• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat

BAB II. DESKRIPSI KAWASAN

C. Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat

1. Kegiatan Wanatani Penduduk Sekitar Areal KPHL Malunda

Aktifitas wanatani yang dilakukan penduduk lokal sekitar areal KPHL Malunda meliputi kebun rakyat, sawah dan atau tegal/ladang (Tabel 13).

Tabel 13. Jenis Tanaman yang Dibudidayakan Penduduk Desa Sekitar Areal Eks KPHL Malunda

No Tujuan Penggunaan Lahan Sumber : Hasil Pengamatan Lapang dan Wawancara dengan Metode PRA, 2013

Aktivitas wanatani yang dilakukan penduduk sekitar kawasan hutan yang merupakan areal KPHL Malunda, meliputi: (a) Pembangunan kebun rakyat dengan pola agroforestry yang memerlukan tanamann pohon seperti durian, dan langsat pada strat atas sedang strat bawah ditanami tanaman perkebunan seperti coklat, kopi. Sedang pada awal pembangunan kebun campuran tahun pertama, seperti jagung, padi ladang, pisang, dan sayur mayur.

Kegiatan wanatani ladang bergilir, biasanya dilakukan untuk pemenuhan kebutuhan pokok beras dengan menanam padi ladang. Areal persawahan yang terbentuk dari aktivitas ladang pada awalnya, biasanya terjadi karena pada awal tersebut terdapat sumber air untuk pengairan air persawahan secara alami dari sungai kecil atau mata air.

Hasil pengamatan lapangan menunjukkan beberapa jenis komoditas perkebunan seperti kopi robusta, kopi arabika, pala, lada , dan kakao banyak ditanam oleh penduduk pada kawasan hutan berbentuk pola agroforestry yang dicampur dengan pohon penghasil buah seperti kemiri dan aren. Model-model

agroforestry tersebut dapat dijadikan model untuk diaplikasikan pada kawasan hutan di tempat lain dalam wilayah KPHL Malunda untuk pengusahaan hutan skala kecil seperti HTR, HKM, dan atau Hutan Desa.

2. Ketergantungan Masyarakat Desa Tubo Terhadap Kawasan Hutan di Sekitar Areal KPHL Malunda

Masyarakat Desa Tubo, khususnya yang bermukim di Dusun Taraweki pada umumnya bekerja di kebun dan juga memiliki usaha sampingan yakni sebagai nelayan. Usaha ini dilakukan untuk menutupi kebutuhan rumah tangga selama perkebunan mereka tidak memberikan hasil karena musim panen hanya berlangsung selama dua bulan dalam setahun, yakni bulan Juni dan Juli. Namun demikian, pada umumnya masyarakat yang menangkap ikan tidak menjual hasil tangkapannya. Hasil tangkapan tersebut digunakan utuk konsumsi sehari-hari bagi anggota keluarganya.

Data pada Lampiran 1 menunjukkan profil usahatani masyarakat di dalam kawasan hutan, sekaligus menunjukkan tingkat ketergantungannya. Tingkat ketergantungan masyarakat atas kawasan hutan dianalisis dengan membandingkan pendapatan mereka dari dalam kawasan hutan dengan pendapatan dari luar kawasan hutan, seperti yang tertera pada Tabel 14.

