• Tidak ada hasil yang ditemukan

KONDISI UMUM KOTA BOGOR

Dalam dokumen CILIWUNG DEDI RUSPENDI BOGOR 2011 (Halaman 28-43)

Letak Geografis Kota Bogor

Kota Bogor terletak di antara koordinat 106o43’30” BT - 106o51’00” BT dan 6o30’30” LS - 6o41’00” LS dengan jarak dari ibu kota kurang lebih 60 km. Kota Bogor mempunyai luas wilayah 11.850 Ha dan mengalir beberapa sungai yang permukaan airnya jauh di bawah permukaan dataran, yaitu : Ci (Sungai) Liwung, Ci Sadane, Ci Pakancilan, Ci Depit, Ci Parigi dan Ci Balok. Batas-batas wilayah kota meliputi :

Sebelah Utara : Kecamatan Kemang, Bojong Gede dan Sukaraja, Sebelah Timur : Kecamatan Sukaraja dan Ciawi

Sebelah Selatan : Kecamatan Cijeruk dan Caringin, Sebelah Barat : Kecamatan Darmaga dan Ciomas.

Sejarah Kota Bogor

Kota Bogor merupakan salah satu kota tua di Indonesia yang telah berdiri pada abad XV (tahun 1579) sebelum masuknya VOC. Dahulu merupakan pusat Kerajaan Padjajaran, namun setelah penyerangan pasukan Banten kota ini menjadi hancur lebur dan hampir hilang ditelan sejarah selama satu abad. Pada saat VOC menguasai Banten dan sekitarnya, wilayah Bogor berada di dalam pengawasan VOC. Dalam rangka membangun wilayah kekuasaannya Pemerintah Belanda melakukan ekspedisi dan dari hasil ekspedisi tersebut ternyata tidak ditemukan reruntuhan bekas Ibukota Pajajaran (Scipio-1687) kecuali di daerah Cikeas, Citereup, Kedung Halang dan Parung Angsana.

Selanjutanya Parung Angsana diberi nama Kampung Baru dan dari sinilah cikal bakal Bogor dibangun (Tanuwijaya 1689-1705). Di kampung baru inilah didirikan tempat peristirahatan yang sekarang dikenal dengan Istana Bogor oleh G. J. Baron Van Imhoff (1740) dan tahun 1745 Bogor ditetapkan sebagai Kota Buitenzorg. Selanjutnya di sekitar tempat peristirahatan tersebut dibangunlah Pasar Bogor (1808) dan Kebun Raya (1817). Tahun 1904 Buitenzorg resmi menjadi pusat kedudukan dan kediaman Gubernur Jenderal dengan wilayah seluas 1.205 Ha, terdiri dari 2 kecamatan dan 7 desa.

Keadaan Fisik Kota Bogor Topografi

Kota Bogor merupakan daerah perbukitan bergelombang dengan ketinggian yang bervariasi antara 190 sampai dengan 350 m di atas permukaan laut dengan kemiringan lereng berkisar 0-2 % (datar) seluas 1.763,94 Ha, 2-15 % (landai) seluas 8.091,27 Ha, 15-25 % (agak curam) seluas 1.109,89 Ha, 25-40 % (curam) seluas 764,96 Ha dan > 40 % (sangat curam) seluas 119,94 Ha. Kemiringan lereng berdasarkan wilayah kecamatan di Kota Bogor dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Kemiringan Lereng Berdasarkan Luas Lahan

Kecamatan

Kemiringan Lereng (Ha)

Jumlah (Ha)

0-2 % 2-15 % 15-25 % 25-40 % > 40 %

Datar Landai Agak

Curam Curam Sangat Curam Bogor Utara 137,85 1.565,65 - 68,00 0,50 1.772,00 Bogor Timur 182,30 722,70 56,00 44,00 10,00 1.015,00 Bogor Selatan 169,10 1.418,40 1.053,89 350,37 89,24 3.081,00 Bogor Tengah 125,44 560,47 - 117,54 9,55 813,00 Bogor Barat 618,40 2.502,14 - 153,81 10,65 3.285,00 Tanah Sareal 503,85 1.321,91 - 31,24 - 1.884,00 Jumlah (Ha) 1.763,94 8.091,27 1.109,89 764,96 119,94 11.850,00

