• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Perubahan Penutupan dan Penggunaan Lahan di DAS Ciliwung dan Cisadane

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Perubahan Penutupan dan Penggunaan Lahan di DAS Ciliwung dan Cisadane"

Copied!
91
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PERUBAHAN PENUTUPAN DAN

PENGGUNAAN LAHAN DI DAS CILIWUNG DAN CISADANE

YULIANA ARIFASIHATI

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Analisis Perubahan Penutupan dan Penggunaan Lahan di DAS Ciliwung dan Cisadane” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2015 Yuliana Arifasihati

(4)
(5)

ABSTRAK

YULIANA ARIFASIHATI. Analisis Perubahan Penutupan dan Penggunaan Lahan di DAS Ciliwung dan Cisadane. Dibimbing oleh KASWANTO.

Penelitian ini melakukan pengujian pola spasial dan temporal dari penutupan dan penggunaan lahan serta dinamika perubahan populasi di DAS Jawa Barat bagian utara. DAS tersebut adalah DAS Ciliwung dan Cisadane. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor pendorong dari perbahan dengan menggunakan data citra Landsat jangka panjang dari tahun 1978, 1995 dan 2012. Perubahan penutupan dan penggunaan lahan masih berlanjut terutama di daerah aliran sungai karena pertumbuhan masyarakat dan ekonomi terus meningkat. Oleh karena itu, diperlukan sebuah terobosan penting untuk mengetahui faktor pendorong perubahan dengan menggunakan teknologi yang mudah dan cerdas dari Sistem Informasi Geografis (GIS). GIS memberikan informasi tentang faktor pendorong perubahan dan pada saat yang sama dapat memantauan alam tanpa harus terus melakukan pengamatan secara langsung. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perubahan pada kedua DAS ini didominasi menjadi pemukiman dan lahan kering. Faktor pendorong yang dianalisis adalah jumlah penduduk, kepadatan penduduk, jenis tanah, kemiringan, curah hujan, dan jarak ke kota. Analisis regresi logistik (LRA) dilakukan dengan menggunakan metode forward stepwise,

menunjukkan bahwa masing-masing faktor pendorong cenderung mempengaruhi perubahan.

Keywords: Citra Landsat, DAS Ciliwung, DAS Cisadane, Pengelolaan DAS

ABSTRACT

YULIANA ARIFASIHATI. Analysis of Land Use and Cover Changes in Ciliwung and Cisadane Watershed. Supervised by KASWANTO.

In this study, we examined the spatial and temporal patterns of land use and cover change (LUCC) and population change dynamics in the Northern Watershed of West Java. Those watersheds are Ciliwung and Cisadane. The objective of this study was to quantify the drivers of LUCC using long-term Landsat image data from 1978, 1995 and 2012. We found the changing of LUCC, especially in those watersheds boundary still continues since the growth of society and economy are increasing. Therefore, it needs a significance breakthrough to figure out the driver of LUCC of changing by using an easy and smart technology of Geographical Information System (GIS). A GIS gives the information about the driver of LUCC and at the same time monitoring the enviromental for minimizing some efforts of direct observation. The results show that the changing in those watersheds following several processes and in the end changed into settlements and dry lands, predominantly. The predicted drivers are number of population, density of population, soil type, slope, precipitation, and distance to city. The logistic regression analysis (LRA) by using forward stepwise model show that those drivers inclined to affect LUCC, respectively.

(6)
(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada

Departemen Arsitektur Lanskap

ANALISIS PERUBAHAN PENUTUPAN DAN

PENGGUNAAN LAHAN DI DAS CILIWUNG DAN CISADANE

YULIANA ARIFASIHATI

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(8)
(9)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(10)
(11)

Judul Penelitian : Analisis Perubahan Penutupan dan Penggunaan Lahan di DAS Ciliwung dan Cisadane.

Nama : Yuliana Arifasihati NIM : A44100083

Disetujui oleh

Dr Kaswanto, SP MSi Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Bambang Sulistyantara, MAgr Ketua Departemen

(12)
(13)

PRAKATA

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT atas segala rahmat dan karunia yang telah diberikan, sehingga penyusunan skripsi yang berjudul “Analisis

Perubahan Penutupan dan Penggunaan Lahan di DAS Ciliwung dan Cisadane

dapat diselesaikan dengan baik. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan penghargaan dan terima kasih kepada:

1. Dr. Kaswanto, SP., MSi selaku dosen pembimbing yang banyak memberikan bimbingan dan arahan selama penelitian ini berlangsung sehingga penulis dapat menyelesaikannya.

2. Kedua orang tua dan adik-adik yang telah memberikan doa, semangat dan kasih sayang.

3. Semua pihak dan instansi yang telah membantu di dalam pengambilan data 4. Program penelitian BOPTN DIKTI dengan judul Desain Lanskap

Agroforestri Menuju Masyarakat Rendah Karbon yangdiketuai oleh Dr. Kaswanto, SP., MSi dimana telah membantu pendanaan selama penulis melaksanakan penelitian.

5. Teman-teman tersayang Arsitektur Lanskap 47, teman-teman satu bimbingan, 3 dara, serta seluruh pihak yang telah memberikan bantuan, doa dan semangat.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini belum sempurna. Semoga skripsi ini dapat memberi manfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkan.