Tabel 14. Tingkat ketergantungan masyarakat Desa Tubo terhadap Kawasan Hutan

Syamsuddin 4,500,000.00 - 4,500,000.00 100,00

Busriadi 5,220,000.00 - 5,220,000.00 100,00

Nurdin 3,250,000.00 - 3,250,000.00 100,00

Sida 5,000,000.00 - 5,000,000.00 100,00

Abd Kadir 500,000.00 - 500,000.00 100,00

Hudong 9,250,000.00 - 9,250,000.00 100,00

100Bayasa 9,400,000.00 - 9,400,000.00 100,00

Abd. Halim 1,840,000.00 - 1,840,000.00 100,00

Syamsuddin 2,700,000.00 - 2,700,000.00 100,00

Asil 6,700,000.00 - 6,700,000.00 100,00

Sunarjo 320,000.00 3,000,000.00 3,320,000.00 9,63

Hasanuddin 9,400,000.00 - 9,400,000.00 100,00

Najamuddin 18,800,000.00 - 18,800,000.00 100,00

Patong 18,400,000.00 - 18,400,000.00 100,00

Uddin 9,000,000.00 - 9,000,000.00 100,00

Koddong 8,140,000.00 - 8,140,000.00 100,00

Abd Haris 13,500,000.00 9,000,000.00 22,500,000.00 60,00

Dahlan 9,200,000.00 - 9,200,000.00 100,00

Rata-rata 7,453,000.00 600,000.00 8,053,000.00 92,54 Sumber : Olah Data Primer 2013

Data pada Tabel 14 menunjukkan 92,54% pendapatan masyarakat Desa Tubo bersumber dari dalam kawasan hutan, sehingga secara ekonomi responden sangat ketergantungan terhadap kawasan hutan. Ada 5% responden hanya memiliki ketergantungan pada hutan sebesar 9, 63% dimana penghasilan utamanya diperoleh dari hasil tangkapannya sebagai seorang nelayan. Selain itu 5% responden juga memiliki 60 % ketergantungan terhadap kawasan hutan karena responden tersebut memiliki lahan lain di luar kawasan hutan. Namun selebihnya sebanyak 90% responden memiliki ketergantungan ekonomi sepenuhnya dari dalam kawasan hutan. Terbatasnya lahan diluar kawasan hutan yang dapat dikelola oleh merupakan faktor utama penyebab tingginya ketergantungan masyarakat terhadap kawasan hutan.

Data pada Tabel 14 juga menunjukkan pendapatan total masyarakat Desa Tubo relatif rendah yakni rata-rata Rp 8.053.00,00/KK/tahun atau rata-rata sebesar Rp 2.013.250,00/kapita/tahun berdasarkan data rata-rata jumlah tanggungan responden sebanyak 4 orang/KK. Angka ini termasuk kategori miskin apabila menggunakan standar kemiskinan dari FAO yaitu sebesar US 10/kapita/tahun.

3. Tingkat Ketergantungan Masyarakat Desa Tubo Selatan Terhadap Kawasan Hutan di Sekitar Areal KPHL Malunda

Masyarakat Desa Tubo Selatan pada umumnya berkebun dan memungut hasil hutan bukan kayu dalam kawasan hutan. Luas lahan yang dikelola antara 0,5 – 5 ha per KK. Profil usahatani masyarakat Desa Tubo Selatan di dalam kawasan hutan sesuai hasil pengamatan lapangan dan wawancara, dapat disimpulkan bahwa aktifitas masyarakat dalam kawasan hutan antara lain berkebun cengkeh dan coklat. Selain itu, masyarakat juga mengelola lahan untuk pemungutan hasil hutan bukan kayu seperti kemiri. Aktifitas-aktifitas tersebut dilakukan masyarakat di dalam kawasan hutan disebabkan karena terbatasnya lahan diluar kawasan hutan yang cukup subur untuk dikelola dan juga karena hasil kebun tersebut telah memiliki pasar di masyarakat. Tingkat ketergantungan masyarakat Desa Tubo Selatan tertera pada Tabel 15.

Tabel 15. Tingkat ketergantungan masyarakat Desa Tubo Selatan terhadap Kawasan Hutan

Hasanuddin 150,000.00 225,000.00 375,000.00 40,00

M.Arif B. 3,400,000.00 630,000.00 4,030,000.00 84,36 Abd. Hamid 9,000,000.00 750,000.00 9,750,000.00 92,30

