• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Perubahan Penutupan Lahan di Kota Sukabumi, Jawa Barat dengan Menggunakan Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis (SIG).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Perubahan Penutupan Lahan di Kota Sukabumi, Jawa Barat dengan Menggunakan Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis (SIG)."

Copied!
152
0
0

Teks penuh

(1)

SUKABUMI, JAWA BARAT DENGAN MENGGUNAKAN

PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI

GEOGRAFIS (SIG)

MUHAMMAD MUDHOFIR

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP

FAKULTAS PERTANIAN

(2)

SUKABUMI, JAWA BARAT DENGAN MENGGUNAKAN

PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI

GEOGRAFIS (SIG)

MUHAMMAD MUDHOFIR A44052383

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP

FAKULTAS PERTANIAN

(3)

MUHAMMAD MUDHOFIR. Analisis Perubahan Penutupan Lahan di Kota Sukabumi, Jawa Barat dengan Menggunakan Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis (SIG). Dibimbing Oleh ALINDA F.M. ZAIN.

Perkembangan suatu wilayah dapat dilihat dari bagaimana pembangunan yang dilakukan, baik dari segi fisik dan non-fisiknya. Pembangunan kota yang secara terus-menerus dilakukan merupakan hasil integrasi dari kondisi yang ada di pedesaan yang terus berlanjut. Pembangunan pesat yang terjadi pada suatu kota bersifat dinamis dan cenderung diiringi dengan proses terjadinya perubahan penutupan lahan kota di masa mendatang, dimana lahan-lahan alami maupun Ruang Terbuka Hijau semakin terdesak oleh dominasi lahan terbangun. Kota Sukabumi saat ini dapat dikatakan sebagai kota berkembang dan menjadi salah satu kawasan andalan dari 8 kawasan andalan di Jawa Barat (RTRW Jawa Barat) yang berpotensi selain memacu perkembangan wilayahnya juga mendorong pertumbuhan wilayah-wilayah di sekitarnya (hinterland). Hal inilah yang dapat berimplikasi terhadap proses terjadinya konversi lahan di kota Sukabumi.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kondisi penutupan lahan kota Sukabumi pada tahun 1999 dan 2006 serta untuk mengetahui seberapa besar perubahan penutupan lahan yang terjadi di kota Sukabumi pada rentang waktu tahun 1999 sampai 2006 dan faktor apa saja yang mempengaruhinya. Penelitian ini dilakukan di wilayah kota Sukabumi, Propinsi Jawa Barat meliputi seluruh wilayah administratif kota yang terdiri dari 7 kecamatan yaitu Kecamatan Cikole, Kecamatan Citamiang, Kecamatan Cibeureum, Kecamatan Gunung Puyuh, Kecamatan Warudoyong, Kecamatan Baros, dan Kecamatan Lembursitu. Kegiatan penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juni sampai November 2009.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik survey dan penginderaan jauh (Remote Sensing) yang didukung dengan data sekunder untuk memperoleh informasi spasial penutupan lahan (landcover) pada Kota Sukabumi. Proses penelitian berdasarkan proses dalam Sistem Informasi Geografis meliputi beberapa tahap, diantaranya pengumpulan dan pemasukan data, analisis awal, cek lapang, pengolahan data, dan penyajian hasil. Data yang digunakan terbagi menjadi data spasial dan atribut. Data spasial yang digunakan adalah citra Landsat 7 ETM+ kota Sukabumi tahun 1999 dan 2006, peta administrasi, peta penggunaan dan penutupan lahan, serta peta rupa bumi. Sedangkan data atribut yang digunakan meliputi data kependudukan dan sosial ekonomi masyarakat kota Sukabumi dan data penunjang lainnya.

(4)

dan RTH kota, dan (3) Lahan Persawahan. Lahan Terbangun merupakan kawasan intensif dan banyak lahan yang tertutup oleh struktur bangunan. Yang digolongkan ke dalam kelas penutupan lahan kebun dan RTH kota meliputi kebun campuran (lahan yang memiliki strata tajuk yang ditumbuhi oleh berbagai jenis tanaman berkayu hutan), serta pengisian tata hijau kota yang sifatnya non-pertanian seperti taman kota, pemakaman, kawasan hijau, lapangan, dan hutan kota). Sedangkan kelas lahan persawahan merupakan lahan yang dapat dipergunakan dalam menghasilkan tanaman pangan/pertanian khususnya padi.

Berdasarkan hasil analisis citra yang dilakukan terlihat adanya perubahan penutupan lahan yang cukup besar. Dalam kurun waktu 1999-2006 kelas penutupan lahan untuk lahan terbangun mengalami peningkatan dari 25% pada tahun 1999 menjadi 39% pada tahun 2006. Kebun dan RTH kota mengalami penurunan dari 22% menjadi 20% pada tahun 2006, dan lahan persawahan mengalami penurunan dari 51% pada tahun 1999 menjadi 41% pada tahun 2006. Peningkatan proporsi ruang terbangun yang ada menunjukkan bahwa terjadinya urbanisasi di kota Sukabumi. Pemekaran kota ke bagian timur menjadi faktor penting yang mempengaruhi aktivitas pembangunan kota (urbanisasi). Untuk saat ini wilayah bagian selatan masih memiliki lahan persawahan yang cukup luas. Namun di masa yang akan datang diperkirakan menjadi lahan-lahan yang potensial untuk perkembangan fisik karena telah dibangunnya jalan lingkar selatan yang menjadi akses mobilitas penduduk dan aktivitas perekonomian kota tentunya selain melalui jalan utama kota.

Kondisi akhir penutupan lahan kota Sukabumi 2006 dari hasil analisis citra yang kemudian di-overlay dengan peta RTRW kota Sukabumi Tahun 2002-2011 menunjukkan adanya penutupan lahan yang tidak searah dengan pemanfaatan ruang kota. Inkonsitensi yang dimaksud adalah lahan yang seharusnya merupakan kawasan hijau menjadi lahan terbangun. Inkonsistensi yang terjadi dari lahan pertanian menjadi lahan terbangun sebesar 121,67 ha (17,08% dari total luas peruntukannya), hutan kota menjadi lahan terbangun sebesar 68,44 ha (20,72% dari total luas peruntukannya), serta taman kota menjadi lahan terbangun yaitu 8,32 ha (50,15% dari total luas peruntukannya). Minimnya pemahaman masyarakat tentang penataan ruang dan RTRW Kota karena kurangnya sosialisasi dari Pemkot sendiri, serta adanya pertumbuhan penduduk sehingga kebutuhan akan pemukiman dan lahan terbangun yang memiliki nilai ekonomi yang cukup tinggi meningkat merupakan beberapa faktor yang dapat mempengaruhi hal tersebut.

(5)

DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG)

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

MUHAMMAD MUDHOFIR A44052383

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN

(6)

Judul Skripsi : Analisis Perubahan Penutupan Lahan Kota Sukabumi, Jawa Barat dengan Menggunakan Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis (SIG)

Nama Mahasiswa : Muhammad Mudhofir Nomor Pokok : A44052383

Program Studi : Arsitektur Lanskap

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Alinda F.M. Zain, MSi. NIP. 19660126 199103 2 002

Mengetahui,

Ketua Departemen Arsitektur Lanskap

Dr. Ir. Siti Nurisjah, MSLA NIP. 19480912 197412 2 001

(7)

Muhammad Mudhofir dilahirkan di Jakarta pada tanggal 30 Januari 1988. Penulis adalah anak kedelapan dari delapan bersaudara dari pasangan Bapak Alm. H. Muhammad Tang dan Ibu Hj. Rosmini Genda. Penulis memulai pendidikan formal di SDN Kampung Bali 07 Jakarta tahun 1993 dan lulus pada tahun 1999 kemudian dilanjutkan dengan menempuh pendidikan menengah pertama di SLTPN 1 Jakarta dan lulus pada tahun 2002. Pada tahun 2005 penulis berhasil menyelesaikan pendidikan menengah atas di SMUN 35 Jakarta. Pada tahun yang sama penulis kemudian melanjutkan ke jenjang perguruan tinggi dan diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB).

(8)

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat, hidayah, dan kasih sayang yang dilimpahkan-Nya sehingga penelitian ini dapat diselesaikan dengan baik. Penelitian yang disusun oleh penulis adalah mengenai Analisis Perubahan Penutupan Lahan Kota Sukabumi, Jawa Barat dengan Menggunakan Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis (SIG). Penyelesaian skripsi ini tentunya tidak terlepas dari bantuan, kritikan, masukan, dan saran dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan teima kasih kepada :

1. Keluarga tercinta : Mama dan Alm. Bapak tercinta atas segala kasih sayang, pengorbanan, didikan dan doa yang tiada hentinya untuk anakmu ini serta kakak-kakakku atas bimbingan, doa, dan motifasinya selama ini.

2. Ibu Dr. Ir. Alinda F. M. Zain, MSi, selaku dosen pembimbing skripsi untuk perhatian, waktu, serta keikhlasan yang telah ibu berikan dalam penyusunan skripsi ini.

3. Bapak Dr. Ir. Aris Munandar, MS dan Ibu Dr. Syartinillia, SP, MSc selaku dosen penguji skripsi atas segala saran dan masukannya demi kebaikan dalam penulisan skripsi ini.

4. Prof. Dr. Ir. Wahju Qamara Mugnisjah, M.Agr, selaku dosen pembimbing akademik selama kuliah. Terima Kasih atas waktu dan perhatiannya.

5. Mas Armaiki Yusnur dan Mas Agus Ruliansyah atas ilmu RS-GIS yang telah diajarkan. Terima kasih atas segala bantuan, bimbingan, dan waktu luangnya untuk penulis.

6. Seluruh Staf BAPPEDA kota Sukabumi.

7. Rekan-rekan S2 PSL-IPB atas kesediaan berbagi ilmunya.

8. Anggota ‘Team-4’ lainnya : Hudi, Ian, Unee, serta Mas Yudi ’39. Terima kasih atas kerjasamanya.

9. Kalla Primista dan keluarga atas bantuannya selama di Sukabumi. 10.Teman-teman Arsitektur Lanskap angkatan 42. Semoga kelak kita

(9)

12.Seluruh Dosen Arsitektur Lanskap, terima kasih atas ilmu dan pengetahuan yang telah diberikan.