Sumber : Masterplan Ruang Terbuka Hijau Kota Bogor (2007)

Geologi dan Tanah

Secara umum Kota Bogor ditutupi oleh batuan Vulkanik yang berasal dari endapan (batuan sedimen) dua gunung berapi, yaitu Gunung Pangrango (berupa batuan breksi tupaan/kpbb) dan Gunung Salak (berupa alluvium/kal dan kipas alluvium/kpal). Struktur batuan yang ada di wilayah Bogor lapisan batuan ini berada agak dalam dari permukaan tanah dan jauh dari daerah aliran sungai. Endapan permukaan umumnya berupa alluvial yang tersusun oleh tanah, pasir dan kerikil, hasil dari pelapukan endapan, hal ini baik untuk vegetasi. Dari struktur geologi tersebut, maka Kota Bogor memiliki jenis Aliran Andesit seluas 2.719,61 Ha, Kipas Alluvial seluas 3.249,96 Ha, Endapan 1.372,68 Ha, Taufan 3.395,75 Ha dan Lanau Breksi Tufan (Masterplan Ruang Terbuka Hijau Kota Bogor Tahun Anggaran 2007).

Hidrologi

Wilayah Kota Bogor dialiri oleh dua sungai besar, yaitu Sungai Ciliwung dan Sungai Cisadane, dengan tujuh anak sungai. Secara keseluruhan anak-anak sungai yang ada membentuk pola aliran parallel-subparalel sehingga mempercepat waktu mencapai debit puncak (time to peak) pada Sungai Ciliwung dan Sungai Cisadane sebagai sungai utamanya.

Pada umumnya aliran sungai tersebut dimanfaatkan oleh sebagian masyarakat Kota Bogor serta sumber air baku bagi Perusahaan Daerah Air Minum. Selain beberapa aliran sungai yang mengalir di wilayah Kota Bogor, terdapat juga beberapa mata air yang umumnya dimanfaatkan oleh masyarakat untuk kebutuhan air bersih sehari-hari. Kemunculan mata air tersebut umumnya terjadi karena pemotongan bentuk lahan atau topografi, sehingga secara otomatis aliran air tersebut terpotong. Kondisi tersebut bias dilihat diantaranya di tebing Jalan Tol Jagorawi, pinggiran Sungai Ciliwung di Kampung Lebak Kantin, Babakan Sirna dan Bantar Jati dengan besaran debit bervariasi (Masterplan Ruang Terbuka Hijau Kota Bogor Tahun Anggaran 2007).

Iklim dan Kenyamanan

Kota Bogor beriklim sejuk, menurut Koppen termasuk iklim Af (tropika basah). Jumlah hujan rata-rata di wilayah Kota Bogor berkisar dengan curah hujan minimum terjadi pada Bulan September sekitar 128 mm, sedangkan curah hujan maksimum terjadi Bulan Oktober sekitar 346 mm. Temperatur rata-rata wilayah Kota Bogor berada pada suhu 260 C, temperature tertinggi sekitar 30,40 C dengan kelembaban udara rata-rata kurang lebih 70%. Kecepatan angin rata-rata pertahun adalah 2 km/jam dengan arah Timur Laut (Pengamatan Taman dan Pembuatan Rancangan Penataan Taman se-Kota Bogor Tahun Anggaran 2005).

Keanekaraman Jenis Vegetasi

Kota Bogor memilki jenis pohon yang beraneka ragam. Pohon-pohon yang sering ditemui di Kota Bogor adalah Mahoni (Swietenia mahogany L.), Kenari (Canarium amboinense Hock.), Angsana (Pterocarpus indicus willd.), Daun Kupu-kupu (Bauhunia purpuarea L.), Flamboyan (Delonix regia Raf.), Kidamar

(Agathis alba Foxw.), Kirai Payung (Filicium depiciens) dan Bungur (Langerstroemia speciosa) (Badan Perencanaan Daerah, Kota Bogor Tahun 2004).

