• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR LAMPIRAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1.1. Kondisi umum perairan Selat Sunda

Perairan Selat Sunda terletak di antara Pulau Sumatera dan Pulau Jawa sehingga perairan ini merupakan pertemuan antara perairan Samudera Hindia dan Laut Jawa. Selat Sunda dipengaruhi oleh angin musim tenggara dan musim barat laut. Angin musim tenggara terjadi pada bulan April - September, sedangkan untuk musim barat laut terjadi pada bulan Oktober - Maret. Bulan April - Mei angin yang bertiup berkecepatan 2-8 m/detik dari arah utara dan timur. Sedangkan untuk angin yang bertiup dari barat daya cenderung ke barat pada bulan Desember, ke arah barat pada bulan Januari, dan angin dari arah barat laut cenderung ke barat pada bulan Januari dengan kecepatan bervariasi antara 5-10 m/detik (Birowo 1983 in

Amri 2002).

Selama musim barat umumnya gelombang cukup besar yaitu sekitar 0,5 m sampai 1,5 m bahkan bisa mencapai 1,5-2 m pada bulan Desember dan Januari. Sedangkan untuk musim timur ketinggian gelombang biasanya antara 0,5-1 m, dan bisa kurang dari 0,5 m pada bulan April, Mei, dan Juni. Di Selat Sunda pergerakan massa airnya merupakan kombinasi pasang surut dan arus musiman. Pada waktu- waktu tertentu arus perairan akan terasa kuat, akan tetapi sirkulasi air antara Laut Jawa dan Samudera Hindia lemah (0,5 x 106 m3/detik). Sepanjang tahun arah alirannya ke barat daya (S. Hindia), dan pada bulan November arahnya kadang berubah ke timur laut (Wyrtki 1961 in Amri 2002).

Rata-rata suhu permukaan air laut Selat Sunda yaitu 29,32 0C pada bulan Mei, 30,01 0C pada bulan Juni, 29,19 0C pada bulan Juli, dan 27,28 0C pada bulan Agustus (Amri 2002). Menurut Birowo & Uktolseja (1981) in Amri (2002), suhu permukaan laut perairan Selat Sunda akan relatif tinggi pada musim peralihan dan akan lebih rendah pada musim barat dan timur. Rendahnya suhu di musim timur karena tingginya evaporasi, angin yang kuat, dan kelembapan udara yang rendah sehingga energi evaporasi lebih tinggi dari pada radiasi matahari yang diterima. Hal inilah yang menyebabkan pendinginan permukaan laut. Rendahnya suhu dimusim barat disebabkan karena masukan air hujan dan masukan massa air tawar dari timur laut yang dingin (Birowo & Uktolseja 1981 in Amri 2002).

4.1.2.Kondisi umum Labuan

Labuan terletak di wilayah Kabupaten Pandeglang yang berada pada bagian Barat Daya Provinsi Banten. secara geografis Kabupaten Pandeglang terletak antara 60 21’ – 70 10’ LS dan 1040 48’ – 1060 11’ BT dengan batas administrasinya sebelah Utara berbatasan dengan Kab. Serang, sebelah Timur berbatasan dengan Kab. Lebak, sebelah Selatan dengan Samudera Hindia, dan sebelah Barat dengan Selat Sunda. Perairan pesisir Pandeglang mempunyai iklim yang lebih dingin dibandingkan dengan daratannya. Rata-rata curah hujan dikawasan ini 3250 mm/tahun. Kisaran suhu diperairan ini antara 250 C – 300 C dengan kelembapan mencapai 80%-90%. Curah hujan terbesar akan terjadi pada bulan Desember dan Januari yang seringkali disertai dengan badai dan angin kencang.

Angin Musim Barat Laut terjadi selama bulan Desember – Februari dan Angin Musim Tenggara terjadi antara bulan Juni – Agustus. Sedangkan pada bulan Maret - Mei menampilkan periode transisi dari angin Musim Barat Laut ke Tenggara, dan bulan September – November adalah peralihan antara musim tenggara ke angin musim barat laut. Selama peralihan ini angin bertiup kencang kearah timur yang menyebabkan hujan besar. Sifat pasang surut di perairan pandeglang adalah mixed semi diurnal (campuran kearah ganda), yaitu mengalami dua kali pasang dan dua kali surut dalam sehari. Berdasarkan data kedalaman survei lapang dan informasi data kedalaman perairan dari peta (LPI) daerah Labuan (Amri 2002), diperoleh informasi bahwa kedalaman perairan Labuan berkisar antara 0-70 m.

