DAFTAR LAMPIRAN
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Kondisi Tempat dan Obyek Penelitian
Pengambilan data suara dan pengamatan dilakukan di sebuah akuarium
besar yang dimiliki oleh PT. Sea World Indonesia. Sea World Indonesia (SWI)
berada di dalam Taman Impian Jaya Ancol (TIJA), Jakarta. SWI merupakan tempat wisata yang menerapkan konsep “Wisata Didik”. Konsep tersebut diturunkan dalam 3 misi: Pendidikan, Konservasi dan Rekreasi.
Sesuai dengan salah satu misi dari SWI yaitu Konservasi, maka SWI
melakukan penangkaran biota-biota laut yang terancam punah salah satunya
adalah dugong. Hal ini dilakukan dengan upaya pelestarian dari biota tersebut dan
pendidikan konservasi kepada masyarakat. Pendidikan konservasi tersebut berupa
penjelasan kepada pengunjung SWI mengenai profil biota, status biota dan upaya
konservasinya.
Dugong hidup dalam sebuah akuarium besar berbentuk lingkaran.
Akuarium memiliki diameter 10 meter dengan 2 kedalaman, yaitu 2 m untuk
bagian belakang dan 5 meter untuk bagian depan. Bagian belakang yang lebih
dangkal merupakan tempat untuk istirahat bagi dugong dan lebih tertutup
sehingga lebih gelap dibandingkan bagian depan. Visualisasi 3 dimensi dari
19
Gambar 5. Visualisasi 3 Dimensi Akuarium Dugong
Dasar akuarium dilapisi dengan pasir silika agar sesuai dengan habitat asli
dari dugong yaitu padang lamun yang memiliki substrat pasir. Pasir silika juga
berfungsi penyaring (filter) yang dapat mengikat kotoran-kotoran yang berada di dalam akuarium. Menurut Setiawati (2008), penggunaan pasir sebagai filter
cukup efektif untuk menjaga sistem lingkungan buatan dari bakteri yang
merugikan bagi biota.
Menurut Ningrum (2010), pada bagian bawah akuarium terdapat pipa-pipa
berukuran 2 inchi yang berfungsi sebagai output air akuarium. Pipa-pipa tersebut
dilapisi jaring dengan mesh size 0,5 mikron. Jaring tersebut berfungsi agar pasir dan kotoran tidak tersedot ke dalam pipa yang akhirnya menyebabkan
tersumbatnya aliran air.
Air yang digunakan di akuarium berasal dari Teluk Jakarta yang diambil
menggunakan pipa bawah tanah sejauh 10 km dari tepi pantai. Air tersebut
kemudian diproses terlebih dahulu untuk menghilangkan berbagai macam kotoran
dan disesuaikan dengan standar lingkungan dari biota tersebut. Kualitas air
akuarium selalu dijaga oleh petugas. Hal tersebut dapat dilihat dari pengukuran
20
SWI memiliki seekor mamalia laut dari jenis Dugong dugon (Muller, 1776). Dugong ini berjenis kelamin betina dan diberi nama dugong. Menurut
petugas kurator SWI, saat ini dugong tersebut berumur sekitar 8 tahun dan
memiliki panjang tubuh 218 cm serta berat 169 kg. Dugong tersebut ditemukan
pada tahun 2007 di perairan Buton, Sulawesi. Dugong tidak sengaja tersangkut
pada jaring nelayan yang sedang melakukan operasi penangkapan ikan. Dugong
tersebut diselamatkan dan dirawat oleh warga setempat untuk sementara, sampai
akhirnya dibawa ke SWI.
4.2 Tingkah Laku Dugong
Hasil pengamatan awal menunjukkan pola tingkah laku harian dan definisi
tingkah laku dugong. Pola tingkah laku harian dugong yang didapatkan
ditampilkan dalam bentuk tabel (Lampiran 4), sedangkan definisi tingkah laku
ditampilkan dalam bentuk ethogram (Lampiran 5).
