• Tidak ada hasil yang ditemukan

Monitoring Perubahan Penutupan Lahan dengan Menggunakan Sistem Informasi Geografi (SIG) dan Penginderaan Jauh (Studi Kasus : Kawasan Puncak, Kabupataen Bogor, Jawa Barat)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Monitoring Perubahan Penutupan Lahan dengan Menggunakan Sistem Informasi Geografi (SIG) dan Penginderaan Jauh (Studi Kasus : Kawasan Puncak, Kabupataen Bogor, Jawa Barat)"

Copied!
207
0
0

Teks penuh

(1)

DAN PENGINDERAAN JAUH

(Studi Kasus: Kawasan Puncak, Kabupaten Bogor, Jawa Barat)

MITA ARIYANTY

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN

(2)

MITA ARIYANTY. Monitoring Perubahan Penutupan Lahan dengan Menggunakan Sistem Informasi Geografi (SIG) dan Penginderaan Jauh (Studi Kasus: Kawasan Puncak, Kabupaten Bogor, Jawa Barat). Dibimbing oleh SYARTINILIA.

Kecamatan Ciawi, Megamendung, dan Cisarua merupakan kecamatan yang terletak di DAS Ciliwung hulu. Ketiga kecamatan tersebut merupakan daerah tangkapan atau resapan air hujan yang saat ini mengalami perubahan penutupan lahan dengan cepat. Perubahan yang terjadi khususnya dari area terbuka hijau menjadi area terbangun. Oleh karena itu kegiatan monitoring perubahan penutupaan lahan sangat dianjurkan untuk mengetahui perubahan penutupan lahan di lokasi ini dari waktu ke waktu. Dengan tersedianya citra yang memiliki resolusi tinggi seperti AVNIR-2 (Resolusi 10x10 m) yang dikombinasikan dengan SIG dan penginderaan jauh, maka kegiatan monitoring bisa dilakukan lebih akurat. Penelitian dilakukan di Kecamatan Ciawi, Megamendung, dan Cisarua. Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan peta penutupan lahan di lokasi tersebut dengan menggunakan citra AVNIR-2 resolusi 10x10 m, menganalisis tingkat akurasi peta yang telah dihasilkan, dan menganalisis besarnya perubahan penutupan lahan yang terjadi sejak tahun 2002.

Peta penutupan lahan tahun 2009 dihasilkan dengan menggunakan metode

Maximum Likelihood dari Klasifikasi Terbimbing yang akan dibandingkan dengan peta penutupan lahan tahun 2002 yang dihasilkan dari citra LANDSAT ETM+ 2002/12/22 (Syartnilia, 2004) dan dianalisis perubahan lahannya. Dari penelitian ini, diperoleh peta penutupan lahan tahun 2009 dengan tingkat akurasi umum sebesar 91,67% dengan 7 jumlah kelas penutupan lahan hasil klasifikasi, dimana penutupan lahan terluas berupa hutan sebesar 5.401,29 ha.

(3)

luas lahan yang berubah sebesar 4.306,56 ha yang didominasi oleh perubahan dari ladang ke sawah (734,58 ha). Kecamatan Ciawi mengalami perubahan sebesar 2.577,79 ha yang didominasi oleh perubahan dari ladang ke pemukiman (301,59 ha).

(4)

DAN PENGINDERAAN JAUH

(Studi Kasus: Kawasan Puncak, Kabupaten Bogor, Jawa Barat)

MITA ARIYANTY A44070016

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Arsitektur Lanskap

Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN

(5)

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan dalam skripsi saya yang berjudul:

MONITORING PERUBAHAN PENUTUPAN LAHAN DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI (SIG)

DAN PENGINDERAAN JAUH

(Studi Kasus: Kawasan Puncak, Kabupaten Bogor, Jawa Barat)

Merupakan gagasan atau hasil penelitian skripsi saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun, dengan bimbingan Dosen Pembimbing, kecuali yang dengan jelas rujukannya. Semua data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan telah dinyatakan secara jelas dalam teks dan dicantumkan pada Daftar Pustaka Skripsi ini.

Bogor, Oktober 2011

Mita Ariyanty

(6)

® Hak Cipta Milik IPB, tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan

atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,

penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau

tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan IPB.

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini

(7)

Judul Skripsi : Monitoring Perubahan Penutupan Lahan dengan Menggunakan Sistem Informasi Geografi (SIG) dan Penginderaan Jauh (Studi Kasus : Kawasan Puncak, Kabupataen Bogor, Jawa Barat)

Nama : Mita Ariyanty

NRP : A44070016

Departemen : Arsitektur Lanskap

Disetujui, Dosen Pembimbing

Dr. Syartinilia, SP, M.Si NIP 19781209 200604 2 025

Diketahui,

Ketua Departemen Arsitektur Lanskap

Dr. Ir. Siti Nurisjah, MSLA NIP 19480912 197412 2 001

(8)

Penulis dilahirkan di Bandung pada tanggal 26 Februari 1989 dari ayah Drs. Daryanto dan ibu Elis Nurweni. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara.

Pendidikan penulis diawali pada tahun 1994 dan menyelesaikan Taman Kanak-kanak (TK) di TK Trisula, Indramayu pada tahun 1995. Pada tahun 2001 penulis lulus dari SD N Paoman III, Indramayu. Kemudian pada tahun 2004 penulis menyelesaikan studi di SLTP N 2 Sindang, Indramayu. Selanjutnya pada tahun 2007 penulis lulus dari SMA N 1 Sindang, Indramayu. Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor pada tahun 2007 melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) sebagai mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama (TPB) dan tercatat sebagai mahasiswa Departemen Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

(9)

Puji dan Syukur penulis haturkan ke hadirat Allah SWT atas Kebesaran-Nya, sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Keberhasilan penulis menyelesaikan skripsi ini tentunya tidak lepas dari bantuan serta dukungan berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang telah membantu penyelesaian skripsi ini, antara lain :

1. Dr. Syartinilia, SP,M.Si selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak membantu dan memberikan masukan serta saran yang sangat berguna dalam penyelesaian skripsi ini.

2. Ayah Drs. Daryanto dan Ibunda Elis Nurweni serta adik-adik (Diki Hernawan Sutanto dan Muhammad Edi Sutrisno) serta keluarga besar atas doa, semangat, perhatian, dan kasih sayang.

3. Seluruh Dosen dan Staf Fakultas Pertanian IPB, khusunya Departemen Arsitektur Lanskap atas kelancaran penulisan skripsi ini.

4. Mas Tri, staf PPLH, Kak Beni yang telah membantu saya mendapatkan

software yang saya butuhkan untuk penelitian ini.

5. Galih Radityo, S. Hut atas segala bantuan dan kerjasamanya dalam mengajarkan berbagai software yang dibutuhkan dalam penelitian ini.

6. Teman-teman di Lab Analisis Lingkungan dan Pemodelan Spasial, Konservasi Sumber Daya Hutan, Fakultas Kehutanan, Kak Muis, Arga Pandiwijaya, S. Hut, Kak Bebi, dan Kak Age atas bantuan tenaga, waktu, dan pikiran.

7. Teman-teman di Lab Remote Sensing (GIS), Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan, Kak Edwin, Kak Aswin, Kak Oki, Adek yang telah membantu mengenai pemahaman remote sensing pada penutupan lahan.

8. Sahabat-sahabat atas semangat, dorongan, gurauan, dan kebersamaannya selama ini.

9. Agus yang telah membantu saya dalam pengambilan data di lapangan.

(10)
(11)

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan penelitian dengan judul “Monitoring Perubahan Penutupan lahan dengan Menggunakan Sistem Informasi Geografi (SIG) dan Penginderaan Jauh (Studi Kasus: Kawasan Puncak, Kabupaten Bogor, Jawa Barat)” di bawah bimbingan Dr. Syartinilia, SP, M.Si. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pertanian dari Departemen Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Penyusunan skripsi ini merupakan wadah bagi penulis untuk melatih keterampilan dan wawasan penulis dalam menyusun sebuah Karya Ilmiah, sehingga penulis menyadari bahwa skripsi ini belum sempurna dan masih terdapat kekurangan. Oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan penulis untuk penyempurnaan tulisan ini. Semoga Skripsi ini dapat bermanfaat.

Bogor, Oktober 2011

Mita Ariyanty

(12)

DAFTAR ISI

2.3 Aplikasi SIG dan Penginderaan Jauh untuk Studi Penutupan Lahan .. 7

2.4 AVNIR-2 ... 9

2.5 Klasifikasi Penutupan Lahan ... 10

2.5.1 Training Area ... 11

2.5.2 Analisis Keterpisahan (Separability Assesment) ... 12

2.5.3 Penggabungan Kelas / Merging / Grouping ... 12

2.5.4 Labeling ... 12

2.5.5 Pendugaan Akurasi ... 13

2.5.6 Deteksi Perubahan Penutupan Lahan ... 13

III. METODOLOGI ... 14

3.4.2.1 Klasifikasi Terbimbing (Supervised Classification) ... 20

(13)

3.4.3.3 Pendugaan Akurasi ... 23

3.4.2.4 Deteksi Perubahan Penutupan Lahan ... 24

IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN ... 26

4.1 Karakteristik Biofisik ... 26

4.1.1 Letak Geografis ... 26

4.1.2 Iklim ... 26

4.1.3 Hidrologi ... 28

4.1.4 Kemiringan Lahan ... 30

4.1.5 Tanah dan Geologi ... 31

4.1.6 Kawasan Lindung dan Non-Lindung ... 33

4.1.7 Penutupan Lahan ... 34

4.2 Karakteristik Sosial Ekonomi dan Kependudukkan ... 37

4.2.1 Sosial Ekonomi ... 37

5.2 Perbandingan Luas Penutupan Lahan tahun 2002 dan 2009 ... 46

5.3 Perubahan Penutupan Lahan Periode 2002 - 2009 ... 49

5.4 Perubahan Penutupan Lahan Periode 2002- 2009 tiap Kecamatan ... 56

5.5 Faktor yang Mempengaruhi Perubahan Penutupan Lahan ... 68

5.5.1 Faktor Alam ... 68

5.5.2 Faktor Manusia ... 69

5.5.2.1 Pertumbuhan Penduduk ... 69

5.5.2.2 Mata Pencaharian ... 70

5.5.2.3 Aksesibilitas dan Fasilitas ... 70

5.5.2.4 Kebijakan Pemerintah ... 71

5.6 Implikasi Perubahan Penutupan Lahan terhadap Lanskap ... 73

VI. SIMPULAN DAN REKOMENDASI ... 74

6.1 Simpulan ... 74

(14)
(15)