Kondisi Sosial Budaya Kota Bogor

Meskipun Kota Bogor merupakan kota tua, namun tidak demikian dengan masyarakatnya. Sebagian besar penduduk Kota Bogor adalah pendatang dan tinggal secara turun temurun di kota ini, disamping para pendatang yang belum terlalu lama tinggal di Kota Bogor. Para pendatang yang dimaksud datang dari berbagai daerah baik dari lingkungan wilayah Jawa Barat, khususnya dari hinterland Kota Bogor melalui proses perpindahan penduduk yang sangat panjang maupun daerah lainnya, sehingga masyarakat Kota Bogor menjadi masyarakat yang heterogen, namun mempunyai kekerabatan sosial yang masih tinggi. Hal ini karena masih banyak dipengaruhi oleh norma dan nilai-nilai yang dianut masyarakat Sunda-Bogor, diantaranya semangat silih asah, silih asih dan silih asuh yang diakhiri dengan silih wangi. Artinya kebiasaan untuk saling mengkritisi secara terbuka (heuras genggoreng) namun tetap santun (niat yang baik, asih) adalah pola laku harian masyarakat Bogor dan budaya saling hormat dan menghargai pendapat orang lain serta mengayomi yang muda atupun papa (silih asuh) (Pengamatan Taman dan Pembuatan Rancangan Penataan Taman se-Kota Bogor Tahun Anggaran 2005).

Kependudukan Kota Bogor

Berdasarkan hasil pendataan penduduk akhir tahun 2008 menunjukan jumlah penduduk Kota Bogor sebanyak 942.204 jiwa, yang terdiri dari laki-laki sebanyak 476.476 jiwa dan perempuan sebanyak 465.728 jiwa dengan kenaikan sebesar 37.072 jiwa dibanding tahun sebelumnya atau naik sekitar 4,1 %. Kenaikan tersebut akibat faktor penarik Kota Bogor sendiri mengingat semakin banyaknya fasilitas sosial yang mudah diperoleh selain itu Kota Bogor merupakan kota penyangga ibukota negara, sehingga menarik para pendatang untuk tinggal dan menanamkan usahanya di Kota Bogor.

Kecamatan Bogor Barat merupakan kecamatan dengan jumlah penduduk terbanyak yaitu 205.123 jiwa. Sedangkan jumlah penduduk terkecil terdapat di Kecamatan Bogor Timur sebanyak 94.329 jiwa. Sedangkan untuk tingkat kepadatan, Kecamatan Bogor Tengah merupakan kecamatan terpadat, yaitu 13.770,23 jiwa/km2. Hal ini disebabkan karena pusat pemerintahan dan kegiatan ekonomi banyak terdapat di Kecamatan Bogor Tengah. Jumlah penduduk, luas wilayah dan tingkat kepadatan penduduk dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Jumlah Penduduk, Luas Wilayah dan Tingkat Kepadatan Kota Bogor Tahun 2008 Kecamatan Jumlah Penduduk Luas Wilayah (km2) Kepadatan Penduduk /km2

Laki-laki Perempuan Laki-laki +

Perempuan Bogor Selatan 91.850 87.644 179.494 30,81 5.825,84 Bogor Timur 47.185 47.144 94.329 10,15 9.293,50 Bogor Utara 83.485 82.760 166.245 17,72 9.381,77 Bogor Tengah 56.450 55.502 111.952 8,13 13.770,23 Bogor Barat 103.874 101.249 205.123 32,85 6.244,23 Tanah Sareal 93.632 91.429 185.061 18,84 9.822,77 Jumlah 476.476 465.728 942.204 118,5 7.951,09

Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Bogor (Kota Bogor dalam Angka 2009)

