• Tidak ada hasil yang ditemukan

Konsep Dasar

Konsep dasar perencanaan lanskap sempadan Sungai Ciliwung yaitu untuk meningkatkan kualitas lingkungan alami dengan memperbaiki dan mengembalikan fungsi kawasan Sungai Ciliwung sebagai kawasan ekologi yang dapat mendukung keberlangsungan kehidupan ekosistem Sungai Ciliwung dan sesuai dengan kondisi lingkungan Kota Bogor. Perencanaan yang dikembangkan pada kawasan ini juga diharapkan dapat mewadahi aktivitas rekreasi ruang luar masyarakat Kota Bogor pada segmen sungai tertentu.

Rencana Ruang Fungsional

Pada tahap sintesis data, kawasan Sungai Ciliwung dioverlay menghasilkan zona-zona fungsional pada kawasan tersebut. Dengan memperhatikan fungsi- fungsi ruang yang terbentuk dan alternatif pemanfaatannya dalam kawasan, kawasan Sungai Ciliwung dapat dibagi kedalam tiga zona. Zona-zona yang dihasilkan meliputi zona konservasi, semi konservasi dan non konservasi. Tabel 15 memperlihatkan pembagian zona, luas zona dan persentasenya.

Tabel 15. Pembagian dan Luas Zona terhadap Kawasan Penelitian

Ruang Fungsional Kelurahan Luas Zona (Ha) % dari Luas Kawasan Penelitian Zona Konservasi

Kedung Halang, Suka Resmi, Bantar Jati, Sempur, Tanah Sareal, Sukasari,

Baranangsiang

15,64 35,83

Zona Semi Konservasi

Paledang, Sukasari, Baranangsiang, Babakan Pasar, Katulampa, Tajur, Sindang Rasa

17,27 39,55 Zona Non

Konservasi

Suka Resmi, Kedung Halang, Kedung Badak, Cibuluh, Bantar Jati, Tanah Sareal

10,75 24,63

Zona konservasi merupakan ruang yang terdiri dari vegetasi dengan kerapatan yang tinggi berfungsi dalam menjaga kelokan sungai, meminimumkan bahaya fisik pada sempadan sungai sehingga tercipta kondisi yang aman untuk berkembangbiak biota air. Zona ini akan direncanakan dalam bentuk RTH kota dengan jenis RTH sempadan sungai (riparian forest), yaitu kawasan sepanjang kiri kanan sungai termasuk sungai bauatan/kanal/saluran irigasi primer yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi sungai dan mengamankan aliran sungai dan dikembangkan sebagai area penghijauan (Masterplan Ruang Terbuka Hijau di Kota Bogor, Tahun Anggaran 2007).

Zona semi konservasi merupakan ruang yang dikembangkan untuk dapat mewadahi berbagai aktivitas manusia yang bersifat rekreatif. Zona ini direncanakan untuk dijadikan sebagai taman kota. Taman kota adalah ruang di dalam kota yang strukturnya bersifat alami dengan sedikit bagian yang terbangun dan pada dasarnya terdiri dari elemen-elemen pohon rindang, semak atau perdu dan tanaman hias yang ditata rapi, bangku taman, jalan setapak, kolam, air mancur, serta tempat bermain anak (Masterplan Ruang Terbuka Hijau di Kota Bogor, Tahun Anggaran 2007).

Zona non konservasi merupakan ruang yang boleh dibangun. Fasilitas yang dikembangkan pada zona ini adalah jalan inspeksi. Jalan inspeksi dapat digunakan oleh masyarakat dalam melakukan aktivitas kesehariannya. Arah muka bangunan pada zona ini dirancang menghadap sungai.