4.1.3.Kondisi perikanan tembang di PPP Labuan Banten

Hasil tangkapan ikan di Pelabuhan Perikanan Pantai Labuan pada umumnya didominasi oleh sumberdaya ikan pelagis dengan hasil tangkapan utamanya yaitu ikan tongkol, banyar, tembang, selar, tenggiri, dan cumi. Komposisi hasil tangkapan ikan di PPP Labuan pada tahun 2011 dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Komposisi tangkapan ikan Pelagis dari hasil tangkapan nelayan di PPP Labuan, Banten (berdasarkan data berat)

Berdasarkan Gambar 3 dapat diketahui bahwa komposisi hasil tangkapan terbesar yaitu ikan tongkol sebesar 47% dan komposisi hasil tangkapan terendah yaitu ikan selar sebesar 1%. Komposisi tangkapan ikan tembang merupakan tangkapan ketiga terbesar di PPP Labuan yang ditangkap dengan menggunakan jaring Purse Seine dengan alat bantu lampu (obor).

4.1.4.Hasil tangkapan ikan tembang

Hasil tangkapan atau produksi ikan tembang berasal dari data sekunder yang didapat dari Kantor PPP Labuan Banten periode 2002 - 2011 yang disajikan pada Gambar 4. Dapat dilihat bahwa hasil tangkapan ikan tembang tahun 2002 – 2011 mengalami fluktuasi.

Gambar 4. Hasil produksi ikan tembang periode 2002 – 2011 banyar 24% tenggiri 2% selar 1% tongkol 47% cumi 9% tembang 17% 1.342 27.000 154.913 27.119 2.440 391.649 16.429 27.964 0 50000 100000 150000 200000 250000 300000 350000 400000 450000 2000 2002 2004 2006 2008 2010 2012 pro duks i (kg ) tahun

Berdasarkan Gambar 4 dapat diketahui bahwa untuk hasil tangkapan tertinggi terdapat pada tahun 2009 sebesar 391.649 kg dan untuk hasil tangkapan terendah terdapat pada tahun 2002 sebesar 1.342 kg.

4.1.5.Upaya penangkapan (effort)

Upaya penangkapan (effort) ikan tembang berasal dari data sekunder yang didapat dari Kantor PPP Labuan Banten periode 2002 - 2011 yang disajikan pada Gambar 5.

Gambar 5. Upaya penangkapan ikan Tembang periode 2002-2011

Berdasarkan Gambar 5 dapat dilihat mengenai upaya penangkapan ikan tembang periode 2002 - 2011 yang mengalami fluktuasi. Jumlah trip terbanyak terdapat pada tahun 2009 sebanyak 2.472 trip dan jumlah trip terendah berada pada tahun 2002 sebanyak 15 trip.

4.1.6.Tangkapan per satuan upaya

Besaran atau nilai dari Tangkapan per satuan upaya (TPSU) menggambarkan tingkat produktivitas dari upaya penangkapan (effort). Nilai TPSU semakin tinggi menunjukkan bahwa tingkat produkstivitas alat tangkap yang digunakan semakin tinggi pula. Berdasarkan Gambar 6 dapat dilihat bahwa sepanjang tahun 2002-2011 hasil tangkapan per satuan upaya ikan tembang mengalami fluktuasi.

15 180 958 176 19 2472 217 295 0 500 1000 1500 2000 2500 3000 2000 2002 2004 2006 2008 2010 2012 ef fo rt ( tri p) tahun

Gambar 6. Tangkapan per satuan upaya ikan tembang tiap tahun

Nilai tangkapan per satuan upaya tertinggi terdapat pada tahun 2005 yaitu sebesar 161,7046 kg per trip dan untuk nilai tangkapan per satuan upaya terendah terdapat pada tahun 2010 sebesar 75,7097 kg per trip.