Penggunaan Lahan

Berdasarkan data persentase luasan penggunaan lahan tahun 2005, pola penggunaan lahan identik dengan struktur penggunaan lahan dimana wilayah Kota Bogor memiliki luas 11.850 Ha dan luas wilayah tersebut terdistribusi kedalam lahan perumahan seluas 1.172 Ha atau 9,89 % dan permukiman seluas 3.405 Ha atau 28,73 %, pada umumnya wilayah perumahan dan permukiman ini berkembang secara linear mengikuti jaringan jalan yang ada, sehingga berpotensi dalam menambah laju tingkat perkembangan wilayah Kota Bogor. Penggunaan lahan untuk komersial seluas 327 Ha atau 2,78 % dan penggunaan lahan untuk lapangan olah raga seluas 59 Ha atau 0,50 %. Sedangkan penggunaan lahan untuk pertanian baik sawah maupun ladang seluas 2.882 Ha atau 24,32 % dan penggunaan tanah kosong atau tanah yang belum dimanfaatkan 835 Ha atau 7,05 %. Persentase luas penggunaan lahan di Kota Bogor dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Persentase Luasan Penggunaan Lahan Tahun 2005

No Jenis Penggunaan Luas (Ha) %

1 Perumahan 1.172 9,89

2 Permukiman 3.405 28,73

3 Komersial 327 2,76

4 Lapangan Olah Raga 59 0,50

5 Sawah 2.119 17,88 6 Ladang 763 6,44 7 Kolam 58 0,49 8 Semak 414 3,49 9 Situ 53 0,45 10 Pepohonan 1.567 13,22 11 Kuburan 96 0,81

12 Tanah Kosong/Belum dimanfaatkan 835 7,05

13 Lain-lain 982 8,29

Jumlah 11.850 100

METODOLOGI

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di sepanjang sempadan Sungai Ciliwung, Kota Bogor (Gambar 7). Panjang Sungai Ciliwung yang melewati Kota Bogor sekitar 14,5 km dengan garis sempadan sungai (GSS) berdasarkan Peraturan Daerah Propinsi Jawa Barat Nomor 8 Tahun 2005 dimana garis sempadan 15 meter dihitung dari tepi sungai (Gambar 8).

Gambar 8. Garis Sempadan Sungai (GSS) berdasarkan Peraturan Daerah Propinsi Jawa Barat Nomor 8 Tahun 2005

Untuk pengamatan penelitian, kawasan Sungai Ciliwung dibagi menjadi 11 segmen berdasarkan grid yang berukuran 1.850 m x 925 m. Ukuran grid dibuat berukuran 1.850 m x 925 m karena Sungai Ciliwung melewati Kebun Raya Bogor (KRB) dan Pulau Geulis, daerah yang memiliki ekosistem tersendiri, ini dilakukan agar KRB dan Pulau Geulis dalam analisis terdapat dalam satu segmen tersendiri sehingga memudahkan dalam menganalisis Sungai Ciliwung. Segmen kawasan Sungai Ciliwung dapat dilihat pada Tabel 4 dan secara spasial pada Gambar 9. Tabel 4. Segmen Kawasan Penelitian

Segmen Kelurahan Panjang (m) Luas (Ha)

1 Kedunghalang, Sukaresmi 1240,52 3,80

2 Sukaresmi, Kedungbadak, Kedunghalang

1271,36 3,84

3 Kedungbadak, Cibuluh 1028,65 3,10

4 Bantarjati, tanah Sareal 1261,63 3,81

5 Bantarjati, Sempur, Tanah Sareal 1173,29 3,53

6 Sempur 1086,96 3,26

7 Paledang 1003,17 3,02

8 Sukasari, Baranangsiang, Babakan Pasar, Paledang

1253,57 3,71

9 Sukasari, Baranangsiang 1678,02 5,04

10 Katulampa, Tajur, Baranangsiang 1319,72 3,21 11 Sindangrasa, Katulampa, Tajur 2172,32 7,33

Jumlah 14.489,21 43,66

Gambar 9. Peta Kawasan Penelitian

Batasan Penelitian

Penelitian ini dibatasi sampai terbentuknya sebuah produk arsitektur lanskap berbentuk rencana lanskap sempadan Sungai Ciliwung Kota Bogor guna peningkatan kualitas lingkungan alami. Rencana lanskap ini juga akan dilengkapi dengan rencana perbaikan dan perlindungan sungai untuk meningkatkan kualitas lingkungan alami Kota Bogor.