13.Rekan-rekan penghuni kost “FM” dan ‘Wisma Galih’, terima kasih atas pertemanan dan dukungannya.

14.Semua pihak yang telah memberikan bantuan, dukungan, saran, dan kritik membangun. Terima kasih yang setulus-tulusnya.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik, saran yang bersifat membangun agar penulis dapat melakukan hal yang lebih baik lagi. Semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi kita bersama.

Bogor, Januari 2010

(10)

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... iv

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 3

Manfaat Penelitian ... 3

TINJAUAN PUSTAKA ... 4

Kota... ... 4

Penggunaan dan Penutupan Lahan ... 6

Ruang Terbuka Hijau Perkotaan ... 7

Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota ... 9

Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografi (SIG) ... 11

Penginderaan Jauh ... 11

Sistem Informasi Geografis (SIG) ... 13

KONDISI UMUM WILAYAH STUDI ... 16

Kondisi Geografis dan Administratif ... 16

Kondisi Iklim ... 17

Kondisi Topografi dan Ketinggian Wilayah ... 18

Kondisi Tanah dan Penggunaan Lahan ... 19

Kondisi Kependudukan ... 19

Kondisi Ekonomi ... 20

METODOLOGI ... 22

Tempat dan Waktu Penelitian ... 22

Alat dan Data ... 22

Metode Penelitian ... 23

Pengumpulan dan Pemasukan Data ... 24

Analisis Awal ... 24

Pengolahan Data ... 26

(11)

SUKABUMI, JAWA BARAT DENGAN MENGGUNAKAN

PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI

GEOGRAFIS (SIG)

MUHAMMAD MUDHOFIR

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP

FAKULTAS PERTANIAN

(12)

SUKABUMI, JAWA BARAT DENGAN MENGGUNAKAN

PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI

GEOGRAFIS (SIG)

MUHAMMAD MUDHOFIR A44052383

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP

FAKULTAS PERTANIAN

(13)

MUHAMMAD MUDHOFIR. Analisis Perubahan Penutupan Lahan di Kota Sukabumi, Jawa Barat dengan Menggunakan Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis (SIG). Dibimbing Oleh ALINDA F.M. ZAIN.

Perkembangan suatu wilayah dapat dilihat dari bagaimana pembangunan yang dilakukan, baik dari segi fisik dan non-fisiknya. Pembangunan kota yang secara terus-menerus dilakukan merupakan hasil integrasi dari kondisi yang ada di pedesaan yang terus berlanjut. Pembangunan pesat yang terjadi pada suatu kota bersifat dinamis dan cenderung diiringi dengan proses terjadinya perubahan penutupan lahan kota di masa mendatang, dimana lahan-lahan alami maupun Ruang Terbuka Hijau semakin terdesak oleh dominasi lahan terbangun. Kota Sukabumi saat ini dapat dikatakan sebagai kota berkembang dan menjadi salah satu kawasan andalan dari 8 kawasan andalan di Jawa Barat (RTRW Jawa Barat) yang berpotensi selain memacu perkembangan wilayahnya juga mendorong pertumbuhan wilayah-wilayah di sekitarnya (hinterland). Hal inilah yang dapat berimplikasi terhadap proses terjadinya konversi lahan di kota Sukabumi.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kondisi penutupan lahan kota Sukabumi pada tahun 1999 dan 2006 serta untuk mengetahui seberapa besar perubahan penutupan lahan yang terjadi di kota Sukabumi pada rentang waktu tahun 1999 sampai 2006 dan faktor apa saja yang mempengaruhinya. Penelitian ini dilakukan di wilayah kota Sukabumi, Propinsi Jawa Barat meliputi seluruh wilayah administratif kota yang terdiri dari 7 kecamatan yaitu Kecamatan Cikole, Kecamatan Citamiang, Kecamatan Cibeureum, Kecamatan Gunung Puyuh, Kecamatan Warudoyong, Kecamatan Baros, dan Kecamatan Lembursitu. Kegiatan penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juni sampai November 2009.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik survey dan penginderaan jauh (Remote Sensing) yang didukung dengan data sekunder untuk memperoleh informasi spasial penutupan lahan (landcover) pada Kota Sukabumi. Proses penelitian berdasarkan proses dalam Sistem Informasi Geografis meliputi beberapa tahap, diantaranya pengumpulan dan pemasukan data, analisis awal, cek lapang, pengolahan data, dan penyajian hasil. Data yang digunakan terbagi menjadi data spasial dan atribut. Data spasial yang digunakan adalah citra Landsat 7 ETM+ kota Sukabumi tahun 1999 dan 2006, peta administrasi, peta penggunaan dan penutupan lahan, serta peta rupa bumi. Sedangkan data atribut yang digunakan meliputi data kependudukan dan sosial ekonomi masyarakat kota Sukabumi dan data penunjang lainnya.

(14)

dan RTH kota, dan (3) Lahan Persawahan. Lahan Terbangun merupakan kawasan intensif dan banyak lahan yang tertutup oleh struktur bangunan. Yang digolongkan ke dalam kelas penutupan lahan kebun dan RTH kota meliputi kebun campuran (lahan yang memiliki strata tajuk yang ditumbuhi oleh berbagai jenis tanaman berkayu hutan), serta pengisian tata hijau kota yang sifatnya non-pertanian seperti taman kota, pemakaman, kawasan hijau, lapangan, dan hutan kota). Sedangkan kelas lahan persawahan merupakan lahan yang dapat dipergunakan dalam menghasilkan tanaman pangan/pertanian khususnya padi.

Berdasarkan hasil analisis citra yang dilakukan terlihat adanya perubahan penutupan lahan yang cukup besar. Dalam kurun waktu 1999-2006 kelas penutupan lahan untuk lahan terbangun mengalami peningkatan dari 25% pada tahun 1999 menjadi 39% pada tahun 2006. Kebun dan RTH kota mengalami penurunan dari 22% menjadi 20% pada tahun 2006, dan lahan persawahan mengalami penurunan dari 51% pada tahun 1999 menjadi 41% pada tahun 2006. Peningkatan proporsi ruang terbangun yang ada menunjukkan bahwa terjadinya urbanisasi di kota Sukabumi. Pemekaran kota ke bagian timur menjadi faktor penting yang mempengaruhi aktivitas pembangunan kota (urbanisasi). Untuk saat ini wilayah bagian selatan masih memiliki lahan persawahan yang cukup luas. Namun di masa yang akan datang diperkirakan menjadi lahan-lahan yang potensial untuk perkembangan fisik karena telah dibangunnya jalan lingkar selatan yang menjadi akses mobilitas penduduk dan aktivitas perekonomian kota tentunya selain melalui jalan utama kota.

Kondisi akhir penutupan lahan kota Sukabumi 2006 dari hasil analisis citra yang kemudian di-overlay dengan peta RTRW kota Sukabumi Tahun 2002-2011 menunjukkan adanya penutupan lahan yang tidak searah dengan pemanfaatan ruang kota. Inkonsitensi yang dimaksud adalah lahan yang seharusnya merupakan kawasan hijau menjadi lahan terbangun. Inkonsistensi yang terjadi dari lahan pertanian menjadi lahan terbangun sebesar 121,67 ha (17,08% dari total luas peruntukannya), hutan kota menjadi lahan terbangun sebesar 68,44 ha (20,72% dari total luas peruntukannya), serta taman kota menjadi lahan terbangun yaitu 8,32 ha (50,15% dari total luas peruntukannya). Minimnya pemahaman masyarakat tentang penataan ruang dan RTRW Kota karena kurangnya sosialisasi dari Pemkot sendiri, serta adanya pertumbuhan penduduk sehingga kebutuhan akan pemukiman dan lahan terbangun yang memiliki nilai ekonomi yang cukup tinggi meningkat merupakan beberapa faktor yang dapat mempengaruhi hal tersebut.

(15)

DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG)

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

MUHAMMAD MUDHOFIR A44052383

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN

(16)

Judul Skripsi : Analisis Perubahan Penutupan Lahan Kota Sukabumi, Jawa Barat dengan Menggunakan Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis (SIG)

Nama Mahasiswa : Muhammad Mudhofir Nomor Pokok : A44052383

Program Studi : Arsitektur Lanskap

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Alinda F.M. Zain, MSi. NIP. 19660126 199103 2 002

Mengetahui,

Ketua Departemen Arsitektur Lanskap

Dr. Ir. Siti Nurisjah, MSLA NIP. 19480912 197412 2 001

(17)

Muhammad Mudhofir dilahirkan di Jakarta pada tanggal 30 Januari 1988. Penulis adalah anak kedelapan dari delapan bersaudara dari pasangan Bapak Alm. H. Muhammad Tang dan Ibu Hj. Rosmini Genda. Penulis memulai pendidikan formal di SDN Kampung Bali 07 Jakarta tahun 1993 dan lulus pada tahun 1999 kemudian dilanjutkan dengan menempuh pendidikan menengah pertama di SLTPN 1 Jakarta dan lulus pada tahun 2002. Pada tahun 2005 penulis berhasil menyelesaikan pendidikan menengah atas di SMUN 35 Jakarta. Pada tahun yang sama penulis kemudian melanjutkan ke jenjang perguruan tinggi dan diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB).

(18)

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat, hidayah, dan kasih sayang yang dilimpahkan-Nya sehingga penelitian ini dapat diselesaikan dengan baik. Penelitian yang disusun oleh penulis adalah mengenai Analisis Perubahan Penutupan Lahan Kota Sukabumi, Jawa Barat dengan Menggunakan Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis (SIG). Penyelesaian skripsi ini tentunya tidak terlepas dari bantuan, kritikan, masukan, dan saran dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan teima kasih kepada :

1. Keluarga tercinta : Mama dan Alm. Bapak tercinta atas segala kasih sayang, pengorbanan, didikan dan doa yang tiada hentinya untuk anakmu ini serta kakak-kakakku atas bimbingan, doa, dan motifasinya selama ini.

2. Ibu Dr. Ir. Alinda F. M. Zain, MSi, selaku dosen pembimbing skripsi untuk perhatian, waktu, serta keikhlasan yang telah ibu berikan dalam penyusunan skripsi ini.

3. Bapak Dr. Ir. Aris Munandar, MS dan Ibu Dr. Syartinillia, SP, MSc selaku dosen penguji skripsi atas segala saran dan masukannya demi kebaikan dalam penulisan skripsi ini.