(14)
(15)

DAFTAR ISI

Perubahan Penutupan dan Penggunaan Lahan 5

Sistem Informasi Geografi 6

Penginderaan Jauh 7

Citra Landsat 7

METODOLOGI 8

Lokasi dan Waktu Penelitian 8

Alat dan Bahan 9

Metode Penelitian 10

HASIL DAN PEMBAHASAN 13

Kondisi Umum 13

Penutupan Lahan Tiga Periode 28

Perbandingan Luas Penutupan dan Penggunaan Lahan Selama Tiga Periode 41 Perubahan Penutupan dan Penggunaan Lahan Selama Tiga Periode 43 Analisis Faktor Pendorong Perubahan Lahan Selama Tiga Periode 61 Rekomendasi Pengelolaan DAS Ciliwung dan Cisadane 64

KESIMPULAN DAN SARAN 67

DAFTAR PUSTAKA 68

LAMPIRAN 71

(16)

vii

DAFTAR TABEL

1 Keterangan DAS Ciliwung dan Cisadane 5

2 Peta DAS Ciliwung dan Cisadane 8

3 Alat yang digunakan dalam penelitian 9

4 Data yang digunakan dalam penelitian 9

5 Matrik nilai keterpisahan antar kelas penutupan lahan tahun 1978 30

6 Luas hasil klasifikasi penutupan lahan 1978 30

7 Matrik nilai keterpisahan antar kelas penutupan lahan 33

8 Luas hasil klasifikasi penutupan lahan 1995 33

9 Matrik nilai keterpisahan antar kelas penutupan lahan 34

10 Luas hasil klasifikasi penutupan lahan 2012 35

11 Pendugaan akurasi dari penggunaan dan penutupan lahan 36 12 Perbandingan luas dan laju peningkatan tahun 1978 dan tahun 1995 41 13 Perbandingan luas dan laju peningkatan tahun 1995 dan tahun 2012 42 14 Nilai penutupan dan penggunaan lahan yang tetap/tidak berubah

tahun 1978 dan 1995 44

15 Nilai penutupan dan penggunaan lahan yang mengalami

perubahan tahun 1978 dan 1995 44

16 Nilai penutupan dan penggunaan lahan yang tetap/tidak berubah

tahun 1995 dan 2012 45

17 Nilai penutupan dan penggunaan lahan yang mengalami

perubahan tahun 1995 dan 2012 45

18 Perubahan lahan yang tetap dan berubah tahun 1978-1995 46 19 Perubahan kelas penutupan lahan tahun 1978- 1995 51

20 Penutupan lahan yang tetap dan berubah 54

21 Perubahan kelas penutupan lahan tahun 1995-2012 59

DAFTAR GAMBAR

1 Riwayat peluncuran satelit Landsat 7

2 Keterangan DAS Ciliwung dan Cisadane 8

3 Matriks Post Classification Comparison 11

4 Peta kecamatan DAS Ciliwung 14

5 Peta kecamatan DAS Cisadane 15

6 Curah hujan rata-rata tahun 1983-2012 pada Stasiun Katulampa 16 7 Peta rata-rata curah hujan tahunan periode 1981-2010 DAS Ciliwung 17 8 Peta rata-rata curah hujan tahunan periode 1981-2010 DAS Cisadane 18

9 Telaga Warna 19

10 Peta kelerengan DAS Ciliwung 20

11 Peta kelerengan DAS Cisadane 21

12 Peta jenis tanah DAS Ciliwung 23

13 Peta jenis tanah DAS Cisadane 24

14 Pemanfaatan lahan sebagai hutan 25

(17)

viii

16 Pemanfaatan lahan sebagai pemukiman 26

17 Pemanfaatan lahan sebagai sawah 27

18 Pemanfaatan lahan sebagai semak 27

19 Pemanfaatan lahan sebagai lahan kosong 28

20 Pemanfaatan lahan sebagai ladang 28

21 Peta penutupan lahan DAS Ciliwung tahun 1978 32

22 Peta penutupan lahan DAS Cisadane tahun 1978 33 23 Peta penutupan lahan DAS Ciliwung tahun 1995 37 24 Peta penutupan lahan DAS Cisadane tahun 1995 38

25 Peta penutupan lahan DAS Ciliwung 2012 39

26 Peta penutupan lahan DAS Cisadane Tahun 2012 40

27 Perbandingan laju perubahan DAS Ciliwung (%) 43

28 Perbandingan laju perubahan DAS Cisadane (%) 43 29 Peta penutupan lahan DAS Ciliwung yang tetap dan berubah 47 30 Peta penutupan lahan DAS Cisadane yang tetap dan berubah 48 31 Peta kelas penutupan lahan DAS Ciliwung yang tetap dan berubah 49 32 Peta kelas penutupan lahan DAS Cisadane yang tetap danberubah 50