Metode dan Tahapan Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif dalam menganalisis aspek ekologis dan fisik. Tahapan penelitian meliputi persiapan penelitian, pengumpulan data, analisis data, sintesis dan perencanaan lanskap. Tahapan perencanaan lanskap dapat dilihat pada Gambar 10.

3 5 1 7 2 4 6 8 9 11 10

Gambar 10. Alur dan Tahapan Perencanaan lanskap (Modifikasi dari Nurisjah, 2004)

Persiapan Penelitian

Pada tahap ini ada dua kegiatan yang dilakukan, yaitu persiapan administrasi dan persiapan teknis. Persiapan administrasi adalah persiapan yang dilakukan sebelum pengumpulan data yaitu pembuatan surat pengantar dari Departemen Arsitektur Lanskap yang ditujukan untuk kantor Dinas Kesatuan Bangsa Kota Bogor untuk mendapatkan izin penelitian. Setelah itu, dari Dinas Kesatuan Bangsa akan merekomendasikan pada dinas-dinas terkait untuk mendapatkan data sekunder yang diinginkan seperti Bappeda Kota Bogor, Dinas Tata Kota, Dinas Bina Marga dan lain-lain.

Persiapan teknis berupa penyediaan peta Kota Bogor, mempersiapkan alat dan bahan yang diperlukan pada saat turun lapang dan pembagian waktu dalam pengambilan data primer dan sekunder. Tujuan dari persiapan teknis adalah mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan sebelum penelitian dilakukan guna memudahkan pengumpulan data di lapangan.

Pengumpulan Data

Data primer diperoleh dengan cara survei langsung ke lapang dan wawancara beberapa stakeholder, yaitu staf Bappeda Kota Bogor (1 orang), staf Bina Marga

5 minggu

3 minggu 4 minggu 4 minggu 5 minggu

PENGUMPULAN DATA PERSIAPAN ANALISIS DATA SINTESIS PERENCANAAN LANSKAP Persiapan administrasi dan persiapan teknis Data primer : wawancara dengan beberapa stakeholder, Data sekunder : data legal (peraturan dan kebijakan), data ekologis, data fisik Ruang ekologis Ruang fisik, Rencana ruang (zonasi kawasan perencanaan) - Ruang konservasi - Ruang semi konservasi - Ruang non konservasi Rencana Lanskap (fungsionalisassi dan pemanfaatan kawasan untuk meningkatkan kualitas lingkungan alami Kota Bogor)

Kota Bogor (2 orang), staf Dinas Tata Kota (1 orang), penjaga pintu air Katulampa (1 orang) dan masyarakat sekitar Sungai Ciliwung (20 orang).

Data sekunder diperoleh dengan cara mengumpulkan data dan informasi dari instansi-instansi terkait, yaitu Bappeda Kota Bogor, BPSDA, Dinas Tata Kota, Bina Marga, BMKG Baranagsiang, Balittanah, dan studi pustaka yang berkaitan dengan sempadan Sungai Ciliwung. Tabel 5 memperlihatkan kelompok data yang dikumpulkan, termasuk jenis, sumber dan cara pengambilannya.

Tabel 5. Kelompok Data, Jenis, Sumber dan Cara Pengambilan Data No. Kelompok

Data Jenis

Sumber

Data Cara Pengambilan

1 Umum Peta administrasi Bappeda Instansi terkait

(Sekunder)

2 Legal Peraturan dan

undang-undang

Bina Marga Instansi terkait (Sekunder)

3 Ekologis Peta sinuositas Bappeda Survei, Penghitungan

(Primer dan Sekunder)

4 Fisik Peta penutupan lahan Google

Earth

Instansi terkait (Sekunder) Peta kemiringan lahan,

Peta jenis tanah dan Intensitas curah hujan

Lapang, Balittanah, BMKG Instansi terkait, Perhitungan (Primer dan Sekunder) Analisis Data

Data yang diperoleh kemudian dianalisis sesuai dengan tujuan perencanaan. Data ekologis (rasio sinuositas) dianalisis untuk menentukan kualitas alami Sungai Ciliwung berdasarkan kepekaannya. Nilai sinuositas diperoleh dengan cara membandingkan antara panjang kelokan sungai yang menghubungkan dua titik yang telah ditentukan pada sungai tersebut dengan panjang garis lurus yang dibentuk oleh dua titik tersebut. Semakin banyak kelokan yang terdapat pada sungai tersebut menandakan nilai sinuositas yang semakin tinggi. Hal ini menandakan bahwa semakin tingginya potensi sungai tersebut untuk dapat berfungsi sebagai kawasan alami yang dapat menjadi habitat bagi biota sungai.