4.1.7.Pola musim penangkapan

Analisis pola musim penangkapan ikan tembang di Labuan Banten menggunakan metode moving average (rata - rata bergerak) dengan menghitung nilai IMP pada setiap bulan. Pergerakan nilai IMP ikan tembang dapat dilihat pada Gambar 7 dan Gambar 8.

Gambar 7. Nilai rata–rata IMP Ikan Tembang tahun 2002–2007

Berdasarkan nilai rata – rata indeks musim penangkapan (IMP) pada tahun 2002–2007 (Lampiran 3) musim penangkapan terjadi pada bulan Juli, Agustus,

89,4667 150,0000 161,7046 154,0852 128,4211 158,4341 75,7097 94,7932 0,0000 50,0000 100,0000 150,0000 200,0000 2000 2002 2004 2006 2008 2010 2012 T PS U ( k g /t ri p ) tahun 0 50 100 150 200 250 IM Pi BULAN

September, Januari, Februari, dan Mei. Musim biasa (bukan musim penangkapan) terjadi pada bulan Oktober, November, Desember, April, dan Juni. Sedangkan untuk musim paceklik terjadi pada bulan Maret. Terjadi perbedaan pergerakan nilai IMP ikan tembang antara tahun 2002 – 2007 dengan tahun 2009 – 2011 seperti yang terlihat pada Gambar 8.

Gambar 8. Nilai rata – rata IMP Ikan Tembang tahun 2009 – 2011

Berdasarkan nilai rata – rata indeks musim penangkapan (IMP) pada tahun 2009-2011 (Lampiran 5) musim penangkapan terjadi pada bulan Oktober, November, Februari, Maret, April, dan Juni. Musim biasa (bukan musim penangkapan) terjadi pada bulan Juli, Agustus, September, dan Mei dan untuk musim paceklik terdapat pada bulan Desember dan Januari.

4.1.8.Daerah penangkapan

Daerah penangkapan ikan tembang yang didaratkan di PPP Labuan, Banten diperoleh dari hasil wawancara dengan nelayan setempat khususnya nelayan yang menangkap ikan tembang dengan menggunakan jaring purse seine dengan alat bantu lampu (obor). Penentuan dari daerah penangkapan ini biasanya berdasarkan pada pengetahuan atau tradisi sebelumnya secara turun-temurun. Keberadaan ikan dapat diketahui oleh nelayan berdasarkan gejala alam yang ada seperti gemericik air, warna air yang biru kehijauan, serta banyaknya gerombolan burung diatas permukaan air. Berdasarkan Gambar 9 dapat diketahui persebaran ikan berdasarkan musim penangkapannya. 0 50 100 150 200 250 IM P BULAN

Tabel berikut menampilkan ukuran panjang dan TKG ikan tembang yang diplotkan berdasarkan bulan dan lokasi penangkapan.

Tabel 2. Matriks sebaran spasial, temporal, ukuran panjang dan TKG ikan tembang tahun 2011. Kriteria Bulan 4 5 6 7 8 9 10 Lokasi Penangkapan P. Legundi v v P. Rakata v v v

P. Liwungan, Tanjung lesung v v v v v v v

P. Oar, Sumur v v v

P. Papole v v v v v

P. Panaitan, P. Peucang v v v v v

P. Sebesi, P. Sertung v

Tanjung Alang-alang v v

Selang Kelas Panjang

100-107 j

108-115 j & b j

116-123 j & b j & b b

124-131 j & b j & b j & b b

132-139 j j & b j & b j & b j & b b 140-147 j & b j & b j & b j & b j & b 148-155 j & b j & b j & b j & b j & b j & b 156-163 j & b j & b j & b j & b j & b 164-171 j & b b j & b j & b j & b

172-179 b b j & b 180-187 b b TKG betina I 21,82 3,92 79 7,32 8,57 II 20 19,6 21 56,1 62,86 35,14 III 45,45 17,7 29,3 28,57 64,86 IV 12,73 58,8 2,44 V 4,88 TKG jantan I 38,64 12,2 92,1 9,26 1,82 II 18,18 18,4 7,89 33,3 5,45 4,76 III 29,55 59,2 29,6 85,45 68,25 IV 13,64 10,2 27,8 7,27 20,63 V 6,35

Keterangan : v = keberadaan ikan tembang pada bulan ke- j = ikan tembang jantan, b = ikan tembang betina * = bukan bulan penelitian

Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat mengenai lokasi penangkapan ikan tembang di Selat Sunda. Selang kelas ikan tembang yang tertangkap umumnya berkisar antara 100 – 187 mm dari TKG 1 sampai 5. Pada bulan Maret dan Mei tidak tersedia data mengenai selang kelas panjang dan TKG ikan dikarenakan penelitian dilakukan saat bulan terang, sehingga tidak ada operasi penangkapan ikan tembang pada saat tersebut.