Berdasarkan hasil pengamatan awal, diambil keputusan untuk waktu untuk
pengambilan data utama dilakukan pada dua waktu. Waktu pertama dilakukan
pada jam 18:30-21:00 WIB untuk mewakili waktu malam dan kedua pada jam
06:00-09:00 WIB untuk mewakili waktu pagi dan siang. Waktu-waktu tersebut
dipilih karena pada saat itu dugong melakukan tingkah laku yang dapat mewakili
tingkah laku selama satu hari.
Pengamatan tingkah laku pagi hari dilakukan selama 7 hari pengamatan,
namun yang berhasil dianalisis hanya 6 hari pengamatan, yaitu 19, 26-27 Februari
dan 4, 11-12 Maret 2010. Tiap hari pengamatan dilakukan 4 kali ulangan
pengamatan dengan pola pengambilan data-istirahat bergilir setiap 15 menit.
21
tingkah laku. Hasil tersebut kemudian dibuat persentase penggunaan waktu untuk
melakukan tiap tingkah laku dugong terhadap keseluruhan waktu pengamatan.
Persentase penggunaan waktu tingkah laku dugong dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Persentase Penggunaan Waktu oleh Dugong Berdasarkan Tingkah Laku yang Ditunjukkan pada Pagi Hari (dalam %)
Tanggal Tingkah Laku I Md Mp FI FJ FMp FDMp DMp DJ J M B 19-Feb-10 75,26 - 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 23,89 0,00 0,85 26-Feb-10 59,17 - 3,33 0,19 0,17 0,00 0,00 0,00 0,00 31,11 5,83 0,19 27-Feb-10 43,36 - 30,72 0,00 0,00 0,25 0,28 2,36 0,19 22,67 0,00 0,17 4-Mar-10 50,28 - 9,42 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 38,22 1,86 0,22 11-Mar-10 38,22 - 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 61,64 0,00 0,14 12-Mar-10 36,89 - 0,00 0,22 0,22 0,00 0,00 0,00 0,00 48,86 13,39 0,42
(Keterangan : B= Bernapas, M=Menggaruk, J=Jelajah, DJ= Defekasi-Jelajah, DMp=Defekasi-Makan permukaan, FDMp=Flatus-Defekasi-DMp=Defekasi-Makan permukaan, FMp=Flatus-DMp=Defekasi-Makan permukaan, FJ= Flatus-Jelajah, FI=Flatus-Istirahat, Mp=Makan Permukaan, Md= Makan Dasar, I=Istirahat)
Tabel 4 menunjukkan pada pagi hari dugong melakukan semua tingkah
laku. Namun, kegiatan makan hanya dilakukan di permukaan. Hal ini disebabkan
tidak adanya aktifitas pemberian pakan oleh petugas di pagi hari. Lamun yang
dimakan adalah lamun sisa dari lamun yang diberikan hari sebelumnya. Tingkah
laku makan permukaan terekam pada tanggal 26 Februari (3,33%), 27 Februari
(30,72%) dan 4 Maret 2010 (9,42%). Persentase tingkah laku makan permukaan
menunjukkan bahwa pada pagi hari dugong tidak terlalu aktif makan.
Tingkah laku dugong untuk bernafas ke permukaan memiliki persentase
penggunaan waktu antara 0,14-0,85%. Tingkah laku yang tidak terlalu aktif di
pagi hari dapat menghemat penggunaan udara dalam tubuh dibandingkan ketika
aktifitas dugong lebih tinggi. Untuk tingkah laku flatus dan defekasi, umumnya
22
pagi hari didapatkan tingkah laku flatus-istirahat, flatus-jelajah, flatus-makan
permukaan, flatus dan defekasi-Makan permukaan, defekasi-makan permukaan,
defekasi-jelajah. Dugong melakukan tingkah laku flatus pada tanggal 26, 27
Februari 2010 dan 12 Maret 2010 serta melakukan tingkah laku defekasi pada
tanggal 27 Februari 2010.
Pagi hari, ditemukan dugong melakukan tingkah laku menggaruk.
