• Tidak ada hasil yang ditemukan

7. Badan Air

5.4 Perubahan Penutupan Lahan Periode 2002 - 2009 Tiap Kecamatan

Kecamatan Ciawi, Megamendung, dan Kecamatan Cisarua merupakan tiga kecamatan di kawasan DAS Ciliwung Hulu dan Bogor-Puncak-Cianjur yang diprioritaskan dalam usaha rehabilitasi fungsi kawasan. Selain itu, kawasan ini juga merupakan kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan di bawahnya karena merupakan kawasan konservasi air. Namun, dengan adanya perubahan yang terjadi berupa perkembangan pembangunan yang pesat dan kurang terkendali, maka fungsi sebagai area resapan air hujan di kawasan hulu tidak berjalan dengan baik. Perubahan penutupan lahan di kawasan ini dapat dilihat pada Tabel 24.

Tabel 24. Perubahan Penutupan Lahan Periode 2002 - 2009 Tiap Kecamatan

No. Kecamatan Tetap (ha) Berubah (ha) Total (ha)

1. Ciawi 1.849,41 2.577,79 4.427,20

2. Megamendung 2.073,96 4.306,56 6.380,52

3. Cisarua 2.687,76 4.727,79 7.415,55

Berdasarkan Tabel 24, kecamatan yang banyak mengalami perubahan yaitu Kecamatan Cisarua. Lahan seluas 4.727,79 ha telah mengalami perubahan. Perubahan lahan yang cukup besar juga terjadi di Kecamatan Megamendung, yaitu sebesar 4.306,56 ha. Kegiatan pariwisata, jasa dan perdagangan mulai berkembang di dua kecamatan ini. Potensi pemandangan dan udara sejuk yang dimiliki Megamendung dan Kecamatan Cisarua mendorong pembangunan tempat wisata, vila, dan hotel di lokasi ini. Hal ini menyebabkan pembangunan terus-menerus yang mengakibatkan perubahan atau alih fungsi berbagai kelas penutupan lahan menjadi kelas penutupan lainnya, terutama dari lahan terbuka hijau menjadi ruang terbangun. Dibandingkan kecamatan lainnya, Kecamatan Ciawi mengalami perubahan lahan terendah yaitu sebesar 2.577,79 ha. Uraian kelas penutupan lahan yang tetap/tidak mengalami perubahan di ketiga kecamatan tersebut dapat di lihat pada Tabel 25.

Tabel 25. Penutupan Lahan yang Tetap/Tidak Berubah Periode 2002 – 2009 tiap Kecamatan

No. Kelas Ciawi (ha) Megamendung (ha) Cisarua (ha)

1. Tetap Hutan 972,90 632,79 1.557,00

2. Tetap Perkebunan 2,34 34,47 273,15

3. Tetap Semak belukar 142,74 184,14 47,16

4. Tetap Sawah 142,38 292,41 153,09

5. Tetap Ladang 473,85 824,67 493,56

6. Tetap Pemukiman 115,02 104,49 163,53

7. Tetap Badan Air 0,18 0,99 0,27

Total 1.849,41 2.073,96 2.687,76

Seperti yang telah dijelaskan pada sub-bab sebelumnya, hutan memiliki fungsi yang sangat penting bagi kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lainnya. Berdasarkan Tabel 25, lokasi yang masih memiliki banyak hutan yaitu Kecamatan Cisarua. Di lokasi ini banyak terdapat hutan lindung yang harus dijaga keberadaannya. Selain itu, lokasi ini merupakan hulu dari DAS Ciliwung, jadi keberadaan hutan sangat penting untuk mencegah banjir. Untuk mengetahui detail informasi perubahan penutupan lahan tiap kecamatan, maka akan disajikan perjenis penutupan lahan sebagai berikut:

1. Hutan

Berdasarkan Gambar 19, perubahan hutan banyak terjadi di Kecamatan Cisarua. Seluas 395,19 ha hutan (72,58%) berubah menjadi perkebunan. Sebagian besar tempat wisata di kecamatan ini berupa perkebunan teh seperti Wisata Agro Gunung Mas, Paralayang, kebun teh di sekitar Telaga Warna, dan Riung Gunung. Di Kecamatan Ciawi hutan seluas 168,3 ha (40,58%) berubah menjadi semak belukar, sedangkan hutan di Megamendung banyak berubah menjadi ladang (241,2 ha atau 38,64%).

