• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tiga kecamatan yang menjadi lokasi penelitian, yaitu Kecamatan Pekanbaru Kota, Sail dan Marpoyan Damai masuk ke dalam administrasi Kota Pekanbaru (Gambar 2). Secara geografis, Kota Pekanbaru terletak antara 101º24’–101º30’ Bujur Timur dan 0º26’–0º30’ Lintang Utara. Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.19 Tahun 1987, pada tanggal 7 September 1987 ditetapkan bahwa daerah Kota Pekanbaru mengalami perluasan sebesar ± 383.5 km², dari ± 62.9 km² menjadi ± 446.5 km² (Pemerintah RI 1987). Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Pekanbaru No. 4 Tahun 2003 dibentuk kecamatan baru menjadi 12 kecamatan dan kelurahan baru menjadi 58 kelurahan (Pemda Kota Pekanbaru 2003). Lokasi penelitian berbatasan dengan :

Sebelah Utara : Kecamatan Lima Puluh, Senapelan dan Rumbai Sebelah Timur : Kecamatan Tenayan Raya dan Kabupaten Pelalawan Sebelah Selatan : Kabupaten Kampar

Sebelah Barat : Kecamatan Tampan dan Payung Sekaki. Topografis dan Geologi

Secara umum Kota Pekanbaru memiliki ketinggian 5–50 m di atas permukaan laut. Sebagian wilayah terdiri dari dataran rendah yang datar (0–2%) dan sebagian kecil bergelombang (2–40%). Kawasan pusat kota memiliki ketinggian rata-rata antara 10-20 m di atas permukaan laut. Kondisi topografis Kota Pekanbaru yang dominan datar merupakan potensi yang strategis untuk perkembangan dan pertumbuhan kegiatan perekonomian. Adanya pusat perbelanjaan yaitu Pasar Bawah dan taman rekreasi Alam Mayang merupakan tujuan wisata yang menarik bagi pengunjung yang berasal dari luar kota dan juga masyarakat Kota Pekanbaru.

Secara geologi, Kota Pekanbaru terdiri dari endapan Alluvium muda yang terbentuk akibat pengangkutan dan pengendapan sisa-sisa bahan induk oleh aliran Sungai Siak yang mengalir dari Barat hingga Timur wilayah Pekanbaru. Sebagian besar wilayah Kota Pekanbaru termasuk formasi minas dengan karakteristik diantaranya memiliki kandungan mineral lempung Kaolinit yang mempunyai sifat porositas tanah rendah, dapat menahan senyawa aluminium sehingga tanah bersifat asam dan korosif terhadap material logam. Kondisi ini menyebabkan jenis tanah di Kota Pekanbaru bervariasi antara lain Alluvial dan Organosol pada daerah pinggiran kota.

13 Iklim

Kota Pekanbaru pada umumnya beriklim tropis dengan suhu udara maksimum berkisar antara 32.4–33.8ºC dan suhu minimum berkisar antara 23.0- 24.2ºC. Kota Pekanbaru memiliki kisaran curah hujan antara 66.3–392.4 mm per tahun dengan curah hujan dan hari hujan tertinggi pada bulan November. Kelembaban rata–rata Kota Pekanbaru berkisar antara 68-83% (BPS Kota Pekanbaru 2014).

Demografi dan Tenaga Kerja

Jumlah penduduk Kota Pekanbaru mengalami pertambahan setiap tahun. Hal ini menandakan Kota Pekanbaru merupakan daerah tujuan bagi masyarakat pendatang untuk mencari pekerjaan. Jumlah penduduk Kota Pekanbaru mencapai 999 031 jiwa pada tahun 2013 dengan jumlah penduduk terpadat berada di Kecamatan Marpoyan Damai sebesar 139 707 jiwa (Tabel 4).