4.1.9.Bioekonomi

Analisis bioekonomi dengan pendekatan biologi dan ekonomi merupakan salah satu alternatif pengelolaan yang dapat diterapkan dalam salah satu upaya menjaga keberlanjutan sumberdaya ikan tembang di PPP Labuan Banten. Hasil analisis menggunakan model surplus produksi Walters-Hilbron diperoleh nilai parameter biologi (K, q, r) dan nilai parameter ekonomi (p, c) seperti pada Tabel 3.

Tabel 3. Hasil estimasi parameter biologi dan ekonomi

Parameter satuan Nilai

Koefisien kemampuan alat tangkap (q) kg/trip 0,0002

Daya dukung perairan (K) kg/tahun 789.204,5000

Laju pertumbuhan intrinsik (r) kg/tahun 0,6439

Harga (p) Rp/kg 2.427,7780

Biaya (c) Rp/trip 26.433,0470

Berdasarkan Tabel 3 dapat diketahui bahwa koefisien kemampuan alat tangkap ikan tembang (q) sebesar 0,0002 kg/trip, yang berarti bahwa setiap peningkatan satuan upaya penangkapan purse seine akan mempengaruhi peningkatan hasil tangkapan sumberdaya tembang sebesar 0,0002 kg/trip. Daya dukung perairan (K) sebesar 789.204,5000 kg/tahun, yang berarti bahwa lingkungan mendukung produksi sumberdaya ikan tembang sebesar 789.204,5000 kg/tahun dari aspek biologinya seperti kelimpahan makanan, pertumbuhan populasi, dan ukuran ikan. Laju pertumbuhan intrinsik (r) sebesar 0,6439 kg/tahun, yang berarti bahwa sumberdaya ikan tembang ini akan tumbuh secara alami tanpa gangguan dari gejala alam maupun kegiatan manusia dengan koefisien sebesar 0,6439 kg/tahun. Harga ikan tembang per kg nya didapat Rp 2.427,7780 dan biaya

penangkapannya sebesar Rp 26.433,0470 per trip. Dari hasil estimasi parameter biologi dan ekonomi maka dapat ditentukan hasil analisis parameter bioekonomi diberbagai rezim seperti pada Tabel 4.

Tabel 4. Hasil perhitungan bioekonomi ikan tembang dalam berbagai rezim

variabel MEY MSY Open access (OA) Aktual

Yield (kg) 126.550,74 127.042,39 29.646,19 80.797,00

Effort (trip) 1.361 1.452 2.723 539

Rente (Rp) 271.249.909,80 270.056.289,79 0 181.919.678,83

Nilai yield (hasil tangkapan), effort, dan keuntungan yang didapat dari ketiga rezim memiliki nilai yang berbeda-beda, sedangkan untuk kondisi aktual merupakan kondisi yang terjadi pada saat ini yaitu rata-rata data hasil tangkapan dan upaya tangkapan dari tahun 2002 – 2011.

4.2. Pembahasan 4.2.1.Hasil tangkapan

Pelabuhan perikanan pantai Labuan merupakan pelabuhan perikanan yang hasil tangkapannya berasal dari Selat Sunda. Sumberdaya perikanan yang berasal dari Selat Sunda ini meliputi ikan pelagis kecil, ikan pelagis besar, udang, rajungan, dan cumi – cumi. Untuk PPP Labuan sendiri lebih didominasi oleh ikan tongkol, ikan kembung, ikan tembang, ikan selar, ikan tenggiri, dan cumi. Persentase ikan tembang terdapat pada urutan ketiga disebabkan karena ikan tembang bukan merupakan tangkapan utama nelayan di PPP Labuan, Banten.