Amran 1,800,000.00 - 1,800,000.00 100,00

Asrar 9,000,000.00 - 9,000,000.00 100,00

Ma'mung 1,800,000.00 - 1,800,000.00 100,00

Ahmad Tasyrik 9,000,000.00 - 9,000,000.00 100,00

Saparuddin 9,000,000.00 - 9,000,000.00 100,00

Sarkusi 9,000,000.00 324,000 9,324,000.00 96,52

Nurdin 1,800,000.00 - 1,800,000.00 100,00

Amiluddin 2,700,000.00 - 2,700,000.00 100,00

M.Yusran 4,500,000.00 3,360,000.00 7,860,000.00 57,25

Suriana 4,950,000.00 - 4,950,000.00 100,00

Mustafa 750,000.00 - 750,000.00 100,00

Abd Jalil 10,440,000.00 - 10,440,000.00 100,00

Mustari 2,700,000.00 - 2,700,000.00 100,00

Abd Rahman 4,500,000.00 - 4,500,000.00 100,00

Abd Hamid 3,400,000.00 - 3,400,000.00 60,00

Ruslan S. 9,000,000.00 - 9,000,000.00 100,00

Rata-rata 5,109,500.00 1,057,800.00 5,373,950.00 95,07

Sumber : Olah Data Primer 2013

Berdasarkan data Tabel 15 dapat disimpulkan bahwa sebagian besar pendapatan masyarakat Desa Tubo Selatan bersumber dari dalam kawasan hutan mencapai 95,07%. Dari hasil wawancara terhadap responden dapat diketahui bahwa mata pencaharian di desa ini mayoritas sebagai petani dan nelayan. Masyarakat Desa Tabo Selatan memanfaatkan kawasan hutan sebagai sumber kehidupan mereka. Hal ini dikarenakan terbatasnya lahan diluar kawasan hutan yang dapat dikelola oleh masyarakat.

Hasil hutan kayu maupun hasil hutan bukan kayu yang dikelola masyarakat Desa Tubo Selatan relative rendah. Hasil produksi yang rendah disebabkan berbagai faktor, antara lain kurangnya bantuan dari pemerintah baik bantuan berupa bibit, sosialisasi maupun penyuluhan tentang pengelolaan hutan dan lahan ataupun penyuluhan tentang penanggulangan hama pada tanaman. Selain itu kurangnya akses jalan dari lokasi perkebunan ke jalan provinsi masih sulit sehingga menjadi kendala bagi masyarakat untuk membawa hasil kebunnya.

Masyarakat Desa Tubo Selatan mengemukakan bahwa lahan hutan tersebut berpotensi untuk tanaman lain seperti jati, gaharu, durian, alpukat dan kelapa serta hasil hutan bukan kayu lainnya seperti bambu dan madu. Masyarakat mengemukakan bahwa tanaman-tanaman tersebut tumbuh subur walaupun dalam jumlah yang terbatas. Oleh karena itu, masyarakat berharap bisa mendapatkan bantuan bibit dari pemerintah. Namun ada juga masyarakat yang memang tidak berminat untuk menanam pohon dengan alasan apabila pohon tersebut sudah waktunya ditebang akan terkendala untuk mengeluarkannya dari kawasan hutan karena jarak yang jauh dan kondisi topografi yang tidak mendukung untuk mengangkut kayu.

4. Tingkat Ketergantungan Masyarakat Desa Sambabo Terhadap Kawasan Hutan di Sekitar Areal KPHL Malunda

Pada awalnya, aktifitas utama masyarakat Desa Sambabo dalam kawasan hutan adalah petani coklat. Namun karena beberapa tahun terakhir tanaman coklat diserang hama maka masyarakat kemudian mulai mengelola lahan kebun untuk ditanami kemiri dan buah-buahan seperti langsat dan durian. Profil usahatani masyarakat Desa Sambabo di dalam kawasan hutan dapat dilihat pada Lampiran 3. Berbeda dengan masyarakat Desa Tubo dan Tubo Selatan yang dapat bekerja sampingan sebagai nelayan karena bermukim dipinggir laut, masyarakat Desa Sambabo bermukim di dalam dan sekitar kawasan hutan sehingga betul-betul menggantungkan hidupnya pada hasil kebunnya. Tingkat ketergantungan masyarakat Desa Sambabo dapat dilihat pada Tabel 16.