Dugong melakukan tingkah laku ini untuk menghilangkan bakteri ataupun
kotoran yang menempel pada tubuhnya. Tingkah laku menggaruk dilakukan pada
tanggal 26 Februari, 4 dan 12 Maret 2010. Tingkah laku istirahat dan jelajah
cukup dominan ditemukan di pagi hari. Hal ini dapat dilihat dari persentase
istirahat antara 36,89-75,26%, sementara tingkah laku jelajah antara
23,89-61,64%. Tingkah laku istirahat dominan pada tanggal 19, 26 Februari dan 4
Maret 2010. Tingkah laku jelajah dominan pada tanggal 11 dan 12 Maret 2010.
Tingkah laku istirahat yang cukup dominan di pagi hari menunjukkan bahwa
dugong tidak terlalu aktif di pagi hari, sedangkan tingkah laku jelajah dilakukan
pada saat ada penyelam membersihkan akuarium.
Dua tingkah laku yang paling dominan adalah istirahat dan jelajah. Uji
nilai tengah berpasangan dilakukan untuk melihat tipe tingkah laku yang dominan,
dan hasilnya dapat dilihat di Tabel 4. Berdasarkan hasil uji ini diketahui bahwa
dominasi tingkah laku istirahat tidak berbeda nyata dengan tingkah laku jelajah,
sehingga diketahui bahwa tingkah laku yang dominan di pagi hari adalah tingkah
23
Tabel 4. Hasil Uji Nilai Tengah Berpasangan untuk Tingkah Laku Pagi Hari
Hipotesis t-value t-tabel α P-Value Hasil H0 : I = J
HI : I ≠ J 1,15 2,015 0,05 0,302 Terima H0
Pengamatan malam hari dilakukan sebanyak 7 hari pengamatan, yaitu 19,
25-26 Februari dan 4-5, 11-12 Maret 2010. Pengambilan dan pengolahan data
tingkah laku malam hari sama dengan tingkah laku pagi hari. Persentase
penggunaan waktu tingkah laku pada malam hari dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Persentase Penggunaan Waktu oleh Dugong Berdasarkan Tingkah Laku yang Ditunjukkan pada Malam Hari (dalam %)
(Keterangan: B= Bernapas, M=Menggaruk, J=Jelajah, DMp=Defekasi-Makan permukaan, FDMp=Flatus-Defekasi-Makan permukaan, FJ= Flatus-Jelajah, FMp=Flatus-Makan permukaan, FI=Flatus-Istirahat, Mp=Makan Permukaan, Md= Makan Dasar, I=Istirahat)
Hasil pengamatan malam hari yang ditunjukkan pada Tabel 6 diketahui
bahwa terdapat satu tingkah laku yang tidak dilakukan selama pengamatan malam
hari yaitu tingkah laku menggaruk. Hal tersebut ditunjukkan dengan angka 0%
pada tiap hari pengamatan.
Tingkah laku flatus dan defekasi dilakukan berbarengan dengan tingkah
laku yang lain, yaitu defekasi dan makan permukaan, flatus-defekasi dan makan
permukaan, flatus dan jelajah, flatus dan istirahat, flatus dan makan permukaan.
Tanggal Tingkah Laku I Md Mp FI FMp FJ FDMp DMp J M B 19-02-10 41,06 - 33,44 0,50 0,42 0,08 0,00 0,00 24,42 0,00 0,58 25-02-10 5,61 - 65,92 1,39 1,14 0,00 0,25 13,83 12,78 0,00 0,47 26-02-10 0,00 21,44 53,03 0,47 0,61 0,00 0,00 0,00 23,03 0,00 1,42 4-03-10 19,70 22,89 23,52 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 32,15 0,00 1,74 5-03-10 4,64 14,44 68,44 0,00 0,47 0,00 0,00 0,00 11,33 0,00 1,14 11-03-10 7,94 14,33 52,31 0,06 0,31 0,00 0,00 0,00 24,31 0,00 0,75 12-03-10 5,69 20,22 49,03 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 23,78 0,00 1,28
24
Dugong tidak melakukan tingkah laku flatus pada tanggal 4 dan 12 Maret 2010
dan tingkah laku defekasi hanya pada tanggal 25 Februari 2010.