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1. Spesifikasi AVNIR-2 ... 10

2. Kriteria Tingkat Keterpisahan ... 12

3. Jenis dan Sumber Data Kegiatan Monitoring ... 16

4. Luas Hasil Klasifikasi Penutupan Lahan 2002 ... 17

5. Deskripsi Kelas Penutupan Lahan ... 21

6. Penampakkan Training Area pada AVNIR-2 tahun 2009 ... 21

7. Data Iklim Lokasi Penelitian pada Tahun 2009-2010 ... 27

8. Data Hari Hujan Lokasi Penelitian pada Tahun 2009 ... 27

9. Debit Maksimum dan Minimum Sungai Ciliwung di Bendungan Katulampa ... 28

10. Kondisi Kemiringan Lahan Lokasi Penelitian ... 31

11. Jenis Tanah di Lokasi Penelitian ... 31

12. Jumlah Bangunan Menurut Jenisnya Tahun 2009 ... 36

13. Tingkat Pendidikan di Lokasi Penelitian Tahun 2009 ... 37

14. Jumlah Penduduk di Lokasi Penelitian Tahun 1997-2009 ... 38

15. Obyek Wisata dan Jumlah Wisatawan di Lokasi Penelitian tahun 2009 ... 39

16. Matrik nilai keterpisahan antar kelas penutupan lahan hasil klasifikasi terbimbing ... 43

17. Luas Hasil Klasifikasi Penutupan Lahan 2009 ... 43

18. Pendugaan Akurasi dari Penutupan Lahan Tahun 2009 ... 45

19. Perbandingan luas penutupan lahan tahun 2002 dan 2009 ... 48

20. Nilai penutupan lahan yang tetap/tidak berubah periode 2002-2009.... 49

21. Nilai penutupan lahan yang mengalami perubahan periode 2002-2009 50 22. Penutupan lahan yang tetap dan berubah periode 2002-2009 ... 52

23. Persentase kecenderungan perubahan penutupan lahan menjadi penutupan lahan lain di seluruh lokasi penelitian ... 53

24. Perubahan Penutupan Lahan Periode 2002 - 2009 Tiap Kecamatan .... 56

(16)

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

1. Kerangka Pikir Penelitian ... 4

2. Lokasi Penelitian (Kec. Ciawi, Megamendung, dan Cisarua) ... 15

3. Peta Penutupan Lahan Tahun 2002 ... 17

4. Bagan Alir Penelitian ... 18

5. Proses Subset Studi Area ... 19

6. Matriks Post Classification Comparison ... 23

7. Danau Telaga Warna, salah satu sumber mata air di DAS Ciliwung Hulu ... 28

8. Peta Drainase Lokasi Penelitian ... 29

9. Peta Kemiringan Lahan Lokasi Penelitian ... 30

10. Peta Jenis Tanah Lokasi Penelitian ... 32

11. Kawasan lindung dan non-lindung di lokasi penelitian ... 33

12. Grafik Peningkatan Jumlah Penduduk di Lokasi Penelitian ... 38

13. RTRW Kabupaten Bogor sampai dengan Tahun 2025 ... 41

14. Peta Penutupan Lahan Tahun 2009 ... 44

15. Diagram perbandingan luas penutupan lahan 2002-2009 ... 47

16. Peta Penutupan Lahan yang Tetap dan Mengalami Perubahan Periode 2002 - 2009 ... 51

17. Peta Kelas Penutupan Lahan yang Tetap (Tidak Mengalami Perubahan) Periode 2002 - 2009 ... 54

18. Peta Perubahan Kelas Penutupan Lahan Periode 2002 – 2009 ... 55

19. Perubahan hutan menjadi 6 kelas lainnya periode 2002 - 2009 ... 57

20. Perubahan perkebunan menjadi 6 kelas lainnya periode 2002 - 2009 ... 59

21. Perubahan semak belukar menjadi 6 kelas lainnya periode 2002 - 2009 ... 60

22. Perubahan sawah menjadi 6 kelas lainnya periode 2002 - 2009 ... 61

23. Perubahan ladang menjadi 6 kelas lainnya periode 2002 - 2009 ... 62

(17)

25. Perubahan badan air menjadi 6 kelas lainnya periode 2002 - 2009 ... 64 26. Peta Perubahan Penutupan Lahan Periode 2002 – 2009

Kecamatan Ciawi ... 65 27. Peta Perubahan Penutupan Lahan Periode 2002 – 2009

Kecamatan Megamendung ... 66 28. Peta Perubahan Penutupan Lahan Periode 2002 - 2009

(18)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman 1. Matriks perkalian post classification comparison ... 81

2. Modeler fungsi perkalian post classification comparison ... 82 3. Laporan hasil akurasi penutupan lahan tahun 2009 ... 83 4. Perubahan Luas Penutupan Lahan di Seluruh Lokasi Penelitian

(2002 – 2009) ... 85 5. Perubahan Luas Penutupan Lahan di Kecamatan Ciawi (2002 – 2009) ... 87 6. Perubahan Luas Penutupan Lahan di Kecamatan Megamendung

(2002 – 2009) ... 89 7. Perubahan Luas Penutupan Lahan di Kecamatan Cisarua

(19)

1.1 Latar Belakang

Kawasan Puncak merupakan kota pariwisata dengan bentuk kawasan usahatani dan daerah resapan air. Kawasan ini berada pada perlintasan dua kota pusat pertumbuhan ekonomi, yaitu Bandung - Jakarta. Berhubungan dengan fungsi sebagai daerah resapan air, kawasan Puncak terletak di DAS Ciliwung Hulu. Karakterisitik DAS ini mempunyai bentuk daerah hulu dan tengah dengan kelerengan terjal. Sedangkan daerah tengah sampai hilir sangat datar dan luas. Bentuk DAS ini begitu hujan jatuh maka air hujan dari daerah hulu langsung mengalir ke bawah dengan waktu konsentrasi yang singkat. Dilihat dari segi curah hujan, wilayah DAS dapat dibedakan menjadi 2 yaitu wilayah yang berfungsi sebagai wilayah resapan dan wilayah yang berfungsi sebagai wilayah pengaturan (drainase). Berfungsi tidaknya wilayah tersebut akan sangat terkait dengan penutupan lahan (Warta Bumi, 2008).

Kawasan Puncak khususnya Kecamatan Ciawi, Megamendung dan Cisarua merupakan kawasan yang berperan penting dalam konservasi air. Perkembangan penduduk yang terus meningkat di kawasan ini berkorelasi dengan meningkatnya kebutuhan akan perumahan dan pertanian. Selain kegiatan usahatani, wilayah yang memiliki panorama alam berupa perkebunan teh dan pegunungan dengan udara sejuk yang dimilikinya menjadikan kawasan ini sebagai kawasan pariwisata, sehingga terjadi penyimpangan pemanfaatan ruang, seperti pengurangan kawasan hutan, penggunaan lahan di sepanjang bantaran sungai, dan pemanfaatan ruang di wilayah resapan air.

(20)

1060,96 ha (Janudianto, 2004). Pada tahun 1995-1997, pemukiman mengalami peningkatan terus menerus dari 1621,89 ha pada tahun1995 kemudian meningkat menjadi 2461,77 ha di tahun 1997 (Lisnawati dan Wibowo, 2007). Hal tersebut menunjukkan bahwa kebutuhan akan pemukiman dan lahan untuk usaha merupakan faktor terbesar yang mendorong terjadinya konversi lahan. Konversi lahan yang terjadi sebagai akibat dari perkembangan pembangunan di bagian hulu kawasan telah mempersempit areal vegetasi penutup permukaan tanah dan penyempitan sungai yang berdampak pada meningkatnya aliran permukaan. Perubahan penutupan lahan ini diprediksikan akan terus menerus mengalami perubahan dari waktu ke waktu.

Keadaan seperti yang digambarkan di atas telah disadari oleh Pemerintah Republik Indonesia sejak lama, sehingga dikeluarkan beberapa peraturan yang terkait dengan keadaan tersebut. Untuk mengendalikan hal itu dikeluarkan Peraturan Pemerintah No. 13 tahun 1963 tentang penertiban pembangunan di sepanjang jalan antara Jakarta-Bogor-Puncak-Cianjur, setelah itu dikeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 47 tahun 1997 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional dimana telah ditetapkan bahwa kawasan Bogor-Puncak-Cianjur merupakan kawasan yang mempunyai nilai strategis sebagai kawasan yang memberikan perlindungan kawasan bawahannya sehingga membutuhkan penanganan khusus. Kemudian dikeluarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 114 tahun 1999 Tentang Penataan Ruang Kawasan Bogor-Puncak-Cianjur yang telah menetapkan ketiga kecamatan yang telah disebutkan di atas termasuk dalam kecamatan yang diprioritaskan dalam usaha rehabilitasi fungsi kawasan.

(21)

penggunaan dan penutupan lahan bisa dilakukan lebih akurat. Penggunaan teknologi SIG dalam metode monitoring lahan merupakan alat penting yang dapat menyatukan data menjadi database yang sangat berguna bagi seorang perencana dalam melakukan evaluasi ataupun monitoring (Lillesand dan Kiefer, 1979). Dengan kemampuan SIG untuk meng-overlay peta dalam studi perubahan penutupan lahan bisa diketahui bagaimana perubahan penutupan lahan dalam periode waktu tertentu. Teknologi ini jika dikombinasikan dengan penginderaan jauh maka kemampuan tersebut bisa dilakukan tanpa kontak langsung dengan obyek, daerah, atau fenomena yang dikaji agar lebih efektif. Kerangka pikir dari penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.