4. Prof. Dr. Ir. Wahju Qamara Mugnisjah, M.Agr, selaku dosen pembimbing akademik selama kuliah. Terima Kasih atas waktu dan perhatiannya.

5. Mas Armaiki Yusnur dan Mas Agus Ruliansyah atas ilmu RS-GIS yang telah diajarkan. Terima kasih atas segala bantuan, bimbingan, dan waktu luangnya untuk penulis.

6. Seluruh Staf BAPPEDA kota Sukabumi.

7. Rekan-rekan S2 PSL-IPB atas kesediaan berbagi ilmunya.

8. Anggota ‘Team-4’ lainnya : Hudi, Ian, Unee, serta Mas Yudi ’39. Terima kasih atas kerjasamanya.

9. Kalla Primista dan keluarga atas bantuannya selama di Sukabumi. 10.Teman-teman Arsitektur Lanskap angkatan 42. Semoga kelak kita

(19)

12.Seluruh Dosen Arsitektur Lanskap, terima kasih atas ilmu dan pengetahuan yang telah diberikan.

13.Rekan-rekan penghuni kost “FM” dan ‘Wisma Galih’, terima kasih atas pertemanan dan dukungannya.

14.Semua pihak yang telah memberikan bantuan, dukungan, saran, dan kritik membangun. Terima kasih yang setulus-tulusnya.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik, saran yang bersifat membangun agar penulis dapat melakukan hal yang lebih baik lagi. Semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi kita bersama.

Bogor, Januari 2010

(20)

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... iv

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 3

Manfaat Penelitian ... 3

TINJAUAN PUSTAKA ... 4

Kota... ... 4

Penggunaan dan Penutupan Lahan ... 6

Ruang Terbuka Hijau Perkotaan ... 7

Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota ... 9

Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografi (SIG) ... 11

Penginderaan Jauh ... 11

Sistem Informasi Geografis (SIG) ... 13

KONDISI UMUM WILAYAH STUDI ... 16

Kondisi Geografis dan Administratif ... 16

Kondisi Iklim ... 17

Kondisi Topografi dan Ketinggian Wilayah ... 18

Kondisi Tanah dan Penggunaan Lahan ... 19

Kondisi Kependudukan ... 19

Kondisi Ekonomi ... 20

METODOLOGI ... 22

Tempat dan Waktu Penelitian ... 22

Alat dan Data ... 22

Metode Penelitian ... 23

Pengumpulan dan Pemasukan Data ... 24

Analisis Awal ... 24

Pengolahan Data ... 26

(21)

Sejarah Perkembangan Kota Sukabumi... 31

Struktur Tata Ruang ... 32

Klasifikasi Penutupan Lahan Kota Sukabumi ... 35

Penutupan Lahan Hasil Klasifikasi Citra ... 39

Penutupan Lahan Tahun 1999 ... 39

Penutupan Lahan Tahun 2006 ... 43

Perubahan Penutupan Lahan Kota Sukabumi ... 46

Distribusi Penutupan Lahan Kota Sukabumi ... 50

Pertumbuhan Penduduk Kota Sukabumi ... 52

Analisis Inkonsistensi Pemanfaatan Ruang Kota Sukabumi ... 54

SIMPULAN DAN SARAN ... 61

(22)

Tabel 1. Pembagian Luas Wilayah Kecamatan di Kota Sukabumi ... 17 Tabel 2. Jenis, Sumber, dan Cara Pengumpulan Data ... 23 Tabel 3. Karakteristik Band Landsat ... 25 Tabel 4. Pembagian Wilayah Kota Sukabumi ... 33 Tabel 5. Rencana Pola Pemanfaatan Ruang Wilayah Kota Sukabumi sampai

dengan Tahun 2011 ... 37 Tabel 6. Kondisi Penutupan Lahan kota Sukabumi Tahun 1999 ... 39 Tabel 7. Kondisi Penutupan Lahan kota Sukabumi Tahun 2006 ... 43 Tabel 8. Perubahan Penutupan Lahan Kota Sukabumi (1999-2006) ... 46 Tabel 9. Konversi Luas per Kelas Penutupan Lahan Tahun 1999-2006 .... 48 Tabel 10. Pertumbuhan Penduduk Kota Sukabumi Tahun 1999-2006 ... 52 Tabel 11. Inkonsistensi Tiga Kategori Arahan Pemanfaatan Ruang Menjadi Lahan Terbangun dan Luas Peruntukan Tiga Kategori Arahan

(23)

Gambar 1. Penginderaan Jauh Elektromagnetik Untuk Sumberdaya Bumi 12 Gambar 2. Peta Administratif Kota Sukabumi ... 16 Gambar 3. Peta Lereng Kota Sukabumi ... 18 Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian ... 22 Gambar 5. Tahapan Pelaksanaan Penelitian ... 29 Gambar 6. Kawasan Pusat Kota ... 33 Gambar 7. Contoh Penutupan Lahan Terbangun ... 37 Gambar 8. Contoh Penutupan Lahan RTH Kota ... 38 Gambar 9. Contoh Penutupan Lahan Persawahan ... 39 Gambar 10. Persentase Penutupan Lahan Tahun 1999 ... 40 Gambar 11. Peta Penutupan Lahan Kota Sukabumi Tahun 1999 ... 42 Gambar 12. Persentase Penutupan Lahan Tahun 2006 ... 43 Gambar 13. Grafik Perubahan Luas Penutupan Lahan 1999-2006 ... 44 Gambar 14. Peta Penutupan Lahan Kota Sukabumi Tahun 2006 ... 45 Gambar 15. Peta Perubahan Penutupan Lahan Kota Sukabumi (1999-2006) 49 Gambar 16. Hasil overlay peta penutupan lahan tahun 2006 untuk masing-

masing kecamatan ... 51 Gambar 17. Hasil overlay peta penutupan lahan tahun 2006 dengan peta

jaringan jalan ... 51 Gambar 18. Peta RTRW Kota Sukabumi 2002-2011 ... 57 Gambar 19. Peta Inkonsistensi Pemanfaatan Ruang Kota Sukabumi ... 58

 

   

(24)

Latar Belakang

Pada hakekatnya suatu wilayah akan mengalami perkembangan dalam berbagai aspek dari waktu ke waktu. Terjadinya perkembangan suatu wilayah dapat dilihat dari bagaimana pembangunan yang dilakukan, baik dari segi fisik maupun non-fisiknya. Indikator pembangunan tersebut biasanya terkait dengan adanya peningkatan kebutuhan akan ketersediaan fasilitas, utilitas, serta sarana dan prasarana pendukung seiring dengan meningkatnya aktivitas masyarakat yang ada. Fenomena tersebut dapat dengan mudah dijumpai di kawasan perkotaan dibandingkan dengan di kawasan pedesaan.

Kota yang baik merupakan kota yang dapat memfasilitasi kebutuhan masyarakatnya baik dari sisi jasmani maupun rohani. Untuk mewujudkan hal tersebut dibutuhkan adanya pembangunan kota secara terus-menerus yang merupakan hasil integrasi dari kondisi yang ada di pedesaan yang terus berlanjut. Pembangunan pesat yang terjadi pada suatu kota bersifat dinamis dan cenderung diiringi dengan proses terjadinya perubahan penutupan lahan kota di masa mendatang, dimana lahan-lahan alami semakin terdesak oleh dominasi lahan terbangun. Selain itu juga harus diperhatikan bahwa salah satu upaya yang harus dipenuhi bagi kriteria sebuah kota yang baik adalah penyediaan ruang terbuka publik dan ruang terbuka hijau (UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang).

(25)

Kota Sukabumi merupakan salah satu kota di propinsi Jawa Barat yang dapat dikatakan sebagai suatu kota yang berkembang. Karena berada pada posisi strategis yaitu berada di antara pusat pertumbuhan mega urban Jabodatebek dan Bandung Raya, menyebabkan kota Sukabumi menjadi salah satu kawasan andalan dari 8 kawasan andalan di Jawa Barat (RTRW Jawa Barat) yang berpotensi selain memacu perkembangan wilayahnya juga mendorong pertumbuhan wilayah-wilayah di sekitarnya (hinterland). Hal inilah yang dapat berimplikasi terhadap proses terjadinya konversi lahan.

Berbeda dengan kota-kota besar lain pada umumnya, penutupan lahan di kota Sukabumi masih didominasi oleh lahan pertanian seperti sawah, ladang/tegalan, perkebunan dan juga lahan terbuka. Akan tetapi dengan seiring berjalannya waktu ada beberapa lahan konservasi yang mengalami konversi atau perubahan yang diakibatkan oleh beberapa faktor, seperti perkembangan jumlah penduduk dan berkembangnya kebutuhan akan lahan terbangun baik untuk pemukiman maupun untuk kegiatan jasa perdagangan dan fasilitas umum lainnya. Apalagi saat ini, pemerintah kota Sukabumi sedang berusaha mencapai visinya yaitu menjadikan kota Sukabumi sebagai pusat pelayanan jasa terpadu di bidang perdagangan, pendidikan dan kesehatan (Perda Kota Sukabumi No. 7 Tahun 2003). Adapun faktor lain yang secara tidak langsung ikut mempengaruhinya adalah sejak adanya pemekaran wilayah administratif kota Sukabumi menjadi tujuh kecamatan.

(26)

Geografis yang mampu mengolah data spasial dan atribut secara lebih efektif dan efisien.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Mengetahui kondisi penutupan lahan kota Sukabumi pada tahun 1999 dan 2006.

2. Mengetahui seberapa besar perubahan penutupan lahan yang terjadi di kota Sukabumi pada rentang waktu tahun 1999 sampai tahun 2006.

3. Mengetahui seberapa besar inkonsistensi lahan eksisting terhadap RTRW Kota Sukabumi dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.

Manfaat Penelitian

(27)

TINJAUAN PUSTAKA

Kota

Istilah kota berasal dari sejarah perkotaan di Eropa kuno. Pada zaman Yunani Kuno kota-kota yang pada saat itu dianggap sebagai republik kecil, letaknya terpencar-pencar di wilayah pegunungan yang dinamakan polis. Kota-kota pada waktu itu berupa benteng pasukan pendudukan Romawi di negeri-negeri 60 Eropa yang disebut urbis dan lahan di luar kota di atas parit-parit yang mengelilingi benteng disebut suburbis. Dari istilah-istilah ini kemudian muncul istilah Urban dan suburban, sedangkan pedesaan di luar kota penduduknya adalah petani disebut Ru dan dari sinilah timbul istilah rural. Sementara itu suatu benteng dinamakan Kota apabila menjadi pusat perdagangan dan pertukangan yang memungkinkan berfungsinya pasar dalam kota (Daldjoeni, 2003: 13).

