• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kondisi Geografis dan Administratif

Kota Sukabumi terletak pada bagian selatan tengah Jawa Barat pada koordinat 1060 45’ 50’’ Bujur Timur dan 1060 45’ 10’’ Bujur Timur, 60 49’ 29’’ Lintang Selatan dan 60 50’ 44’’ Lintang Selatan yang berjarak 120 Km dari Ibukota Negara (Jakarta) dan 96 Km dari Ibukota Propinsi (Bandung).

Wilayah Kota Sukabumi seluruhnya berbatasan dengan wilayah Kabupaten Sukabumi yakni:

• Sebelah Utara : berbatasan dengan Kec. Cisaat dan Kec. Sukabumi, • Sebelah Timur : berbatasan dengan Kec. Sukaraja, Kab. Sukabumi. • Sebelah Barat : berbatasan dengan Kec. Cisaat, Kab. Sukabumi • Sebelah Selatan : berbatasan dengan Kec. Nyalindung Kab. Sukabumi

Secara administratif wilayah Kota Sukabumi berdasarkan PP No.3 tahun 1995 seluas 48 Km² terbagi dalam 5 kecamatan dan 33 desa/kelurahan. Selanjutnya berdasarkan Perda Nomor 15 Tahun 2000 tanggal 27 September 2000, wilayah administrasi Kota Sukabumi mengalami pemekaran menjadi 7 kecamatan dengan 33 kelurahan.

Tujuh kecamatan yang ada di Sukabumi antara lain Kecamatan Baros, Citamiang, Warudoyong, Gunung Puyuh, Cikole, Lembursitu, dan Cibeureum.

Tabel 1. Pembagian Luas Wilayah Kecamatan di Kota Sukabumi

Sumber : BPS (Kota Sukabumi Dalam Angka, 2007)

Dari data tersebut, dapat dilihat bahwa kecamatan dengan luas wilayah terbesar yaitu Kecamatan Lembursitu dengan luas 8,90 Km2 atau 18,54% dari total luas kota Sukabumi, sedangkan kecamatan dengan luas wilayah terkecil yaitu Kecamatan Citamiang dengan luas 4,04 Km2 atau 8,42% dari total luas kota Sukabumi.

Kondisi Iklim

Suhu udara di suatu tempat antara lain ditentukan oleh tinggi rendahnya tempat tersebut terhadap permukaan laut dan jarak dari pantai. Curah hujan di suatu tempat antara lain dipengaruhi oleh keadaan iklim, keadaan orographi dan perputaran/pertemuan arus udara. Oleh karena itu jumlah curah hujan beragam tiap bulannya.

Secara umum Kota Sukabumi beriklim tropis dengan suhu udara minimum 15ºC dan suhu udara maksimum 30ºC. Rata-rata curah hujan tertinggi pada tahun 2006 terjadi pada bulan Februari dengan curah hujan 483,5 mm (26 hari hujan, rata-rata curah hujan 17,4 mm), sedangkan terendah pada bulan Agustus dengan curah hujan 2 mm (2 hari hujan, rata-rata curah hujan 1 mm). Sebagaimana daerah

No. Kecamatan Jumlah Desa/

Kelurahan Luas (Km2) Persentase (%) 1. Baros 4 Kelurahan 6,11 12,73 2. Citamiang 5 Kelurahan 4,04 8,42 3. Warudoyong 5 Kelurahan 7,60 15,84

4. Gunung Puyuh 4 Kelurahan 5,50 11,45

5. Cikole 6 Kelurahan 7,08 14,75

6. Lembursitu 5 Kelurahan 8,90 18,54

7. Cibeureum 4 Kelurahan 8,77 18,27

tropis lainnya, Sukabumi mengenal 2 musim yaitu musim hujan dan musim kemarau. Dengan kondisi iklim mikro seperti ini, maka Kota Sukabumi relatif nyaman bagi manusia untuk tempat peristirahatan dan beraktivitas dalam berbagai aspek kehidupan.

Kondisi Topografi dan Ketinggian Wilayah

Wilayah Kota Sukabumi merupakan lereng selatan dari Gunung Gede dan Gunung Pangrango. Secara morfologis Kota Sukabumi berada pada ketinggian rata-rata 550 meter di atas permukaan laut pada bagian selatan, 770 meter di atas permukaan laut pada bagian utara, dan rata-rata 650 meter di atas permukaan laut pada bagian tengah.