Masalah penduduk yang terjadi di Kota Pekanbaru sama halnya seperti masalah penduduk yang terjadi di daerah lain di Indonesia yaitu peningkatan jumlah penduduk yang tinggi. Masalah peningkatan jumlah penduduk dapat dikaitkan dengan jumlah ketersediaan lapangan pekerjaan dimana penduduk yang mencari pekerjaan cenderung tidak seimbang dengan jumlah kesempatan kerja yang tersedia sehingga jumlah pengangguran terutama di kota-kota besar seperti Kota Pekanbaru cenderung meningkat. Hal ini mengacu pada data BPS Kota Pekanbaru (2014) yang disajikan pada Tabel 5.

Tabel 4. Luas Wilayah dan Jumlah Penduduk Tahun 2013

Kecamatan Luas Penduduk Kepadatan

Penduduk

Km2 Jiwa Orang/Km2

Pekanbaru Kota 2.3 105.52 46.7

Sail 3.3 98.78 30.37

Marpoyan Damai 29.7 104.12 3.57

Tabel 5. Jumlah Lowongan Kerja, Jumlah Pekerja, dan Pengangguran Tahun 2013 Keterangan Jumlah Bekerja Pengangguran 57.88 jiwa 6.66 jiwa Lowongan kerja yang dipenuhi 9.04 lowongan Lowongan kerja yang belum dipenuhi 595 lowongan

14

15

HASIL DAN PEMBAHASAN

Interpretasi Penggunaan Lahan Melalui Citra Ikonos

Penggunaan lahan di tiga kecamatan lokasi penelitian yaitu Kecamatan Pekanbaru Kota, Sail dan Marpoyan Damai terdiri dari 11 jenis penggunaan lahan, permukiman, fasilitas umum, perkantoran, rumah toko (ruko), bandar udara (bandara), perkebunan, semak belukar, kebun campuran, hutan, taman, dan lahan terbuka. Penggunaan lahan di lokasi penelitian ditentukan berdasarkan unsur interpretasi menurut Sutanto (1989). Berikut ini gambaran karakteristik masing-masing penggunaan lahan.

Lahan Terbangun Permukiman

Berdasarkan interpetasi secara visual, permukiman memiliki penutup atap genteng yang ditandai dengan warna atap oranye, coklat, hitam, biru atau putih (seng) dengan pola teratur dan pola tidak teratur, rona agak terang, tekstur agak kasar. Berdasarkan keadaan di lapang, permukiman berada dekat dengan jalan kompleks, memiliki luas bangunan ± 200-250 m2, sebagian permukiman memiliki pekarangan, memiliki fasilitas umum seperti masjid dan lapangan atau taman bermain di lingkungan permukiman. Kawasan ini didefinisikan sebagai lingkungan hunian yang dimanfaatkan manusia untuk memenuhi kebutuhan dan mensejahterakan kehidupan.

(a) (b)

Fasilitas umum

Fasilitas umum didefinisikan sebagai sarana dan prasarana yang memiliki tujuan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat secara umum. Berdasarkan interpretasi secara visual fasilitas umum yang terdapat di lokasi penelitian adalah gelanggang olahraga, sekolah, kampus perguruan tinggi, hotel, pasar, rumah sakit dan tempat ibadah. Gelanggang olahraga berbentuk persegi empat, pada bagian Gambar 3. Penggunaan Lahan Permukiman (a) Berdasarkan Interpretasi Visual dan

(b) Berdasarkan Keadaan Lapang. Titik Kuning merupakan Lokasi Pengecekan Lapang

16

tengah bangunan terdapat halaman luas berwarna hijau (Gambar 4c). Gelanggang olahraga terlihat memiliki ukuran yang luas dan dikelilingi oleh lahan terbuka yang dimanfaatkan sebagai lahan parkir. Berdasarkan keadaan di lapang gelanggang olahraga memiliki bentuk yang khas yaitu melingkar dan pada bagian tengah terdapat lapangan olahraga (Gambar 4d).