Pembangunan dalam tata ruang kota secara umum adalah suatu upaya secara sadar untuk merubah suatu keadaan melalui perencanaan dengan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat pada umumnya. Sementara itu pembangunan tata ruang dalam arti sempit dapat didefinisikan sebagai pekerjaan-pekerjaan konstruksi yang berhubungan dengan penggunaan tanah atau berhubungan dengan tanah dan bangunan di atasnya atau berhubungan dengan perubahan dalam intensitas penggunaan tanah, atau berhubungan dengan menghidupkan kembali penggunaan yang semula sudah ada (Poerbo , 1999: 220). Pembangunan kota baik secara luas maupun secara sempit, baik yang dilakukan oleh pemerintah maupun oleh swasta hendaknya terorganisasi dan berdasarkan Rencana Tata Ruang yang berlaku.

(28)

mencari nafkah di dalam kota itu, sekaligus juga dapat melakukan aktivitas rekreasi di dalamnya. Hal ini berbeda dengan keadaan di pedesaan dimana penduduk desa umumnya pergi keluar desa untuk mencari nafkah.

Kota memiliki jiwa yang menjadi ciri, yang membedakan satu kota dengan yang lainnya. Kota tumbuh dan berkembang sebagaimana organisme yang lain sehingga boleh jadi sebuah kota juga akan mati menjadi kota mayat (necropolis), jika tidak ditata dan dirawat dengan baik (Ahmad, 2002). Kota-kota besar selalu menjadi pusat-pusat kebudayaan dan perkembangan peradaban. Dari waktu ke waktu mereka bagaikan magnet yang selalu menjadi daya tarik bagi orang-orang dan segala aktivitas perekonomian. Kota-kota tersebut juga secara terus-menerus dibebani sejumlah besar masalah dan oleh karenanya mesti mengembangkan berbagai inovasi untuk mengatasi kritis.

Ciri khas suatu kota adalah klasifikasi mandirinya yang berarti penduduk tidak hanya tinggal dalam kota ini tetapi juga dalam mencari nafkah dan berekreasi. Definisi kawasan perkotaan menurut Keppres No. 114 Tahun 1999 dalam Hakim (2006) merupakan sebuah kawasan yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat pemukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi. Kriteria kawasan perkotaan menurut Keppres tersebut adalah sebagai berikut :

• Wilayah dengan fungsi pemanfaatan ruang sebagai kawasan perkotaan,

baik yang telah ada maupun yang akan ditetapkan pengembangannya, yang mempunyai kepadatan penduduk tertentu, kelengkapan jenis fasilitas perkotaan dan sarana-prasarana transportasi.

• Wilayah yang merupakan satu kesatuan wilayah perkembangan kota dan

atau direncanakan sebagai satu kesatuan kawasan pengembangan perkotaan.

• Wilayah yang memiliki kemudahan untuk penyediaan sarana dan

prasarana perkotaan dengan membentuk satu kesatuan sistem kawasan dengan kawasan perkotaan yang sudah ada.

(29)

• Wilayah yang memiliki daya dukung lingkungan yang dimungkinkan untuk pengembangan fungsi perkotaan.

Di dalam kota terdapat kekuatan-kekuatan dinamis yang mempengaruhi pola penggunaan lahan kota, artinya di dalam pergerakannya terhadap penambahan dan pengurangan bangunan, fungsi fisik, struktur penduduk, nilai kehidupan dan aspek-aspek kehidupan (politik, sosial, ekonomi, dan budaya). Ada 4 jenis dimensi yang perlu diperhatikan dalam mencoba memahami dinamika perubahan tempat tinggal pada suatu kota, yaitu: 1) dimensi lokasi, 2) dimensi perubahan, 3) dimensi siklus kehidupan, dan 4) dimensi penghasilan (Yunus, 1999).

Penggunaan dan Penutupan Lahan

Penggunaan lahan (landuse) merupakan modifikasi manusia dari lingkungan alam atau lingkungan liar menjadi lingkungan terbangun seperti lahan pertanian, padang rumput, dan pemukiman. Penggunaan lahan juga dapat diartikan sebagai bentuk campur tangan manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya baik materil dan spiritual. Sedangkan penutupan lahan (landcover) mengacu pada penutupan lahan yang menjadi ciri suatu area tertentu, yang umumnya merupakan pencerminan dari bentukan lahan dan iklim lokal (de Sherbinin (2002) dalam Putri (2006)).

Bagaimanapun penggunaan lahan dan penutupan lahan memilki pengertian yang berbeda. Penggunaan lahan terkait dengan tujuan penggunaan ekonomis pada suatu lahan, seperti tujuan komersial, tujuan industrial, tujuan rekreasional, dan lain sebagainya. Sementara itu, penutupan lahan berkaitan dengan vegetasi, struktur, atau fitur-fitur lain yang menutupi lahan seperti pohon, rumput, air, atau bangunan.

(30)

dibedakan ke dalam penggunaan lahan kota atau desa (pemukiman), industri, rekreasi, pertambangan dan sebagainya (Arsyad, 1989).

Informasi penutupan lahan dapat diperoleh dari citra penginderaan jauh (remote sensing), foto udara, foto satelit serta teknologi lainnya yang dapat digunakan dalam mengidentifikasi landcover. Sedangkan untuk informasi penggunaan lahan (landuse) dapat diperoleh dengan pengecekan langsung/survey lapang. Dari informasi penutupan lahan yang ada dapat digunakan sebagai informasi awal dalam mendapatkan informasi penggunaan lahan.

Kehidupan kota yang dinamis menyebabkan terjadinya perubahan tata guna lahan dalam mewujudkan pengembangan wilayah kota. Perubahan yang terjadi adalah konversi lahan konservasi menjadi area pertanian, lahan produksi menjadi area pemukiman. Proses perubahan penggunaan lahan pada dasarnya dipandang sebagai konsekuensi logis dari adanya pertumbuhan dan transformasi struktur sosial ekonomi masyarakat yang sedang berkembang.

Peningkatan jumlah penduduk yang pesat dapat berimplikasi pada konversi penggunaan dan penutupan lahan (Land Use/Cover Change) terutama di perkotaan. Perubahan tersebut pada umumnya ditandai dengan adanya proses deforestasi dimana banyaknya terjadi alih fungsi lahan dari hutan menjadi lahan pertanian dan pengalihan lahan pertanian menjadi bangunan industri dan pemukiman (Spaaragen, 1999 dalam Zain, Saefulhakim, dan Munandar, 2003).

Perubahan penggunaan lahan dalam pengertian pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan rencanan tata ruang merupakan gejala umum yang terjadi di kota-kota yang pesat pertumbuhannya. Daya tarik tapak, kemudahan fungsional, daya tarik fungsional, dan gengsi kawasan merupakan faktor penyebab investor untuk mengubah tata guna lahan (Krisdiyana, 2006). Faktor-faktor utama yang mempengaruhi perubahan penggunaan dan penutupan lahan yaitu pertumbuhan populasi penduduk, pertumbuhan ekonomi, demografi, harga produk pertanian dan kehutanan, serta perencanaan wilayah dan lokal serta kebijakan yang terkait.

Ruang Terbuka Hijau Perkotaan

(31)

tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam. Ruang Terbuka Hijau kota merupakan bagian dari penataan ruang perkotaan yang berfungsi sebagai kawasan lindung. Kawasan hijau kota terdiri atas pertamanan kota, kawasan hijau hutan kota, kawasan hijau rekreasi kota, kawasan hijau kegiatan olahraga, kawasan hijau pekarangan. Ruang terbuka hijau diklasifikasi berdasarkan status kawasan, bukan berdasarkan bentuk dan struktur vegetasinya (Fandeli, 2004).

Berdasarkan Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 14 Tahun 1998 tentang Penataan ruang terbuka hijau di wilayah perkotaan, ruang terbuka hijau adalah ruang-ruang dalam kota atau wilayah yang lebih luas, baik dalam bentuk area/kawasan maupun dalam bentuk area memanjang/jalur dimana di dalam penggunaannya lebih bersifat terbuka pada dasarnya tanpa bangunan.

Dalam konteks pemanfaatan, pengertian ruang terbuka hijau kota mempunyai lingkup lebih luas dari sekedar pengisian hijau tumbuh-tumbuhan, sehingga mencakup pula pengertian dalam bentuk pemanfaatan ruang terbuka bagi kegiatan masyarakat. Ruang terbuka hijau kota dapat diklasifikasi, baik dalam tata letak dan fungsinya. Berdasarkan tata letaknya, ruang terbuka hijau kota bisa berwujud ruang terbuka kawasan pantai (coastal open space), dataran banjir sungai (river flood plain), ruang terbuka pengaman jalan bebas hambatan (greenways) dan ruang terbuka pengaman kawasan bahaya kecelakaan di ujung landas bandar udara (Hakim dan Utomo, 2004).

Menurut Dinas Tata Ruang Kota, ruang terbuka hijau kota meliputi : (a) Ruang Terbuka Hijau Makro

Meliputi kawasan pertanian, perikanan, hutan lindung, hutan kota, dan landasan pengaman bandar udara.

(b)Ruang Terbuka Hijau Medium

Meliputi kawasan area pertamanan (city park), sarana olahraga, dan sarana pemakaman umum.

(c) Ruang Terbuka Hijau Mikro

(32)

Tanaman, yang merupakan elemen alami utama pembentuk RTH kota, berperan sangat penting dan efektif dalam meningkatkan kualitas lingkungan perkotaan antara lain melalui pereduksian bahan pencemar lingungan dan kebisingan, meminimalkan longsor dan erosi tanah, ameliorasi iklim, salah satu penyumbang oksigen, meningkatkan jumlah air tanah dan keindahan alami kota. RTH adalah salah satu komponen pembentuk ruang atau wilayah perkotaan yang memiliki peranan penting dalam penyangga (biofiltering), mengendalikan (biocontroling) dan memperbaiki (bioengineering) kulitas lingkungan kehidupan suatu wilayah perkotaan. Karena itu maka RTH juga dinyatakan sebagai bagian dari ruang fungsional suatu wilayah perkotaan yang dapat meningkatkan kualitas fisik, non fisik dan estetika alami suatu kota (Nurisjah, 2007).