33 Peta perubahan penutupan lahan Ciliwung 52

34 Peta perubahan penutupan lahan DAS Cisadane 53

35 Peta penutupan lahan DAS Ciliwung yang tetap dan berubah 55 36 Peta penutupan lahan DAS Cisadane yang tetap dan berubah 56 37 Peta penutupan lahan DAS Ciliwung yang tetap dan berubah 57 38 Peta penutupan lahan DAS Cisadane yang tetap dan berubah 58

39 Peta perubahan penutupan lahan DAS Ciliwung 60

40 Peta perubahan penutupan lahan DAS Cisadane 61

41 Ilustrasi faktor kemiringan lahan 62

42 Faktor pendorong perubahan 63

43 Ilustrasi jenis tanah 64

44 Ilustrasi jarak dengan pusat kota 65

45 Ilustrasi rekomendasi kemiringan lahan 65

46 Ilustrasi penurunan aliran limpasan 66

DAFTAR LAMPIRAN

(18)
(19)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara yang berada di garis khatulistiwa dengan curah hujan yang tinggi. Aliran hujan yang dialirkan akan membentuk sebuah Daerah Aliran Sungai (DAS). DAS adalah daerah yang dibatasi punggung-punggung gunung dengan air hujan yang jatuh pada daerah tersebut, dan akan ditampung oleh punggung gunung lalu dialirkan melalui sungai-sungai kecil ke sungai utama (Asdak, 2004). Menurut Dixon dan Easter (1986) disebutkan bahwa DAS merupakan pemersatu ekosistem alami antar wilayah hulu dengan wilayah hilir melalui siklus hidrologi.

Berdasarkan curah hujan, wilayah DAS dapat dibedakan menjadi 2 yaitu wilayah yang berfungsi sebagai wilayah resapan dan wilayah yang berfungsi sebagai wilayah pengaturan drainase. Berfungsi tidaknya wilayah tersebut akan sangat terkait dengan penggunaan lahan. Perubahan mencolok dari perubahan penggunaan lahan khususnya di catchment area DAS Ciliwung dan Cisadane adalah pesatnya pembangunan pemukiman khususnya DAS wilayah tengah. DAS daerah hulu dan tengah yang sejak awal berfungsi sebagai daerah resapan berubah menjadi daerah kedap air yang dipergunakan untuk berbagai keperluan diantaranya pemukiman, selain itu situ-situ yang ada berdasarkan data Badan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BPDAS) Citarum-Ciliwung berjumlah 199 buah namun saat ini yang berfungsi tinggal 31 buah dan selebihnya sudah tidak berfungsi sebagai penampung air.

Perubahan yang terjadi pada DAS pada saat ini dapat dikarenakan karena meningkatnya jumlah penduduk dan kebutuhan. Pemenuhan kebutuhan hidup masyarakat yang mulai tak terpenuhi berdampak pada eksploitasi alam yang berlebihan. Pertumbuhan dan aktivitas penduduk yang tinggi terjadi di daerah perkotaan, sehingga daerah perkotaan pada umumnya mengalami perubahan penggunaan lahan yang cepat. Menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) diketahui bahwa beberapa kota yang ada di dunia memiliki angka pertumbuhan penduduk yang meningkat lebih dari 9 kali lipat. Salah satu kota yang mengalami pertumbuhan tersebut yaitu Kota Jakarta yang merupakan bagian dari DAS Ciliwung dari 1,7 juta jiwa (1950) menjadi 16,5 juta jiwa (2000) atau berkembang 9 kali lipat.

Semakin meningkatnya angka pertumbuhan penduduk akan berimplikasi pada besarnya tekanan penduduk terhadap suatu lahan, karena kebutuhan lahan untuk tempat tinggal dan fasilitas-fasilitas pendukungnya yang semakin meningkat. Degradasi lahan yang berlebihan akan merubah ekologi dan menurunkan kualitas lahan tersebut, apabila hal ini terus-menerus berlangsung maka akan terjadi ketidakseimbangan ekosistem yang akan berdampak negatif bagi kelangsungan hidup selanjutnya.

(20)

2

merilis statistik emisi karbon secara global akibat dari deforestasi pertanian dan berbagai bentuk lain dari penggunaan lahan antara tahun 1990 hingga tahun 2010. Hasilnya diketahui bahwa Indonesia menempati posisi kedua dengan pelepasan karbon sebanyak 13,1 miliar metrik ton karbon.

Pengelolaan DAS yang baik akan meminimalisir dampak yang terjadi, salah satunya adalah dengan melakukan analisis setiap perubahan dan penggunaan lahan sebagai bahan pertimbangan dalam perencanaan di masa depan. Salah satu teknologi yang dapat digunakan yaitu Sistem Informasi Geografi (SIG). Penggunaan teknologi SIG merupakan alat penting yang dapat menyatukan data menjadi database yang sangat berguna bagi seorang perencana dalam melakukan evaluasi ataupun monitoring (Lillesand dan Kiefer 1979). SIG ini akan memberikan informasi tentang perubahan-perubahan penutupan dan penggunaan lahan yang terjadi tanpa harus melakukan kontak langsung dengan obyek atau daerah yang akan diteliti.