Berdasarkan interpretasi secara visual hotel memiliki ciri-ciri bentuk persegi dengan perbedaan elevasi yang tinggi dibandingkan dengan bangunan disekelilingnya ditandai dengan adanya bayangan. Pada bagian belakang hotel terdapat ruang terbuka dengan pola persegi panjang. Berdasarkan keadaan di lapang hotel memiliki lantai bertingkat dan terlihat lebih tinggi. Pada bagian belakang hotel terdapat kolam renang. Pada citra, kolam renang ditandai dengan tekstur halus berwarna biru karena sesuai dengan bagian dasar kolam renang menggunakan keramik berwarna biru.

(a) (b)

(c) (d)

Pasar adalah salah satu bangunan yang memiliki kenampakan tidak teratur ditandai dengan pola bangunan yang tidak sama. Berdasarkan interpretasi secara visual pasar memiliki penutup atap seng berwarna coklat atau merah dan terdapat lahan terbuka di bagian depan pasar. Selain itu, pasar juga memiliki pola persegi empat seperti bangunan perkantoran namun lokasi pasar tidak terpusat. Berdasarkan keadaan di lapang, pasar memiliki ukuran bangunan yang bervariasi, Gambar 4. (a) Interpretasi Secara Visual Sekolah dan (b) Foto Keadaan Lapang

Sekolah. (c) Interpretasi Secara Visual Gelanggang Olahraga dan (d) Foto Keadaan Lapang Gelanggang Olahraga. Titik Kuning merupakan Lokasi Pengecekan Lapang

17 tersedianya lahan parkir di bagian depan pasar, dan terdapat kios-kios pasar yang bertingkat.

Berdasarkan interpretasi secara visual, bangunan sekolah memiliki bentuk persegi empat dan pola bangunan membentuk huruf U atau L, terdapat lahan terbuka pada bagian tengah bangunan (Gambar 4a). Berdasarkan keadaan di lapang sekolah memiliki bangunan bertingkat, terdapat lahan terbuka pada bagian tengah dan depan sekolah yang dimanfaatkan sebagai lapangan berbagai aktivitas seperti upacara dan olahraga (Gambar 4b).

Interpretasi secara visual bangunan kampus perguruan tinggi adalah memiliki bentuk bangunan persegi panjang dan memiliki elevasi yang berbeda dengan bangunan disekitarnya, serta memiliki lahan terbuka di sekitar bangunan. Berdasarkan keadaan di lapang bangunan kampus perguruan tinggi umumnya bertingkat dan memiliki lahan terbuka pada bagian depan bangunan yang dimanfaatkan sebagai lahan parkir.

Berdasarkan interpretasi secara visual, bangunan rumah sakit berbentuk persegi panjang dan susunan bangunan berdekatan dengan menggunakan penutup atap berwarna coklat mengikuti pola bangunan. Hasil interpretasi visual bentuk bangunan rumah sakit lain adalah bangunan tinggi seperti bangunan ruko namun berukuran lebih luas. Berdasarkan kenampakan di lapang rumah sakit memiliki bangunan bertingkat dan terdapat lorong-lorong, memiliki pekarangan, memiliki lahan parkir bagi pengunjung.

Perkantoran

Berdasarkan interpretasi secara visual bangunan perkantoran memiliki ciri– ciri bangunan berbentuk persegi panjang dengan penutup atap berwarna coklat, hitam dan biru, berlokasi di sepanjang jalan provinsi atau sebaliknya terdapat beberapa bangunan yang jauh dari pusat kota (Gambar 5a dan c). Berdasarkan keadaan di lapang perkantoran pemerintahan memiliki penutup atap berwarna biru, bangunan bertingkat, memiliki lahan terbuka berpaving block pada bagian depan bangunan yang dimanfaatkan sebagai lahan parkir, memiliki halaman luas sebagai pekarangan (Gambar 5b dan d). Kawasan ini dapat didefinisikan sebagai area yang digunakan untuk bangunan pabrik atau industri yang berupa kawasan industi atau area ini digunakan untuk bangunan pemerintahan (BSN 2010).