Rata-rata nilai persentase terbesar pada malam hari adalah pada tingkah
laku makan permukaan (49,38%) dan jelajah (21,69 %). Uji nilai tengah
dilakukan untuk melihat tingkah laku yang lebih mendominasi. Hasil uji nilai
tengah dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Hasil Uji Nilai Tengah Berpasangan untuk Tingkah Laku Malam Hari
Hipotesis t-value t-tabel α P-Value Hasil H0 : Mp = J
HI : Mp ≠ J 3,18 1,943 0,05 0,019 Tolak H0
Berdasarkan Tabel 7, diketahui bahwa makan permukaan berbeda secara
nyata dengan jelajah dan nilai makan permukaan lebih besar dari jelajah, sehingga
tingkah laku yang lebih dominan adalah makan permukaan. Hal ini menunjukkan
bahwa dugong lebih aktif makan pada malam hari.
Tingkah laku makan dilakukan dengan dua variasi yaitu makan permukaan
dan makan dasar, variasi makan dengan disuapi oleh petugas tidak dilakukan
karena pada malam hari tidak ada petugas yang bertugas untuk menyelam dan
memberi makan. Pada tanggal 19 dan 25 Februari 2010, tidak ada tingkah laku
makan dasar karena tidak adanya penjepit lamun yang tersedia.
Pada tanggal 19 Februari dan 4 Maret 2010, persentase untuk tingkah laku
makan lebih kecil dibandingkan pada hari lain. Hal ini disebabkan pada tanggal
tersebut kesegaran lamun menurun, sehingga nafsu makan dugong pun ikut
menurun. Kesegaran lamun menurun ketika menginjak hari kedua penyimpanan
25
Tingkah laku lain yang teramati, adalah istirahat dan bernafas. Tingkah
laku istirahat memiliki antara 4-20%, kecuali pada tanggal 19 Februari 2010 yang
mencapai 41,06%. Tingkah laku mengambil nafas di permukaan antara 0,5-1,8%,
selain dengan tingkah laku bernafas untuk mendapatkan udara juga dilakukan
pengambilan nafas ketika melakukan tingkah laku makan di permukaan.
Hasil pengamatan menunjukkan dugong memiliki tujuh tingkah laku
utama, yaitu makan, bernafas, istirahat, jelajah, menggaruk, flatus dan defekasi.
Deskripsi secara lengkap dari tiap tingkah laku tersebut selama pengamatan
ditunjukkan sebagai berikut:
1. Tingkah laku makan
Tingkah laku makan merupakan kegiatan ketika dugong mengambil dan
memasukkan pakan yang diberikan ke dalam tubuhnya. Pakan yang diberikan
adalah lamun.
Lamun yang diberikan berasal dari Banten. Lamun segar diantarkan setiap
2 hari sekali ke SWI. Lamun segar disimpan di dalam sebuah kolam air asin pada
sebuah ruangan khusus. Ruangan tersebut menggunakan pengatur suhu ruangan
sehingga suhu ruangan stabil. Hal tersebut dimaksudkan untuk mengurangi resiko
lamun membusuk.
Lamun yang diberikan sebagian besar terdiri dari jenis Syringodium isoetifolium, terdapat sebagian kecil terdapat lamun dari genus Cymodocea dan Halodule. Lamun yang terbanyak dikonsumsi adalah dari jenis S. isoetifolium. Hal tersebut terlihat dari hasil pembersihan sisa pakan yang diberikan. Sisa pakan
26
Pakan diberikan dalam sehari sebanyak 20 kg lamun. Lamun sebanyak 20
kg itu diberikan dengan frekuensi pemberian pakan sebanyak 4 kali dalam sehari.
Pola pemberian pakan pada dugong dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Pola Pemberian Pakan pada Dugong
No Waktu Pukul
(WIB) Bobot (kg) Cara Pemberian Pakan
1. Pagi 09.15 4 1 kg disuapi oleh petugas (feeding show),
3 kg di letakkan didasar akuarium
2. Siang 11.30 4 1 kg disuapi oleh petugas (feeding show),
3 kg diletakkan di dasar akuarium
3. Sore 14.30 4 1 kg disuapi oleh petugas (feeding show),
3 kg diletakkan di dasar akuarium
4. Malam 18.00 8 Diletakkan di permukaan
Tabel 7 menunjukkan pola pemberian pakan dugong yang dibagi menjadi
4 periode. Pada waktu malam, lamun yang diberikan jumlahnya lebih banyak.