1.2 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Menghasilkan peta penutupan lahan di Kawasan Puncak dengan menggunakan AVNIR-2 periode 19 Juli 2009 dengan resolusi 10x10m.

2. Menganalisis tingkat akurasi peta perubahan penutupan lahan yang telah dihasilkan.

3. Menganalisis besarnya perubahan penutupan lahan di Kawasan Puncak sejak tahun 2002.

1.3 Manfaat Penelitian

(22)

Perubahan

(23)

2.1Daerah Aliran Sungai (DAS)

Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah suatu wilayah daratan yang secara topografi dibatasi oleh punggung-punggung gunung yang menampung dan menyimpan air hujan untuk kemudian menyalurkannya ke laut melalui sungai utama (Asdak, 2002). Di dalam sebuah DAS, sumberdaya alam yang dimanfaatkan secara garis besar dibagi menjadi dua, yaitu sumberdaya lahan dan sumberdaya air. Pemanfaatan sumberdaya lahan meliputi pertanian, perkebunan, hutan, serta semua yang meliputi pengelolaan dan pemanfaatan lahan. Sedangkan pemanfaatan sumberdaya air antara lain berupa irigasi, PLTA dan suplai air minum. Agar sumberdaya tersebut dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan maka harus dikelola secara seksama (Budiarso dan Sudirman, 2004).

Pengelolaan DAS merupakan upaya manusia dalam mengendalikan hubungan timbal balik antara sumber daya alam dengan manusia di dalam DAS dan segala aktivitasnya dengan tujuan membina kelestarian dan keserasian ekosistem serta meningkatkan kemanfaatan sumber daya alam bagi manusia secara berkelanjutan (Tim Peneliti BP2TPDAS-IBB, 2004). Dengan demikian maka keggiatan-kegiatan penanganan dalam rangka pengelolaan DAS mulai dari perencanaan sampai dengan monitoring dan evaluasi harus disesuaikan dengan permasalahannya. Beberapa contoh permasalahan penurunan kualitas lingkungan DAS adalah (Tim Peneliti BP2TPDAS-IBB, 2004):

1. terjadinya banjir pada musim penghujan dan kekeringan pada musim kemarau secara terus-menerus.

2. terjadinya sedimentasi pada DAS yang ada bangunan airnya seperti bendungan atau waduk, sehingga dapat mengurangi umur fungsinya.

3. terganggunya kualitas air, baik untuk air minum maupun air irigasi, yang disebabkan oleh sedimentasi maupun pencemaran bahan kimia.

4. penurunan muka air tanah yang dapat mempercepat proses intrusi air laut. 5. meningkatnya erosi pada lahan di dalam dan luar kawasan uhtan yang

menyebabkan menurunnya kesuburan tanah.

(24)

7. semakin berkurangnya tingkat kesadaran masyarakat akan pentingnya pelestarian DAS

Menurut Koppelman dan De Chiara (1994), apabila banjir menerjang daerah yang terbangun, seluruh kota dikacaukan dan kapasitas produksinya menjadi terhambat. Idealnya, lahan yang pernah mengalami banjir pada suatu saat tertentu tidak boleh dibangun kecuali diambil langkah-langkah pengendalian banjir yang meniadakan bahaya tersebut untuk seterusnya. Tetapi, apabila daerah yang akan dibangun menunjukkan adanya indikasi banjir dalam selang waktu kurang dari 25 tahun, maka lahan tersebut harus dinyatakan tidak boleh dibangun.

2.2 Perubahan Penutupan Lahan

Kebutuhan manusia akan kelangsungan produktivitas hidupnya menyebabkan manusia sebagai aktor utama dibalik terjadinya perubahan penutupan lahan. Perubahan penutupan lahan merupakan suatu kombinasi dari hasil interaksi faktor sosial-ekonomi, politik dan budaya. Menurut Jayadinata (1992), terdapat nilai-nilai sosial dalam hubungan dengan penggunaan tanah, yang dapat berhubungan dengan kebiasaan, sikap moral, pantangan, pengaturan pemerintah, peninggalan kebudayaan, pola tradisional, dan sebagainya.

Lebih lanjut Jayadinata (1992) menyatakan bahwa tindakan manusia menunjukkan cara bagaimana manusia atau masyarakat bertindak dalam hubungannya dengan nilai (values) dan cita-cita (ideas) mereka. Nilai dan cita-cita tersebut adalah hasil dari pengalaman manusia dalam perekonomian dan kebudayaan tertentu dan dalam keadaan alam tertentu, dan merupakan pelengkap dari naluri-naluri dasar dalam kehidupan manusia. Tindakan manusia dalam tata guna tanah disebabkan oleh kebutuhan manusia dan keinginan manusia dalam kehidupan sosial maupun ekonomi. Misalnya kemudahan atau kenyamanan yang sangat penting artinya bagi kehidupan masyarakat, dicerminkan dalam pengaturan lokasi tempat tinggal, tempat bekerja, dan rekreasi.

(25)

dimaksudkan untuk mendukung tersedianya sarana dan prasarana kebutuhan manusia demi kelangsungan hidupnya. Namun begitu, perubahan ekosistem yang terjadi sebagai akibat dari perubahan penutupan lahan tersebut juga akan mengubah kemampuan alam dalam mendukung keberadaan manusia diatasnya.

Salah satu akibat nyata dari perubahan penutupan lahan yaitu banjir. Banjir pada hakikatnya hanyalah salah satu output dari pengelolaan DAS yang tidak tepat. Beberapa penyebab banjir secara biofisik yaitu ; curah hujan yang sangat tinggi, karakterisitk DAS itu sendiri, penyempitan saluran drainase dan perubahan penutupan lahan.

2.3 Aplikasi SIG dan Penginderaan Jauh untuk Studi Perubahan Penutupan Lahan

Informasi penutupan lahan menjadi hal yang penting untuk memahami penutupan lahan dalam pengelolaan sumber daya alam. Dalam studi perubahan lingkungan memerlukan ketersediaan data penutupan lahan secara spasial. Pada skala lokal, foto udara dapat membantu untuk menghasilkan data ini, dalam skala nasional atau regional dapat menggunakan data statistik, data non-spasial, dan citra satelit. Seiring dengan kemajuan teknologi di bidang Sistem Informasi Geografi (SIG) dan penginderaan jauh, maka evaluasi penutupan lahan semakin mudah dilakukan dibandingkan dengan menggunakan cara konvensional.

SIG merupakan alat yang memungkinkan untuk pengolahan data spasial menjadi suatu informasi dan digunakan untuk membuat keputusan tentang beberapa bagian dari bumi (Demers, 2005). Hal penting yang dimiliki oleh SIG, yaitu: (1) SIG berhubungan dengan berbagai aplikasi database lainnya dengan menggunakan geo-reference sebagai dasar utama dalam proses penyimpanan dan akses informasi. (2) SIG merupakan sebuah teknologi yang terintegrasi, karena dapat menyatukan berbagai teknologi geografi yang ada seperti penginderaan jauh, Global Positioning System (GPS), Computer-Aided Design (CAD) dan lainnya. (3) SIG dapat membantu dalam proses pengambilan keputusan, bukan hanya dilihat sebagai sistem perangkat keras/lunak.

(26)

pengetahuan dan seni dalam memperoleh informasi tentang suatu objek, area, atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan menggunakan alat tertentu tanpa ada kontak dan investigasi dengan objek tersebut (Lillesand dan Kiefer, 1979). Informasi remote sensing yang dihasilkan dari satellite image untuk analisis lebih lanjutnya menggunakan SIG. Secara umum data dari pengginderaan jauh agar dapat digunakan di SIG harus diinterpretasi dan dikoreksi geometrik terlebih dahulu (Jaya, 2010). Dikatakan pula bahwa saat ini penginderaan jauh tidak hanya mencakup pengumpulan data mentah, tetapi juga mencakup pengolahan data secara otomatis (komputerisasi) dan manual (interpretasi), analisis citra dan penyajian data yang diperoleh. Kegiatan penginderaan dibatasi pada penggunaan energi elektromagnetik.

Secara konseptual, semua rancangan untuk keberhasilan penginderaan jauh paling tidak harus memenuhi (Lillesand dan Kiefer, 1979):

1. perumusan yang jelas masalah yang dihadapi.

2. evaluasi potensi untuk menyesuaikan permasalahan dengan teknik penginderaan jauh.

3. identifikasi prosedur perolehan data penginderaan jauh yang sesuai dengan tujuan.

4. penentuan prosedur interpretasi data yang akan diterapkan dan pemilihan data rujukan yang dibutuhkan.

5. identifikasi kriteria yang digunakan untuk menilai kualitas informasi yang dikumpulkan.

Untuk mendapatkan hasil yang akurat, data yang telah dihasilkan dapat diketahui keakuratannya dengan melakukan pendugaan akurasi klasifikasi. Pendugaan akurasi dapat dibantu menggunakan ERDAS. Menurut Surati Jaya (2010) proses pendugaan akurasi dengan ERDAS dapat dilakukan dengan membuat tiga bentuk laporan, yaitu:

1. matrik yang secara sederhana membandingkan kelas acuan dengan kelas hasil dalam matrik c x c,

(27)

2.4AVNIR-2 (Advanced Visible and Near Infrared Radiometer type-2) AVNIR-2 instrumen on-board Advanced Land Observing Satellite (ALOS) adalah sebuah spektrometer pencitraan resolusi tinggi yang beroperasi pada spektrum tampak dan inframerah-dekat. Data diperoleh melalui empat band multi-spektral dengan resolusi spasial 10 meter. Alat ini dapat di-track depointed

untuk mendapatkan sudut pandang dalam rentang [-44, 44] derajat. Berbeda dengan AVNIR-instan, bidang view AVNIR-2 menyediakan resolusi gambar 10 dibandingkan dengan 16 m AVNIR dalam wilayah multi spektral. Hal ini diwujudkan dengan perbaikan dari detektor CCD (AVNIR:5.000 pixel per CCD, AVNIR-2:7.000 pixel per CCD) dan peningkatan elektronik tersebut (European Space Agency, 2000-2010 ).