Perubahan-perubahan yang terjadi di DAS Ciliwung dan Cisadane dalam kurun waktu terakhir ini menurut Forest Watch Indonesia yang memaparkan bahwa tutupan hutan di DAS Ciliwung hanya tersisa 12 persen dari total kawasan DAS yang mencapai 29 ribu hektar, sedangkan untuk DAS Cisadane hanya sekitar 36,6 persen dari total kawasan hampir mencapai 59 ribu hektar (KMNLH, 2010). Perubahan jenis dan luas penggunaan lahan yang relatif cepat ini akan berimplikasi pada pola penataan ruang, kenyamanan hidup dan kondisi sosial ekonomi penduduk setempat.

Suatu perubahan penutupan dan penggunaan lahan tidak dapat dilihat dengan kurun waktu yang singkat, karena sebuah perubahan tersebut memerlukan proses yang cukup lama. Penelitian ini menganalisis citra multitemporal yang dikaji selama dua periode yaitu pada tahun 1978, tahun 1995 dan tahun 2012, untuk mengetahui perubahan penutupan lahan yang terjadi dan trend arah perubahan, sehingga dapat menjadi acuan bagi pemerintah dalam menetapkan sebuah kebijakan di kemudian hari. Penggunaan teknologi SIG ini akan memudahkan dalam melakukan studi perubahan penggunaan dan penutupan lahan di DAS Ciliwung dan Cisadane selama dua periode.

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis besarnya kelas penutupan lahan, perubahan penutupan lahan dan faktor-faktor yang mendorong terjadinya perubahan penutupan dan penggunaan lahan di DAS Ciliwung dan Cisadane selama dua periode yaitu pada tahun 1978, tahun 1995 dan tahun 2012.

Manfaat Penelitian

(21)

3 tentang faktor utama yang menjadi penyebab terjadinya perubahan pada DAS Ciliwung dan Cisadane .

Kerangka Pikir

Peningkatan kebutuhan manusia yang semakin tidak terpenuhi mempengaruhi perilaku terhadap alam. Perubahan yang terjadi akibat eksploitasi alam yang berlebihan akibat tidak seimbangnya antara kebutuhan dengan sumberdaya yang tersedia memberikan dampak negatif untuk keberlangsungan ekosistem. Analisis setiap perubahan lahan yang terjadi merupakan salah satu solusi dalam mengelola dan menjaga kelestarian alam terutama di DAS Ciliwung dan Cisadane.

DAS Ciliwung dan Cisadane merupakan DAS yang berperan penting di wilayah Jawa Barat, terutama di bagian utara. Kedua DAS ini berada di daerah wilayah yang terus berkembang dengan pesat seiring dengan pertumbuhan ekonomi dan jumlah penduduk. Semakin meningkatnya jumlah penduduk dan aktivitas manusia pada suatu lahan maka akan menyebabkan perubahan pola penutupan dan penggunaan lahan di DAS Ciliwung dan Cisadane. Perubahan-perubahan yang terjadi secara terus-menerus dalam kurun waktu terakhir mulai memberikan dampak negatif, oleh karena itu perlu dilakukan upaya pencegahan. Penggunaan teknologi SIG diharapkan dapat membantu melihat perkembangan perubahan penutupan dan penggunaan lahan yang terjadi, sehingga dapat meminimalisir hal-hal yang tidak diinginkan di kemudian hari. Diagram di bawah ini adalah kerangka pikir yang digunakan penulis sebagai acuan dalam rangkaian penelitian analisis perubahan penutupan lahan dan faktor-faktor perubahan dengan menggunakan SIG pada DAS Ciliwung dan Cisadane selama dua periode (Gambar 1).

Gambar 1 Kerangka Pikir Penelitian Perubahan Lanskap

DAS Ciliwung dan Cisadane

Peningkatan Kebutuhan Manusia

Terganggunya DAS

Berdampak Pada Daerah Resapan Air

Analisis Perubahan Penutupan dan Penggunaan lahan di DAS Ciliwung dan Cisadane

(22)

4

TINJAUAN PUSTAKA

Daerah Aliran Sungai

Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah daerah yang di batasi punggung-punggung gunung dengan air hujan yang jatuh pada daerah tersebut akan ditampung oleh punggung gunung tersebut dan akan dialirkan melalui sungai-sungai kecil ke sungai utama (Asdak, 2004). Maka, karena setiap permukaan bumi memiliki ketinggian dan kemiringan tertentu dan mengalirkan air hujan (presipitasi), pada akhirnya akan membentuk DAS. Sehingga, pada hakikatnya seluruh daratan di muka bumi ini terbagi habis atas DAS.

Selain itu, berdasarkan susunan ekologis, DAS memiliki ekosistem daratan yang lengkap. Menurut Dixon dan Easter (1986) disebutkan bahwa DAS merupakan penyatu ekosistem alami antara wilayah hulu (dari puncak gunung/bukit) dengan wilayah hilir (sampai dengan muara sungai dan wilayah pantai yang masih terpengaruh daratan) melalui siklus/daur hidrologi/air. Oleh karena itu, DAS seringkali dijadikan sebagai basis teritorial dalam melakukan berbagai riset penelitian dan sangat dijaga pengelolaannya. Pengelolaan DAS akan mempengaruhi keberlanjutan ekosistem, apabila pengelolaan DAS tidak baik maka akan menyebabkan ketidakseimbangan ekosistem dan mengakibatkan dampak-dampak yang merugikan untuk keberlangsungan ekosistem.