Seiring dengan adanya peraturan tentang pemenuhan RTH kota, kesadaran, dan kepedulian masyarakat terhadap kesegaran udara, kenyamanan, dan keindahan pemandangan maka ruang terbuka hijau berupa taman banyak dibangun (Nazarudin, 1996). Beberapa lokasi taman dalam kota diantaranya hotel, tempat wisata, halaman/kawasan perkantoran, pemerintah dan swasta, pusat-pusat perbelanjaan, kawasan industri, jalur hijau di pinggir jalan dan di tengah persimpangan jalan (traffic island), dan daerah penyangga dalam bentuk taman kota (city park), hutan kota (urban forest), maupun hanya sekedar sabuk hijau (green belt).

Ruang Terbuka kota, ruang hijau kota, mempunyai manfaat keseimbangan dalam alam terhadap struktur kota. Ruang Terbuka Hijau janganlah dianggap sebagai lahan yang tidak efisien, atau tanah cadangan untuk pembangunan kota, atau sekedar program keindahan (Hakim dan Utomo, 2004).

Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota

(33)

Pemerintah Kota setempat perlu untuk menyempurnakannya, baik dalam format evaluasi maupun revisi supaya RTRW tersebut tetap aktual, mampu mengakomodir aktivitas kota dan dapat dijadikan pedoman oleh setiap stakeholder dalam pembangunan kota. Dalam operasionalisasinya, rencana tata ruang harus memiliki kekuatan hukum berupa peraturan daerah.

Penyusunan RTRW Kota dilakukan dengan berazaskan kaidah-kaidah perencanaan seperti keselarasan, keserasian, keterpaduan, kelestarian dan kesinambungan dalam lingkup kota dan kaitannya dengan propinsi dan kota/kabupaten sekitarnya, dengan tidak mengesampingkan wawasan perlindungan lingkungan terhadap sumber daya yang dimiliki daerah. RTRW Kota juga harus berlandaskan azas keterpaduan, keserasian, keselarasan dan keseimbangan, keberlanjutan, keberdayagunaan dan kerberhasilgunaan, keterbukaan, kebersamaan dan kemitraan, perlindungan kepentingan hukum, kepastian hukum dan keadilan serta akuntabilitas. RTRW Kota menjadi dasar untuk penertiban perizinan lokasi pembangunan dan jangka waktu RTRW Kota adalah untuk 10 tahun ke depan.

Fungsi dari Rencana Tata Ruang Wilayah Kota menurut Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah Nomor 327/KPTS/2003 yaitu:

• Sebagai matra keruangan dari pembangunan daerah.

• Sebagai dasar kebijaksanaan pokok pemanfaatan ruang di wilayah kota. • Sebagai alat untuk mewujudkan keseimbangan antar wilayah

kota/kabupaten dan antar kawasan serta keserasian antar sektor.

• Sebagai alat untuk mengalokasikan investasi yang dilakukan pemerintah,

masyarakat dan swasta.

• Sebagai pedoman untuk penyusunan rencana rinci tata ruang kawasan. • Sebagai dasar pengendalian pemanfaatan ruang.

• Sebagai dasar pemberian izin lokasi pembangunan skala sedang sampai skala besar.

Sedangkan untuk isi dari Rencana Tata Ruang Wilayah/Kota mencakup : • Pengelolaan kawasan lindung dan kawasan budidaya.

(34)

• Sistem kegiatan pembangunan dan sistem pemukiman pedesaan dan perkotaan.

• Sistem sarana transportasi, telekomunikasi, energi, pengairan, dan

prasarana pengelolaan lingkungan.

• Penatagunaan tanah, penatagunaan air, penatagunaan udara, dan

penatagunaan sumberdaya alam lainnya serta memperhatikan keterpaduan dengan sumberdaya manusia dan sumberdaya buatan.

Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis (SIG) Penginderaan Jauh

Dalam banyak definisi yang diberikan oleh para ahli, umumnya penginderaan jauh dikaitkan dengan ruang (space). Secara teoritis penginderaan jauh atau remote sensing, merupakan ilmu yang mempelajari tentang peraihan informasi suatu obyek, daerah, atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan suatu alat tanpa kontak langsung dengan obyek, daerah, atau fenomena yang dikaji (Lillesand dan Kiefer, 1990). Biasanya teknik ini menghasilkan beberapa bentuk citra yang selanjutnya diproses dan diinterpretasi guna membuahkan data yang bermanfaat untuk aplikasi di bidang pertanian, arkeologi, kehutanan, geografi, perencanaan, dan bidang-bidang lainnya.

Dalam penginderaan jauh dikenal istilah citra dan interpretasi citra. Citra merupakan gambaran yang terekam oleh kamera atau alat sensor lain. Sedangkan interpretasi citra adalah upaya dalam mengkaji foto udara atau foto satelit guna menentukan dan menilai arti pentingnya suatu objek. Dalam penginderaan jauh diperlukan tenaga yang menghubungkan objek dengan sensor. Tenaga tersebut dapat berupa daya gelombang suara dan gelombang elektromagnetik. Tenaga elektromagnetik merupakan tenaga magnet dan listrik yang bergerak dengan kecepatan sinar dengan frekuensi dan panjang gelombang tertentu, dengan sejumlah tenaga tertentu pula (Saher, et al, 2000).

(35)

imagery ataupun radar. Remotely Sensed image data, dapat didefinisikan sebagai representasi permukaan bumi yang dituangkan dalam bentukan digital.

Keungggulan dari teknologi penginderaan jauh antara lain dapat mencakup daerah yang luas, biaya yang murah, dapat diperoleh data yang relatif baru dan berulang dalam periode waktu yang pendek, serta dapat diproses dengan waktu yang lebih cepat. Identifkasi masing-masing RTH dan penggunaan lahan lainnya didasarkan pada perbedaan kombinasi dasar nilai digital piksel yang terekam pada pantulan dan pancaran spektral yang dimilikinya. Dengan memanfaatkan perbedaan pola spektral dan pola spasial berupa aspek tekstur citra, rona, bentuk dan ukuran obyek, arah, hubungan serta posisi piksel yang berdekatan, maka suatu tipe area RTH dapat diidentifikasikan untuk analisis lebih lanjut.

Menurut Lillesand dan Kiefer, 1993, penginderaan jauh meliputi dua proses utama, yaitu pengumpulan data dan analisis data. Elemen proses pengumpulan data meliputi: a) sumber energi, b) perjalanan energi melalui atmosfer, c) interaksi antara energi dengan kenampakan di muka bumi, d) sensor wahana pesawat terbang dan/atau satelit, dan e) hasil pembentukan data dalam bentuk piktoral dan/atau bentuk numerik. Sedangkan proses analisis datanya meliputi: f) pengujian data dengan menggunakan alat interpretasi dan alat pengamatan untuk menganalisis data piktoral dan/atau komputer untuk menganalisis data sensor numerik, g) biasanya dalam bentuk peta, tabel, dan suatu bahasan tertulis atau laporan, h) yang memanfaatkannya untuk proses pengambilan keputusan (user).

Gambar 1. Penginderaan jauh elektromagnetik untuk sumberdaya bumi a) Sumber tenaga

b) Perjalanan tenaga di atmosfer c) Interaksi antara ebergi dan

kenampakan di muka bumi d) Sistem penginderaan

f) Cara interpretasi

g) Hasil informasi h) Pengguna

(36)

Meskipun masih tergolong ilmu pengetahuan baru, perkembangan penginderaan jauh di Indonesia cukup pesat. Demikian juga peranannya dalam pembangunan terasa kian penting. Hal itu dapat dimengerti, karena untuk pemerataan pembangunan di seluruh Indonesia serta pemanfaatan sumber daya secara eektif dan efisien, dibutuhkan informasi yang tepat, cepat, akurat, dan luas (Saher, et al, 2000).

Sistem Informasi Geografis (SIG)

Sistem Informasi Geografi merupakan pengelolaan data geografi yang didasarkan pada kerja komputer (mesin). Karena data geografi merupakan gejala yang tampak, maka tempat dan waktu di mana gejala tersebut berlangsung dapat diamati secara langsung. Data tersebut mencerminkan data keruangan. Sedangkan menurut Prahasta (2005), Sistem informasi Geografis (SIG) adalah sistem komputer yang digunakan untuk memasukkan, menyimpan, memeriksa, mengintegrasikan, memanipulasi, menganalisa, dan menampilkan data yang berhubungan dengan posisi-posisi di permukaan bumi.

SIG merupakan sistem komputer yang memiliki empat kemampuan berikut dalam menangani data yang bereferensi geografi : a) masukan, b) manajemen data (penyimpanan dan pemanggilan data), c) analisis dan manipulasi data, d) keluaran. Proses komputerisasi data masukan (input) harus bersifat numerik (angka, atribut). Oleh karena itu, dalam Sistem Informasi Geografis bagaimanapun bentuknya data masukan harus diubah menjadi angka digital atau atribut, agar dapat dikelola dengan komputer sesuai dengan prinsip SIG.

SIG dapat menyimpan dan menampilkan kembali informasi yang diperlukan mengenai sebuah lokasi geografis dengan modifikasi warna, bentuk, dan ukuran simbol yang dapat memberikan pemahaman yang lebih baik mengenai kondisi geografi suatu wilayah. SIG memiliki kemampuan untuk menguraikan unsur-unsur yang terdapat di permukaan bumi ke dalam bentuk beberapa layer atau coverage data spasial (Prahasta, 2005).

Menurut Saher, et al (2000), informasi geografi dalam SIG berasal dari : • Gejala-gejala litosfer, meliputi relief dan topografi, jenis tanah dan batuan,

(37)

• Gejala-gejala hidrosfer, meliputi peristiwa-peristiwa yang berkaitan dengan kawasan perairan, baik perairan darat maupun laut.

• Gejala-gejala atmosfer, berkaitan dengan cuaca dan iklim termasuk

unsur-unsur serta faktor yang mempengaruhinya.

• Gejala-gejala biosfer, berkaitan dengan tumbuhan, hewan dan manusia yang sangat dipengaruhi oleh unsur litosfer, hidrosfer, dan atmosfer.