Hal ini dikarenakan dugong lebih aktif pada malam hari. Lamun yang diberikan
pagi, siang dan sore seringkali tidak langsung dihabiskan tetapi dibiarkan
mengambang di permukaan air dan baru dimakan ketika malam.
Tabel 7 selain menunjukkan frekuensi pemberian pakan juga dapat dilihat
variasi pemberian pakan. Variasi pertama, disuapi oleh petugas pada pertunjukan
pemberian pakan (feeding show). Kedua, pakan yang diberikan diletakkan di dasar. Ketiga, pakan yang diberikan diletakkan di permukaan air. Variasi
pertama dan ketiga merupakan bentuk adaptasi pada lingkungan buatan,
sedangkan variasi kedua merupakan tingkah laku yang sesuai di habitat alami.
Variasi dalam pemberian pakan tersebut menyebabkan ada tiga pola
tingkah laku makan yang ditunjukkan oleh dugong. Variasi pertama berupa
27
penyesuaian dari dugong dengan lingkungan buatan dan merupakan hasil
pelatihan para petugas kurator SWI. Tingkah laku pada variasi ini diawali dengan
adanya petugas yang menyelam dengan membawa sebuah kantong berisikan
lamun. Dugong yang mengetahui hal tersebut kemudian berenang mendekati
petugas. Petugas memberikan pakan yang berada di dalam kantong secara
langsung dengan tangannya. Dugong mengambil lamun yang diberikan petugas
dan mengunyahnya sampai habis. Dugong menahan nafas ketika makan sekitar
3-5 menit, setelah itu dugong akan ke permukaan untuk mengambil nafas. Tingkah
laku makan dengan cara disuapi oleh petugas dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6. Tingkah Laku Makan dengan Disuapi oleh Petugas
Variasi kedua adalah tingkah laku makan dengan lamun diletakkan di
dasar. Lamun diikat dengan penjepit dan diberi pemberat, sehingga lamun
tenggelam ke dasar perairan. Variasi ini merupakan usaha penyesuaian dengan
habitat alami dugong, dimana lamun yang merupakan makanan dugong tumbuh di
dasar perairan.
Tingkah laku makan dasar dugong dimulai dengan menyelam ke dasar
akuarium yang didahului gerakan kepala menunduk ke arah dasar dan dibantu
28
oleh kedua tungkai depan. Di dasar akuarium dugong melakukan pencarian
dengan menggunakan bibir dan bulu-bulu disekitarnya untuk mendeteksi
keberadaan makanan. Posisi tubuh dari dugong adalah bagian bibir menyentuh
dasar dengan ekor diangkat dan tubuh membentuk sudut sekitar 30° dengan dasar.
Ketika memakan lamun yang di dasar, kepala dan tubuh dugong ditopang oleh
kedua tungkai depan dan ekor menyentuh dasar. Lamun diambil dengan
menggunakan gigi yang kemudian dikunyah untuk memudahkan masuk ke dalam
tenggorokan. Tingkah laku makan dengan lamun di dasar dapat dilihat pada
Gambar 7.
Gambar 7. Tingkah Laku Makan dengan Lamun di Dasar Perairan
Dugong yang merupakan hewan mamalia yang bernafas dengan paru-paru,
sehingga ketika melakukan makan di dasar harus menahan nafas dan pada waktu
tertentu akan mengambil nafas ke permukaan. Dugong dapat menahan nafas
selama 3-5 menit selama makan, kemudian akan mengambil nafas ke permukaan.