18

(c) (d)

Rumah Toko (Ruko)

Rumah toko merupakan sebutan bagi bangunan-bangunan di Indonesia yang umumnya dibuat bertingkat antara dua hingga lima lantai, dimana fungsinya lebih dari satu, yaitu sebagai fungsi hunian dan komersial. Lantai bawah dimanfaatkan sebagai tempat usaha atau kantor dan lantai atas dimanfaatkan sebagai tempat tinggal (Wicaksono 2007). Berdasarkan interpretasi secara visual, ruko berukuran lebih besar dibandingkan dengan bangunan permukiman. Ruko berwarna putih dan memiliki bayangan karena memiliki tinggi bangunan yang berbeda dengan bangunan di sekitarnya (Gambar 6a).

(a) (b)

Berdasarkan keadaan di lapang ruko tersusun di sepanjang tepi jalan provinsi, memiliki luas yang bervariasi antara lain < 100 m2, 100-200 m2 hingga > 200 m2. Keberadaan ruko tidak hanya di sepanjang tepi jalan provinsi melainkan juga berada di lingkungan permukiman sehingga ruko terlihat sebagai bangunan paling menonjol dengan ukuran yang besar dibandingkan dengan permukiman di sekelilingnya (Gambar 6b). Bangunan ruko sebagian memiliki halaman berlapis paving block yang dimanfaatkan sebagai lahan parkir bagi pengunjung ruko.

Gambar 5. (a) Interpretasi Secara Visual Perkantoran Pemerintahan dan (b) Foto Keadaan Lapang Perkantoran Pemerintah. (c) Interpretasi Secara Visual Perkantoran Non Pemerintah dan (d) Foto Keadaan Lapang Perkantoran Non Pemerintah. Titik Kuning merupakan Lokasi Pengecekan Lapang

Gambar 6. (a) Interpretasi Secara Visual Ruko dan (b) Foto Keadaan Lapang Ruko. Titik Kuning merupakan Lokasi Pengecekan Lapang

19 Bandar Udara (Bandara)

Bandar udara (bandara) didefinisikan sebagai tempat yang memiliki fasilitas lengkap untuk penerbangan luar dan dalam negeri (BSN 2010). Berdasarkan interpretasi secara visual, bandara memiliki rona terang, tekstur halus, memiliki pola yang teratur, umumnya berbentuk persegi panjang dan berasosiasi dengan hangar area parkir untuk pesawat (Gambar 7a). Berdasarkan keadaan di lapang bandara memiliki ruang tunggu berbentuk gedung, pada bagian depan bandara terdapat area parkir bagi pengunjung bandara, dan terdapat landasan pesawat udara (Gambar 7b).

(a) (b)

Lahan Tidak Terbangun Perkebunan

Menurut Undang-undang No. 18 Tahun 2004, perkebunan merupakan segala kegiatan yang mengusahakan tanaman tertentu pada tanah dan/ atau media tumbuh lainnya dalam ekosistem yang sesuai, mengolah dan memasarkan barang dan jasa hasil tanaman tersebut dengan bantuan ilmu pengetahuan dan teknologi, permodalan serta manajemen untuk mewujudkan kesejahteraan bagi pelaku usaha perkebunan dan masyarakat (Pemerintah RI 2004).

Berdasarkan interpretasi secara visual, ukuran perkebunan sangat luas, memiliki warna hijau hingga hijau gelap dan bertekstur kasar (Gambar 8a). Berdasarkan keadaan di lapang (Gambar 8b) perkebunan ditanami satu jenis tanaman seperti kelapa sawit yang memiliki jarak tanam, terdapat bangunan permukiman yang berada di sekitar perkebunan (teridentifikasi sebagai rumah pengelola perkebunan atau penduduk asli lingkungan perkebunan).