Tabel 16. Tingkat ketergantungan masyarakat Desa Sambabo terhadap Kawasan Hutan

Nama Responden

Penerimaan dalam Kawasan

Hutan (Rp/Tahun)

Penerimaan di luar Kawasan

Hutan(Rp/

Tahun)

Pendapatan Total(Rp/

Tahun)

Tingkat Ketergantu

ngan Terhadap Hutan (%)

Mail 1,800,000.00 - 1,800,000.00 100,00

M.Arifin 17,200,000.00 12,285,000.00 29,485,000.00 58,33

Hamal E. 3,500,000.00 - 3,500,000.00 100,00

Nadira 3,000,000.00 3,000,000.00 6,000,000.00 50,00

Hudu 3,600,000.00 - 3,600,000.00 100,00

Hacco 800,000.00 - 800,000.00 100,00

Mardiyah 3,400,000.00 - 3,400,000.00 100,00

Jufri 8,200,000.00 - 8,200,000.00 100,00

Agus 900,000.00 - 900,000.00 100,00

Suratni 1,140,000.00 900,000 2,040,000.00 55,88

Amir 500,000.00 - 500,000.00 100,00

Mudasir 4,900,000.00 - 4,900,000.00 100,00

Rudi 500,000.00 900,000 1,400,000.00 35,71

Mustam 900,000.00 - 900,000.00 100,00

Sidar 3,800,000.00 - 3,800,000.00 100,00

Rusman

Lalla 3,300,000.00 - 3,300,000.00 100,00

Rusman 900,000.00 - 900,000.00 100,00

Abd.Aziz 1,600,000.00 - 1,600,000.00 100,00

Herman 900,000.00 600,000 1,500,000.00 60,00 Jasman 1,450,000.00 400,000 1,850,000.00 78,37 Rata-rata 3,114,500.00 3,014,166.70 4,018,750.00 77,49

Sumber : Olah Data Primer 2013

Masyarakat Desa Sambabo sepenuhnya menggantungkan kehidupan mereka dari hasil berkebun meskipun dilihat pada Tabel 16 ada sebagian kecil responden yang memiliki lahan diluar kawasan hutan. kawasan hutan sebagai sumber kehidupan mereka. Pada Tabel 16 terlihat bahwa salah seorang responden yang bernama M. Arifin memiliki penghasilan diatas rata-rata.

Menurut responden, M. Arifin memiliki penghasilan yang besar karena memiliki area lahan yang luas. Hal ini dikarenakan M. Arifin merupakan penduduk pertama yang ada di Desa Sambabo. M. Arifin mengaku bahwa dia berhak atas tanah miliknya karena pada awalnya dia membayar pajak secara rutin untuk tanah tersebut. Selain M. Arifin, responden lain yakni Nadira dan Herman juga menyatakan bahwa sebelumnya mereka membayar pajak untuk tanah mereka masing-masing.

Aspek sosial masyarakat yang menonjol di Desa Sambabo adalah konflik pengelolaan sumberdaya hutan antara masyarakat dan pemerintah.

Karena beberapa masyarakat mengkliam bahwa lahan itu merupakan kepemilikannya yang merupakan warisan turun temurun dari nenek moyang dan sebelum ditetapkan sebagai hutan lindung mereka rutin membayar pajak untuk lahan tersebut. Selain alas hak, bukti fisik yang menjadi dasar masyarakat mengklaim lahan tersebut sebagai lahan milik adalah terdapat fasilitas publik seperti pemukiman, sekolah, mesjid, kuburan dan jalan yang telah ada sebelum areal tersebut ditetapkan sebagai kawasan hutan. Dengan demikian masyarakat berpendapat bahwa penetapan areal pemukiman mereka menjadi kawasan hutan adalah suatu kesalahan fatal.

D. Pemanfaatan Hutan dan Penggunaan Kawasan Hutan

Pada wilayah KPHL Malunda belum ada izin pemanfaatan hutan dan penggunaan kawasan hutan.