Dilihat dari bentuk bentangan alamnya, Kota Sukabumi berupa perbukitan bergelombang dengan sudut lereng beragam. Di bagian selatan berlereng datar dengan kemiringan antara 0%-3% sedangkan pada bagian utara landai dengan kemiringan antara 3%-8%. Kondisi fisik ini secara langsung ikut mempengaruhi aspek pengembangan dan pembangunan kota secara teknis seperti pengaruh terhadap sistem distribusi air bersih kota, sistem saluran pembuangan, dan juga terhadap berbagai aspek teknis lain, misalnya pekerjaan konstruksi/pekerjaan sipil, tata bangunan dan lain sebagainya.

Kondisi Tanah dan Penggunaan Lahan

Kondisi tanah di Kota Sukabumi, terbentuk pada jaman kuarter dan merupakan batuan vulkanik Gunung Gede. Sebagian besar batuannya terdiri dari batuan Breksi Tufaan dan Lahar, Andesit dengan Oligloklas Andesin, Piroksin, dan bahan Heron Blando. Tanah di wilayah Kota Sukabumi sebagian besar berupa lempung pasir yang mempunyai sifat fisik kurang baik untuk bangunan berat, karena berdasarkan informasi dari penelitian yang telah dilakukan tebal tanah penutup ini kurang dari 10 meter.

Karena sebagian daerahnya merupakan lereng Gunung Api (Gunung Gede), wilayah Kota Sukabumi mempunyai kecenderungan terkena bencana alam yang berkaitan dengan aktivitas gunung api seperti lahar, gempa bumi, dan longsor-longsoran pada bagian atas lereng. Bencana alam yang kerap kali menimpa Kota Sukabumi adalah gempa bumi. Sedangkan gerakan tanah terdapat di daerah – daerah yang terjal dengan lereng yang tidak stabil.

Wilayah Kota Sukabumi memilki lereng terjal pada bagian utara dan selatan. Jenis tanah umumnya lempung pasir dan pasir. Ketebalan tanah pada bagian utara kurang dari 5 meter, sedangkan bagian selatan relatif lebih tipis.

Penggunaan lahan di Kota Sukabumi dapat dibedakan ke dalam dua kategori, yaitu lahan pertanian sekitar 2.316 Ha (48,25%) dari seluruh wilayah dan sisanya seluas 2.384 Ha (51,75%) adalah lahan darat/kering. Lahan pertanian adalah lahan yang secara fungsi dan pola penggunaannya adalah untuk pengembangan komoditas padi. Lahan pertanian yang ada di Kota Sukabumi tergolong lahan yang produktif, dimana intensitas panen mencapai tiga kali dalam satu tahun. Sedangkan untuk lahan darat/kering terdiri dari kawasan terbangun, tegalan, kolam dan penggunaan lainnya yang dikategorikan bukan sawah.

Kondisi Kependudukan

Kota Sukabumi yang memiliki luas sekitar 4800 ha ditempati oleh 243.185 jiwa pada tahun 2000. Kemudian berdasarkan Susenas Tahun 2005 jumlah penduduk kota Sukabumi meningkat menjadi sebanyak 277.769 jiwa, terdiri dari 141.225 penduduk laki-laki dan 136.544 penduduk perempuan. Pada akhir tahun 2006 berdasarkan hasil registrasi penduduk jumlah penduduk Kota Sukabumi

tercatat sebanyak 263.479 jiwa. Jika dilihat dari data tersebut, menunjukkan angka pertumbuhan penduduk dalam kurun waktu 2000-2006 yaitu sebanyak 20.294 jiwa, angka pertumbuhan penduduk yang relatif tinggi jika dibandingkan dengan luasan kota Sukabumi.

Berdasarkan jumlah penduduk setiap kecamatan, diketahui bahwa Kecamatan Cikole memiliki jumlah penduduk paling banyak (54.757 jiwa), sedangkan Kecamatan Baros merupakan kecamatan yang paling sedikit penduduknya (29.379 jiwa). Jika dilihat dari jumlah penduduk relatif terhadap luas area atau biasa disebut kepadatan penduduk, ternyata Kecamatan Citamiang merupakan wilayah yang paling padat penduduknya yaitu sekitar 11.328,71 jiwa/ km2, sedangkan Kecamatan Cibeureum merupakan wilayah yang jarang yaitu sekitar 3.382,24 jiwa/km2.