Gambar 7. (a) Interpretasi Secara Visual Bandar Udara dan (b) Foto Keadaan Lapang Bandar Udara

20

(a) (b)

Semak Belukar

Berdasarkan interpretasi secara visual, semak belukar bertekstur sedang, berwarna agak gelap dengan pola yang tidak teratur (Gambar 9a). Berdasarkan keadaan di lapang semak belukar berada dekat dengan lahan terbuka, di sekitar lingkungan permukiman (Gambar 9b). Semak belukar didefinisikan sebagai kawasan lahan kering yang telah ditumbuhi berbagai vegetasi alami (heterogen) maupun homogen dengan tingkat kerapatan jarang hingga rapat. Kawasan ini didominasi vegetasi alami (BSN 2010).

(a) (b)

Kebun Campuran

Kebun campuran diinterpretasikan secara visual dengan tekstur kasar, berwarna hijau hingga coklat, dan memiliki pola yang tidak teratur (Gambar 10a). Berdasarkan keadaan di lapang kebun campuran ditanami tanaman dengan komoditas beragam seperti rambutan, kelapa, jambu air. Secara umum kebun campuran berada di pekarangan atau di lingkungan permukiman yang diusahakan secara tradisional (Gambar 10b). Kebun campuran didefinisikan sebagai lahan yang ditanami tanaman keras lebih dari satu jenis atau tidak seragam yang

Gambar 8. (a) Interpretasi Secara Visual Perkebunan dan (b) Foto Keadaan Lapang Perkebunan. Titik Kuning merupakan Lokasi Pengecekan Lapang

Gambar 9. (a) Interpretasi Secara Visual Lahan Semak Belukar dan (b) Foto Keadaan Lapang Semak Belukar

21 menghasilkan bunga, buah, dan getah dengan cara pengambilan hasil tanpa menebang pohon (BSN 2010).

(a) (b)

Hutan

Hutan diinterpretasikan secara visual dengan warna hijau gelap, pola tidak teratur dan memiliki tekstur kasar (Gambar 11a). Berdasarkan keadaan di lapang hutan terdiri dari sekumpulan pepohonan dengan komoditas homogen atau heterogen (Gambar 11b). Menurut Undang-undang No. 41 Tahun 1999, hutan didefinisikan sebagai suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi jenis pepohonan dalam persekutuan dengan lingkungan yang satu dengan yang lain tidak dapat dipisahkan (Pemerintah RI 1999a).

(a) (b)

Taman

Taman didefinisikan sebagai sebidang tanah terbuka dengan luasan tertentu di dalamnya ditanam pepohonan, perdu, semak, dan rerumputan yang dapat dikombinasikan dengan kreasi dari bahan lainnya (Djamal 2005). Berdasarkan interpretasi secara visual, taman memiliki pola yang tidak teratur, berwarna hijau Gambar 10. (a) Interpretasi Secara Visual Kebun Campuran dan (b) Foto Keadaan

Lapang Kebun Campuran. Titik Kuning merupakan Lokasi Pengecekan Lapang

Gambar 11. (a) Interpretasi Secara Visual Hutan dan (b) Foto Keadaan Lapang Hutan. Titik Kuning merupakan Lokasi Pengecekan Lapang

22

dengan tekstur halus (Gambar 12a). Berdasarkan keadaan di lapang taman dapat diidentifikasi berada di halaman bagian depan dan belakang kantor Gubernur Pekanbaru, serta di halaman depan Masjid Agung Annur (Gambar 12b).

(a) (b)

Lahan Terbuka

Lahan terbuka merupakan lahan tanpa tutupan lahan baik yang bersifat alamiah, semi alamiah maupun artifisial (BSN 2010). Berdasarkan interpretasi secara visual, lahan terbuka memiliki pola tidak teratur dan berwarna coklat cerah (Gambar 13a). Berdasarkan keadaan di lapang lahan terbuka berada di sekitar perkebunan, bagian tengah sekolah dan disekitar permukiman (Gambar 13b). Lahan terbuka juga terdapat di sekitar proyek pembangunan seperti proyek pembangunan kompleks, gedung perkantoran dan fasilitas umum (bangunan belum terbangun).