E. Isu Strategis, Kendala, dan Permasalahan

Hasil Pengamatan Lapang dan wawacara dengan responden dan berbagai stakeholder, diperoleh informasi faktor yang menjadi penyebab utama bagi terjadinya konversi kawasan hutan yang selanjutnya berimplikasi pada terjadinya degradasi sumberdaya hutan pada areal KPHL Malunda tersebut antara lain sebagai berikut :

1. Belum Mantapnya Batas Kawasan Hutan di Lapangan

Batas kawasan hutan di wilayah KPHL Malunda mantap atau lebih tepatnya belum ada. Konsekuensi dari kondisi tersebut adalah terjadinya penguasaan sebagian kawasan hutan secara defacto oleh masyarakat, yang diwariskan secara turun temurun dan diklaim sebagai lahan milik mereka.

Batas – batas kawasan hutan yang tidak mantap juga ditunjukkan oleh masih terus berkembangnya kampung dan permukiman di dalam kawasan

hutan pasca TGHK. Berdasarkan hasil wawancara dengan stakeholder dan pengamatan lapangan diketahui adanya beberapa desa yang seluruh wilayahnya berada dalam kawasan hutan. Kondisi ini menuntut adanya penataan dan pemantapan kawasan hutan yang ditunjukkan oleh adanya batas – batas kawasan hutan yang jelas dan permanen di lapangan serta batas - batas tersebut diakui oleh semua pihak yang terkait.

2. Masih berlangsungnya kegiatan perambahan kawasan hutan

Perambahan kawasan hutan terjadi sebagai salah satu dampak atau implikasi dari permasalahan pembangunan wilayah. Data yang ada mengindikasikan bahwa luas kawasan hutan yang dirambah dan atau dikonversi menjadi areal perkebunan rakyat dan pertanian lahan kering, cenderung mengalami peningkatan selama lima tahun terakhir. Berdasarkan hasil diskusi dengan para stakeholders diketahui bahwa masyarakat umumnya terdorong atau termotivasi melakukan berbagai bentuk aktivitas (perambahan) di dalam kawasan hutan dengan beberapa alasan sebagai berikut :

a. Untuk menambah pendapatan baik secara subsisten maupun untuk tujuan komersial dengan menanam tanaman perkebunan seperti kakao dan lada.

b. Untuk mempertahankan status lahan yang dikelola sebagai lahan milik atau lahan warisan.

3. Adanya Kecendrungan Masyarakat untuk Menerapkan Pola Usahatani Ekstensif.

Kondisi lahan usahatani masyarakat di wilayah KPHL Malunda umumnya lahan marginal untuk kesesuaian pengembangan komoditas pertanian karena berada di dalam kawasan hutan lindung. Hal ini menyebabkan produktivitas usahatani masyarakat relatif rendah, dan malahan sering mengalami kegagalan.

Masyarakat tidak dapat melakukan pengelolaan usahatani secara intensif karena keterbatasan pengetahuan teknik budidaya dan keterbatasan permodalan. Kondisi inilah yang menjadi salah satu faktor penyebab sehingga masyarakat cenderung melakukan ekstensifikasi lahan usahatani ke dalam kawasan hutan.

BAB III

VISI DAN MISI PENGELOAAN HUTAN

A. Visi dan Misi Provinsi Sulawesi Barat dan Kabupaten Majene di Bidang Kehutanan

Visi Dinas Kehutanan Provinsi Sulawesi Barat untuk lima tahun kedepan (2011–2016) sebagai berikut :

“Pengelolaan Hutan yang Lestari, untuk kesejahteraan Rakyat”

Rumusan visi Dinas Kehutanan Provinsi Sulawesi Barat tersebut mengandung pengertian sebagai berikut :

1. Hutan Lestari, adalah suatu keadaan dimana sumberdaya hutan berfungsi secara seimbang antara manfaat ekologi, sosial/budaya dan ekonomi yang berkelanjutan.

2. Berkeadilan, adalah bisa dinikmati oleh semua elemen masyarakat sehingga memberi andil dalam pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.

3. Rakyat Sejahtera, adalah Keadaan dimana pengelolaan hutan bisa meningkatkan taraf hidup masyarakat yang ada di dalam, di sekitar hutan, maupun masyarakat pada umumnya.

