan Konservasi Alam, Departemen Kehutanan. Bogor

--- dan Cecep Handoko. 2005. Pertumbuhan dan perkembangan tanduk Rusa Timor di penangkaran Oilsonbai. Info Hutan. Volume II Nomor 4. Pusat Litbang Hutan dan Konservasi Alam. Bogor.

--- dan E. Sutrisno. 2006. Teknik penangkaran rusa timor (Cervus timorensis). Balai Litbang Kehutanan Bali dan Nusa Tenggara. Kupang ---. 2007. Stres pada rusa timor (Cervus timorensis timorensis

Blainville) di penangkaran Oilsonbai, Nusa Tenggara Timur. Info Hutan. Volume IV Nomor 2 Tahun 2007. Pusat Litbang Hutan dan Konservasi Alam. Bogor

Thohari M., Haryanto., B. Masy’ud., D. Rinaldi., H. Arief., W.A. Djatmiko., S.N. Mardiah., N. Kosmaryandi dan Sudjatnika. 1991. Studi kelayakan dan perancangan tapak penangkaran rusa di BKPH Jonggol, KPH Bogor, Perum Perhutani Unit III Jawa Barat. Kerjasama antara Direksi Perum Perhutani dengan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Bogor

Tillman AD., H. Hartadi., S. Reksohadiprodjo., S. Prawiro Kusumo dan S. Lebdosukojo. 1986. Ilmu makanan ternak dasar. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta

Tuckwell C. 1998. Fencing and Handling Yards. Australian Deer Industry Manual [journal]. Rural IndustriesResearch and Development Corporation & Deer Products and Dvelopment Company. Southern Australia

Turner T. 1986. Landscape planning. Nichols. Publishing Co. New York Wells M dan K. Brandon. 1992. People and Park: linking protected area

management with local communities

White E.T. 1985. Analisis tapak, pembuatan diagram informasi bagi perancangan arsitektur (terjemahan). Intermedia. Bandung

Wodzicka-Tomaszewka M., IK Sutama., IG Putu dan TD Chaniago. 1991. Reproduksi, tingkah laku dan produksi ternak di Indonesia. PT Gramedia Pustaka Umum. Jakarta

Dokumen terkait