(a) (b)

Penggunaan Lahan

Penggunaan lahan yang berada di lokasi penelitian dibagi menjadi dua, yaitu penggunaan lahan terbangun dan penggunaan lahan tidak terbangun. Penggunaan lahan yang tergolong ke dalam penggunaan lahan terbangun adalah permukiman, perkantoran, rumah toko (ruko), bandara dan fasilitas umum (Gambar 14). Gambar 12. (a) Interpretasi Secara Visual Taman (b) Foto Keadaan Lapang Taman

Kantor Gubernur. Titik Kuning merupakan Lokasi Pengecekan Lapang

Gambar 13. (a) Interpretasi Secara Visual Lahan Terbuka dan (b) Foto Keadaan Lapang Lapangan Bola. Titik Kuning merupakan Lokasi Pengecekan Lapang

23 Penggunaan lahan yang tergolong ke dalam penggunaan lahan bervegetasi adalah perkebunan, kebun campuran, semak belukar, hutan, taman, dan lahan terbuka (Gambar 14). Lahan terbangun dicirikan oleh adanya substitusi penutup lahan yang bersifat alamiah atau semi alamiah oleh penutup lahan yang bersifat artifisial dan sering kedap air (BSN 2010). Lahan tidak terbangun telah mengalami intervensi (campur tangan) manusia sehingga penutup lahan alami (semi alami) tidak dapat dijumpai lagi namun lahan ini tidak mengalami pembangunan sebagaimana yang terjadi pada lahan terbangun (BSN 2010).

Luas penggunaan lahan diperoleh berdasarkan data luas poligon setiap penggunaan lahan di tiga kecamatan lokasi penelitian dalam satuan hektar. Luas penggunaan lahan setiap kecamatan lokasi penelitian disajikan pada Tabel 6. Table 6. Luas Penggunaan Lahan Berdasarkan Interpretasi Secara Visual

Penggunaan Lahan Terbangun Kecamatan Pekanbaru Kota Kecamatan Sail Kecamatan Marpoyan Damai ha ha ha Pmk 68.1 139.8 913.7 FU 31.1 47.1 88.4 Pkn 92.8 51.2 246.7 Rk 12.9 3.3 88.00 BU - - 76.6 Jumlah 204.8 241.4 1413.4 Proporsi Penggunaan Lahan Terbangun (%) 90.89 69.67 46.12 Penggunaan Lahan Tidak Terbangun Pkb - 66.8 1179.9 Sb - 5.3 32.6 Kc 1.9 9.1 16.9 Htn - 6.9 205.1 Tmn 9.6 10.1 89.5 Lt 9.0 6.9 127.2 Jumlah 21 105.1 1651.2 Proporsi Penggunaan Lahan Tidak Terbangun (%) 9.11 30.33 53.88 Jumlah Luas Penggunaan Lahan Terbangun + Tidak Terbangun 225.4 346.5 3064.6 Keterangan:

Pmk: Permukiman, FU: Fasilitas Umum, Pkn: Perkantoran, Rk: Ruko, BU: Badar udara, Pkb: Perkebunan, Sb: Semak Belukar, Kc: Kebun Campuran, Htn: Hutan, Tmn: Taman, Lt: Lahan Terbuka

Berdasarkan interpretasi secara visual pada Gambar 14 dapat diketahui bahwa Kecamatan Marpoyan Damai memiliki poligon penggunaan lahan terbangun dan tidak terbangun terbesar yaitu 1413.4 ha dan 1651.2 ha (Tabel 6).

24

Kecamatan Marpoyan Damai memiliki luas penggunaan lahan terbangun dan tidak terbangun paling luas karena secara wilayah, Kecamatan Marpoyan Damai memang memiliki luas paling besar dibandingkan Kecamatan Pekanbaru Kota dan Sail (29.7 km2). Sedangkan Kecamatan Pekanbaru Kota dan Sail hanya memiliki luas wilayah berturut-turut sebesar 3.3 km2 dan 2.3 km2.