Untuk mewujudkan visi yang telah ditetapkan, maka suatu organisasi harus merumuskan misi. Misi organisasi adalah identifikasi tentang langkah-langkah utama yang akan diambil untuk mendukung pencapaian visi. Misi dalam hal ini dimaksudkan sebagai upaya pokok yang ditentukan untuk dapat mewujudkan kondisi/keadaan yang diharapkan visi. Adapun misi Dinas Kehutanan Provinsi Sulawesi Barat adalah sebagai berikut :

1. Mewujudkan Kelembagaan Kehutanan yang Mantap 2. Mewujudkan Kawasan Hutan yang mantap

3. Meningkatkan Rehabilitasi Hutan dan Lahan

4. Meningkatkan Pengendalian dan Pengawasan Pengelolaan Hutan

5. Meningkatkan Kesejahteraan Melalui Peran serta masyarakat dalam Pengelolaan Hutan yang adil dan bertanggungjawab

6. Meningkatkan Pengelolaan Hasil Hutan kayu dan non Kayu yang Transparant dan akuntabel.

Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD) Kabupaten Majene Tahun 2011 menetapkan bahwa visi dan misi Kabupaten Majene adalah:

“Terwujudnya kesejahteraan yang adil dan merata di Kabupaten Majene dalam tata pemerintahan yang baik, bersih, berwibawa, demokratis, dalam kehidupan agamais dan berbudaya”.

Berdasarkan visi tersebut, maka misi Kabupaten majene, adalah : 1. Peningkatan sumber daya manusia, aparatur pemerintah dan masyarakat

yang berilmu, profesional dan berakhlak mulia.

2. Peningkatan akselerasi pembangunan bidang ekonomi, kesejahteraan sosial, politik dan keamanan

3. Pengembangan dan pengamalan nilai-nilai agama dan budaya sebagai sumber motivasi dan inovasi pemberdayaan masyarakat dalam pembangunan 4. Percepatan pembangunan infrastruktur jalan, jembatan, lingkungan

permukiman, sarana dan prasarana kebutuhan dasar masyarakat

5. Peningkatan, pemanfaatan, pengelolaan, dan pelestarian sumber daya alam yang berkelanjutan untuk peningkatan pendapatan masyarakat tanpa merusak lingkungan

6. Peningkatan pelaksanaan sistem penyelenggaraan pemerintahan yang profesional, demokratis, bersih,efektif dan efisien

7. Peningkatan pelayanan kepada masyarakat pada berbagai bidang pemerintahan, pendidikan, kesehatan, keagamaan, kepemudaan, olahraga, pariwisata, dunia usaha, lembaga sosial masyarakat, kewartawanan, hukum dan hak asasi manusia.

8. Optimalisasi pemanfaatan, pengelolaan dan peningkatan produksi, hasil pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan, kelautan dan perikanan sebagai salah satu upaya menurunkan kemiskinan

9. Peningkatan peran masyarakat dan lembaga keuangan di daerah untuk mendorong pengembangan ekonomi kerakyatan, ekonomi koperasi dan UKM, untuk menciptakan lapangan kerja, mengurangi pengangguran dan kemiskinan

Visi merupakan pandangan jauh ke depan, kemana dan bagaimana instansi pemerintah harus dibawa dan berkarya agar konsisten dan dapat eksis, antisipatif, inovatif serta produktif, visi tidak lain adalah suatu gambaran yang menantang tentang keadaan masa depan berisikan cita dan citra yang ingin diwujudkan oleh instansi pemerintah. Dengan mengacu pada batasan tersebut, visi Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Majene dijabarkan sebagai berikut :

“TERWUJUDNYA PEMANFAATAN HUTAN DAN KEBUN MELALUI KEMANDIRIAN PETANI DAN PELAKU AGRIBISNIS SECARA OPTIMAL MELALUI PEMBANGUNAN SISTEM DAN USAHA YANG BERKELANJUTAN, BERDAYA SAING DAN BERKERAKYATAN SERTA OPTIMALISASI PENGELOLAAN AGRO EKOSISTEM”

Visi Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Majene tersebut memuat makna dalam jangka waktu lima tahun pembangunan sektor kehutanan dan perkebunan akan mewujudkan pemanfaatan hutan dan kebun melalui kemandirian petani dan pelaku agribisnis secara optimal melalui pembangunan sistem dan usaha yang berkelanjutan, berdaya saing dan berkerakyatan serta optimalisasi pengelolaan agro ekosistem.