Penutupan Lahan

Peningkatan kebutuhan manusia untuk meningkatkan kesejahteraan hidupnya mengakibatkan eksploitasi berlebihan terhadap sumberdaya alam, hal ini yang mendorong terjadinya perubahan lahan beberapa tahun terakhir. Menurut Kazaz dan Charles (2001) dalam Munibah (2008), perubahan penutupan lahan adalah perubahan penggunaan atau aktivitas terhadap satu lahan yang berbeda dari aktivitas sebelumnua, baik untuk tujuan komersial maupun industri. Terdapat empat faktor pertimbangan penting yang menentukan penggunaan lahan yaitu: faktor fisik lahan, faktor ekonomi dan faktor kelembagaan serta faktor kondisi sosial dan budaya masyarakat setempat akan mempengaruhi pola penggunaan lahan (Barlowe, 1978). Wilayah dengan perkembangan yang pesat dan di daerah yang labil memiliki penutupan lahan yang bersifat dinamis. Penyebab penutupan lahan dapat terjadi karena sifat manusia atau perubahan karena sifat lahannya sendiri yang berubah. Perubahan yang disebabkan oleh manusia dapat dikarenakan faktor aksesibilitas, pesatnya laju pertumbuhan penduduk dan jarak lokasi terhadap pusat kegiatan (infrastruktur) menurut (Noviansyah, 2000).

Penggunaan Lahan

(23)

5 pada satu bidang lahan. Sedangkan, menurut Vink (1975) penggunaan lahan (land use) merupaan bentuk campur tangan (intervensi) manusia terhadap lahan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya baik material maupun spiritual. Contoh dari penggunaan lahan yaitu sawah, pemukiman, perkantoran, area industri, ladang, kebun, dan sebagainya. Sistem penggunaan lahan dikelompokkan menjadi dua kelompok besar yaitu penggunaan untuk keperluan pertanian dan penggunaan untuk non-pertanian (Arsyad, 1989).

Menurut Barlowe (1978) terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi penggunaan lahan yaitu faktor fisik dan biologis, faktor pertimbangan ekonomi dan institusi (kelembagaan). Faktor fisik yang mempengaruhi penggunaan lahan adalah faktor yang terkait dengan kesesuaian lahan. Faktor fisik ini meliputi kondisi iklim, sumberdaya air, bentuk lahan, topografi, karakteristik tanah dan lainnya. Faktor pertimbangan ekonomi adalah sebuah persyaratan yang diperlukan untuk pengelolaan suatu penggunaan lahan. Suatu lahan akan dimanfaatkan apabila lahan tersebut memberikan suatu keuntungan atau hasil yang lebih besar dari biaya modalnya (Barlowe, 1978). Pertimbangan ekonomi ini bersifat dinamis, tergantung dari harga dan permintaan terhadap suatu penggunaan lahan. Meningkatnya jumlah permintaan terhadap suatu penggunaan lahan yang tadinya tidak memiliki nilai ekonomis akan berubah menjadi layak secara ekonomis (Saefulhakim, 1999). Faktor kelembagaan yang mempengaruhi pola penggunaan lahan adalah faktor-faktor yang terkait dengan sosial budaya dan aturan yang berada di masyarakat, termasuk peraturan perundangan dari pemerintah setempat (Barlowe, 1978). Penggunaan lahan yang terdapat pada suatu wilayah adalah suatu penggunaan lahan yang tidak bertentangan dengan kebijakan pemerintah, sosial budaya, tradisi maupun kepercayaan masyarakat setempat.

Perubahan Penutupan dan Penggunaan Lahan

Perubahan penutupan dan penggunaan lahan adalah bertambahnya suatu penutupan atau penggunaan lahan dari satu ke yang lainnya diikuti dengan berkurangnya tipe penutupan dan penggunaan lahan yang lain dari waktu ke waktu, atau perubahan fungsi suatu lahan pada kurun waktu yang berbeda (Wahyunto et al, 2001) dalam Wirustyastuko (2010). Perubahan ini tidak terjadi dalam waktu yang singkat. Perubahan ini dapat diamati dengan menggunakan data spasial dari peta penutupan dan penggunaan lahan pada titik tahun yang berbeda. Perubahan penggunaan lahan yang terjadi dalam periode waktu tertentu mampu memberikan sebuah prediksi penutupan dan penggunaan lahan yang akan terjadi berikutnya (Munibah, et al, 2006).

(24)

6

Sistem Informasi Geografi

Teknologi berkembang semakin pesat memudahkan dalam melakukan semua kegiatan, salah satunya adalah dengan adanya sistem informasi geografi. Sistem informasi Geografi (SIG) adalah integrasi dari perangkat keras, perangkat lunak, dan data untuk menangkat, mengelola, menganalisis dan menampilkan semua bentuk informasi geografis. Sedangkan menurut BAKOSURTANAL dalam Prahasta (2007) menjabarkan SIG sebagai suatu sistem yang saling terkait antara satu dengan yang lain. SIG sebagai kumpulan yang terorganisir dari perangkat keras komputer, perangkat lunak, data geografi dan personal yang didesain untuk memperoleh, menyimpan, memperbaiki, memanipulasi, menganalisis serta menampilkan semua bentuk informasi yang bereferensi geografi. Basis analisis SIG adalah data spasial dalam bentuk digital yang diperoleh melalui data satelit atau data lain terdigitasi. Analisis SIG memerlukan tenaga ahli sebagai interpreter, perangkat keras komputer dan perangkat lunak pendukung.