Rencana Perbaikan dan Perlindungan Sungai

Teknik rekayasa untuk perbaikan struktur fisik kawasan sungai yang dapat dikembangkan pada kawasan Sungai Ciliwung adalah metode vegetatif dan metode teknik lingkungan (bio-engineering). Metode vegetatif merupakan metode perlindungan struktur fisik kawasan sungai dengan memanfaatkan komponen biotik dengan cara menanam berbagai jenis tanaman dengan kerapatan yang tinggi (Gambar 21). Metode ini diterapkan pada ruang atau segmen sungai yang yang berfungsi sebagai zona konservasi. Dengan vegetasi ini, bahaya fisik dapat diminimumkan dampaknya. Pemilihan jenis vegetasi perlu mempertimbangkan besarnya kecepatan air, golongan rumput-rumputan (Famili Gramineae) dan

kangkung-kangkungan (Famili Convolvulaceae) yang bersifat lentur bisa digunakan untuk perlindungan tebing pada sungai yang kecepatan arusnya tinggi. Budinetro dalam Maryono (2008) mengusulkan tiga jenis vegetasi yang dapat digunakan di Indonesia, yaitu Vetivera zizanioides (rumput vetiver atau rumput akar wangi), Ipomoea carnea (karangkungan), bambu dan tanaman berkayu (pohon).

Rumput vetiver adalah tanaman yang mudah tumbuh di berbagai tingkat kesuburan tanah, tanah kekeringan dan tanah genangan air, serta penanamannya mudah, relatif tanpa pemeliharaan. Akar vetiver ini tumbuh lebat menancap ke bawah (dapat mencapai 3 meter), sehingga tidak terjadi perebutan unsur hara dengan tanaman lain. Daun vetiver relatif rimbun sebagai penangkal erosi akibat hujan. Akarnya yang kuat akan mengikat tanah disekitarnya serta menahan sedimen dan lumpur yang terbawa air, sehingga terbentuk bangku terasering yang stabil. Ipomoea carnea atau kangkung londo termasuk Familia Convolvulaceae, vegetasi ini dapat tumbuh disegala tempat serta tahan genangan dan arus air (Maryono, 2008).

Bambu termasuk Familia Gramuneae (golongan rumput-rumputan), batangnya bersifat berbentuk pipa, dengan buku-buku sebagai pembatas pipa, mempunyai lapisan khusus di bagian dalam dan luar batangnya. Tebing sungai merupakan habitat yang sangat cocok untuk bambu, kaitannya dengan perbaikan sungai dan sempadannya, maka bambu ditanam di sepanjang bagian tebing sungai yang dianggap rawan bencana fisik. Tanaman berkayu yang dipilih tidak hanya dari satu famili tertentu saja, akan tetapi dari semua famili dapat diterapkan asalkan memenuhi beberapa kriteria sebagai berikut : 1) memiliki tajuk yang berlapis-lapis sehingga dapat meredam energi butir air hujan yang jatuh di permukaan tanah, 2) memiliki struktur perakaran yang dapat memperbaiki konstruksi tanah. Beberapa jenis pohon yang direncanakan seperti mahoni (Swietenia macrophylla), matoa (Pometia pinnata), angsana (Pterocarpus indicus), beringin (Ficus elastica), bungur (Angerstroemia speciosa) dan sempur (Dillenia indica) (masterplan ruang terbuka hijau Kota Bogor tahun anggaran 2007).

Metode teknik (bio-engineering) merupakan rekayasa teknologi berkelanjutan dengan memanfaatkan komponen biotik dan abiotik (ekologi) untuk perbaikan struktur fisik kawasan sungai. Metode bio-engineering dilakukan dengan menumbuhkan vegetasi tertentu yang sesuai pada sempadan sungai yang memiliki peluang bahaya fisik yang tinggi dengan dipadukan dengan komponen abiotik (batu). Bio-engineering memiliki beberapa keuntungan, antara lain (Maryono, 2008) : 1) menjaga kelestarian ekologi, 2) meningkatkan daya tahan terhadap erosi, 3) berfungsi sebagai alat pengendali banjir atau meretensi banjir, dan 4) biaya pemeliharaan relatif lebih murah dibanding konstruksi permanen beton.

Beberapa metode penahan tebing dalam perbaikan kawasan sungai dengan menggunakan bio-engineering berupa metode penutup tebing dan tanaman antara pasangan batu kosong. Metode penutup tebing adalah menutup tebing dari berbagai macam bahan, seperti dari alang-alang, mantang-mantangan, jerami kering, rumput gajah kering dan daun kelapa. Diantara penutup tebing tersebut dapat ditanami dengan tumbuhan (Gambar 22). Diterapkan pada zona semi konservasi. Sedangkan metode tanaman diantara pasangan batu kosong adalah menumbuhkan tanaman dicelah-celah pasangan batu kosong, tanaman ini dapat memperkokoh batu pada tebing sungai (Gambar 23). Ditepakan pada zona non konservasi.