Pergerakan dugong ketika mengambil nafas ke permukaan selama melakukan
29
Gambar 8. Pergerakan Dugong di Dalam Akuarium Selama Makan Dasar (Tampak Atas)
Gambar 8(a) memperlihatkan dugong bergerak dari sumber makanan ke
arah bagian belakang akuarium dan kemudian memutari tiang yang berada di
dalam akuarium dan kemudian mendekati sumber makanan kembali. Gambar
8(b) menggambarkan dugong bergerak ke arah kiri depan akuarium yang
kemudian berputar kembali menuju sumber makanan. Gambar 8(c), dugong
bergerak ke arah kiri depan akuarium yang kemudian berputar kembali ke arah
sumber makanan. Gambar 8(d), dugong bergerak ke arah kanan belakang
akuarium menuju bagian tengah belakang dan kembali ke arah sumber makanan.
Gambar 8(e), dugong bergerak sedikit ke arah kanan belakang dan langsung
berputar kembali ke sumber makanan.
Secara keseluruhan diketahui dugong membuat sebuah gerakan berputar
360° searah dengan jarum jam terhadap sumber makanan. Selama proses
pergerakan ini dugong juga bergerak secara vertikal ke permukaan untuk
a b c d e Keterangan : Lamun di Dasar Lamun di Permukaan Arah Gerak Tiang
30
mengambil nafas dengan intensitas 2-3 kali selama melakukan pergerakan
tersebut.
Variasi ketiga adalah tingkah laku makan dengan lamun diletakkan di
permukaan perairan. Lamun diberikan dengan cara diletakkan di permukaan air.
Variasi ini merupakan adaptasi dengan lingkungan buatan. Pakan yang
mengapung di permukaan tersebut karena keterbatasan penjepit sehingga tidak
semua lamun dapat dijepit dan diletakkan di dasar ataupun lamun yang terlepas
dari penjepit kemudian mengapung di permukaan. Tingkah laku makan dengan
pakan di permukaan air diawali dengan berenang ke permukaan. Posisi kepala
menghadap ke permukaan dan tubuh didorong ke atas oleh gerakan ekor.
Makanan di permukaan diambil dengan menggunakan mulut. Lamun dikunyah di
dalam air. Setelah selesai mengunyah, dugong kembali ke permukaan untuk
mengambil makanan dan terus berlanjut sampai dugong lelah atau makanan habis.
Tingkah laku makan dengan lamun di permukaan dapat dilihat pada Gambar 9.
Gambar 9. Tingkah Laku Makan dengan Lamun di Permukaan Air
Berbeda dengan tingkah laku makan di dasar, ketika melakukan tingkah
laku makan di permukaan dugong tidak melakukan tingkah laku mengambil nafas
31
dugong juga sekaligus mengambil nafas dari udara bebas. Selama melakukan
tingkah laku ini, dugong juga melakukan pergerakan. Pergerakan dugong pada
tingkah laku ini dapat dilihat pada Gambar 10.
Gambar 10. Pergerakan Dugong di Dalam Akuarium Selama Makan Permukaan (Tampak Atas) d e g h i j k f a b c Keterangan : Lamun di Dasar Lamun di Permukaan Arah Gerak Tiang
32
Gambar 10(a) menunjukkan dugong bergerak menjauh dari sumber
makanan (lamun) melalui sebelah kiri akuarium, kemudian dugong bergerak ke
arah kanan dan berputar mendekati sumber makanan kembali. Pada Gambar
10(b), dugong bergerak dari bagian kiri belakang akuarium ke arah tiang dalam
akuarium dan kemudian berbelok kanan mendekati sumber makanan. Gambar
10(c), dugong bergerak menjauhi sumber makanan ke arah tiang yang kemudian
memutari tiang dan kembali ke arah sumber makanan. Gambar 10(d)
menunjukkan dugong bergerak menjauhi lamun dan memutar ke sebelah kanan
mendekati lamun kembali. Gambar 10(e), pada saat lamun di dasar habis dugong
yang masih lapar segera bergerak mendekati lamun dipermukaan dan bergerak
memutar setengah lingkaran arah kanan ke arah lamun di permukaan. Gambar
10(f), dugong bergerak ke arah kiri akuarium mendekati lamun. Gambar 10(g)
memperlihatkan pergerakan dugong dimulai dari dekat tiang dalam akuarium
memutarinya kemudian bergerak mendekati lamun. Gambar 10(h), dugong
bergerak dari tengah akuarium bergerak ke arah belakang kemudian memutar ke
arah kiri menuju lamun. Gambar 10(i), dugong bergerak dari bagian belakang
akuarium melalui tengah akuarium menuju lamun. Gambar 10(j), dugong
bergerak dari bagian belakang akuarium ke arah kiri akuarium kemudian berbelok
ke kiri menuju tengah akuarium dan berbelok lagi ke kanan menuju lamun.