Sistem informasi geografi merupakan seperangkat sistem berbasis komputer untuk memetakan dan menganalisis sesuatu yang terlihat jelas dan terjadi di permukaan bumi. Teknologi SIG mengintegrasikan pengoperasian database seperti pertanyaan dan analisis statistika dengan cara menampilkan secara khas dan menganalisis secara geografi dari suatu peta. Kemampuan ini membedakan SIG dengan sistem informasi lainnya dan menjadikannya lebih bernilai dalam penggunaannya oleh umum ataupun bisnis pribadi yang bertujuan untuk menjelaskan peristiwa yang dianggap penting, memprediksi hasil serta perencanaan strategi (ESRI dalam Prahasta, 2007).

Penginderaan Jauh

Penginderaan jauh didefinisikan sebagai identifikasi dan pengkajian objek pada jarak jauh dengan menggunakan energi elektromagnetik yang dipantulkan atau dipancarkan dari objek. Informasi tentang objek-objek yang diteliti didapat berdasarkan hasil analisis data yang telah dikumpulkan oleh sensor jarak jauh. Pengindaraan jauh adalah ilmu yang digunakan untuk memperoleh suatu obyek, daerah, atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan suatu alat tanpa kontak langsung dengan obyek dikaji tersebut. Pengumpulan data yang akan dianalisis dari jarak jauh diperoleh dengan menggunakan berbagai sensor, sehingga tidak perlu berkontak langsung dengan obyek yang diteliti (Lilesand dan Kiefer, 1990).

Prinsip penginderaan jauh dalam pengamatan obyek di muka bumi dilakukan dengan cara mengukur radiasi gelombang elektromagnetik yang dipancarkan oleh obyek yang dimaksud. Secara umum elemen yang terkait dalam pengindraan jauh dengan gelombang elektromagnetik untuk memperoleh informasi suatu obyek dan lingkungannya meliputi:

1. sumber energi;

2. perjalanan energi melalui atmosfer;

3. interaksi antara energi dengan kenampakan di muka bumi; 4. sensor wahana pesawat terbang dan satelit;

(25)

7 Hasil pengindraan jauh umumnya berupa citra yang merupakan gambaran suatu obyek yang dibuahkan dengan cara optik, elektro-optik, optik-mekanik atau elektronik. Umumnya digunakan bila radiasi elektromagnetik yang dipancarkan atau dipantulkan oleh suatu obyek tidak langsung direkam (Simonett, 1983 dalam Susanto, 1986). Interpretasi citra pengindraan jauh dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu interpretasi secara manual dan interpretasi secara digital (Purwadhi, 2001).

Citra Landsat

Pada penelitian ini digunakan citra Landsat sebagai salah satu bahan yang akan diolah dalam SIG. Satelit Landsat yang pertama diluncurkan dengan nama Earth Resourch Technology Sattelite (ERTS-1) pada tahun 1972. Berikut ini adalah riwayat dari peluncuran satelit Landsat yang ada pada Tabel 1.

Tabel 1. Riwayat peluncuran satelit Landsat

Nama Satelit Peluncuran Berakhir Instrumen Landsat-1 (ERTS-1) 23 Juli 1972 Januari 1978 RBV, MSS Landsat-2 22 Januari 1975 Juli 1983 RBV, MSS Landsat-3 5 Maret 1978 September 1983 RBV, MSS Landsat-4 16 Juli 1982 Juni 2001 MSS, TM Landsat-5 1 Maret 1984 - MSS, TM Landsat-6 5 Oktober 1993 5 Oktober 1993 ETM Landsat-7 15 April 1999 - ETM+ Sumber : NASA (2009)

(26)

8

METODE

Lokasi dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung dan Cisadane (Gambar 2). DAS Ciliwung dan Cisadane masing-masing memiliki keterangan letak geografis, luas dan batas wilayah administrasi pada Tabel 2. Tabel 2. Keterangan DAS Ciliwung dan Cisadane

DAS Letak Geografis Luas Wilayah Administrasi

Ciliwung

6o6’ 00” - 6o46’ 12” LS dan 106o48’ 36” - 107o

00’ 00” BT

38.610,25 ha

Kab Bogor, Kota Bogor, Kota Depok, dan Provinsi DKI Jakarta

Cisadane

6o37' 48” – 6o46' 12” LS dan 106o49' 48” – 107o0' 0” BT

151.808 ha

Kab Bogor, Kota Bogor, Kab Tangerang dan Kota Tangerang

(27)

9

Alat dan Bahan

Penelitian ini menggunakan peralatan baik perangkat keras (hardware) maupun perangkat lunak (software) (Tabel 3). Landsat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Landsat tahun 1978 L1-5 MSS, Landsat tahun 1995 L4-5 TM, dan Landsat tahun 2012. Tabel 3. Alat yang digunakan dalam Penelitian