AVNIR-2 memiliki beberapa level (European Space Agency, 2000-2010), yaitu:

• Level 1A: AVNIR-2 data mentah yang diekstrak dari tingkat data 0, diperluas

dan menghasilkan baris. Tambahan informasi seperti informasi radiometrik dan lain-lain yang diperlukan untuk memproses, lebih unggul dari level 1B. • Level 1B1: data yang dihasilkn merupakan koreksi radiometrik data level 1A,

dan menambahkan koefisien kalibrasi absolut. Tambahan informasi seperti informasi radiometrik dan lain-lain yang diperlukan untuk memproses, lebih unggul dari level 1B2.

• Tingkat 1B2: data yang dihasilkan merupakan koreksi geometri untuk data

(28)

Tabel 1. Spesifikasi AVNIR-2 (Japan Aerospace Exploration Agen, Tim

Menurut Jaya (2010) klasifikasi secara kuantitatif dalam konteks multispektral dapat diartikan sebagai suatu proses mengelompokkan piksel ke dalam kelas-kelas yang ditetapkan berdasarkan peubah-peubah yang digunakan. Kelas-kelas ini sering juga disebut dengan segmentasi (segmentation). Kelas dapat berupa sesuatu yang terkait dengan fitur-fitur yang telah dikenali di lapangan atau berdasarkan kemiripan yang dikelompokkan oleh komputer.

(29)

Berbeda dengan klasifikasi sebelumnya, Klasifikasi terbimbing adalah klasifikasi yang dilakukan dengan arahan analisis (supervised). Kriteria pengelompokkan kelas ditetapkan berdasarkan penciri kelas yang diperoleh analisis melalui pembuatan training area (Jaya, 2010). Klasifikasi penutupan lahan yang digunakan pada penelitian ini adalah Klasifikasi Terbimbing (Supervised Classification) dengan menggunakan metode Peluang Maksimum (Maksimum Likelihood Classifier). Metode ini merupakan metode yang paling umum digunakan dan merupakan metode standar. Metode ini mempertimbangkan peluang dari suatu piksel untuk dikelaskan ke dalam kelas atau kategori tertentu. Dapat dihitung dengan menghitung persentase tutupan pada citra yang akan diklasifikasi. Jika peluang ini tidak diketahui maka besarnya peluang dinyatakan sama untuk semua kelas (satu per jumlah kelas yang dibuat) (Jaya, 2010). Setelah menentukan training area, maka akan dilakukan proses lain seperti penggabungan kelas (Merging) berdasarkan nilai keterpisahannya, labelling, pendugaan akurasi, dan proses deteksi perubahan penggunaan dan penutupan lahan.

2.5.1 Training Area

Dalam klasifikasi terbimbing, analisis perlu membuat kelas-kelas yang diinginkan dan selanjutnya membuat signature atau penciri yang sesuai dengan yang digunakan. Dalam hal ini diperlukan suatu cara untuk mendapatkan data-data yang mewakili setiap kelas yang ingin diekstrak. Klasifikasi ini sangat sesuai, jika ingin membuat kelas-kelas yang jelas kita inginkan. Training area

diperlukan dalam setiap kelas yang akan dibuat, dan diambil dari areal yang cukup homogen. Pada saat pembuatan, analisis harus bisa melihat secara jelas perbedaan yang tampak pada citra. Jika perbedaan tidak tampak secara jelas, maka kemungkinan ada kesalahan klasifikasi. Masing-masing training area mewakili satu kelas atau kategori tutupan lahan. Secara teoritis jumlah piksel yang harus diambil per kelas adalah sebanyak jumlah band yang digunakan plus satu (N+1). Tetapi pada prakteknya, jumlah piksel yang harus diambil dari setiap kelas biasanya 10 sampai 100 kali jumlah band yang digunakan (Jaya, 2010).

(30)

b. membuat secara langsung pada citra dengan Tools AOI.

c. metode kesamaan spektral (speed pixel) dengan piksel-piksel yang ada di sekitarnya.

d. menggunakan batasan radius tertentu. e. menggunakan hasil klastering.

2.5.2 Analisis Keterpisahan (Separability Assesment)

Analisis keterpisahan adalah analisis kuantitatif yang menunjukan keterpisahan statistik antara kelas penutupan lahan, apakah suatu kelas layak untuk digabung atau tidak berdasarkan kriteria tingkat keterpisahan (Jaya, 2006). Kriteria tingkat keterpisahan dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Kriteria Tingkat Keterpisahan

Nilai Transformasi Keterpisahan Keterangan

< 1.600

1.600 – < 1.800

1.700 – < 1.900

1.900 – < 2.000

2.000

Tidak terpisahkan (inseperable)

Cukup baik (poor)

Baik (fair)

Sangat baik (good)

Sempurna (excellent)

Sumber : Jaya (2006)

2.5.3 Penggabungan Kelas / Merging / Grouping

Merging adalah proses penggabungan kelas-kelas yang memiliki jarak yang dekat dengan mempertimbangkan jumlah piksel pada setiap kelas, kemiripan (similarity), serta nilai keterpisahaan antar kelas (Jaya, 2006).

2.5.4 Labeling

(31)

2.5.5 Pendugaan Akurasi

Akurasi sering dianalisis menggunakan suatu matrik kontingensi, yaitu suatu matrik bujur sangkar yang memuat jumlah piksel yang diklasifikasi (Jaya, 2010). Matrik ini juga sering disebut error matrix atau confusion matrix. Secara konvensional, akurasi klasifikasi biasanya diukur berdasarkan persentase jumlah piksel yang dikelaskan secara benar dibagi dengan jumlah total piksel yang digunakan (jumlah piksel yang terdapat di dalam diagonal matrik dengan jumlah seluruh piksel yang digunakan). Akurasi ini menggunakan seluruh elemen dalam matrik, termasuk di dalamnya terdapat producer’s accuracy, user’s accuracy dan akurasi secara keseluruhan (overall accuracy).

2.5.6 Deteksi Perubahan Penutupan Lahan

(32)

3.1Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan dari bulan Februari sampai September 2011. Kegiatan penelitian ini meliputi tahap prapenelitian (persiapan, survei), Inventarisasi (pengumpulan data), membuat database spasial, analisis.

3.2Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di tiga kecamatan yang terletak pada DAS Ciliwung Hulu, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Ketiga kecamatan tersebut juga berada di kawasan Bogor-Puncak-Cianjur yaitu (1) Kecamatan Ciawi (2) Kecamatan Megamendung (3) Kecamatan Cisarua. Pemilihan ketiga lokasi ini didasarkan atas adanya alasan-alasan sebagai berikut:

1. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 114 tahun 1999 Tentang Penataan Ruang Kawasan Bogor-Puncak-Cianjur yang telah menetapkan ketiga kecamatan yang telah disebutkan di atas termasuk dalam kecamatan yang diprioritaskan di Daerah Kabupaten Bogor dalam usaha rehabilitasi fungsi kawasan.

2. Peraturan Pemerintah Nomor 47 tahun 1997 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, Kawasan Bogor-Puncak-Cianjur dikategorikan sebagai kawasan tertentu yang memerlukan penanganan khusus dan merupakan kawasan yang mempunyai nilai strategis sebagai kawasan yang memberikan perlindungan kawasan bawahannya bagi wilayah Daerah Propinsi Jawa Barat dan wilayah Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.

(33)

Gambar 2. Lokasi Penelitian (Kecamatan Ciawi, Megamendung, dan Cisarua)

3.3Alat dan Bahan Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah (1) GPS (Global Positioning System) (2) Komputer dalam pengolahan data menggunakan

Geographic Information System (GIS) seperti ERDAS Imagine 9.1 dan Arc GIS 9.3 Version.

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah AVNIR-2 sebagai spektrometer pencitraan resolusi tinggi yang beroperasi pada spektrum tampak dan inframerah-dekat. Selain itu juga dilakukan pengkajian data lapangan dalam memonitoring perubahan penutupan lahan.

Jawa Barat

Pulau Jawa

Cisarua DAS Ciliwung

DAS Cikarang

Sub DAS Cibeet

Sub DAS Cisokan Ciawi

Megamendung

Sub DAS Cigundul

(34)

Tabel 3. Jenis dan Sumber Data Kegiatan Monitoring Perubahan Penutupan Lahan di Kawasan DAS Hulu Ciliwung

No. Jenis Data Bentuk

2 Peta Penutupan Lahan (LANDSAT ETM+2002/12/22 )

Raster Resolusi 30 x 30m

Syartinilia, 2004

3 Digital peta rupa bumi lembar 1209-124, 1209-141, 1209-142, 1209-144, 1209-231

Vektor Bakosurtanal

4 Peta rupa bumi 1998 lembar 124, 141, 142, 1209-144, 1209-231

Lembaran Bakosurtanal

5 Peta Administrasi Vektor Bakosurtanal

6 Peta Batas DAS Vektor BPDAS

3.3.1 Penutupan Lahan Tahun 2002

Penutupan lahan (LANDSAT ETM+2002/12/22) diperoleh dengan menggunakan metode Maximum Likelihood dari Klasifikasi Terbimbing (Supervised Classification) (Gambar 3) dimana mengklasifikasikan penutupan lahan menjadi 7 kelas, yaitu hutan, perkebunan, semak belukar, sawah, ladang, pemukiman, dan badan air. Nilai akurasi umum hasil klasifikasi terbimbing dalam peta penutupan lahan tahun 2002 ini adalah sebesar 75,34%, sedangkan akurasi kappa yang diperoleh sebesar 65%.