Luas lahan permukiman yang berada di Kecamatan Marpoyan Damai merupakan penggunaan lahan terluas dibandingkan dengan luas penggunaan lahan terbangun lainnya sebesar 913.7 ha. Kecamatan Marpoyan Damai merupakan kecamatan yang berlokasi di daerah pinggir kota sehingga memiliki peranan sebagai penyedia lahan permukiman dan sebagai lokasi terkonsentrasinya penduduk sehingga pembangunan mengalami perkembangan terutama pembangunan permukiman. Perkembangan permukiman yang terjadi diikuti dengan peningkatan kebutuhan masyarakat akan lahan terutama permukiman. Namun masalah penggunaan lahan sering mengalami benturan kepentingan atas lahan sehingga terjadi ketidaksesuaian peruntukan lahan (Khadiyanto 2005).

Untuk mengurangi dampak negatif mengenai pemadatan penggunaan lahan terbangun yang tidak sesuai perencanaan dilakukan pembangunan yang terintegrasi yaitu dengan membangun permukiman di daerah berkembang seperti Kecamatan Marpoyan Damai. Adanya peruntukan lahan yang sesuai menghasilkan keteraturan permukiman yang tinggi seperti yang terdapat pada Tabel 7.

Diantara tiga lokasi penelitian, Kecamatan Sail memiliki luas penggunaan lahan tertinggi kedua yaitu 346.5 ha dengan rincian luas lahan terbangun sebesar 241.4 ha serta luas lahan tidak terbangun sebesar 105.1 ha. Luas penggunaan lahan terbangun tertinggi di kecamatan ini adalah permukiman yaitu sebesar 139.8 ha dan luas lahan tidak terbangun tertinggi adalah perkebunan sebesar 66.8 ha. Tingginya pembangunan permukiman dan pusat aktivitas seperti perkantoran dan fasilitas umum merupakan representasi dari tingginya aktivitas yang terjadi di Kecamatan Sail. Jarak yang strategis menuju pusat kota dan ketersediaan fasilitas umum yang lebih baik menjadi parameter tingginya permintaan lahan sebagai tempat tinggal di Kecamatan Sail. Aktivitas lain yang dilakukan masyarakat adalah kegiatan bercocok tanam. Kegiatan ini merupakan bentuk adaptasi yang dilakukan masyarakat karena secara umum masyarakat yang berada di Kecamatan Sail merupakan masyarakat pendatang dari Pulau Jawa.

25 Kecamatan Pekanbaru Kota merupakan kecamatan dengan luas lahan terbangun dan tidak terbangun terkecil secara berturut-turut yaitu 204.8 ha dan 21 ha. Fenomena ini berbanding terbalik dengan proporsi penggunaan lahan yang merupakan persentase dari lahan terbangun dan tidak terbangun per luas poligon kecamatan. Kecamatan Pekanbaru dan Sail memiliki proporsi penggunaan lahan terbangun tertinggi secara berturut-turut 90.89 % dan 69.67 % sedangkan Kecamatan Marpoyan Damai memiliki proporsi penggunaan lahan terbangun terkecil yaitu 46.12 %. Hal ini dikarenakan perkembangan pembangunan lebih dahulu terjadi dibandingkan dengan Kecamatan Marpoyan Damai sehingga pembangunan kawasan perkantoran dan fasilitas umum terpusat di Kecamatan Pekanbaru Kota dan Sail terutama setelah Pekanbaru ditetapkan menjadi ibu kota Provinsi. Perkembangan yang terjadi juga disebabkan oleh pesatnya perkembangan sektor perdagangan. Hal ini sesuai dengan sejarah perdagangan yang dimulai di Kecamatan Pekanbaru Kota terutama pada daerah yang berbatasan dengan Sungai Siak sebagai jalur lalu lintas perdagangan zaman dahulu. Lokasi Kecamatan Pekanbaru Kota yang cukup startegis mempunyai peranan dalam pergerakan perdagangan antar provinsi seperti provinsi Sumatra Utara dan Sumatra Barat. Adanya kegiatan berdagang yang terjadi di Kecamatan Pekanbaru Kota merupakan awal pembangunan permukiman di daerah sekitar Sungai Siak tanpa mengenal konsep keteraturan.