Ditinjau dari kepadatan secara menyeluruh, dapat diketahui bahwa penyebaran penduduk kota Sukabumi belum seimbang. Terdapat beberapa kelurahan yang kepadatannya tinggi, seperti Kelurahan Kebonjati dan Kelurahan Tipar serta adapula beberapa kelurahan yang relatif kepadatan penduduknya masih rendah, terutama di Kecamatan Baros.

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Kota Sukabumi (tahun 2007), penduduk usia 0-4 tahun merupakan kelompok usia yang paling tinggi, diikuti dengan kelomok usia 15-19 dan usia 20-24 tahun. Faktor ini turut mempengaruhi laju perkembangan kota yang secara tidak langsung menyebabkan peningkatan sarana dan prasarana perkotaan dan kebutuhan akan kawasan pemukiman. Apalagi jika melihat angka persentase penduduk yang bekerja menurut lapangan usahanya dimana sektor perdagangan, hotel, dan restoran dengan rata-rata sebesar 33,36% dari jumlahn penduduk yang telah bekerja.

Kondisi Ekonomi

Salah satu indikator ekonomi makro yang dapat digunakan untuk melihat tingkat perkembangan dan struktur perekonomian di kota Sukabumi adalah nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) yang terbagi atas harga berlaku dan atas harga konstan 2000. PDRB kota Sukabumi pada tahun 2006 atas dasar harga berlaku menurut lapangan usaha mencapai 1.742 milyar rupiah atau naik dari

tahun 2005 yang sebesar 1.546 milyar rupiah. Sedangkan PDRB atas dasar harga konstan 2000 menurut lapangan usaha mencapai 589 milyar rupiah atau naik dari tahun sebelumnya sebesar 558 milyar rupiah.

Berdasarkan kontribusi terhadap perekonomian di wilayah kota Sukabumi, sektor yang memberikan kontribusi terhadap PDRB adalah dari sektor perdagangan, hotel dan restoran, yaitu mencapai 45,00%. Urutan terbesar kedua dan ketiga secara berturut-turut adalah sektor jasa-jasa serta sektor pengangkutan dan komunikasi yang masing-masing memberikan kontribusi sebesar 16,30% dan 14,40%. Sedangkan sektor yang kontribusinya paling kecil terhadap PDRB adalah sektor pertambangan dan penggalian yang hanya 0,01%.

PDRB per kapita atas dasar harga berlaku dari tahun 2001-2004 mengalami peningkatan 34,13%, yaitu dari Rp. 4,740.813,72,- menjadi Rp. 6.359.220,00,-. Sedangkan PDRB per kapita atas dasar harga konstan 1993, dari tahun 2001-2004 hanya mengalami peningkatan 9,24%, yaitu dari Rp. 1.967.818,73,- pada tahun 2001 menjadi Rp. 2.149.585,41,- pada tahun 2004.

METODOLOGI

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Kota Sukabumi, Jawa Barat pada 7 wilayah kecamatan dengan waktu penelitian pada bulan Juni sampai November 2009. Pada lokasi penelitian dilakukan pengambilan data berupa data administratif, data kependudukan, serta cek lapangan. Sedangkan pengolahan dan analisis data dengan Sistem Informasi Geografis (SIG) dilakukan di Kampus IPB Dramaga, Bogor.

Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian

Alat dan Data

Alat yang akan digunakan dalam penelitian ini yang berkaitan dengan pengolahan data dan penyajian hasil yaitu komputer dengan perangkat lunak ArcView 3.2, Erdas Imagine 9.1, ER Mapper 7, Microsoft Excel dan Microsoft

Word 2007. Serta peralatan yang berkaitan dengan survey lapang seperti kamera digital, GPS, dan alat tulis.

Data yang akan digunakan dalam penelitian ini meliputi data spasial dan atribut. Data spasial merupakan data yang bersifat keruangan diantaranya Citra satelit Landsat 7 ETM+ (dalam bentuk raster dengan ukuran piksel 30m x 30m), Peta Batas Administrasi, dan Peta RTRW Sukabumi. Sedangkan data atribut merupakan data yang berbentuk tulisan maupun angka diantaranya Data Kependudukan dan Sosial Ekonomi Masyarakat Kota Sukabumi dan data penunjang lainnya. Untuk lebih jelasnya bisa dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Jenis, sumber, dan cara pengumpulan data

Data Jenis Data Sumber data

CITRA LANDSAT 7 ETM+ - Citra Landsat 7 ETM+ Sukabumi

Tahun 2006, Bulan Agustus, Path 122, Row 065

- Citra Landsat 7 ETM+ Sukabumi Tahun 1999, Agustus, Path 122, Row 065

Sekunder BTIC Biotrop, Lab. Arsitektur Lanskap, P4W

Peta Batas Administrasi Sukabumi Sekunder Bappeda Kota Sukabumi Peta RTRW Kota Sukabumi Sekunder Bappeda Kota Sukabumi Klasifikasi penutupan dan penggunaan

lahan

Sekunder Bappeda Kota Sukabumi, Literatur.