Metode perlindungan sungai merupakan upaya untuk melindungi kehidupan biota air dengan menyediakan tempat yang cocok bagi biota sungai tersebut. Konservasi sungai dalam menyediakan tempat hidup yang cocok untuk biota air dilakukan dengan menumbuhkan vegetasi pada sempadan sungai. Kriteria vegetasi (pohon) yang dipilih adalah vegetasi yang bertajuk lebar karena dapat mengontrol cahaya yang masuk ke sungai sehingga cocok untuk tempat berkembangbiak biota air karena suhu air yang tidak terlalu tinggi. Selain itu, penggunaan vegetasi penutup tanah juga dianjurkan dalam melindungi kehidupan biota air karena sedimen yang terbawa saat terjadi aliran permukaan dapat terendapkan dipinggir sungai sehingga air sungai tidak keruh dan biota air dapat berkembangbiak dengan baik.

Gambar 21. Metode Vegetatif

Gambar 22. Penutup Tebing

Perlindungan sungai untuk mendukung dan meningkatkan kehidupan biota air juga dapat dilakukan dengan metode bendung rendah dari batu lepas (Maryono, 2008). Metode ini menggunakan batu yang tersebar pada badan Sungai Ciliwung dengan cara menyusun batu-batu lepas secara melintang sungai (Gambar 24). Air terbendung, namun masih dapat menerobos di antara celah- celah batu. Turbulensi yang ditimbulkan dapat meningkatkan kandungan oksigen dan mengurangi energi potensial aliran sehingga erosi dapat dikurangi.

Gambar 24. Bendung Rendah dari Batu Lepas (Tampak Atas)

Mempertahankan batu-batuan yang berada di sungai juga merupakan usaha untuk melindungi kehidupan biota sungai. Fungsi hidraulik batuan di sungai adalah sebagai elemen energy dissipation aliran air. Fungsi ekologi batu-batuan tersebut adalah sebagai tempat meletakan telur dan tempat berlindung fauna Batu- batu tersebut berfungsi sebagai habitat sungai yang sangat vital. kecil sungai, misalnya ikan, udang, siput, kepiting, dan lain-lain. Turbulensi aliran yang diakibatkan oleh batuan tersebut akan meningkatkan kandungan oksigen terlarut. Pada batuan sungai biasanya hidup berbagai jenis lumut dan alga, menempel pada permukaan batuan dan menjadi bahan makanan bagi fauna air. Di sela-sela batuan tersebut terdapat sebaran kecepatan air yang sangat heterogen, hal ini meningkatkan pula diversifikasi fauna air yang ada (Maryono, 2008).

Gambar 25. Batuan di Badan Sungai dan Ilustrasi Jenis Lumutnya (Maryono, 2008)

Rencana Lanskap Sempadan Sungai Ciliwung

Rencana lanskap sempadan Sungai Ciliwung dapat dilihat pada Gambar 26. Rencana lanskap ini disertai dengan rencana ruang/sub kawasan konservasi alami (Gambar 27), semi konservasi alami (Gambar 28) dan non konservasi alami (Gambar 29) untuk lebih memperjelas perencanaan lanskapnya.

Tabel 16. Arahan Rencana Lanskap Sempadan Sungai Ciliwung Segmen Zona Fungsional Penutupan Lahan Eksisting

Pengembangan Ruang Aktivitas Perbaikan dan Perlindungan Sungai 1 Zona konservasi Zona tidak terbangun Kawasan dikembangkan menjadi RTH kota dengan jenis RTH sempadan sungai (riparian forest) Jalan-jalan, sight viewing, foto hunting, bird watching dan memancing

Mempertahankan vegetasi eksisting, penanaman vegetasi penutup tanah pada lahan/tebing yang terbuka dan pembuatan bendung rendah dari batu lepas 2 Zona non konservasi Zona semi terbangun Kawasan boleh dibangun menjadi kawasan permukiman, arah muka bangunan menghadap sungai