Keteraturan Permukiman Berdasarkan Interpretasi Secara Visual Permukiman teratur didefinisikan sebagai permukiman yang dibangun secara terencana sehingga secara umum memiliki keseragaman dari aspek bentuk dimana berdasarkan interpretasi secara visual bangunan berbentuk persegi dengan ukuran bangunan yang relatif sama dan memiliki pola yang sama antar satu dengan lainnya sehingga tata letak bangunan hasil interpretasi visual terintegrasi (Martono et al 2006). Keteraturan permukiman yang diperoleh berbentuk data poligon hasil interpretasi secara visual melalui kesamaan pola dan bentuk objek. Berikut ini merupakan karaktertistik dan definisi dari keteraturan permukiman. Permukiman Teratur

Berdasarkan interpretasi secara visual permukiman memiliki penutup atap yang ditandai dengan warna atap oranye, coklat, hitam, biru atau putih (seng). Keteraturan permukiman terlihat dari pola bangunan yang sama serta memiliki bentuk dan ukuran bangunan yang relatif sama (Gambar 15a). Kenampakan visual yang mencirikan keteraturan bangunan sesuai dengan keadaan di lapang dimana permukiman teratur dicirikan dengan bangunan permanen, adanya pembagian

cluster, bentuk dan ukuran bangunan relatif sama (Gambar 15b). Keteraturan permukiman dilengkapi dengan akses jalan yang lebih baik seperti jalan aspal dan secara dominan tidak terdapat jalan sempit seperti gang. Kompleks merupakan contoh bangunan permukiman yang teratur.

26

(a) (b)

Permukiman Tidak Teratur

Berdasarkan interpretasi secara visual, bangunan permukiman tidak teratur ditandai dengan pola bangunan yang tidak sama, memiliki variasi ukuran bangunan dan jarak antar bangunan yang tidak seragam (Gambar 16a). Berdasarkan keadaan di lapang permukiman tidak teratur dicirikan dengan padatnya bangunan permukiman, terdapat jalan–jalan sempit yaitu gang, kumuh, bangunan kurang tertata dan fasilitas yang tersedia seperti lapangan, taman bermain dan sarana kebersihan tidak lebih baik dibandingkan dengan permukiman teratur (Gambar 16b). Kawasan ini didefinisikan sebagai permukiman dengan tata letak bangunan yang tidak teratur, memiliki banyak jalan berkelok dan jalan sempit,dan ukuran bangunan yang bervariasi

(a) (b)

Konsep permukiman teratur pertama dibangun di Kecamatan Marpoyan Damai sekitar tahun 1985 yaitu di Kelurahan Sidomulyo Timur. Berdasarkan hasil wawancara dapat diketahui bahwa konsep keteraturan permukiman merupakan bentuk adaptasi masyarakat yang berasal dari luar Kota Pekanbaru dimana masyarakat tersebut memilih untuk menerapkan suasana permukiman seperti di Gambar 15. Permukiman Teratur (a) Berdasarkan Interpretasi Secara Visual dan (b)

Berdasarkan Keadaan Lapang. Titik Kuning merupakan Lokasi Pengecekan Lapang

Gambar 16. Permukiman Tidak Teratur (a) Berdasarkan Interpretasi Secara Visual dan (b) Keadaan Lapang. Titik Kuning merupakan Titik Pengecekan Lapang

27 daerah asal sehingga memberi kesan lingkungan permukiman yang sama di

Dokumen terkait