Hasil tangkapan di PPP Labuan menunjukkan fluktuasi setiap tahunnya. Berdasarkan Gambar 4, dapat dilihat bahwa hasil tangkapan tertinggi terdapat pada tahun 2009 sebesar 391.649 kg dan hasil tangkapan terendah terdapat pada tahun 2002 sebesar 1.342 kg. Tingginya hasil tangkapan pada tahun 2009 dikarenakan data yang tercatat untuk hasil tangkapan ikan tembang di PPP Labuan berasal dari semua TPI yang tersedia di PPP Labuan. Pada tahun-tahun sebelumnya di dapatkan hasil yang sedikit karena hasil tangkapan tidak tercatat untuk setiap bulannya. Pada tahun 2010 terjadi penurunan hasil tangkapan yang sangat drastis, hal ini

disebabkan oleh pengumpulan data hasil tangkapan sudah dibedakan berdasarkan besarnya ukuran kapal serta jenis tangkapan. Untuk TPI baru khusus untuk kapal yang berukuran besar seperti kapal purse seine yang berukuran lebih dari 12 GT, sedangkan untuk TPI lama dikhususkan untuk pendaratan ikan demersal serta untuk TPI pasar dikhususkan untuk mendaratkan ikan-ikan pelagis kecil.

Peningkatan dan penurunan hasil tangkapan ikan tembang juga disebabkan oleh adanya perubahan musim yang tidak menentu di PPP Labuan itu sendiri. Perkiraan cuaca diperoleh dengan pengamatan sendiri berdasarkan berbagai gejala alam, seperti angin besar, gelombang tinggi, dll. Musim merupakan faktor yang sangat berbengaruh pada aktivitas penangkapan ikan yang dilakukan oleh nelayan. Pada musim penghujan atau musim barat, nelayan pada umumnya tidak pergi melaut. Mereka tidak melakukan aktivitas berlayar karena arah gerak angin yang kurang menguntungkan untuk proses penangkapan ikan, selain itu juga diikuti cuaca yang kurang mendukung dengan turunnya hujan yang biasanya juga disertai badai di tengah laut. Pada musim ini biasanya ikan jarang didaratkan di PPP Labuan.

Selain perkiraan cuaca, hal lain yang menyebabkan naik turunnya angka hasil tangkapan yaitu kurangnya kesadaran dari nelayan untuk melaporkan hasil tangkapan mereka ke tempat pendaratan ikan setempat karena ingin mendapatkan keuntungan yang besar sehingga hasil tangkapan nelayan ini tidak tercatat di kantor TPI Labuan. Hal inilah yang menyebabkan hasil tangkapan tahunan di PPP Labuan mengalami fluktuasi.

4.2.2.Upaya penangkapan

Operasi penangkapan kapal purse seine dengan ukuran kapal 6 - 24 GT di Selat Sunda khususnya di PPP Labuan, Banten selama musim timur dapat melakukan operasi penangkapan selama 3-5 hari termasuk perjalanan menuju

fishing ground dan kembali ke PPP Labuan. Namun untuk operasi penangkapan

kapal obor (alat bantu penangkapan) yang berukuran 0 – 5 GT melakukan operasi penangkapan dalam satu hari adalah sekali sehari (one day fishing), sehingga upaya penangkapannya identik atau sama dengan jumlah kapal yang beroperasi saat itu.

Berdasarkan Gambar 5 dapat dilihat bahwa upaya penangkapan ikan tembang mengalami fluktuasi seiring dengan naik turunnya hasil tangkapan ikan tembang (Gambar 4). Semakin tinggi upaya tangakapan maka semakin tinggi pula hasil tangkapan yang diperoleh. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi perikanan tembang di PPP Labuan belum mengalami tangkap lebih (overfishing). Tinggi rendahnya upaya penangkapan ini juga disebabkan oleh periode bulan dimana pada dasarian ke-1 merupakan periode bulan terang (Amri 2002). Pada saat periode ini nelayan yang menangkap ikan tembang tidak melakukan operasi penangkapan karena pada saat bulan terang ikan–ikan pelagis kecil seperti tembang yang menyukai cahaya terang akan tersebar diseluruh perairan sehingga nelayan cenderung untuk tidak melaut pada kondisi ini karena hasil tangkapan yang didapat lebih cenderung sedikit dibandingkan dengan bulan gelap. Namun, untuk sebagian nelayan ada juga yang mengganti alat tangkap nya (purse seine) dengan alat tangkap lain pada saat bulan terang.