(35)

Sumber: Syartinilia, 2004

Gambar 3. Peta Penutupan Lahan Tahun 2002

Tabel 4. Luas Hasil Klasifikasi Penutupan Lahan 2002

No. Penutupan Lahan Luas (Ha) Luas (%)

1 Hutan 4.956,6 26,84

2 Perkebunan 1.188,0 6,43

3 Semak belukar 2.489,0 13,48

4 Sawah 2.322,1 12,57

5 Ladang 6.293,8 34,08

6 Pemukiman 1.196,3 6,48

7 Badan air 23,2 0,12

Total 18.468,8 100,00

(36)

3.4Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dalam 3 tahapan, yaitu: (1) Inventarisasi (survei, pengumpulan data), (2) Analisis dan (3) Output. Bagan alir penelitian dapat dilihat pada Gambar 4.

Klasifikasi Penutupan Lahan : Klasifikasi Terbimbing

(37)

3.4.1 Inventarisasi Data

Pada tahap inventarisasi dilakukan berbagai kegiatan antara lain persiapan data, pengumpulan data spasial dan non-spasial, serta survei lapang. Data yang dikumpulkan berupa data spasial serta data fisik dan biofisik mencakup lokasi, iklim, hidrologi, jenis tanah, kemiringan lahan, dan data sosial ekonomi. Pada kegiatan survei lapang dilakukan pengambilan titik tujuh kelas penutupan lahan (hutan, perkebunan, semak belukar, ladang, sawah, pemukiman, dan badan air), pengamatan secara langsung di lokasi penelitian dan melakukan dokumentasi keadaan tapak. Selain itu juga dilakukan studi pustaka yang terkait dan mendukung tujuan dilakukannya penelitian,

Data satelit citra yang digunakan pada penelitian ini adalah citra dari AVNIR-2 periode 19 Juli 2009 Resolusi 10x10 m WGS 1984 UTM Zone 48S. Sebelum diinterpretasi, dilakukan pra-proses pada citra yang terdiri dari proses koreksi geometrik dan subset studi area. Subset studi area merupakan proses pemotongan citra yang dilakukan untuk memisahkan areal yang menjadi fokus penelitian, yaitu Kecamatan Ciawi, Cisarua, dan Megamendung yang termasuk dalam kawasan DAS Ciliwung Hulu. Areal yang dipotong disesuaikan dengan batas peta Administrasi Kabupaten Bogor. Hasil subset studi area dapat dilihat pada Gambar 5.

a

b

(38)

3.4.2 Analisis

Klasifikasi citra dihasilkan dari Supervised Classification dengan menggunakan metode Maximum Likelihood yang menggunakan area latihan (Training Area) yang diperoleh dari hasil ground check pada tanggal 24 Maret dan 9 April 2011. Penutupan lahan yang diperoleh kemudian diuji akurasinya menggunakan accuracy assesment dari software ERDAS Imagine 9.1. Tingkat akurasi yang bisa dipercaya adalah minimal 75% untuk akurasi keseluruhan (Syartinilia, 2004). Sebelum dibandingkan dengan peta penutupan lahan tahun 2002 resolusi 30x30m, peta penutupan lahan 2009 di-resampling terlebih dahulu menjadi reolusi 30x30m. Setelah memiliki resolusi yang sama, lalu dilakukan proses deteksi perubahan penutupan lahan dengan menggunakan metode Post Comparison Classification.

3.4.2.1Klasifikasi Terbimbing (Supervised classification)

Klasifikasi ini dilakukan dengan menggunaan arahan analisis (supervised). Kriteria pengelompokkan kelas ditetapkan berdasarkan penciri kelas yang diperoleh dari pembuatan training area. Pada penelitian kali ini, metode yang digunakan adalah Metode Peluang Maksimum (Maximum Likelihood Classifier). Metode ini merupakan metode yang paling umum digunakan dan merupakan metode standar. Metode ini mempertimbangkan peluang dari suatu piksel untuk dikelaskan ke dalam kelas atau kategori tertentu. Dapat dihitung dengan menghitung persentase tutupan pada citra yang akan diklasifikasi.

3.4.2.2Training Area

Training area diperlukan dalam setiap kelas yang akan dibuat dan harus bisa melihat secara jelas perbedaan yang tampak pada citra. Masing-masing training area mewakili satu kelas atau kategori penutupan lahan. Sebelum dilakukan

training area, ditetapkan batasan mengenai kelas yang akan diklasifikasikan.

(39)

Tabel 5. Deskripsi Kelas Penutupan Lahan

No. Label Kelas Deskripsi

1 Hutan Seluruh hamparan baik kering maupun basah yang didominasi oleh pohon.

2 Perkebunan Seluruh kawasan kenampakkan kebun dengan jenis vegetasi teh.

3 Semak belukar Seluruh kawasan yang terdiri dari campuran antara vegetasi tinggi dan vegetasi rendah yang tumbuh secara liar dan belum termanfaatkan.

4 Sawah Seluruh kawasan berupa pertanian lahan basah yang ditanami padi.

5 Ladang Seluruh kawasan berupa pertanian lahan kering yang ditanami non-padi seperti singkong, umbi-umbian, jagung, sayuran.

6 Pemukiman Seluruh kawasan pemukiman padat (perumahan) atau bangunan lainnya.

7 Badan Air Seluruh kawasan dengan kenampakkan perairan, termasuk sungai, danau, dan waduk.

8 Awan Sekumpulan piksel yang berwarna putih (tidak mengandung informasi mengenai penutupan lahan) (no data)

Pembuatan training area pada penelitian ini dilakukan dengan membuat secara langsung pada citra dengan Tools AOI. Contoh penampakkan training area masing-masing kelas penutupan pada AVNIR-2 resolusi 10x10 m dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Penampakkan Training Area pada AVNIR-2 tahun 2009

No. Kelas Penampakkan pada Citra Keterangan

1 Hutan • Band combinations

(40)

2 Perkebunan • Band combinations Red : Layer 3 Green : Layer 2 Blue : Layer 1

3 Semak belukar • Band combinations

Red : Layer 3 Green : Layer 2 Blue : Layer 1

4 Sawah • Band combination

Red : Layer 3 Green : Layer 2 Blue : Layer 1

5 Ladang • Band combinations

Red : Layer 3 Green : Layer 2 Blue : Layer 1

6 Pemukiman • Band combinations

Red : Layer 3 Green : Layer 2 Blue : Layer 1

7 Air • Band combinations

(41)

3.4.2.3Pendugaan Akurasi

Setelah dihasilkan peta penutupan lahan tahun 2009, maka perlu dilakukan evaluasi dengan menghitung tingkat akurasi peta tersebut. Akurasi tersebut disajikan dalam bentuk matrik kesalahan. Matrik kesalahan tersebut memberikan informasi mengenai penyimpangan klasifikasi yang berupa kelebihan jumlah piksel dari kelas yang lain atau emisi (omission) dan kekurangan jumlah piksel pada masing-masing kelas atau komisi (comission). Kesalahan emisi (omission error) dikenal juga dengan istilah akurasi pembuat (producer’s accuracy) yaitu akurasi yang diperoleh dengan membagi piksel yang benar dengan jumlah total piksel dari data acuan per kelas.

Akurasi lainnya adalah akurasi pengguna (user’s accuracy), yaitu akurasi yang diperoleh dengan membagi jumlah piksel yang benar dengan total piksel yang dikelaskan ke dalam kelas tersebut, akurasi ini dikenal juga dengan istilah kesalahan komisi (comission error).

Besarnya akurasi hasil klasifikasi keseluruhan dapat diukur menggunakan akurasi umum (overall accuracy) dan akurasi kappa. Akurasi umum adalah akurasi yang dihitung berdasarkan jumlah piksel yang dikelaskan dengan benar pada seluruh kelas, dibagi dengan jumlah total piksel yang digunakan. Akurasi ini akan menghasilkan pengukuran yang cenderung over estimate karena dalam proses perhitungannya, akurasi umum hanya melibatkan piksel-piksel yang dikelaskan dengan benar saja. Untuk saat ini selain akurasi umum, evaluasi hasil klasifikasi sangat disarankan menggunakan akurasi kappa. Piksel-piksel yang terlibat dalam perhitungan akurasi kappa adalah seluruh piksel yang digunakan sebagai acuan untuk pengukuran akurasi hasil klasifikasi, sehingga jika dibandingkan dengan akurasi umum, perhitungan akurasi kappa akan lebih akurat dalam mengevaluasi hasil klasifikasi.

(42)

Dimana:

Xii = nilai diagonal dari matarik kontingensi baris ke-i dan klom ke-i X+i = jumlah piksel dalam kolom ke-i

Xi+ = jumlah piksel dalam baris ke-i N = banyaknya piksel dalam contoh

3.4.2.4Deteksi Perubahan Penutupan Lahan

Salah satu metode yang digunakan pada proses ini adalah Post Classification Comparison. Metode ini bertujuan untuk mengetahui perubahan penutupan lahan di lokasi penelitian. Matrik metode ini disajikan pada Gambar 6.

Peta tahun 2002

Peta tahun 2009 Fungsi perkalian

Peta Perubahan

Gambar 6. Matriks Post Classification Comparison

(43)
(44)

4.1Karakteristik Biofisik 4.1.1 Letak Geografis

Lokasi penelitian terdiri dari Kecamatan Ciawi, Megamendung, dan Cisarua, Kabupaten Bogor yang terletak antara 6⁰37’10” LS sampai dengan 6⁰46’15” LS dan 106⁰49’48” BT sampai dengan E1070’25” BT. Luas wilayah penelitian adalah 18.468 Ha. Selain berada di sistem DAS Ciliwung Hulu, wilayah ini juga berada pada kawasan Bopunjur dan merupakan daerah pegunungan dengan elevasi antara 362 m sampai 3000 m dpl. Batas dari lokasi penelitian adalah sebagai berikut:

• Sebelah barat berbatasan dengan DAS Cisadane, • Sebelah timur berbatasan dengan Sub Das Cikeas,

• Sebelah utara berbatasan dengan DAS Ciliwung Tengah, dan • Sebelah selatan berbatasan dengan DAS Cisadane Hulu.