Perubahan besar dari hutan menjadi perkebunan, semak belukar, ladang, sawah, dan pemukiman menunjukkan adanya penebangan dan perambahan kawasan hutan. Lokasi penelitian memiliki fungsi utama sebagai area resapan air hujan, oleh karena itu lahan seluas 15.556,8 ha merupakan kawasan lindung. Namun pada tahun 2002 kawasan yang masih dilindungi hanya 7.052 ha (Syartinilia, 2004) dan kini kawasan hutan hanya tersisa 5.041,29 ha. Hal tersebut menunjukkan adanya perambahan kawasan hutan. Kegiatan budidaya seperti perkebunan, sawah, ladang, bahkan pemukiman yang seharusnya berada pada kawasan non-lindung tetapi kini banyak yang dibangun di kawasan lindung yang seharusnya tidak boleh digunakan.

Hutan yang berubah menjadi perkebunan banyak terjadi di sebelah timur dan selatan Kecamatan Cisarua (Gambar 28). Berdasarkan RTRW sampai dengan tahun 2025, lokasi tersebut merupakan kawasan hutan lindung. Perubahan hutan menjadi ladang banyak terjadi di bagian utara Kecamatan Megamendung (Gambar 27). Di lokasi ini memiliki drainase yang baik dan jenis tanahnya adalah latosol coklat yang cocok untuk kegiatan pertanian. Perubahan hutan menjadi semak belukar banyak terjadi di selatan Kecamatan Ciawi (Gambar 26), dalam RTRW hingga tahun 2025 di lokasi ini merupakan kawasan hutan konservasi (taman nasional dan taman wisata alam).

2. Perkebunan

Perubahan perkebunan banyak terjadi di Kecamatan Cisarua (Gambar 20). Seluas 337,14 ha perkebunan (66,73%) berubah menjadi hutan dan banyak terjadi di bagian timur Kecamatan Cisarua (Gambar 28). Hal serupa juga terjadi di Kecamatan Megamendung, seluas 70,02 ha perkebunan berubah menjadi hutan. perubahan dari perkebunan menjadi hutan dapat disebabkan adanya perbedaan

resolusi yang dimiliki oleh kedua citra dan adanya kemiripan penampakan antara hutan dan perkebunan sehingga terjadi distorsi luas hutan dan perkebunan.

Gambar 20. Perubahan perkebunan menjadi 6 kelas lainnya periode 2002- 2009

Selain menjadi hutan, di Kecamatan Cisarua juga perkebunan banyak berubah menjadi pemukiman (88,74 ha). Menurut Lisnawati dan Wibowo (2007), perubahan perkebunan menjadi penutupan lahan lain terjadi karena adanya konversi menjadi ladang dan pemukiman. Perkebunan yang dikonversi ke ladang oleh sebagian petani penggarap kemudian diperjualbelikan dengan status oper alih garapan, yang kemudian hari banyak berkembang menjadi lahan pemukiman. Selain itu kecamatan ini merupakan pusat kegiatan pariwisata. Panorama alam serta udara sejuk yang dimiliki lokasi ini menjadi daya tarik bagi wisatawan untuk berkunjung ke lokasi ini. Maka dibangunlah kawasan pemukiman berupa vila-vila atau hotel-hotel yang dihuni hanya pada waktu tertentu.

Di bagian utara Kecamatan Ciawi perkebunan banyak berubah menjadi semak belukar (62,82 ha atau 35,67%) (Gambar 26), di lokasi ini merupakan kawasan hutan konservasi (RTRW sampai dengan tahun 2025) . Hal ini dapat disebabkan karena lahan perkebunan yang sudah tidak produktif ditinggalkan begitu saja dan tidak digarap dalam waktu yang lama, sehingga ditumbuhi oleh semak belukar.

3. Semak belukar

Perubahan semak belukar banyak terjadi di Kecamatan Megamendung. Seluas 347,31 ha semak belukar (35,73%) berubah menjadi ladang dan seluas 326,16 ha berubah menjadi hutan (Gambar 21).