Data Kependudukan Kota Sukabumi Sekunder BPS Kota Sukabumi Kebijakan-kebijakan Pengelolaan

Sumberdaya Alam dan Lingkungan yang berlaku

Sekunder Bappeda Kota Sukabumi, Dinas Pekerjaan Umum Kota Sukabumi

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan teknik survey dan penginderaan jauh (Remote Sensing) yang didukung dengan data sekunder untuk memperoleh informasi spasial penutupan lahan (landcover) pada Kota Sukabumi.

Proses penelitian berdasarkan proses dalam Sistem Informasi Geografis meliputi beberapa tahap, diantaranya pengumpulan dan pemasukan data, analisis awal, survey lapang, pengolahan data, dan penyajian hasil.

Pengumpulan dan pemasukan data

Data awal yang dikumpulkan berupa data sekunder atau informasi dasar mengenai Kota Sukabumi. Informasi yang didapatkan berupa data atribut dan data spasial baik itu perolehan dari pustaka, perolehan dari berbagai pihak terkait maupun survey lapang.

Data yang berkaitan dengan kondisi umum kota Sukabumi didapat dari dinas-dinas terkait di wilayah pemerintahan Kota Sukabumi seperti Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kota Sukabumi serta dari bebagai literatur. Data berupa citra Landsat 7 ETM+ tahun penyiaman 1999 dan tahun 2006 Kota Sukabumi diperoleh dari BTIC BIOTROP dan P4W.

Analisis awal

Analsis awal citra dilakukan dengan melakukan beberapa tahapan persiapan citra sebelum dilakukan pengolahan data lanjutan. Tahapan ini bertujuan untuk manajemen dan koreksi bahan penelitian dan memperoleh informasi awal mengenai kondisi lokasi penelitian.

Perbaikan Citra (Image Restoration)

Langkah pertama yang harus dilakukan dalam mengolah data citra adalah perbaikan citra yaitu melalui koreksi geometris. Proses koreksi geometris merupakan kunci utama dalam memasuki dunia remote sensing. Apabila dalam proses ini tidak dilalui dengan sempurna, makan akan terjadi distorsi geometri (Geometric distorsion). Proses koreksi geometris dilakukan dengan melakukan kalibrasi antara image dari sebuah sensor dengan kondisi sesungguhnya dari sebuah tapak yang menjadi lokasi pengamatan.

Hal yang harus dilakukan terlebih dahulu adalah penentuan tipe proyeksi dan sistem koordinat yang akan digunakan agar mempermudah dalam proses pengintegrasian data-data selama penelitian. Koreksi dilakukan dengan menggunakan software ERDAS Imagine 9.1 dengan proyeksi yang digunakan adalah Universal Transverse Mercator (UTM).

Untuk perbaikan distorsi geometrik dapat dilakukan dengan menentukan titik-titik kontrol (GCP/Ground Control Point) setiap citra. Dalam akhir proses koreksi geometris ini akan muncul nilai RMSE (Root Mean Square Error) yaitu merupakan nilai yang menunjukkan besarnya simpangan antara posisi sebenarnya dengan posisi GCP. Menurut Jaya, 2002, disarankan agar nilai RMSE lebih kecil dari 0,5 piksel atau sebesar 0,10 (10%).

Pemotongan Citra (Subset Image)

Pemotongan Citra (Subset Image) dilakukan untuk memfokuskan pada wilayah yang akan diteliti. Pemotongan citra ini dilakukan dengan cara memotong (cropping) citra Landsat 7 ETM+ dengan bantuan peta digital administrasi wilayah yang diteliti. Proses ini dilakukan menggunakan software ERDAS Imagine 9.1 dengan melakukan overlay antara peta citra terkoreksi dengan peta digital batas administrasi yang sudah dibuat dengan area of interest (aoi), kemudian dialakukan pemotongan citra (subset) sehingga didapatkan peta citra wilayah penelitian.