Untuk memenuhi visi tersebut, Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Majene mencanangkan misi sebagai berikut :

1. Penyelenggaraan Pembangunan Berkelanjuta 2. Optimalisasi Pengelolaan Sumber Daya Alam

B. Visi dan Misi KPHL Malunda

Mengacu pada visi dan misi Dinas kehutanan Provinsi Sulawesi selatan, Visi dan misi Pemerintah Kabupaten Majene,Visi dan misi Dinas Kehutanan Kabupaten Majene serta dengan melihat Kondisi lokasi KPHL Model Malunda seluas 52.071 ha, sebagian besar merupakan kawasan hutan lindung dan sebagian lainnya telah dirambah oleh masyarakat lokal yang telah lama bermukim dan menggantungkan hidupnya pada hasil hutan kayu dan non kayu. Berdasarkan kondisi tersebut, maka visi dari KPHl Malunda, yaitu :

“Menjadi KPHL model yang berbasis aneka usaha kehutanan (AUK) yang madani untuk terwujudnya kemandirian petani dan

pengelolaan hutan yang lestari”.

Makna dari visi tersebut, yaitu bagaimana membangun ekonomi kerakyatan pada masyarakat lokal sekitar hutan pada areal yang telah dirambah dan illegal logging melalui pengelolaan hutan yang lestari sehingga KPHL tersebut dapat mandiri dalam pengelolaan aneka usaha kehutanan (AUK) dan tanggung jawab KPHL tersebut terhadap perlindungan dan pengamaman areal kawasan hutan lingkup wilayah kelolanya. Aplikasi AUK yang madani dalam pengelolaan KPHL Malunda diharapkan dapat meningkatkan kemandirian ekonomi petani, sekaligus secara signifikan mengurangi kerusakan lingkungan dan kelangkaan sumberdaya alam.

Berdasarkan visi dan kondisi areal KPHL bersangkutan, maka misinya adalah :

 Penguatan kelembagaan KPHL

 Pemantapan kawasan hutan

 Pemanfaatan hutan dan pengembangan wirausaha kehutanan

 Pengembangan AUK sesuai potensi hutan yang terdapat diareal KPHL Malunda

 Rehabilitasi hutan dan peningkatan daya dukung DAS

C. Tujuan

Berdasarkan visi dan misi dari KPHL Malunda dan berdasarkan isu-isu strategis dan permasalahan yang dihadapi KPHL Malunda, maka Tujuan yang diharapkan dapat terjadi pada pengelolaan KPHL bersangkutan, yaitu penyelesaian masalah yang terdapat dalam wilayah KPHL tersebut, meliputi :

 Pemantapan kawasan hutan

 Resolusi konflik dan pengendalian perambahan kawasan hutan

 Penguatan kelembagaan KPHL Malunda

 Peningkatan ekonomi masyarakat sekitar hutan

 Pengembangan ekonomi wilayah melalui PAD sektor kehutanan dari KPH

 Terdefinisi dengan jelas tupoksi dan peran antara kelembagaan KPHL dengan kelembagaan dinas kehutanan dan perkebunan Kabupaten Majene

 Terbangunnya Model pengelolaan hutan ditingkat tapak pada KPHL Malunda

 Pengendalian , pengawasan, dan kolaborasi pengelolaan antar pemegang ijin dengan pengelola KPH

BAB IV

ANALISIS DAN PROYEKSI

A. BLOK INTI HL

Blok Inti HL pada KPHL Malunda terdapat pada kawasan hutan lindung di Kecamatan Ulumanda dan Malunda (Tabel 17) pada Desa Ulumanda dan Desa Lombang

Tabel 17. Blok Inti HL pada KPHL Malunda

Kecamata hutan yang kondisinya tidak terdapat akses jalan sehingga susah untuk menjangkaunya dan letaknya jauh dari pemukiman. Faktor lain sehingga Blok Inti HL di tempatkan di Desa Ulumanda dan Desa Lambong dikarenakan merupakan kawasan hutan lindung. Aktifitas pengelolaan hutan yang memungkinkan untuk dilakukan adalah program rehablitasi pada areal yang tutupan lahannya padang rumput dan semak belukar pada wilayah blok inti tersebut.