Gambar 11. Perhitungan Nilai Sinuositas

Standar penilaian pada nilai sinuositas Sungai Ciliwung diperoleh dengan melakukan perhitungan terhadap sinuositas tiap segmen sungai tersebut. Kemudian dibuat rentangan dari nilai sinousitas yang terendah hingga tertinggi yang diperoleh dari perhitungan untuk semua segmen dalam penelitian, selanjutnya dibagi dengan banyaknya klasifikasi skoring untuk menghasilkan interval.

Data fisik, dianalisis dengan kriteria dan tata cara penetapan kawasan lindung berdasarkan SK Menteri Pertanian No. 837/Kpts/Um/11/1980 (Tabel 6). Analisis ini untuk mengetahui peluang bahaya erosi dan longsor (bahaya fisik) pada sempadan Sungai Ciliwung.

Panjang kelokan sungai yang menghubungkan titik A-B Panjang garis lurus yang menghubungkan titik A-B Sinuositas =

Tabel 6. Kriteria dan Tata Cara Penetapan Kawasan Lindung Faktor Pembentuk Tapak Kelas Faktor Pembobot Jenis Tanah (1) Tidak peka (aluvial, planososl, hidromorf kelabu,

laterit air tanah)

15 (2) Agak peka (latosol)

(3) Relatif peka (Brown forest soil, non calcic brown, mediteran)

(4) Peka (andosol, laterit, grumososl, podsol, podsolik) (5) Sangat peka (regosol, litosol, organosoll, renzina)

Untuk tanah campuran ditentukan sesuai dengan jenis tanah yang terpeka terhadap erosi yang ada pada tanah tersebut

Kemiringan Lahan (1) Datar (0-8%) 20 (2) Landai (8-15%) (3) Agak curam (15-25%) (4) Curam (25-45%) (5) Sangat curam (> 45%) Intensitas Curah Hujan (rata-rata curah hujan dalam hari hujan)

(1) Sangat Rendah (< 13.6 mm/hari) 10

(2) Rendah (13.6-20.7 mm/hari) (3) Sedang (20.7-27.7 mm/hari) (4) Tinggi (27.7-34.8 mm/hari) (5) Sangat tinggi (> 34.8 mm/hari)

Sumber : SK Menteri Pertanian No. 837/Kpts/Um/11/1980 (24 November 1980)

Prosedur dalam menentukan nilai data fisik melalui penjumlahan dari sejumlah faktor setelah masing-masing dikalikan dengan besarnya pengaruh relatif terhadap erosi. Nilai timbangan adalah 20 untuk lereng lapangan, 15 untuk jenis tanah dan 10 untuk intensitas hujan. Formula dalam penetapan kawasan/hutan lindung adalah sebagai berikut :

15 (Jenis tanah) + 20 (Kemiringan Lahan) + 10 (Intensitas curah hujan)

Hasil penjumlahan yang sama dengan atau lebih dari 175 menunjukan bahwa kawasan yang bersangkutan perlu dijadikan sebagai kawasan lindung. Selain itu, terdapat beberapa ketentuan lain didalam menentukan suatu kawasan dijadikan kawasan lindung (Tabel 7).