Interpretasi Visual

Interpretasi visual dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan orientasi citra, mengidentifikasi pola sebaran dan penentuan jenis penutupan lahan yang terdapat pada wilayah penelitian. Interpretasi citra secara visual dilakukan dengan menggunakan kombinasi tiga saluran (band) dalam format RGB. Kombinasi band yang digunakan adalah band 5, 4, 2 yang dapat memberikan tampilan yang lebih jelas mengenai informasi tutupan lahan pada wilayah penelitian untuk kemudian dilakukan pembagian kelas tutupan lahan berdasarkan interpretasi yang dilakukan. Karakteristik saluran Landsat 7 ETM+ dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Karakteristik Band Landsat

Daerah panjang gelombang

λ (µm) Kegunaan

Sinar tampak -biru

1 : 0,45-0,52 Diskriminasi vegetasi berdaun lebar terhadap berdaun jarum. Band ini dapat melakukan penetrasi air.

-hijau 2 : 0,52-0,60 Biomassa dan kandungan klorofil (kondisi kehijauan vegetasi).

-merah 3 : 0,63-0,69 Diskriminasi vegetasi. Band pada daerah yang menyerap klorofil, dapat tumbuhan/tanaman. Infra merah dekat 4 : 0,76-0,90 Identifikasi akumulasi biomassa dan batas- batas daratan dan perairan, sensitif terhadap kadar air permukaan tanah.

Infra merah sedang 5 : 1,55-1,75 7 : 2,08-2,35

Pendeteksian kandungan air (kelembaban permukaan). Sensitif terhadap kadar air tanaman, tanah, dan kerapatan tegakan.

Infra merah termal 6 : 10,4-12,5 Pendekatan sebaran suhu permukaan daratan dan lautan (pemetaan termal)

Pankromatik 8 : 0,50-0,90 Sumber : Lo, 1995 dalam Hakim, 2006.

Survey Lapang

Kegiatan survey lapang ini dilakukan guna memperoleh informasi mengenai keadaan sebenarnya di lapang yaitu melihat kondisi penutupan lahan yang ada dan sejumlah titik koordinat area contoh penutupan lahan. Area contoh penutupan lahan dilakukan secara acak di bagian wilayah penelitian pada daerah- daerah yang mudah dijangkau. Sebagai penunjang dilakukan juga pengambilan gambar contoh penutupan lahan yang ada.

Pengolahan Data

Tahap analisis lanjutan atau pengolahan data dilakukan untuk memperoleh hasil akhir yang diinginkan dari penelitian ini. Adapun proses analisis lanjutannya meliputi :

Klasifikasi Terbimbing (Supervised Classification)

Analisis yang dilakukan menggunakan klasifikasi terbimbing. Klasifikasi terbimbing merupakan klasifikasi dimana analisis mempunyai sejumlah piksel yang mewakili dari masing-masing kelas atau kategori yang diinginkan (Jaya, 2002). Pada prinsipnya, dalam interpretasi citra klasifkasi terbimbing mengandalkan delapan komponen dasar, yaitu :

• warna • ukuran, • rona, • lokasi, • tekstur, • pola,

• bentuk, • dan asosiasi.

Klasifikasi terbimbing yang dimaksud adalah dengan mengidentifikasi area contoh yang mewakili dari setiap contoh peutupan lahan yang diinginkan

dan membangun suatu deskripsi numerik dari spektral tiap penutupan lahan tersebut (Lillesand dan Kiefer, 1994).

Area contoh yang ditentukan didasarkan pada hasil survey lapang dan juga dengan menggunakan bantuan peta yang ada, seperti peta penutupan dan penggunaan lahan. Untuk membedakan tiap area contoh penutupan lahan dilakukan penamaan piksel (labeling) tentunya dengan menggunakan software ERDAS Imagine 9.1.

Adapun tahapan kegiatan yang dilakukan dalam klasifikasi terbimbing menggunakan software ERDAS Imagine 9.1:

1. Pengenalan pola-pola spektral yang ditampilkan oleh citra dengan berpedoman titik kontrol yang diambil pada lokasi penelitian

2. Pemilihan daerah (area of interest) yang diidentifikasi sebagai suatu tipe penutupan lahan berdasarkan pola-pola spektral yang ditampilkan oleh citra.

3. Proses klasifikasi citra yang dilakukan secara otomatis oleh komputer berdasarkan pola-pola spektral yang telah ditetapkan pada saat proses pemilihan daerah.