Bermukim Mempertahankan vegetasi eksisting, penanaman vegetasi pada lahan/tebing yang terbuka dan penanaman vegetasi dipekarangan/halaman rumah 3 Zona non konservasi Zona semi terbangun Kawasan boleh dibangun menjadi kawasan permukiman, arah muka bangunan menghadap sungai

Bermukim Mempertahankan vegetasi eksisting, penanaman vegetasi pada lahan/tebing yang terbuka dan penanaman vegetasi dipekarangan/halaman rumah 4 Zona non konservasi Zona tidak terbangun Kawasan boleh dibangun menjadi kawasan permukiman, arah muka bangunan menghadap sungai

Bermukim Mempertahankan vegetasi eksisting, penanaman vegetasi pada lahan/tebing yang terbuka dan penanaman vegetasi dipekarangan/halaman rumah

5 Zona konservasi Zona tidak terbangun Kawasan dikembangkan menjadi RTH kota dengan jenis RTH sempadan sungai (riparian forest) Jalan-jalan, sight viewing, foto hunting, bird watching dan memancing

Mempertahankan vegetasi eksisting, penanaman vegetasi penutup tanah pada lahan yang terbuka dan

pembuatan bendung rendah dari batu lepas 6 Zona konservasi Zona semi terbangun Kawasan dikembangkan menjadi RTH kota dengan jenis RTH sempadan sungai (riparian forest), bangunan pada sempadan sungai direlokasi Jalan-jalan, sight viewing, foto hunting, bird watching dan memancing

Mempertahankan vegetasi eksisting, penanaman vegetasi pada lahan yang terbuka yang sebelumnya bangunan yang telah direlokasi, penanaman vegetasi penutup tanah pada lahan/tebing yang terbuka dan pembuatan bendung rendah dari batu lepas 7 Zona semi konservasi Zona tidak terbangun (KRB) Kawasan dikembangkan menjadi RTH kota

dengan jenis kebun raya __

Mempertahankan vegetasi eksisting pada kawasan guna melindungi keberlangsungan kehidupan biota sungai dan penanaman vegetasi penutup tanah pada tebing sungai yang terbuka serta pembuatan bendung rendah dari batu lepas

8 Zona semi konservasi Zona semi terbangun Kawasan dikembangkan menjadi RTH kota dengan jenis taman kota

Jalan-jalan, duduk- duduk, memancing dan berolahraga

Mempertahankan vegetasi eksisting, penanaman vegetasi pada lahan (sempadan dan pulau geulis) yang terbuka yang sebelumnya bangunan

vegetasi penutup tanah pada lahan/tebing yang terbuka dan pembuatan bendung rendah dari batu lepas 9 Zona konservasi zona semi terbangun Kawasan dikembangkan menjadi RTH kota dengan jenis RTH sempadan sungai, bangunan pada sempadan sungai direlokasi Jalan-jalan, sight viewing, foto hunting, bird watching dan memancing

Mempertahankan vegetasi eksisting, penanaman vegetasi pada lahan yang terbuka yang sebelumnya bangunan yang telah direlokasi, penanaman vegetasi penutup tanah pada lahan/tebing yang terbuka dan pembuatan bendung rendah dari batu lepas 10 Zona semi konservasi Zona tidak terbangun Kawasan dikembangkan menjadi RTH kota Jalan-jalan, sight viewing, foto hunting, bird watching dan memancing

Mempertahankan vegetasi eksisting, penanaman vegetasi penutup tanah pada lahan/tebing yang terbuka dan pembuatan bendung rendah dari batu lepas 11 Zona semi konservasi Zona tidak terbangun Kawasan dikembangkan menjadi RTH kota Jalan-jalan, sight viewing, foto hunting, bird watching dan memancing

Mempertahankan vegetasi eksisting, penanaman vegetasi penutup tanah pada lahan/tebing yang terbuka dan pembuatan bendung rendah dari batu

Gambar 30. Potongan A-A’ (Segmen 1 – Ruang Konservasi Alami)

Gambar 31. Potongan B-B’ (Segmen 8 – Ruang Semi Konservasi)

Gambar 33. Ilustrasi Segmen 1 (Ruang Konservasi Alami)

Gambar 34. Ilustrasi Segmen 8 (Ruang Semi Konservasi)

Dokumen terkait