Gambar 21. Perubahan semak belukar menjadi 6 kelas lainnya periode 2002- 2009

Perubahan semak belukar menjadi kelas penutupan lahan lainnya menunjukkan bahwa lahan yang sebelumnya belum dimanfaatkan sekarang telah dimanfaatkan. Perubahan dari semak belukar ke ladang atau ke sawah berkaitan dengan kebutuhan perekonomian yang semakin meningkat. Hal ini menuntut masyarakat untuk membuka usaha berupa pertanian lahan kering ataupun lahan basah yang hasilnya dapat dinikmati sendiri atau dijual ke pihak lain.

Perubahan semak belukar menjadi ladang banyak terjadi di bagian utara Kecamatan Megamendung, berdekatan dengan lahan hutan yang berubah menjadi ladang (Gambar 27). Di bagian ini memiliki drainase yang baik dan memiliki jenis tanah latosol coklat dan kemerahan. Di Kecamatan Cisarua, semak belukar yang berubah menjadi hutan tersebar di bagian timur dan selatan Kecamatan Cisarua (Gambar 28).

4. Sawah

Sawah banyak berubah menjadi pemukiman di semua kecamatan (Gambar 22). Perubahan sawah menjadi pemukiman di Kecamatan Ciawi, Megamendung,

dan Cisarua berturut-turut sebesar 160,29 ha, 214,29 ha, dan 258,66 ha. Hal ini menunjukkan adanya peningkatan jumlah penduduk yang besar di ketiga kecamatan. Perubahan dari ruang terbuka hijau menjadi ruang terbangun seperti pemukiman akan mengurangi area resapan air hujan. Area yang awalnya mampu menyerap kelebihan air hujan kini menjadi kedap, sehingga dapat mengakibatkan kerusakan lingkungan.

Gambar 22. Perubahan sawah menjadi 6 kelas lainnya periode 2002- 2009

Selain menjadi pemukiman, sawah juga banyak yang berubah menjadi ladang. Hal ini bisa terjadi karena adanya sistem penggunaan lahan sawah bergantian dengan ladang pada waktu tertentu. Pada masa setelah panen, lahan sawah di berakan terlebih dahulu sebelum ditanami padi kembali. Hal ini bertujuan untuk mengembalikkan kesuburan dan unsur hara tanah. Selama diberakan, lahan sawah digunakan untuk berladang (Juli - Oktober).

Perubahan sawah menjadi pemukiman banyak terjadi di sepanjang jalan utama (dari jalan raya Ciawi sampai jalan raya Puncak) yaitu bagian selatan Ciawi, bagian barat Megamendung, dan bagian selatan Kecamatan Cisarua (Gambar 26, 27, dan 28). Hal ini disebabkan karena daerah tersebut lebih dekat dengan aktivitas ekonomi ataupun lebih dekat dengan perkotaan. Berdasarkan RTRW hingga tahun 2025, lokasi tersebut merupakan kawasan sempadan sungai, sekitar danau, sekitar mata air, kawasan gerakan tanah tinggi, kawasan resapan

air, pertanian lahan kering dan basah, perkebunan, serta kawasan pemukiman perdesaan hunian jarang dan rendah.

5. Ladang

Gambar 23. Perubahan ladang menjadi 6 kelas lainnya periode 2002- 2009

Ladang merupakan salah satu kelas penutupan lahan yang mengalami penurunan luas paling besar. Berdasarkan Gambar 23, ladang banyak berubah menjadi pemukiman di semua kecamatan. Perubahan ladang menjadi pemukiman di Kecamatan Ciawi, Megamendung, dan Cisarua berturut-turut sebesar 301,59 ha, 558,09 ha, dan 810 ha. Selama kurun waktu 7 tahun, pemukiman merupakan penutupan lahan yang paling banyak mengalami peningkatan luas lahan. Faktor utama penyebab peningkatan ini akibat meningkatnya jumlah penduduk dan kebutuhan ekonomi masyarakat. Hal tersebut menyebabkan kebutuhan lahan sebagai tempat tinggal dan lahan untuk membuka usaha berupa area perdagangan, hotel, villa pun meningkat.