4.2.3.Tangkapan per satuan upaya

Tangkapan per satuan upaya mencerminkan ketersediaan dan kelimpahan ikan yang sangat penting dalam pengelolaan perikanan (Mandelssohn R & Curry P. 1989). Menurut Widodo & Suadi (2006), kecenderungan kelimpahan ikan relatif selang beberapa tahun sering dapat diukur dengan menggunakan data hasil tangkapan per satuan upaya yang diperoleh dari suatu perikanan atau dari penelitian penarikan contoh. Berdasarkan Gambar 6 dapat dilihat bahwa TPSU ikan tembang mengalami fluktuasi dengan nilai yang berbeda-beda. Fluktuasi ini dapat disebabkan oleh adanya perubahan lingkungan dan kelimpahan ikan di perairan.

Berdasarkan nilai TPSU tahunan terjadi peningkatan mulai dari tahun 2002 hingga 2005, hal ini menggambarkan pada masa ini kelimpahan ikan tembang cukup banyak dan musim yang bersahabat dengan nelayan sehingga mendorong banyak nelayan untuk melaut. Widodo & Suadi (2006) menyatakan bahwa semakin banyak ikan disuatu daerah maka semakin banyak unit alat tangkap menangkap ikan per jam, paling tidak bila data TPSU dirata-ratakan selama musim penangkapan atau per tahun.

Penurunan nilai TPSU dari tahun 2005-2007 diduga disebabkan oleh kelimpahan ikan yang cenderung menurun karena sudah ditangkap pada tahun- tahun sebelumnya. Namun bila dilihat nilai upaya tangkapan pada tahun tersebut (Gambar 5), upaya tangkapan malah mengalami penurunan juga. Hal ini diduga karena banyaknya nelayan-nelayan pendatang yang melakukan penangkapan disekitar perairan Labuan namun tidak tercatat di PPP Labuan tersebut, sehingga mempengaruhi nilai dari tangkapan per satuan upayanya.

4.2.4.Pola musim penangkapan

Analisis pola musim penangkapan bertujuan untuk melihat musim atau waktu penangkapan ikan tembang yang tepat sehingga dapat digunakan sebagai pertimbangan dalam operasi penangkapan ikan (Dajan 1984 in Bahdad 2006). Indeks musim penangkapan (IMP) ikan tembang dihitung dengan memakai data tangkapan per satuan upaya (TPSU) bulanan ikan tembang di Labuan Banten. Data tersebut diturunkan dari data 2002 - 2007 dan 2009 – 2011, kemudian dihitung dengan rata-rata bergerak dan setelah itu dilakukan perhitungan dengan prosedur yang berlaku. Kriteria yang dipakai untuk menentukan musim penangkapan ikan tembang adalah jika IMP lebih besar dari 100%. Nilai IMP juga mengindikasikan kehadiran ikan di perairan tersebut. Jika nilai IMP lebih dari 100% maka kehadiran ikan diperairan tersebut cukup melimpah dibandingkan kondisi normal. Apabila nilai IMP dibawah 100% maka jumlah ikan dibawah kondisi normal. Selain musim penangkapan dapat diketahui pula musim paceklik yang ditentukan dengan nilai IMP kurang dari 50%.

Berdasarkan Gambar 7 musim penangkapan ikan tembang adalah pada bulan Juli – September, Januari, Februari, dan Mei. Selain bulan-bulan tersebut diduga bukan merupakan musim penangkapan ikan tembang karena nilai IMP berkisar antara 50% – 100% yaitu pada bulan Oktober – Desember, April, dan Juni. Sementara untuk musim paceklik yaitu pada bulan Maret karena nilai IMP berada dibawah 50%.