4.1.2 Iklim

Lokasi penelitian (Kecamatan Ciawi, Megamendung, dan Cisarua) mempunyai curah hujan rata-rata sebesar 2929 – 4956 mm/ tahun. Perbedaan bulan basah dan kering sangat mencolok yaitu 10.9 bulan basah per tahun dan hanya 0.6 bulan kering per tahun. Tipe iklim DAS Ciliwung Hulu menurut sistem klasifikasi Smith dan Ferguson (1951) yang didasarkan pada besarnya curah hujan, yaitu Bulan Basah (>200 mm) dan Bulan Kering (<100 mm) adalah termasuk ke dalam Type A (Abdurachman, 2009)

(45)

Tabel 7. Data Iklim Lokasi Penelitian pada Tahun 2009-2010

Bulan

Darmaga (Ciawi) Citeko (Cisarua, Megamendung)

2009 2010 2009 2010

Sumber: Stasiun Klimatologi Darmaga Bogor, 2010

Tabel 8. Data Hari Hujan Lokasi Penelitian pada Tahun 2009

Bulan Ciawi Cisarua Megamendung

(46)

No. Tahun Besarnya Debit Sungai (liter/detik)

Maksimum Minimum

1 2002 16.197,17 6.238,08

2 2003 7.599,25 4.983,58

3 2004 13.740,75 8.454,58

4 2005 13.574,50 6.914,42

5 2006 10.039,83 4.093,42

6 2007 13.748,92 7.506,67

7 2008 30.673,58 18.694,17

8 2009 29.097,00 15.963,83

Sumber: Dinas Bina Marga dan Pengairan Kabupaten Bogor, 2011

Tabel 9. Debit Maksimum dan Minimum Sungai Ciliwung di Bendungan Katulampa

4.1.3 Hidrologi

Lokasi penelitian yang berada pada DAS Ciliwung Hulu merupakan sistem DAS dengan sungai utama adalah Sungai Ciliwung. Sungai ini mengalir dari arah selatan ke utara. Mata air dari Sungai Ciliwung berdasar dari Danau Telaga Warna yang terletak pada ketinggian 1433 m dpl. Kawasan Danau Telaga Warna juga dijadikan obyek wisata yang lahannya merupakan milik negara dan dikelola oleh Departemen Kehutanan dengan luas danau 1 ha dan area penyangga 5 ha.

Intensitas curah hujan memiliki korelasi yang positif terhadap terjadinya peningkatan aliran limpasan (run off), yang dapat meningkatkan volume serta fluktuasi debit sungai.

(47)

Sumber: Syartinilia, 2004

Berikut peta drainase yang dihasilkan dari penggabungan informasi mengenai kondisi drainase dari peta tanah DAS Ciliwung Hulu dengan peta tanah Kabupaten Bogor (Gambar 8) (Syartinilia, 2004).

Dari tabel di atas, dapat diketahui bahwa adanya fluktuasi debit sungai yang sangat besar. Hal ini merupakan salah satu indikator yang menunjukkan bahwa di lokasi penelitian telah mengalami kerusakan sehingga selalu menimbulkan ancaman banjir pada setiap tahunnya, khususnya pada musim penghujan.

(48)

Sumber: Syartinilia, 2004 4.1.4 Kemiringan Lahan

Berdasarkan bentuk lerengnya, kemiringan lahan di lokasi penelitian bervariasi antara bentuk datar, landai, agak curam, curam sampai dengan sangat curam. Pembagian lokasi penelitian berdasarkan kemiringan lahan dan bentuk wilayah diklasifikasikan ke dalam bentuk kelas lereng seperti dapat dilihat pada Gambar 9 dan Tabel 10.

(49)

Tabel 10. Kondisi Kemiringan Lahan Lokasi Penelitian

Pada lokasi penelitian dijumpai 4 ordo tanah, yaitu Entisol, Inceptisol, Ultisol, dan Andisol. Keempat ordo tanah ini dijabarkan lebih detil menjadi 5 jenis tanah dengan luas yang bervariasi di lokasi penelitian (Tabel 11). Jenis tanah yang mendominasi adalah Latosol, Andosol, dan Regosol. Jenis tanah Latosol (Gambar 10) pada umumnya berbahan induk batuan vulkanik yang bersifat intermedier, bersolum dalam, pH agak tinggi dengan kepekaan erosi rendah. Jenis tanah latosol dan asosiasinya memiliki sifat tanah yang baik yaitu tekstur liat berdebu hingga lempung berliat, stuktur granular dan remah, kedalaman efektif umumnya >90 cm, dan agak tahan terhadap erosi, serta pH tanah yang agak netral dan kandungan bahan organik yang rendah atau sedang. Jenis tanah Regosol dan Andosol umumnya agak peka terhadap erosi, kedalaman efektifnya bervariasi, kandungan hara dan bahan organik relatif tinggi.

Tabel 11. Jenis Tanah di Lokasi Penelitian

No. Jenis Tanah Luas

Hektar %

1 Andosol Coklat Kekuningan 5.522,37 30,65

2 Asosiasi Latosol Coklat Kemerahan dan Latosol Coklat 4.788,27 26,06

3 Komplek Regosol Kelabu dan Litosol 366,16 1,99

4 Latosol Coklat 7.122,44 38,76

5 Latosol Coklat Kemerahan 576,65 3,14

(50)

Lokasi penelitian dibangun oleh formasi geologi vulkanik, yaitu komplek utama Gunung Salak dan Komplek Gunung Pangrango. Deskripsi litologi lokasi ini adalah tufa glas litnik kristal: tufa pumice, breksi pumice, dan batu pasiran tufa, sedangkan kondisi fisiografi lokasi ini merupakan daerah pegunungan dan berbukit. Bahan induk tanah yang terdapat di lokasi ini berupa tufa vulkanik tua dan merupakan bahan dasar pembentuk jenis tanah Latosol. Adanya pencampuran Berdasarkan sifat erodibilitas, tanah Latosol tergolong peka, sedangkan erodibilitas tanah Andosol dan Regosol masing-masing tergolong peka dan sangat peka. Potensi erosi di lokasi penelitian relatif tinggi, sehingga limpasan air hujan yang masuk ke dalam sungai akan mengakibatkan sedimentasi yang tinggi.

Sumber: Syartinilia, 2004

(51)

bahan vulkanik tua dan yang lebih muda memungkinkan terbentuknya jenis tanah lain yang berasosiasi dengan Latosol yaitu Regosol dan Andosol (Abdurrachman, 2009).

4.1.6 Kawasan Lindung dan Non-lindung

Kecamatan Ciawi, Megamendung dan Cisarua merupakan area resapan air hujan. Untuk menjaga fungsi tersebut, maka seluas 15.556,8 ha merupakan kawasan lindung (84,2%) dan sisanya seluas 2.910,3 ha merupakan kawasan non-lindung (15,8%) (Syartinilia, 2004) (Gambar 11).

Sumber: Syartinilia, 2004

(52)

2. Perkebunan

Tipe pemanfaatan lahan jenis ini didominasi oleh perkebunan teh. Perkebunan tersebut dikelola oleh PT. Gunung Mas dan PT. Ciliwung. Saat ini perkebunan telah menjadi obyek wisata, seperti Riung Gunung dan Agrowisata Paralayang.

1. Hutan

Hutan yang berada di lokasi penelitian terbagi menjadi dua, yaitu hutan lindung yang berstatus milik negara dan hutan produksi yang didominasi oleh tanaman pinus dan banyak dimanfaatkan oleh masyarakat setempat.

4.1.7 Penutupan Lahan

(53)

5. Ladang

Tipe penutupan lahan ini umumnya menempati daerah yang agak tinggi. Termasuk usaha pertanian tanaman pangan lahan kering yang dirotasikan dengan padi gogo atau tanaman sayuran. Tanaman yang umum diusahakan adalah jagung, ubi jalar, kacang tanah, kedelai, singkong, tanaman sayuran.

3. Semak belukar

Tipe penutupan lahan ini merupakan bagian sebelum punggung bukit yang belum ditanami sehingga ditumbuhi tanaman liar, rumput-rumputan, alang-alang, dan tanaman paku-pakuan.

4. Sawah

(54)

No. Kecamatan Permanen Semi

Lokasi penelitian yang terdiri dari Kecamatan Ciawi, Megamendung, dan Cisarua merupakan kecamatan yang terletak di sistem DAS Ciliwung Hulu dengan sungai utama yaitu Sungai Ciliwung. Sungai ini mengalir dari utara hingga ke selatan. Mata airnya berdasar di Telaga Warna. yang terletak pada ketinggian 1433 m dpl.

Sumber: Kecamatan Ciawi, Cisarua, Megamendung dalam Angka, 2010

Tabel 12. Jumlah Bangunan Menurut Jenisnya di Lokasi Penelitian Tahun 2009 6. Pemukiman

(55)

4.2Karakteristik Sosial Ekonomi dan Kependudukan 4.2.1 Sosial Ekonomi

Kegiatan ekonomi masyarakat di wilayah ini sangat beragam dan terus mengalami pergeseran. Pergeseran kegiatan ekonomi masyarakat dari sektor pertanian ke sektor industri, perdagangan, dan jasa telah terjadi secara nyata di ketiga kecamatan ini. Kegiatan ekonomi masyarakat di bidang pertanian, dimana kegiatan usahanya tergantung pada lahan sudah semakin terbatas. Demikian pula jika melihat perkembangan tingginya alih fungsi (konversi) lahan dan alih pemilikan lahan pada wilayah ini, ada kecenderungan yang sangat kuat bahwa kegiatan ekonomi berbasis lahan tidak dapat dipertahankan lagi. Semenjak timbulnya arus komersialisasi lahan, banyak masyarakat petani lokal yang tergiur melepaskan sebagian atau seluruh lahan miliknya kepada orang kota yang bermodal kuat. Pada kondisi ini sebagian masyarakat mencari pekerjaan di sektor non-pertanian seperti menjadi tukang ojek sepeda motor, penjaga villa peristirahatan milik orang kota, karyawan rumah makan, padang golf, dan sebagainya.