• Gejala-gejala sosial-budaya yang berkaitan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang perkembangannya makin hari makin pesat dewasa ini.

Struktur data spasial dalam Sistem Informasi Geografis dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu struktur data vektor dan data raster. Struktur data vektor kenampakan keruangan akan dihasilkan dalam bentuk titik dan garis yang membentuk kenampakan tertentu, sedangkan struktur data raster kenampakan keruangan akan disajikan dalam bentuk konfigurasi sel-sel yang membentuk gambar (Anonim, 2002).

Barus dan Wiradisastra (2000) menyatakan bahwa Sistem Informasi Geografis adalah suatu sistem informasi yang dirancang untuk bekerja dengan data yang bereferensi spasial atau koordinat geografi. Informasi penutupan lahan dapat diekstrak langsung melalui proses interpretasi citra atau foto udara yang kualitasnya baik. Namun demikian, informasi tentang penggunaan lahannya tidak dapat diketahui secara langsung, oleh karena itu diperlukan pengecekan lapang untuk mengetahui penggunaan lahan di suatu daerah.

(38)

atrtibut dan spasial) hingga akhirnya disajikan dalam bentuk yang sesuai dengan kebutuhannya (Prahasta, 2002).

(39)

KONDISI UMUM WILAYAH STUDI

Kondisi Geografis dan Administratif

Kota Sukabumi terletak pada bagian selatan tengah Jawa Barat pada koordinat 1060 45’ 50’’ Bujur Timur dan 1060 45’ 10’’ Bujur Timur, 60 49’ 29’’ Lintang Selatan dan 60 50’ 44’’ Lintang Selatan yang berjarak 120 Km dari Ibukota Negara (Jakarta) dan 96 Km dari Ibukota Propinsi (Bandung).

Wilayah Kota Sukabumi seluruhnya berbatasan dengan wilayah Kabupaten Sukabumi yakni:

• Sebelah Utara : berbatasan dengan Kec. Cisaat dan Kec. Sukabumi, • Sebelah Timur : berbatasan dengan Kec. Sukaraja, Kab. Sukabumi. • Sebelah Barat : berbatasan dengan Kec. Cisaat, Kab. Sukabumi • Sebelah Selatan : berbatasan dengan Kec. Nyalindung Kab. Sukabumi

Secara administratif wilayah Kota Sukabumi berdasarkan PP No.3 tahun 1995 seluas 48 Km² terbagi dalam 5 kecamatan dan 33 desa/kelurahan. Selanjutnya berdasarkan Perda Nomor 15 Tahun 2000 tanggal 27 September 2000, wilayah administrasi Kota Sukabumi mengalami pemekaran menjadi 7 kecamatan dengan 33 kelurahan.

(40)

Tujuh kecamatan yang ada di Sukabumi antara lain Kecamatan Baros, Citamiang, Warudoyong, Gunung Puyuh, Cikole, Lembursitu, dan Cibeureum.

Tabel 1. Pembagian Luas Wilayah Kecamatan di Kota Sukabumi

Sumber : BPS (Kota Sukabumi Dalam Angka, 2007)

Dari data tersebut, dapat dilihat bahwa kecamatan dengan luas wilayah terbesar yaitu Kecamatan Lembursitu dengan luas 8,90 Km2 atau 18,54% dari total luas kota Sukabumi, sedangkan kecamatan dengan luas wilayah terkecil yaitu Kecamatan Citamiang dengan luas 4,04 Km2 atau 8,42% dari total luas kota Sukabumi.

Kondisi Iklim

Suhu udara di suatu tempat antara lain ditentukan oleh tinggi rendahnya tempat tersebut terhadap permukaan laut dan jarak dari pantai. Curah hujan di suatu tempat antara lain dipengaruhi oleh keadaan iklim, keadaan orographi dan perputaran/pertemuan arus udara. Oleh karena itu jumlah curah hujan beragam tiap bulannya.

Secara umum Kota Sukabumi beriklim tropis dengan suhu udara minimum 15ºC dan suhu udara maksimum 30ºC. Rata-rata curah hujan tertinggi pada tahun 2006 terjadi pada bulan Februari dengan curah hujan 483,5 mm (26 hari hujan, rata-rata curah hujan 17,4 mm), sedangkan terendah pada bulan Agustus dengan curah hujan 2 mm (2 hari hujan, rata-rata curah hujan 1 mm). Sebagaimana daerah

No. Kecamatan Jumlah Desa/

Kelurahan

Luas

(Km2)

Persentase

(%)

1. Baros 4 Kelurahan 6,11 12,73

2. Citamiang 5 Kelurahan 4,04 8,42

3. Warudoyong 5 Kelurahan 7,60 15,84

4. Gunung Puyuh 4 Kelurahan 5,50 11,45

5. Cikole 6 Kelurahan 7,08 14,75

6. Lembursitu 5 Kelurahan 8,90 18,54

7. Cibeureum 4 Kelurahan 8,77 18,27

(41)

tropis lainnya, Sukabumi mengenal 2 musim yaitu musim hujan dan musim kemarau. Dengan kondisi iklim mikro seperti ini, maka Kota Sukabumi relatif nyaman bagi manusia untuk tempat peristirahatan dan beraktivitas dalam berbagai aspek kehidupan.

Kondisi Topografi dan Ketinggian Wilayah

Wilayah Kota Sukabumi merupakan lereng selatan dari Gunung Gede dan Gunung Pangrango. Secara morfologis Kota Sukabumi berada pada ketinggian rata-rata 550 meter di atas permukaan laut pada bagian selatan, 770 meter di atas permukaan laut pada bagian utara, dan rata-rata 650 meter di atas permukaan laut pada bagian tengah.

Dilihat dari bentuk bentangan alamnya, Kota Sukabumi berupa perbukitan bergelombang dengan sudut lereng beragam. Di bagian selatan berlereng datar dengan kemiringan antara 0%-3% sedangkan pada bagian utara landai dengan kemiringan antara 3%-8%. Kondisi fisik ini secara langsung ikut mempengaruhi aspek pengembangan dan pembangunan kota secara teknis seperti pengaruh terhadap sistem distribusi air bersih kota, sistem saluran pembuangan, dan juga terhadap berbagai aspek teknis lain, misalnya pekerjaan konstruksi/pekerjaan sipil, tata bangunan dan lain sebagainya.

(42)

Kondisi Tanah dan Penggunaan Lahan

Kondisi tanah di Kota Sukabumi, terbentuk pada jaman kuarter dan merupakan batuan vulkanik Gunung Gede. Sebagian besar batuannya terdiri dari batuan Breksi Tufaan dan Lahar, Andesit dengan Oligloklas Andesin, Piroksin, dan bahan Heron Blando. Tanah di wilayah Kota Sukabumi sebagian besar berupa lempung pasir yang mempunyai sifat fisik kurang baik untuk bangunan berat, karena berdasarkan informasi dari penelitian yang telah dilakukan tebal tanah penutup ini kurang dari 10 meter.

Karena sebagian daerahnya merupakan lereng Gunung Api (Gunung Gede), wilayah Kota Sukabumi mempunyai kecenderungan terkena bencana alam yang berkaitan dengan aktivitas gunung api seperti lahar, gempa bumi, dan longsor-longsoran pada bagian atas lereng. Bencana alam yang kerap kali menimpa Kota Sukabumi adalah gempa bumi. Sedangkan gerakan tanah terdapat di daerah – daerah yang terjal dengan lereng yang tidak stabil.

Wilayah Kota Sukabumi memilki lereng terjal pada bagian utara dan selatan. Jenis tanah umumnya lempung pasir dan pasir. Ketebalan tanah pada bagian utara kurang dari 5 meter, sedangkan bagian selatan relatif lebih tipis.

Penggunaan lahan di Kota Sukabumi dapat dibedakan ke dalam dua kategori, yaitu lahan pertanian sekitar 2.316 Ha (48,25%) dari seluruh wilayah dan sisanya seluas 2.384 Ha (51,75%) adalah lahan darat/kering. Lahan pertanian adalah lahan yang secara fungsi dan pola penggunaannya adalah untuk pengembangan komoditas padi. Lahan pertanian yang ada di Kota Sukabumi tergolong lahan yang produktif, dimana intensitas panen mencapai tiga kali dalam satu tahun. Sedangkan untuk lahan darat/kering terdiri dari kawasan terbangun, tegalan, kolam dan penggunaan lainnya yang dikategorikan bukan sawah.

Kondisi Kependudukan

(43)

tercatat sebanyak 263.479 jiwa. Jika dilihat dari data tersebut, menunjukkan angka pertumbuhan penduduk dalam kurun waktu 2000-2006 yaitu sebanyak 20.294 jiwa, angka pertumbuhan penduduk yang relatif tinggi jika dibandingkan dengan luasan kota Sukabumi.

Berdasarkan jumlah penduduk setiap kecamatan, diketahui bahwa Kecamatan Cikole memiliki jumlah penduduk paling banyak (54.757 jiwa), sedangkan Kecamatan Baros merupakan kecamatan yang paling sedikit penduduknya (29.379 jiwa). Jika dilihat dari jumlah penduduk relatif terhadap luas area atau biasa disebut kepadatan penduduk, ternyata Kecamatan Citamiang merupakan wilayah yang paling padat penduduknya yaitu sekitar 11.328,71 jiwa/ km2, sedangkan Kecamatan Cibeureum merupakan wilayah yang jarang yaitu sekitar 3.382,24 jiwa/km2.

Ditinjau dari kepadatan secara menyeluruh, dapat diketahui bahwa penyebaran penduduk kota Sukabumi belum seimbang. Terdapat beberapa kelurahan yang kepadatannya tinggi, seperti Kelurahan Kebonjati dan Kelurahan Tipar serta adapula beberapa kelurahan yang relatif kepadatan penduduknya masih rendah, terutama di Kecamatan Baros.

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Kota Sukabumi (tahun 2007), penduduk usia 0-4 tahun merupakan kelompok usia yang paling tinggi, diikuti dengan kelomok usia 15-19 dan usia 20-24 tahun. Faktor ini turut mempengaruhi laju perkembangan kota yang secara tidak langsung menyebabkan peningkatan sarana dan prasarana perkotaan dan kebutuhan akan kawasan pemukiman. Apalagi jika melihat angka persentase penduduk yang bekerja menurut lapangan usahanya dimana sektor perdagangan, hotel, dan restoran dengan rata-rata sebesar 33,36% dari jumlahn penduduk yang telah bekerja.