Blok Inti yang terdapat pada areal KPHL Malunda penutupan lahannya berupa semak belukar areal terbuka dan padang rumput. Disebabkan kondisi penutupan lahan tersebut maka pengelolaan pada areal Blok Inti diarahkan

berupa program rehabilitasi areal yang dikerjakan secara swakelola oleh KPHL Malunda atau secara partisipatif dengan penduduk lokal setempat.

Tabel 18. Proyeksi Kondisi yang diharapkan pada pengelolaan Blok Inti

No Uraian Rencana

pengamanan hutan Seluruh areal

blok inti --- Partisipatif dengan masyarakat , desa dan pengelola KPHL

Blok Inti HL merupakan kawasan hutan lindung sehingga program perlindungan hutan yang perlu dilakukan dalam rangka optimalisasi fungsi manfaat ganda sebagai pengatur tata air bagi wilayah bawahnya. Program perlindungan hutan pada Blok Inti dapat dilakukan secara partisipatif bersama-sama dengan masyarakat lokal dan lembaga Desa Ulumanda dan Desa Lombang.

B. Blok Khusus HL

Blok Khusus HL dalam KPHL Malunda di tujukan untuk mengembangkan pengelolaan kawasan hutan khusus (KHDTK) di bidang pendidikan untuk memenuhi kebutuhan Tridarma Perguruan Tinggi (pengajaran, penelitian, dan pengabdian masyarakat) dari Universitas yang terdapat pada wilayah tersebut. Letak KHDTK tersebut secara administrasi terletak di kecamatan Ulumanda, Sendana, Pamboang dan banggae Timur seluas 1.757,83 Ha (Tabel 19).

Tabel 19. Blok Khusus HL pada KPHL Malunda

Kecamatan Desa Jenis

Keberadaan Universitas Negeri Sulawesi Barat yang baru terbentuk dimana pada Universitas tersebut terdapat Jurusan Kehutanan, tentunya membutuhkan hutan pendidikan sebagai tempat praktek sekaligus lokasi pendidikan. Penempatan Blok Khusus HL untuk areal KHDTK yang terletak di Kecamatan Ulumanda, Tubbi Taramanu, Sendana, dan Pamboang, di karenakan areal tersebut letaknya dekat dengan Kampus UNSULBAR dan terdapat banyak akses jalan untuk menjangkau lokasi tersebut, di samping sebagai areal tersebut terdapat areal pemukiman penduduk.

Penentuan sebagai Blok Khusus HL yang mestinya pengelolaannya dalam bentuk KHDTK, di karenakan mengembangkan pola-pola kemitraan dengan penduduk yang telah bermukim pada areal Khusus HL tersebut.

Pada areal yang tutupan hutannya padang rumput, diharapkan dikembangkan penelitian-penelitian pengembangan agroforestry yang sesuai kondisi Biofisis dan sosial ekonomi Sulawesi Barat. Demikian pula pada areal yang tutupan hutannya sekunder di harapkan dapat dikembangkan sistem silvikultur intensif (SILIN) untuk dapat menjadi model pengelolaan lingkup Sulawesi Barat

Keberadaan UNSULBAR di Kabupaten Mejene di mana terdapat KPHL Malunda secara administratif pemerintahan merupakan peluang dalam membangun modal pengelolaan hutan secara kolaboratif pada kawasan hutan yang merupakan Blok Khusus HL KPHL Malunda.

Tabel 20. Proyeksi Kondisi yang diharapkan pada pengelolaan Blok Khusus HL

No Uraian Rencana

pelaksanaan Lokasi pelaksanaan program/kegiatan

2 Inventarisasi berkala dan Penanataan

2 Inventarisasi berkala dan Penanataan

Dokumen terkait