Tingkat Pendidikan penduduk di lokasi penelitian relatif rendah, karena didominasi oleh belum sekolah-tidak tamat SD-Tamat SD. Berdasarkan data tahun 2009, di Cisarua jumlah penduduk yang belum sekolah-tidak tamat SD-Tamat SD mencapai 54,6% dari jumlah penduduknya, dan di Megamendung mencapai 67,4%. Sementara yang mampu tamat hingga jenjang perguruan tinggi hanya 1% untuk Kecamatan Cisarua dan 0,64% untuk Kecamatan Megamendung. Sementara selebihnya merupakan tamatan SLTP, SLTA, dan akademi (Tabel 13).

Tabel 13. Tingkat Pendidikan di Lokasi Penelitian Tahun 2009

No. Tingkat Pendidikan Cisarua Megamendung

1 Belum sekolah-tidak tamat SD-Tamat SD 60.585 61.532

2 Tamat SLTP 23.383 16.714

3 Tamat SLTA 24.825 11.456

4 Tamat Akademi 999 896

5 Tamat Universitas 1.110 585

Total 110.902 91.183

(56)

Kecamatan 1997 2000 2007 2008 2009

Ciawi 71.323 71.167 92.510 92.642 93.749

Cisarua 75.517 86.525 109.800 109.882 110.040

Megamendung 74.469 72.818 91.069 91.036 91.518

Total 221.309 230.510 293.379 293.560 295.307

Jumlah penduduk di Kecamatan Ciawi mengalami penurunan pada tahun 2000, namun pada tahun 2007-2009 jumlah penduduknya terus meningkat. Hal yang serupa juga dialami oleh Kecamatan Megamendung yang mengalami penurunan pada tahun 2000 dan mengalami peningkatan sampai tahun 2009. Berbeda dengan Kecamatan Cisarua yang terus mengalami penningkatan jumlah penduduk dari tahun 1997-2009. Namun secara keseluruhan, jumlah penduduk di tiga kecamatan ini mengalami peningkatan dari tahun 1997-2009 (Gambar 12). Sumber: Kabupaten Bogor dalam Angka, 1997, 2000, 2007, 2010

Tabel 14. Jumlah Penduduk di Lokasi Penelitian Tahun 1997-2009 4.2.2 Kependudukan

Jumlah penduduk di lokasi penelitian pada tahun 1997-2009 mengalami perubahan. Pada tahun 1997-2009 jumlah penduduk terbanyak setiap tahunnya terdapat di Kecamatan Cisarua (Tabel 14).

(57)

4.2.3 Pariwisata

Sektor pariwisata di lokasi penelitian berkembang cukup baik, hal ini dapat terlihat dari jumlah wisatawan pada tahun 2009 mencapai 1.195.448 yang terdiri dari 1.180.772 wisatawan nusantara dan 14.676 wisatawan mancanegara (Tabel 15). Keadaan ini didukung oleh kondisi lokasi penelitian yang memiliki suhu udara yang nyaman serta pemandangan alam pegunungan yang indah yang mampu menarik perhatian wisatawan untuk datang ke lokasi ini.

Tabel 15. Obyek Wisata dan Jumlah Wisatawan di Lokasi Penelitian tahun 2009

Obyek Wisata Jenis Wisatawan Jumlah

Nusantara Mancanegara

Jumlah 1.180.772 14.676 1.195.448

Sumber: Kabupaten Bogor dalam Angka, 2010

4.3Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)

(58)

1. kawasan lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumberdaya alam dan sumberdaya buatan. 

2. kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan/atau ditetapkan oleh pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap. 3. kawasan budidaya adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama

untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumberdaya alam, sumberdaya manusia, dan sumberdaya buatan.

(59)
(60)

5.1Penutupan Lahan Tahun 2009

Peta penutupan lahan dihasilkan melalui metode Maximum Likelihood dari klasifikasi terbimbing yang dilakukan dengan arahan (supervised) (Gambar 14). Kriteria pengelompokkan kelas ditetapkan berdasarkan penciri kelas yang diperoleh dari analisis melalui pembuatan training area yang telah dibuat pada proses sebelumnya.

Seperti penelitian yang telah dilakukan sebelumnya (Syartinilia, 2004), kelas penutupan lahan terdiri dari tujuh kelas kategori penutupan lahan, yaitu hutan, perkebunan, semak belukar, sawah, ladang, pemukiman, dan badan air. Namun pada penelitian ini ditambahkan satu kelas yang tidak terklasifikasi sebagai penutupan lahan yaitu awan. Kelas ini tidak mengandung informasi mengenai penutupan lahan, namun pada proses pengolahannya kelas ini tetap dilibatkan karena akan berpengaruh pada proses serta hasil klasifikasi. Kelas hasil klasifikasi diberi label (nama kelas) sesuai dengan penutupan lahan dimana piksel-piksel dalam kelas tersebut tersebar.

(61)

Tabel 16. Matrik nilai keterpisahan antar kelas penutupan lahan hasil klasifikasi

Berdasarkan Peta Penutupan Lahan Kawasan Puncak tahun 2009 (Gambar 14), dapat diketahui bahwa penutupan lahan yang terluas di lokasi ini adalah hutan yaitu sebesar 5.041,29 Ha atau sekitar 27,29% dari total luas lokasi penelitian. Selain badan air (353,97 Ha), perkebunan memiliki luas yang paling kecil jika dibandingkan dengan kelas penutupan lahan lain yaitu sebesar 1.380,07 Ha atau hanya 7,47% dari luas total. Gambaran lebih jelas mengenai luas masing-masing kelas pada peta penutupan lahan disajikan pada Tabel 17.

Tabel 17. Luas Hasil Klasifikasi Penutupan Lahan 2009

(62)

Gambar 14. Peta Penutupan Lahan Tahun 2009 (AVNIR-2 19 Juli 2009 Resolusi 10x10 m) Kec. Megamendung

Kec. Ciawi

(63)

Di antara kelas-kelas penutupan lahan yang terdapat pada peta penutupan lahan, terdapat kelas yang mewakili penutupan awan dan bayangan awan yaitu sebesar 114,68 ha (0,62%). Penutupan awan menyebabkan informasi mengenai tipe penutupan lahan hilang sebesar 0,62%. Penutupan tipe ini tidak dimasukkan ke dalam kelas klasifikasi penutupan lahan tahun 2009 karena tidak mengandung informasi mengenai penutupan lahan, tetapi dalam proses pengklasifikasiannya tetap dilibatkan karena akan berpengaruh pada hasil klasifikasi.

Hasil klasifikasi dievaluasi menggunakan matrik kesalahan (confusion matrix) atau matrik kontingensi yang dibuat melalui proses klasifikasi piksel yang diwakili oleh titik pada training area. Matriks akurasi dapat dilihat pada Tabel 18.

Tabel 18. Pendugaan Akurasi dari Penggunaan dan Penutupan Lahan Tahun 2009

Kelas 7 = Badan air UA = User’s Accuracy; PA = Producer’s Accuracy

(64)

Dari Tabel 18 dapat dilihat bahwa nilai akurasi pembuat terendah terdapat pada kelas penutupan lahan badan air sebesar 72,09%, sedangkan nilai akurasi tertinggi sebesar 100% terdapat pada kelas penutupan lahan hutan. Akurasi lainnya adalah akurasi pengguna (user’s accuracy), yaitu akurasi yang diperoleh dengan membagi jumlah piksel yang benar dengan total piksel yang dikelaskan ke dalam kelas tersebut, akurasi ini dikenal juga dengan istilah kesalahan komisi (comission error). Nilai akurasi pengguna terendah terdapat pada kelas penutupan lahan ladang yaitu sebesar 81,12%, sedangkan nilai akurasi pengguna tertinggi terdapat pada kelas penutupan lahan perkebunan dan semak belukar belukar yaitu sebesar 100%.

Besarnya akurasi hasil klasifikasi keseluruhan dapat diukur menggunakan akurasi umum (overall accuracy) dan akurasi kappa. Akurasi umum adalah akurasi yang dihitung berdasarkan jumlah piksel yang dikelaskan dengan benar pada seluruh kelas, dibagi dengan jumlah total piksel yang digunakan. Akurasi ini akan menghasilkan pengukuran yang cenderung over estimate karena dalam proses perhitungannya, akurasi umum hanya melibatkan piksel-piksel yang dikelaskan dengan benar saja. Untuk saat ini selain akurasi umum, evaluasi hasil klasifikasi sangat disarankan menggunakan akurasi kappa. Piksel-piksel yang terlibat dalam perhitungan akurasi kappa adalah seluruh piksel yang digunakan sebagai acuan untuk pengukuran akurasi hasil klasifikasi, sehingga jika dibandingkan dengan akurasi umum, perhitungan akurasi kappa akan lebih akurat dalam mengevaluasi hasil klasifikasi. Nilai akurasi umum hasil klasifikasi terbimbing dalam penelitian ini adalah sebesar 91,67%, sedangkan akurasi kappa yang diperoleh sebesar 90,22%.

5.2Perbandingan Luas Penutupan Lahan Tahun 2002 dan Tahun 2009

(65)

tahun 2002 dengan resolusi 30 x 30 meter yang juga dihasilkan dari metode klasifikasi terbimbing. Perbandingan ini dilakukan untuk mendapat gambaran mengenai perubahan luas yang terjadi dari kelas-kelas penutupan lahan hasil klasifikasi citra AVNIR-2. Perbandingan luas penutupan lahan tahun 2002 dengan penutupan lahan tahun 2009 disajikan pada Gambar 15.