Hardaware dan Software Fungsi

Hardware

Kamera Digital Pengambilan video dan Foto

Laptop Pengolahan grafis dan data

Global Positioning System (GPS) Menentukan posisi dan pemetakan

Meteran Mengukur saat dilapang

Software

SPSS Pengolahan Data

Arc GIS 10 Pengolahan Data

ERDAS Imagine 9.2 Pengujian Akurasi Peta

MS Excel 2007 Pengolahan Data

MS Word 2007 Penyusunan Skripsi

Tabel 4. Data yang digunakan dalam Penelitian

No Jenis Data Bentuk Data Sumber

2. Peta Batas DAS Vektor Kementrian Kehutanan

3. Peta Kemiringan Lereng Raster DIPERTA Jawa Barat dan DKI

4. Peta jenis tanah Jawa Barat Vektor BMKG Jawa Barat dan DKI

5. Peta curah hujan Jawa Barat Tabular Pemprov Jawa Barat dan DKI

(28)

10

Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survai dengan menggunakan data primer yang didapatkan pada saat di lapang dan data sekunder yang didapatkan melalui literatur terkait. Penelitian dilakukan dalam tiga tahapan yaitu : (1) Inventarisasi (survai dan pengumpulan data), (2) analisis dan (3) output.

1. Inventarisasi (Survai dan Pengumpulan Data)

Pada tahap ini dilakukan pengumpulan data yang diperlukan selama penelitian. Data diperoleh dengan turun langsung ke lapang dan pengumpulan data spasial. Data spasial yang digunakan adalah citra Landsat selama dua periode yaitu tahun 1978 hingga 1995 dan tahun 1995 hingga tahun 2012 untuk melakukan pembandingan penutupan lahan. Untuk data primer seperti citra Landsat tersebut dibuat mosaik, kemudian dipotong sesuai daerah penelitian. Pada kegiatan survai lapang dilakukan pengambilan titik tujuh kelas penutupan lahan (hutan, sawah, ladang, pemukiman, tanah kosong, semak, dan badan air) yang dilakukan secara langsung. Selain itu dilakukan juga pengumpulan data dari studi pustaka yang dapat mendukung penelitian ini.

2. Analisis

Kegiatan utama yang dilakukan pada tahap analisis yaitu menggunakan Klasifikasi Terbimbing (Supervised classification), dilanjutkan dengan pembuatan training area, pendugaan akurasi, dan deteksi perubahan penutupan lahan.

Klasifikasi Terbimbing

Pada penelitian ini klasifikasi yang digunakan untuk mengelompokkan penggunaan lahan yang dilakukan dengan menggunakan klasifikasi terbimbing. Klasifikasi terbimbing merupakan proses klasifikasi dengan pemilihan kategori informasi yang diinginkan dan memilih training area untuk setiap kategori penutupan lahan yang mewakili sebagai kunci interpretasi. Pada klasifikasi ini digunakan data penginderaan jauh multispektral yang berbasis numerik, sedangkan pengenalan polanya merupakan proses otomatis dengan bantuan komputer. Konsep penyajian datanya adalah dalam bentuk numeris/grafik atau diagram.

Sebelum melakukan klasifikasi, informasi tematik yang ingin diperoleh harus dibagi ke dalam kelas-kelas. Penentuan kelas klasifikasi merupakan faktor penting bagi keberhasilan proses klasifikasi. Untuk pengklasifikasian lahan, penutupan/penggunaan lahan dikelaskan menjadi tujuh kelas yaitu hutan, pemukiman, ladang, sawah, semak, badan air dan awan.

Training Sample

Analisis ini dilakukan dengan menyusun “kunci interpretasi” dan

(29)

11 karena dengan melakukan training area yang baik akan berpengaruh terhadap keakurasian data yang dihasilkan.

Pendugaan Akurasi

Penelitian ini mengguanakan metode Kappa untuk melakukan akurasi. Menurut Khoiriah dan Farda (2010) metode akurasi kappa yaitu membandingkan hasil klasifikasi dengan kondisi sebenarnya di lapangan. Metode akurasi ini dilakukan menggunakan software ERDAS. Penghitungan secara matematika metode Kappa (Congalton dan Green, 1999) ini adalah sebagai berikut :

Dimana :

Zi = Jumlah piksel pada baris ke- i Yi = Jumlah Piksel pada kolom ke-i Xi = Piksel pada diagonal utama

N = Jumlah semua piksel yang digunakan untuk pengamatan

Deteksi Perubahan Penutupan lahan.

Metode yang digunakan untuk mendeteksi perubahan penutupan lahan yaitu dengan menggunakan Post Classification Comparison. Tujuan dari penggunaan metode ini adalah untuk mengetahui perubahan penutupan lahan di lokasi DAS Ciliwung dan Cisadane. Metode ini menggunakan fungsi perkalian antara nilai kelas penutupan lahan yang telah di recode terlebih dahulu. Proses ini akan menghasilkan sebuah image baru yang mengandung informasi penutupan lahan yang berubah maupun tidak berubah dalam kurun waktu tertentu (Gambar 3).