Kondisi Ekonomi

(44)

tahun 2005 yang sebesar 1.546 milyar rupiah. Sedangkan PDRB atas dasar harga konstan 2000 menurut lapangan usaha mencapai 589 milyar rupiah atau naik dari tahun sebelumnya sebesar 558 milyar rupiah.

Berdasarkan kontribusi terhadap perekonomian di wilayah kota Sukabumi, sektor yang memberikan kontribusi terhadap PDRB adalah dari sektor perdagangan, hotel dan restoran, yaitu mencapai 45,00%. Urutan terbesar kedua dan ketiga secara berturut-turut adalah sektor jasa-jasa serta sektor pengangkutan dan komunikasi yang masing-masing memberikan kontribusi sebesar 16,30% dan 14,40%. Sedangkan sektor yang kontribusinya paling kecil terhadap PDRB adalah sektor pertambangan dan penggalian yang hanya 0,01%.

(45)

METODOLOGI

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Kota Sukabumi, Jawa Barat pada 7 wilayah kecamatan dengan waktu penelitian pada bulan Juni sampai November 2009. Pada lokasi penelitian dilakukan pengambilan data berupa data administratif, data kependudukan, serta cek lapangan. Sedangkan pengolahan dan analisis data dengan Sistem Informasi Geografis (SIG) dilakukan di Kampus IPB Dramaga, Bogor.

Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian

Alat dan Data

(46)

Word 2007. Serta peralatan yang berkaitan dengan survey lapang seperti kamera digital, GPS, dan alat tulis.

Data yang akan digunakan dalam penelitian ini meliputi data spasial dan atribut. Data spasial merupakan data yang bersifat keruangan diantaranya Citra satelit Landsat 7 ETM+ (dalam bentuk raster dengan ukuran piksel 30m x 30m), Peta Batas Administrasi, dan Peta RTRW Sukabumi. Sedangkan data atribut merupakan data yang berbentuk tulisan maupun angka diantaranya Data Kependudukan dan Sosial Ekonomi Masyarakat Kota Sukabumi dan data penunjang lainnya. Untuk lebih jelasnya bisa dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Jenis, sumber, dan cara pengumpulan data

Data Jenis Data Sumber data

CITRA LANDSAT 7 ETM+ - Citra Landsat 7 ETM+ Sukabumi

Tahun 2006, Bulan Agustus, Path 122, Row 065

- Citra Landsat 7 ETM+ Sukabumi Tahun 1999, Agustus, Path 122, Row 065

Sekunder BTIC Biotrop, Lab. Arsitektur Lanskap, P4W

Peta Batas Administrasi Sukabumi Sekunder Bappeda Kota Sukabumi Peta RTRW Kota Sukabumi Sekunder Bappeda Kota Sukabumi Klasifikasi penutupan dan penggunaan

lahan

Sekunder Bappeda Kota Sukabumi, Literatur.

Data Kependudukan Kota Sukabumi Sekunder BPS Kota Sukabumi Kebijakan-kebijakan Pengelolaan

Sumberdaya Alam dan Lingkungan yang berlaku

Sekunder Bappeda Kota Sukabumi, Dinas Pekerjaan Umum Kota Sukabumi

Metode Penelitian

(47)

Proses penelitian berdasarkan proses dalam Sistem Informasi Geografis meliputi beberapa tahap, diantaranya pengumpulan dan pemasukan data, analisis awal, survey lapang, pengolahan data, dan penyajian hasil.

Pengumpulan dan pemasukan data

Data awal yang dikumpulkan berupa data sekunder atau informasi dasar mengenai Kota Sukabumi. Informasi yang didapatkan berupa data atribut dan data spasial baik itu perolehan dari pustaka, perolehan dari berbagai pihak terkait maupun survey lapang.

Data yang berkaitan dengan kondisi umum kota Sukabumi didapat dari dinas-dinas terkait di wilayah pemerintahan Kota Sukabumi seperti Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kota Sukabumi serta dari bebagai literatur. Data berupa citra Landsat 7 ETM+ tahun penyiaman 1999 dan tahun 2006 Kota Sukabumi diperoleh dari BTIC BIOTROP dan P4W.

Analisis awal

Analsis awal citra dilakukan dengan melakukan beberapa tahapan persiapan citra sebelum dilakukan pengolahan data lanjutan. Tahapan ini bertujuan untuk manajemen dan koreksi bahan penelitian dan memperoleh informasi awal mengenai kondisi lokasi penelitian.

Perbaikan Citra (Image Restoration)

Langkah pertama yang harus dilakukan dalam mengolah data citra adalah perbaikan citra yaitu melalui koreksi geometris. Proses koreksi geometris merupakan kunci utama dalam memasuki dunia remote sensing. Apabila dalam proses ini tidak dilalui dengan sempurna, makan akan terjadi distorsi geometri (Geometric distorsion). Proses koreksi geometris dilakukan dengan melakukan kalibrasi antara image dari sebuah sensor dengan kondisi sesungguhnya dari sebuah tapak yang menjadi lokasi pengamatan.

(48)

Untuk perbaikan distorsi geometrik dapat dilakukan dengan menentukan titik-titik kontrol (GCP/Ground Control Point) setiap citra. Dalam akhir proses koreksi geometris ini akan muncul nilai RMSE (Root Mean Square Error) yaitu merupakan nilai yang menunjukkan besarnya simpangan antara posisi sebenarnya dengan posisi GCP. Menurut Jaya, 2002, disarankan agar nilai RMSE lebih kecil dari 0,5 piksel atau sebesar 0,10 (10%).

Pemotongan Citra (Subset Image)

Pemotongan Citra (Subset Image) dilakukan untuk memfokuskan pada wilayah yang akan diteliti. Pemotongan citra ini dilakukan dengan cara memotong (cropping) citra Landsat 7 ETM+ dengan bantuan peta digital administrasi wilayah yang diteliti. Proses ini dilakukan menggunakan software ERDAS Imagine 9.1 dengan melakukan overlay antara peta citra terkoreksi dengan peta digital batas administrasi yang sudah dibuat dengan area of interest (aoi), kemudian dialakukan pemotongan citra (subset) sehingga didapatkan peta citra wilayah penelitian.

Interpretasi Visual

Interpretasi visual dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan orientasi citra, mengidentifikasi pola sebaran dan penentuan jenis penutupan lahan yang terdapat pada wilayah penelitian. Interpretasi citra secara visual dilakukan dengan menggunakan kombinasi tiga saluran (band) dalam format RGB. Kombinasi band yang digunakan adalah band 5, 4, 2 yang dapat memberikan tampilan yang lebih jelas mengenai informasi tutupan lahan pada wilayah penelitian untuk kemudian dilakukan pembagian kelas tutupan lahan berdasarkan interpretasi yang dilakukan. Karakteristik saluran Landsat 7 ETM+ dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Karakteristik Band Landsat

Daerah panjang

gelombang

λ (µm) Kegunaan

Sinar tampak -biru

1 : 0,45-0,52 Diskriminasi vegetasi berdaun lebar terhadap berdaun jarum. Band ini dapat melakukan penetrasi air.

(49)

-merah 3 : 0,63-0,69 Diskriminasi vegetasi. Band pada daerah yang menyerap klorofil, dapat tumbuhan/tanaman. Infra merah dekat 4 : 0,76-0,90 Identifikasi akumulasi biomassa dan batas-batas daratan dan perairan, sensitif terhadap kadar air permukaan tanah.

Infra merah sedang 5 : 1,55-1,75 7 : 2,08-2,35

Pendeteksian kandungan air (kelembaban permukaan). Sensitif terhadap kadar air tanaman, tanah, dan kerapatan tegakan.

Infra merah termal 6 : 10,4-12,5 Pendekatan sebaran suhu permukaan daratan dan lautan (pemetaan termal)

Pankromatik 8 : 0,50-0,90 Sumber : Lo, 1995 dalam Hakim, 2006.

Survey Lapang

Kegiatan survey lapang ini dilakukan guna memperoleh informasi mengenai keadaan sebenarnya di lapang yaitu melihat kondisi penutupan lahan yang ada dan sejumlah titik koordinat area contoh penutupan lahan. Area contoh penutupan lahan dilakukan secara acak di bagian wilayah penelitian pada daerah-daerah yang mudah dijangkau. Sebagai penunjang dilakukan juga pengambilan gambar contoh penutupan lahan yang ada.

Pengolahan Data

Tahap analisis lanjutan atau pengolahan data dilakukan untuk memperoleh hasil akhir yang diinginkan dari penelitian ini. Adapun proses analisis lanjutannya meliputi :

Klasifikasi Terbimbing (Supervised Classification)

Analisis yang dilakukan menggunakan klasifikasi terbimbing. Klasifikasi terbimbing merupakan klasifikasi dimana analisis mempunyai sejumlah piksel yang mewakili dari masing-masing kelas atau kategori yang diinginkan (Jaya, 2002). Pada prinsipnya, dalam interpretasi citra klasifkasi terbimbing mengandalkan delapan komponen dasar, yaitu :

• warna • ukuran, • rona, • lokasi, • tekstur, • pola,

• bentuk, • dan asosiasi.

(50)

dan membangun suatu deskripsi numerik dari spektral tiap penutupan lahan tersebut (Lillesand dan Kiefer, 1994).

Area contoh yang ditentukan didasarkan pada hasil survey lapang dan juga dengan menggunakan bantuan peta yang ada, seperti peta penutupan dan penggunaan lahan. Untuk membedakan tiap area contoh penutupan lahan dilakukan penamaan piksel (labeling) tentunya dengan menggunakan software ERDAS Imagine 9.1.

Adapun tahapan kegiatan yang dilakukan dalam klasifikasi terbimbing menggunakan software ERDAS Imagine 9.1:

1. Pengenalan pola-pola spektral yang ditampilkan oleh citra dengan berpedoman titik kontrol yang diambil pada lokasi penelitian

2. Pemilihan daerah (area of interest) yang diidentifikasi sebagai suatu tipe penutupan lahan berdasarkan pola-pola spektral yang ditampilkan oleh citra.

3. Proses klasifikasi citra yang dilakukan secara otomatis oleh komputer berdasarkan pola-pola spektral yang telah ditetapkan pada saat proses pemilihan daerah.