Gambar 15. Diagram perbandingan luas penutupan lahan tahun 2002-2009

Berdasarkan hasil klasifikasi citra AVNIR-2 tahun 2009 resolusi 10 x 10 meter, lokasi penelitian mengalami perubahan penutupan lahan pada setiap tipe penutupan lahannya. Dalam kurun waktu 2002-2009 telah terjadi peningkatan dan penurunan luas wilayah penutupan lahan yang terdapat di wilayah tersebut. Berdasarkan Gambar 15 hampir semua tipe penutupan lahan mengalami peningkatan luas, seperti hutan, perkebunan, sawah, pemukiman, dan badan air. Sedangkan penutupan lahan semak belukar dan ladang mengalami penurunan luas penutupan lahan.

(66)

Selain itu, ketiga lokasi ini merupakan kawasan wisata yang banyak dikunjungi oleh wisatawan dari luar kota, lokal, maupun internasional. Keadaan ini mendorong masyarakat untuk terus membangun area komersial seperti area perdagangan, villa, hotel, dan lain-lain. Oleh sebab itu, konversi lahan oleh masyarakat di tiga kecamatan ini terus-menerus dilakukan.

Tabel 19. Perbandingan luas penutupan lahan tahun 2002 dan tahun 2009

No. Kelas 2002 2009 Δ Luas Peningkatan Laju/thn

Pada penelitian ini, hutan mengalami peningkatan luas paling kecil selama kurun waktu 2002-2009, yaitu sebesar 84,69 ha atau 0,45% dari total luas hutan dengan laju peningkatan hanya sebesar 0,06% per tahun. Perubahan tipe penutupan lahan perkebunan, semak belukar, sawah, ladang, pemukiman, dan badan air menjadi hutan yang mengakibatkan luas hutan bertambah dapat disebabkan karena adanya perbedaan resolusi citra yang digunakan sehingga terjadi distorsi luas hutan. Citra dengan resolusi 10x10 meter seperti AVNIR-2 akan menyimpan informasi lebih banyak bila dibandingkan dengan citra dengan resolusi 30x30 meter seperti LANDSAT ETM+.

(67)

Peningkatan luas penutupan lahan juga terjadi pada badan air yaitu sebesar 330,77 ha atau sekitar 1,8% dari luas awal di tahun 2002. Hal ini juga dapat disebabkan oleh penggunaan citra dengan resolusi yang berbeda pada kedua peta. Peta yang dihasilkan dari klasifikasi AVNIR-2 dengan resolusi 10 x 10 meter mempunyai informasi yang lebih banyak bila dibandingkan dengan citra LANDSAT ETM+ dengan resolusi 30 x 30 meter. Jadi, penampakkan badan air yang mempunyai luas kurang dari 30 meter tidak bisa terlihat di peta 2002 namun bisa terlihat di peta 2009.

Kelas yang mengalami penurunan terbesar dari semua tipe penutupan lahan yaitu ladang. Tahun 2002 luas ladang mencapai 6.293,8 ha yang kemudian menurun menjadi 3.931,23 ha pada tahun 2009 atau menurun sebesar 12,79% (2362,57 ha) dari luas ladang tahun 2002. Hal ini dapat disebabkan karena kondisi lokasi penelitian yang memiliki curah hujan tinggi, sehingga pertanian lahan kering kurang cocok diterapkan di kawasan ini yang mengakibatkan berkurangnya minat masyarakat untuk berladang. Penurunan luas yang besar ini juga dapat terjadi karena terjadinya peningkatan luas tipe penutupan lahan yang lain terutama pemukiman.

5.3Perubahan Penutupan Lahan Periode 2002 – 2009

Pada proses deteksi perubahan penutupan lahan dengan menggunakan metode Post Comparison Classification, diperoleh nilai-nilai baru yang mengandung informasi mengenai perubahan penutupan lahan periode 2002-2009 seperti yang disajikan pada Tabel 20 dan Tabel 21.

Tabel 20. Nilai penutupan lahan yang tetap/tidak berubah periode 2002-2009

(68)

Tabel 21. Nilai penutupan lahan yang mengalami perubahan periode 2002-2009

Nilai Dari Menjadi Nilai Dari Menjadi

12 Hutan Perkebunan 105 Sawah Ladang

13 Hutan Semak belukar 112 Sawah Pemukiman

14 Hutan Sawah 119 Sawah Badan air

15 Hutan Ladang 99 Ladang Hutan

16 Hutan Pemukiman 108 Ladang Perkebunan

17 Hutan Badan Air 117 Ladang Semak belukar

33 Perkebunan Hutan 126 Ladang Sawah

39 Perkebunan Semak belukar 144 Ladang Pemukiman

42 Perkebunan Sawah 153 Ladang Badan air

45 Perkebunan Ladang 110 Pemukiman Hutan

48 Perkebunan Pemukiman 120 Pemukiman Perkebunan

51 Perkebunan Badan air 130 Pemukiman Semak belukar

55 Semak belukar Hutan 140 Pemukiman Sawah

60 Semak belukar Perkebunan 150 Pemukiman Ladang

70 Semak belukar Sawah 170 Pemukiman Badan air

75 Semak belukar Ladang 121 Badan air Hutan

80 Semak belukar Pemukiman 132 Badan air Perkebunan

85 Semak belukar Badan air 143 Badan air Semak belukar

77 Sawah Hutan 154 Badan air Sawah

84 Sawah Perkebunan 165 Badan air Ladang

91 Sawah Semak belukar 176 Badan air Pemukiman

(69)

Kec. Megamendung

Kec. Cisarua

Kec. Ciawi

(70)

Tabel 22. Penutupan lahan yang tetap dan berubah periode 2002-2009

Tetap Luas (ha) % Berubah Luas (ha) %

Hutan 3.153,24 47,95 Hutan 1.375,45 12,13

Perkebunan 308,97 4,70 Perkebunan 857,07 7,56

Semak belukar 371,16 5,64 Semak belukar 2.059,02 18,16

Sawah 581,85 8,85 Sawah 1.728,54 15,24

Ladang 1.777,77 27,03 Ladang 4.489,56 39,59

Pemukiman 381,60 5,80 Pemukiman 808,47 7,13

Badan Air 1,44 0,03 Badan Air 21,6 0,19

Total A 6.576,03 100,00 Total B 11.339,7 100,00

Tetap = Total A : (Total A + Total B) x 100% = 36,70 %

Berubah = Total B : (Total A + Total B) x 100% = 63,30%

Berdasarkan Tabel 22, penutupan lahan di lokasi penelitian yang paling besar tetap/tidak mengalami perubahan yaitu hutan (47,95%). Hal ini berkaitan dengan tiga fungsi utama hutan, yaitu fungsi lindung, fungsi konservasi, dan fungsi produksi. Fungsi lindung hutan yaitu sebagai perlindungan sistem dan penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, menyerap air hujan, mencegah banjir, mengendalikan erosi, dan memelihara kesuburan tanah. Fungsi konservasi, hutan memiliki peran dalam menjaga keanekaragaman satwa dan ekosistemnya. Oleh sebab itu, hutan sangat dijaga keberadaannya agar kemampuannya untuk memperbaharui diri sendiri selalu terpelihara.

(71)

Tabel 23. Persentase kecenderungan perubahan penutupan lahan menjadi penutupan lahan lain di seluruh lokasi penelitian

1 2 3 4 5 6 7 Total

1 41,21 19,54 11,41 12,80 13,92 1,12 100

2 53,28 17,50 4,46 10,40 14,09 0,27 100

3 38,19 11,08 12,55 26,40 10,99 0,79 100

4 5,37 1,72 8,56 43,47 36,38 4,50 100

5 11,54 4,67 12,42 30,78 36,97 3,62 100

6 5,83 3,06 4,17 36,25 43,74 6,95 100

7 0,42 0,00 1,25 27,08 39,17 32,08 100

D M

 

Ket : D = Dari; M = Menjadi ; 1 = Hutan; 2 = Perkebunan ; 3 = Semak belukar; 4 = Sawah; 5 = Ladang; 6 = Pemukiman; 7 = Badan air

Berdasarkan Tabel 23, hutan banyak berubah menjadi perkebunan. Hal ini dapat disebabkan karena lokasi penelitian merupakan kawasan pariwisata dengan

(72)

Kec. Megamendung

Kec. Cisarua

Kec. Ciawi

(73)

Kawasan Puncak AVNIR-2 19 Juli 2009 (Resolusi 30 x 30 meter)

Gambar 18. Peta Perubahan Kelas Penutupan Lahan dalam Periode 2002 - 2009

Kec. Cisarua Kec. Megamendung

Kec. Ciawi

                       

Gambar

Gambar 2. Lokasi Penelitian (Kecamatan Ciawi, Megamendung, dan Cisarua)
Tabel 3. Jenis dan Sumber Data Kegiatan Monitoring Perubahan Penutupan Lahan
Tabel 4. Luas Hasil Klasifikasi Penutupan Lahan 2002
Gambar 4. Bagan Alir Penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Prediksi kebutuhan RTH pada tahun ke t diperoleh dari perkiraan jumlah emisi CO 2 yang terdapat di Kota Bogor dibagi dengan kemampuan RTH dalam menyerap

Pemukiman diwilayah pesisir Kecamatan Sluke terjadi perubahan penggunaan lahan yang cukup menonjol,pada tahun 2004 mempunyai luas yaitu 439492 M.sedangkan pada

Dari total luas hutan yang berubah dari tahun 2002 ke 2014 yang paling besar adalah perubahan ke arah penggunaan lahan kebun campuran.. Penggunaan lahan semak belukar antara

Dari total luas hutan yang berubah dari tahun 2002 ke 2014 yang paling besar adalah perubahan ke arah penggunaan lahan kebun campuran... Luas perubahan penggunaan lahan di

Pemanfaatan citra digital penginderaan jauh telah banyak dilakukan terutama untuk mengidentifikasi perubahan bentuk, luas, ataupun kondisi lainnya dari suatu wilayah. Pengelolaan

Berdasarkan parameter tinggi genangan, luas genangan, lama genangan, dan frekuensi genangan pada tahun 2015 dari 19 titik lokasi yang terjadi genangan oleh air