Selain menjadi pemukiman, ladang juga banyak berubah menjadi sawah. Hal ini juga dapat disebabkan karena adanya sistem penggunaan lahan ladang menjadi sawah. Penggunaan ladang sekitar bulan Juli – Oktober dengan sistem rotasi tanaman, yaitu sistem penanaman bergilir antara padi dengan tanaman palawija atau sayuran. Tanaman yang biasanya dirotasikan yaitu 1) sayuran – sayuran – bera, 2) palawija – sayuran – bera, 3) padi – palawija – bera. Seperti

perubahan yang terjadi pada sawah, perubahan ladang menjadi pemukiman juga banyak terjadi di pusat-pusat kegiatan bermukim, perdagangan, dan jasa (Gambar 26, 27, dan 28).

6. Pemukiman

Gambar 24. Perubahan pemukiman menjadi 6 kelas lainnya periode 2002- 2009

Sebagian besar mata pencaharian penduduk di lokasi penelitian ini adalah di bidang pertanian. Berdasarkan Gambar 24, pemukiman yang berubah menjadi ladang banyak terjadi di Kecamatan Ciawi. Seluas 137,79 ha (55,65%) pemukiman di kecamatan ini berubah menjadi ladang. Di Kecamatan Megamendung dan Cisarua perubahan pemukiman menjadi ladang berturut-turut seluas 126,54 ha (44,72%) dan 90,09 ha (32,16%).

Selain menjadi ladang, pemukiman juga banyak berubah menjadi sawah. Hal ini disebabkan karena ekonomi dan terbatasnya lahan yang dapat digunakan sebagai lahan pertanian. Di Megamendung lahan pemukiman seluas 122,76 ha berubah menjadi sawah, di Kecamatan Cisarua 88,11 ha dan di Kecamatan Ciawi seluas 83,25 ha lahan pemukimannya berubah menjadi sawah. Perubahan pemukiman menjadi penutupan lahan lain dimungkinkan pemukiman yang berubah sifatnya semi permanen atau tidak permanen yang sudah tidak digunakan dalam jangka waktu yang relatif lama, sehingga memungkinkan terjadinya pengalihgunaan lahan oleh masyarakat untuk dijadikan penutupan lahan lain

sepert sawah atau ladang. Perubahan ini banyak terjadi di bagian bawah masing-masing kecamatan (Gambar 26, 27, dan 28). Seperti telah dijelaskan sebelumnya, di lokasi ini memiliki jenis tanah yang baik untuk pertanian dan berdrainase baik. Hal ini memudahkan dalam proses irigasi dan sesuai denga RTRW yang telah dibuat, bahwa di lokasi tersebut merupakan kawasan sempadan sungai, pertanian lahan kering dan basah, serta perkebunan.

7. Badan air

Gambar 25. Perubahan badan air menjadi 6 kelas lainnya periode 2002- 2009

Berdasarkan Gambar 25, badan air paling banyak berubah menjadi ladang di Megamendung (4,86 ha), menjadi sawah di Megamendung (3,15 ha), dan menjadi pemukiman di Kecamatan Cisarua (2,97 ha). Perubahan ini bisa terjadi karena beberapa faktor. Pertama karena adanya perbedaan musim antara tahun 2002 dengan tahun 2009. Pada tahun 2002 terjadi musim hujan, sedangkan pada tahun 2009 terjadi musim kemarau. Selama musim kemarau tersebut, terjadi kekeringan di pinggir atau tepi badan air. Faktor lain juga bisa disebabkan karena perbedaan resolusi pada kedua peta yang mempengaruhi kedetailan penampakkan penutupan lahan berupa badan air di citra. Citra dengan resolusi 30x30 meter tidak dapat merekam badan air yang memiliki luas kurang dari 30x30 meter.

Kec. Ciawi

Kec. Cisarua Kec. Megamendung

Gambar 26. Peta Perubahan Penutupan Lahan Periode 2002 – 2009 Kecamatan Ciawi

Periode 2002 - 2009 Kecamatan Megamendung Gambar 27. Peta Perubahan Penutupan Lahan Kec. Megamendung

Kec. Cisarua

Kec. Megamendung

Kec. Cisarua

Kec. Ciawi

Gambar 28. Peta Perubahan Penutupan Lahan Periode 2002 - 2009 Kecamatan Kecamatan Cisarua

5.5Faktor yang Mempengaruhi Perubahan Penggunaan dan Penutupan