Tabel 7. Ketentuan lain dalam menentukan Kawasan Lindung

No Ketentuan Lain dalam SK Menteri Pertanian No. 837/Kpts/Um/11/1980 1 Mempunyai kemiringan lahan lebih besar dari 40 % (KEPPRES No. 32

Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung)

2 Tanah sangat peka terhadap erosi yaitu jenis tanah regosol, litosol, organosol dan renzina dengan lereng lapangan lebih dari 15 %

3 Merupakan jalur pengamanan aliran sungai/air, sekurang-kurangnya 100 meter di kanan-kiri sungai/aliran air tersebut dan sekurang-kurangnya dengan jari-jari 200 meter di sekeliling mata air tersebut

4 Merupakan pelindung mata air, sekurang-kurangnya dengan jari-jari 200 meter di sekeliling mata air tersebut

5 Mempunyai ketinggian di atas permukaan laut 2.000 meter atau lebih 6 Guna keperluan/kepentingan khusus, ditetapkan oleh Menteri Pertanian

sebagai kawasan lindung

*) Suatu kawasan perlu dibina dan dipertahankan sebagai kawasan lindung apabila memenuhi salah satu atau beberapa syarat tersebut

Sintesis

Tahap sintesis merupakan lanjutan dari tahap análisis untuk menentukan zona fungsional yang diperoleh dengan meng-overlay data spasial aspek ekologis dan aspek fisik. Síntesis ini diarahkan untuk kegunaan konservasi bagi Sungai Cliwung beserta sempadannya. Nilai interval untuk zona fungsional adalah selisih dari jumlah skor tertinggi (jumlah skor 6) dengan skor terendah (jumlah skor 2) kemudian dibagi dengan banyaknya zona fungsional. Terdapat 3 zona fungsional pada sempadan Sungai Ciliwung yaitu zona konservasi, semi konservasi dan non konservasi.

Zona fungsional tersebut dibandingkan dengan data spasial penutupan lahan eksisting disepanjang Sungai Ciliwung untuk menentukan solusi optimal terhadap penggunaan lahan. Data penutupan lahan didapat berdasarkan perbandingan penutupan lahan antara dominasi lahan bervegetasi dengan lahan terbangun yang terdapat pada sempadan Sungai Ciliwung pada batas areal yang legal. Terdapat tiga jenis data penutupan lahan pada sempadan Sungai Ciliwung yaitu zona tidak terbangun, semi terbangun dan terbangun. Penentuan klasifikasi zona penutupan lahan dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Penentuan Zona berdasarkan luas Penutupan Lahan

Klasifikasi Zona Perbandingan Luas Kawasan (%) Lahan Bervegetasi Lahan terbangun

Zona Terbangun 0 – 40 % 61 – 100 %

Zona Semi Terbangun 41 – 60 % 41 – 60 %

Zona Tidak Terbangun 61 – 100 % 0 – 40 %

Sumber : Hasil Olahan (2010)

Perencanaan Lanskap

Tahap perencanaan lanskap merupakan tahap yang menentukan dan merupakan lanjutan dari tahap analisis data dan sintesis. Kelompok data yang telah dianalisis selanjutnya dioverlay dan dibandingkan dengan data penutupan lahan eksisting pada tahap sintesis. Peta hasil dari tahap sintesis selanjutnya diintegrasikan dengan konsep yang diinginkan. Perencanaan lanskap diarahkan untuk peningkatan kualitas lingkungan alami dengan mengkonservasi sempadan yang mempunyai kualitas alami tinggi serta memperbaiki sempadan Sungai Ciliwung agar terhindar dan meminimalkan dampak dari bahaya fisik berupa erosi dan longsor pada sempadannya.

Digunakan dua metode untuk memperbaiki kondisi dan kualitas sungai dan sempadannya, yaitu metode vegetatif dan metode bio-engineering. Sedangkan mekanisme dalam mengkonservasi sungai dapat dilakukan dengan melindungi kehidupan biota yang ada pada sungai dengan membuat kondisi sungai yang sesuai untuk kehidupan biota air.

Keluaran

Hasil dari penelitian ini adalah rencana lanskap sempadan Sungai Ciliwung dalam bentuk rencana tertulis dan grafis. Rencana berbentuk grafis dari keseluruhan tapak disajikan dalam gambar perencanaan lanskap sempadan Sungai Ciliwung. Selain itu disajikan pula gambar rencana detail sub-sub kawasan untuk lebih memperjelas perencanaan lanskapnya.

Dalam dokumen CILIWUNG DEDI RUSPENDI BOGOR 2011 (Halaman 28-43)

Dokumen terkait