4. Menggabungkan daerah-daerah yang memiliki tipe penutupan lahan yang sama (recode).

5. Pengkoreksian citra hasil klasifikasi dengan membandingkannya dengan citra sebelum diklasifikasi.

Analisis Data Atribut

Analisis Perubahan Penutupan Lahan

Analisis perubahan penutupan lahan dilakukan dengan cara membandingkan peta penutupan lahan tahun 1999 dengan peta penutupan lahan tahun 2006. Pembandingan kedua peta yang berbeda tahun pengambilan ini dilakukan dengan cara meng-overlay kedua peta tersebut, sehingga akan terlihat penutupan lahan apa saja yang berubah selama kurun waktu 1999-2006, kemudian perubahan-perubahannya dimuat dalam bentuk tabel atau grafik untuk memudahkan dalam melihat perubahan yang terjadi di kota Sukabumi.

Analisis Data Kependudukan dan Data Atribut Lain

Pengolahan data atribut ini bertujuan agar data atribut yang telah dikumpulkan dapat dianalisis sebagai faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan penutupan lahan di Kota Sukabumi. Data-data atribut yang digunakan antara lain data jumlah penduduk, kepadatan penduduk, pertumbuhan penduduk, kebijakan pemerintah dalam penataan ruang dan lain sebagainya.

Data kependudukan (demografi) dan data atribut lain pada tahun 1999 dan 2006 yang telah diolah, kemudian dibandingkan untuk mengetahui perubahan demografi yang terjadi selama periode 1999-2006 pada kota Sukabumi. Perubahan-perubahan demografi yang terjadi kemungkinan dapat dijadikan sebagai faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan lahan di kota Sukabumi. Selain dari perubahan data kependudukan/demografi, dilakukan juga analisis terhadap kebijakan yang berlaku secara kualitatif, untuk menggambarkan adanya pengaruh kebijakan tersebut terhadap perubahan penutupan lahan yang terjadi.

Penyajian Hasil

Hasil dari penelitian ini berupa informasi spasial dan atribut tren perkembangan dan perubahan penutupan lahan Kota Sukabumi antara tahun 1999 dengan 2006. Output dalam bentuk spasial adalah penyajian perubahan penutupan lahan selama kurun waktu tahun 1999 sampai 2006 dalam bentuk citra, tabel dan grafik. Sedangkan untuk penyajian data atribut dijadikan sebagai acuan dalam menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan penutupan lahan tersebut.

Input Analisis Output Analisis

Gambar 5. Tahapan Pelaksanaan Penelitian

Persiapan studi Perizinan

Pengumpulan & pemasukan data

Citra Landsat 7 ETM+ Kota Sukabumi tahun 1999 dan 2006

Peta rupa bumi, peta digital administrasi, dan peta tata guna

lahan Kota Sukabumi

Pengolahan & Analisis awal

Perbaikan citra

Klasifikasi Terbimbing (Supervised Classification)

Analisis lanjutan

Data atribut (kependudukan, BPS)

Data Penunjang lain

Pemotongan citra

Survey lapang Interpretasi visual

Pengolahan data atribut

Penyajian Hasil

Hasil akhir :

• Informasi spasial dan atribut tren perkembangan dan perubahan penutupan lahan Kota Sukabumi antara tahun 1999 dengan 2006 serta faktor-faktor yang mempengaruhinya

Batasan Penelitian

Batasan penelitian ini dimaksudkan agar penelitian yang dilakukan ini menjadi lebih terarah dan fokus sesuai dengan tujuan penelitian yang hendak dicapai. Adapun batasan-batasan penelitian tersebut antara lain :

• Wilayah penelitian merupakan wilayah Kota Sukabumi berdasarkan peta batas administratif yang diperoleh dari dinas Bappeda Kota Sukabumi yang kemudian dilakukan pengkoreksian batas-batas wilayah dan letak koordinatnya.

• Hasil dari penelitian ini dibatasi hanya sampai tahap pengidentifikasian dan analisis perubahan penutupan lahan yang terjadi di kota Sukabumi dengan menggunakan citra Landsat 7 ETM+ tahun 1999 dan 2006.

• Salah satu yang menjadi faktor penting yang secara langsung turut mempengaruhi perubahan penutupan lahan di kota Sukabumi adalah kondisi sosial-ekonomi masyarakat, khususnya kepadatan penduduk, karena perubahan jumlah penduduk dapat mempengaruhi kebutuhan lahan. • Kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan masalah penutupan lahan

seperti kebijakan mengenai tata ruang wilayah juga menjadi faktor lain yang mempengaruhi perubahan penutupan lahan di kota Sukabumi.

Dokumen terkait