Gambar 10(k), dugong bergerak dari bagian kiri akuarium ke arah tengah
kemudian memutar ke kanan menuju lamun.
Pergerakan dugong pada saat makan permukaan berbeda dengan
pergerakan selama makan di dasar. Pergerakan dugong lebih bervariasi dan
33
dugong. Pertama, dugong bergerak dengan orientasi lamun berada di sebelah
kanan dugong, ditunjukkan pada Gambar 10 (a), (b), (c), (d), (e), (g), (i), (j) dan
(k). Kedua, dugong bergerak dengan orientasi lamun berada di sebelah kiri
dugong, ditunjukkan pada Gambar 10 (f) dan (h).
Tingkah laku makan yang dominan adalah tingkah laku makan dengan
makanan yang berada di permukaan air. Hal ini disebabkan karena lamun yang
diberikan sebagian besar akan mengapung di permukaan. Pakan yang mengapung
di permukaan tersebut karena keterbatasan penjepit sehingga tidak semua lamun
dapat dijepit dan diletakkan di dasar ataupun lamun yang terlepas dari penjepit
kemudian mengapung di permukaan.
2. Bernafas
Dugong merupakan salah satu dari jenis mamalia, sehingga dugong
bernafas dengan menggunakan paru-paru. Dugong hidup di dalam air, sedangkan
paru-paru tidak dapat mengambil oksigen yang ada di dalam air. Oleh karena itu,
dibutuhkan adaptasi untuk menghadapi kondisi tersebut. Dugong harus bergerak
ke permukaan untuk bernafas. Proses tersebut dibantu oleh adanya organ hidung
yang berada bagian depan atas dari kepalanya. Hidung dilengkapi dengan
penutup sehingga ketika menyelam air tidak dapat masuk ke dalam saluran
pernafasan.
Tingkah laku ini diawali dengan pergerakan dugong ke permukaan air
dengan kepala menghadap permukaan air dan tubuh didorong oleh gerakan ekor.
Dugong mengeluarkan lubang hidung ke atas permukaan air dan membuka
34
Dugong kembali menyelam dan kembali bernafas dengan frekuensi tiap 3-5 menit
sekali. Tingkah laku bernafas di permukaan dapat dilihat pada Gambar 11.
Gambar 11. Tingkah Laku Bernafas
3. Istirahat
Tingkah laku istirahat adalah tingkah laku dugong melakukan kegiatan
berdiam diri di dalam akuarium. Istirahat dilakukan dalam beberapa posisi tubuh.
Pertama, meletakkan seluruh tubuh di dasar. Kedua, posisi kepala disandarkan ke
bagian dinding dan ekor di dasar. Ketiga, berdiam diri di kolom perairan.
Tingkah laku istirahat dugong dapat dilihat pada Gambar 12.
35
Tingkah laku istirahat dominan dilakukan pada siang hari sedangkan
malam hari dugong dominan melakukan aktivitas makan. Dugong termasuk
hewan yang aktif di malam hari (nokturnal), selain itu merupakan hewan yang
pemalu sehingga ketika siang hari banyak pengunjung dugong lebih banyak
berdiam diri di bagian belakang akuarium yang lebih gelap. Dugong merupakan
mamalia yang bernafas dengan paru-paru, sehingga secara berkala (3-5 menit
sekali) ketika beristirahat dugong akan ke permukaan untuk bernafas.
4. Jelajah
Jelajah adalah tingkah laku berenang dan menyelam mengelilingi kolom
akuarium. Tingkah laku ini dibantu pergerakan ekor untuk gaya dorongnya,