Menurut Amri (2002) angin yang berhembus di perairan Indonesia terutama adalah angin musim (monsoon) yang dalam setahun terjadi dua kali pembalikan arah yang masing-masing disebut angin musim Barat dan musim Timur, sedangkan

diantara dua kali perubahan musim tersebut terdapat dua kali musim peralihan yaitu musim peralihan Barat – Timur dan musim peralihan Timur – Barat. Bulan November – Januari adalah musim angin di belahan bumi bagian utara dan musim panas di belahan bumi bagian selatan. Pada saat itu terjadilah pusat tekanan tinggi di atas daratan Asia dan pusat tekanan rendah di atas daratan Australia. Keadaan ini menyebabkan angin berhembus dari Asia menuju Australia, yang di Indonesia umumnya dikenal sebagai angin Musim Barat (West monsoon). Sebaliknya pada bulan Mei – Juli terjadi pusat tekanan tinggi diatas daratan Australia dan pusat tekanan rendah diatas daratan Asia hingga di Indonesia berhembuslah angin musim Timur (East monsoon). Musim peralihan I (Barat – Timur) terjadi pada bulan Februari – Maret, sedangkan untuk musim peralihan II (Timur – Barat) terjadi pada bulan Agustus – Oktober. Dinamakan musim peralihan karena arah angin pada periode ini tidak menentu.

Apabila dikaitkan dengan musim perairan di Indonesia maka musim penangkapan ikan tembang di Labuan Banten untuk periode 2002 – 2007 terjadi di semua musim. Pada musim peralihan II terjadi pada bulan Agustus dan Oktober, pada musim barat terjadi pada bulan Januari, pada musim peralihan I bulan Februari, dan musim timur terjadi pada bulan Mei dan Juli. Berdasarkan Gambar 7 juga dapat dilihat bahwa musim paceklik (IMP < 50%) terjadi pada bulan Maret dimana pada musim ini masih dipengaruhi oleh angin barat. Nilai IMP yang kecil juga diduga karena pada bulan tersebut tidak tercatat adanya operasi penangkapan di TPI Labuan (Lampiran 3).

Musim penangkapan tertinggi terdapat pada bulan September yang ditandai dengan tingginya nilai IMP pada bulan ini dikarenakan pada saat itu kecepatan arus di Laut Jawa berkurang menjadi 20 cm/s dengan arah dominan ke barat laut (Selat Karimata), sehingga kecepatan arus yang memasuki Selat Sunda juga mulai berkurang dibandingkan bulan Agustus (Amri 2002). Dalam penelitiannya, Amri (2002) juga mencatat bahwa untuk curah hujan terendah terjadi pada bulan Mei – September, dan pada bulan- bulan tersebut terjadi peningkatan upaya penangkapan yang ditandai dengan banyaknya kapal-kapal mini purse seine yang tersebar di Selat Sunda seperti di perairan Tanjung Lesung, P. Panaitan, P. Rakata, Teluk Labuan, dan Sumur. Selain itu , Voulgaridou & Stergiou (2003) in Giannoulaki et al. (2006) mengungkapkan bahwa ikan-ikan pelagis kecil seperti ikan teri dan ikan

sarden banyak tertangkap pada musim panas di Laut Aegea dan Ionia (Timur Laut Mediterania).

Pola musim penangkapan ikan tembang periode 2002 - 2007 dengan periode 2009 – 2011 memiliki persamaan dan perbedaan. Berdasarkan Gambar 8 dapat dilihat bahwa musim penangkapan ikan tembang terjadi pada bulan Oktober, November, Februari – April, dan bulan Juni. Musim biasa (bukan musim penangkapan) terjadi pada bulan Juli – September, dan Mei. Untuk musim paceklik terjadi pada bulan Desember dan Januari. Apabila melihat pengelompokkan musim yang dilakukan oleh Amri (2002) mengenai kondisi oseanografi perairan Selat Sunda maka terdapat persamaan di kedua periode tersebut, dimana musim penangkapan ikan tembang terjadi pada saat musim peralihan II. Perbedaan dari kedua periode yaitu untuk periode 2002 -2007 pada penelitian ini, musim paceklik berada pada bulan Maret sedangkan untuk periode 2009 – 2011 berada pada bulan Desember dan Januari. Pada periode 2002 – 2007 musim paceklik terjadi pada bulan Maret diduga karena tidak tercatanya hasil tangkapan dan upaya tangkapan di TPI Labuan banten pada saat itu sehingga mempengaruhi hasil perhitungan IMP. Sedangkan untuk periode 2009 – 2011 dikarenakan musim yang terjadi adalah musim barat, sehingga curah hujan yang terjadi di perairan Selat Sunda cukup

Dokumen terkait