4. Menggabungkan daerah-daerah yang memiliki tipe penutupan lahan yang sama (recode).

5. Pengkoreksian citra hasil klasifikasi dengan membandingkannya dengan citra sebelum diklasifikasi.

Analisis Data Atribut

Analisis Perubahan Penutupan Lahan

(51)

Analisis Data Kependudukan dan Data Atribut Lain

Pengolahan data atribut ini bertujuan agar data atribut yang telah dikumpulkan dapat dianalisis sebagai faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan penutupan lahan di Kota Sukabumi. Data-data atribut yang digunakan antara lain data jumlah penduduk, kepadatan penduduk, pertumbuhan penduduk, kebijakan pemerintah dalam penataan ruang dan lain sebagainya.

Data kependudukan (demografi) dan data atribut lain pada tahun 1999 dan 2006 yang telah diolah, kemudian dibandingkan untuk mengetahui perubahan demografi yang terjadi selama periode 1999-2006 pada kota Sukabumi. Perubahan-perubahan demografi yang terjadi kemungkinan dapat dijadikan sebagai faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan lahan di kota Sukabumi. Selain dari perubahan data kependudukan/demografi, dilakukan juga analisis terhadap kebijakan yang berlaku secara kualitatif, untuk menggambarkan adanya pengaruh kebijakan tersebut terhadap perubahan penutupan lahan yang terjadi.

Penyajian Hasil

(52)

Input

Analisis Output

Analisis

Gambar 5. Tahapan Pelaksanaan Penelitian

Persiapan studi Perizinan

Pengumpulan & pemasukan data

Citra Landsat 7 ETM+ Kota Sukabumi tahun 1999 dan 2006

Peta rupa bumi, peta digital administrasi, dan peta tata guna

lahan Kota Sukabumi

Pengolahan & Analisis awal

Perbaikan citra

Klasifikasi Terbimbing (Supervised Classification)

Analisis lanjutan

Data atribut (kependudukan, BPS)

Data Penunjang lain

Pemotongan citra

Survey lapang Interpretasi visual

Pengolahan data atribut

Penyajian Hasil

Hasil akhir :

(53)

Batasan Penelitian

Batasan penelitian ini dimaksudkan agar penelitian yang dilakukan ini menjadi lebih terarah dan fokus sesuai dengan tujuan penelitian yang hendak dicapai. Adapun batasan-batasan penelitian tersebut antara lain :

• Wilayah penelitian merupakan wilayah Kota Sukabumi berdasarkan peta batas administratif yang diperoleh dari dinas Bappeda Kota Sukabumi yang kemudian dilakukan pengkoreksian batas-batas wilayah dan letak koordinatnya.

• Hasil dari penelitian ini dibatasi hanya sampai tahap pengidentifikasian dan analisis perubahan penutupan lahan yang terjadi di kota Sukabumi dengan menggunakan citra Landsat 7 ETM+ tahun 1999 dan 2006.

• Salah satu yang menjadi faktor penting yang secara langsung turut mempengaruhi perubahan penutupan lahan di kota Sukabumi adalah kondisi sosial-ekonomi masyarakat, khususnya kepadatan penduduk, karena perubahan jumlah penduduk dapat mempengaruhi kebutuhan lahan. • Kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan masalah penutupan lahan

(54)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Sejarah Perkembangan Kota Sukabumi

Secara historis kota Sukabumi dibangun oleh Pemerintah Hindia Belanda sebagai Burgerlijk Bestuur (1914) dengan status Gemeenteraad Van Sukabumi yang bertujuan untuk memberikan pelayanan kepada orang-orang Belanda dan Eropa sebagai pengelola perkebunan di wilayah kabupaten Sukabumi, Cianjur dan Lebak.

Dalam konteks perekonomian regional pada saat itu kota Sukabumi sudah dilengkapi dengan fasilitas pergudangan, fasilitas perbengkelan, dan jaringan transportasi seperti kereta api dan jalan raya yang berakses langsung ke pelabuhan samudera di Jakarta sehingga terjadi kegiatan eksport-import. Namun demikian dalam perjalanan sejarah kejayaan itu menyurut dikarenakan kesinambungan pengelolaan dan pemeliharaan asset-asset yang berbasis perkebunan tidak lagi menguntungkan akibat semakin ketatnya persaingan dengan negara-negara produsen sejenis.

Memasuki era kemerdekaan dengan dibentuknya sistem pemerintahan daerah, kota Sukabumi termasuk ke dalam kategori kota kecil yang disebut sebagai Kotapraja, Kotamadya dan terakhir menjadi kota yang memiliki areal 1.215 Ha yang terdiri dari 2 (dua) kecamatan. Berdasarakan Peraturan Pemerintah No.3 Tahun 1995 kota Sukabumi mengalami perluasan batas wilayah administrasi dari 1.215 Ha menjadi 4.800,23 Ha, sehingga ada penambahan desa-desa dan kecamatan yang kemudian dimekarkan menjadi 7 (tujuh) kecamatan, yaitu Kecamatan Cikole, Cibeureum, Citamiang, Lembursitu, Warudoyong, Baros dan Gunung Puyuh yang terdiri dari 33 kelurahan.

(55)

menikmati keindahan alam dan kesejukan udara di sekitarnya. Lokasi kota Sukabumi yang dikelilingi gunung, rimba, laut, dan pantai (gurilap) memang strategis dijadikan tempat peristirahatan dan tujuan wisata. Oleh karena itu, wajar saja apabila kota Sukabumi mengalami perubahan penutupan lahan terutama menurunnya kawasan hijau untuk kegiatan pertanian.

Pembangunan kota Sukabumi pada hakekatnya merupakan bagian yang tak terpisahkan dari pembangunan nasional dan pembangunan Provinsi Jawa Barat. Pemerintah kota Sukabumi berupaya untuk selalu mengadakan perubahan yang terus-menerus dan berkesinambungan ke arah pembangunan kota yang lebih baik, dan meningkatkan kualitas pembangunan manusia yang lebih potensial dengan memanfaatkan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sedang berkembang, serta memperhitungkan berbagai peluang dan tantangan yang berskala regional, nasional maupun global.

Struktur Tata Ruang

Menurut Undang-Undang No. 26 Tahun 2007, Struktur Tata Ruang adalah susunan pusat-pusat pemukiman dan sistem jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara hierarkis memiliki hubungan fungsional. Kota Sukabumi saat ini telah berkembang menjadi salah satu kawasan cepat tumbuh di Jawa Barat. Ditunjang dengan letak geografis, berbagai potensi/sumberdaya alam dan buatan, serta sumberdaya manusianya, kota Sukabumi berkembang dengan memfokuskan pembangunannya pada tiga fungsi utama yaitu sebagai pelayanan jasa di bidang perdagangan, pendidikan, dan kesehatan (Perda Kota Sukabumi No. 7 Tahun 2003).

(56)

kesehatan, perdagangan dan pemukiman. Dengan status sebagai pusat kota, mengakibatkan BWK II mengalami peningkatan kepadatan penduduk sehingga terjadi kemacetan lalu-lintas, polusi, kebisingan, dan perubahan suhu.

Gambar 6. Kawasan Pusat Kota

BWK I ditetapkan di bagian barat (kecamatan Gunung Puyuh) sedangkan di bagian timur ditetapkan sebagai BWK III yang meliputi seluruh wilayah kecamatan Cibeureum, salah satu fungsi BWK ini adalah sebagai kawasan pengembangan sektor industri. BWK IV berada di bagian tengah yang meliputi kecamatan Citamiang. BWK V, BWK VI, dan BWK VII berada di bagian selatan yang secara bertutut-turut meliputi wilayah kecamatan Warudoyong, kecamatan Baros, dan Lembursitu.

Kawasan BWK V, BWK VI, dan BWK VII ini merupakan BWK tambahan dari hasil rencana pemekaran wilayah kota Sukabumi berdasarkan arahan RTRW kota Sukabumi. Hal ini bertujuan untuk mengefektifkan pelayanan maksimal pada masyarakat dan peningkatan pembangunan yang merata pada seluruh wilayah kota. Pembagian wilayah kota Sukabumi beserta fungsi kawasannya tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Pembagian Wilayah Kota Sukabumi

No. BWK Fungsi Kawasan Komponen Utama Luas (Ha)

1. BWK I Gunung Puyuh

Perumahan •Perumahan •Perdagangan •Pendidikan Tinggi •Hutan Kota

548,000

2. BWK II (Pusat Kota) Cikole

•Perdagangan & jasa

•Pemerintahan/

•Perdagangan & jasa •Pemerintahan/ perkantoran

Gambar

Gambar 2. Peta Administratif Kota Sukabumi
Tabel 1. Pembagian Luas Wilayah Kecamatan di Kota Sukabumi
Gambar 3. Peta Lereng Kota Sukabumi
Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tabel ini mencakup daftar posisi titik sampel dan pencatatan pengukuran suhu udara, kecepatan angin dan hasil interpretasi awal penggunaan lahan dari citra Quickbird

Pemukiman diwilayah pesisir Kecamatan Sluke terjadi perubahan penggunaan lahan yang cukup menonjol,pada tahun 2004 mempunyai luas yaitu 439492 M.sedangkan pada

tanaman Akasin, perkebunan karet, lierkebunan kelapa, perkebunan kelapa sawit, padang rornput atau alang-alang: dan areal pemukiman. Setiap kelas pada masing-masiny

Dari beberapa data yang akan digunakan untuk menentukan kesesuaian. lahan permukiman tersebut kemudian diolah dengan menggunakan SIG

Analisis perubahan penggunaan lahan dilakukan dengan membandingkan peta penggunaan lahan yang telah dibuat yakni antara tahun 2000 - 2012 dengan metode overlay yakni

Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Grogol Kabupaten Sukohajo yang meliputi 14 desa dengan judul Analisis Perubahan Penggunaan Lahan Non Permukiman

Dengan demikian untuk menentukan kadar air di Kabupaten Tuban, model pendugaan kelengasan lahan pada penelitian dapat digunakan dengan menggunakan transformasi citra

Analisis hubungan luas tersebut dilakukan dengan uji korelasi statistik, sedangkan untuk uji apakah ada pengaruh luasnya vegetasi terhadap luasnya sebaran di setiap wilayah desa di