(30)

12

Faktor Pendorong (Driving Factor)

Pada penelitian ini akan diketahui besarnya perubahan-perubahan yang terjadi di daerah aliran sungai Ciliwung dan Cisadane, besarnya perubahan-perubahan tersebut dihitung dengan menggunakan pendekatan persamaan Logistic Regression Analysis (LRA). Menurut Peng, Lee dan Ingersoll (2002) LRA adalah pendekatan pemodelan matematika yang dapat digunakan untuk mendeskripsikan hubungan beberapa variabel dan mengetahui variabel mana yang berpengaruh. Persamaan LRA adalah sebagai berikut:

Adapun enam variabel adalah sebagai berikut :

1. Jenis Tanah 4. Kepadatan Penduduk 2. Kemiringan Lereng 5. Jarak Pusat Kota 3. Jumlah Penduduk 6. Curah Hujan

Metode LRA dilakukan dengan menggunakan metode forward stepwise, dimana pemodelan regresi dilakukan secara berulang, dan memasukkan peubah bebas satu persatu. Peubah bebas yang berpengaruh secara signifikan akan dipertahankan dalam model, sedangkan peubah bebas yang tidak signifikan akan dikeluarkan dari model, sehingga peubah yang terdapat dalam model semuanya signifikan terhadap penggunaan lahan. Hal ini juga diharapkan dapat menghilangkan multi kolinearitas yang mungkin ada diantara peubah. Variabel peubah tetap yang digunakan adalah jumlah perubahan tutupan lahan selama dua periode, sementara peubah bebas yang digunakan terdapat enam faktor.

3. Output

(31)

13

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum

Letak Geografis dan Batas Tapak

Lokasi penelitian berada pada DAS Ciliwung dan Cisadane dimana secara geografis masing-masing DAS terletak pada 6º 05’ 51” 6º 46’ 12” Lintang Selatan

(LS) dan 106º 47’ 09” - 107º 0’ 0” Bujur Timur (BT) dan 6º 37' 48” - 6º 46' 12”

LS dan 106º 49' 48” - 107º 0' 0” BT. Wilayah DAS Ciliwung sendiri terletak di

sebelah timur DAS Cisadane. Luas DAS Ciliwung kurang lebih 38.610,25 ha yang secara administratif berada pada delapan Kabupaten/Kota yaitu Kabupaten Bogor, Kota Bogor, Kota Depok, Kota Jakarta Selatan, Kota Jakarta Barat, Kota Jakarta Pusat, Kota Jakarta Timur dan Kota Jakarta Utara. Sedangkan DAS Cisadane dengan luas kurang lebih 51.808 ha yang secara administratif meliputi Kabupaten Bogor, Kota Bogor, Kabupaten Tanggerang dan Kota Tanggerang.

Wilayah DAS Ciliwung di sebelah Barat dibatasi oleh DAS Cisadane dan di sebelah Timur dibatasi DAS Citarum dengan bagian hulu di sebelah Selatan yaitu berada di Gunung Gede-Pangrango dan bermuara di Teluk Jakarta. DAS Ciliwung mengalir dari arah Selatan menuju Utara, melintasi Wilayah Provinsi Jawa Barat (Kabupaten Bogor, Kota Bogor dan Kota Depok) dan Provinsi DKI Jakarta dengan delineasi sebagai berikut :

a. Bagian hulu DAS Ciliwung mulai dari hulu sampai Stasiun Pengamat Arus Sungai (SPAS) Katulampa di Kecamatan Bogor Timur

b. Bagian tengah DAS Ciliwung mulai dari SPAS Katulampa hingga SPAS Ratujaya meliputi wilayah Kota Bogor dan Kota Depok

c. Bagian hilir sampai dengan Pintu Air Manggarai, termasuk dalam wilayah administrasi pemerintahan Kota Jakarta Selatan dan Jakarta Pusat. Lebih ke hilir dari Pintu Air Manggarai, termasuk saluran buatan Kanal Banjir Barat dan Kanal Banjir Timur. Sungai Ciliwung ini melintasi wilayah Kota Jakarta Pusat, Jakarta Barat, Jakarta Timur dan Jakarta utara.

(32)

14

(33)

15

(34)

16

Iklim

Berdasarkan hasil pemantauan yang dilakukan oleh Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika dengan stasiun pengamatan curah hujan yang berada di Katulampa, DAS Ciliwung dan Cisadanen hulu merupakan wilayah yang memiliki curah hujan tinggi dan terjadi sepanjang tahun. Berdasarkan klasifikasi iklim Koppen, dapat diketahui bahwa iklim di wilayah DAS Ciliwung dan Cisadane hulu ini termasuk dalam tipe iklim Af (Iklim hutan hujan tropis). Berikut ini adalah gambar grafik curah hujan dari tahun 1983 hingga 2012 (Gambar 6).

Sumber : Stasiun pengamatan curah hujan Katulampa Gambar 6 Curah hujan rata-rata tahun 1983-2012 pada Stasiun Katulampa

Wilayah tengah dan hilir memiliki tingkat curah hujan yang berbeda dengan yang berada di wilayah hulu. Pengamatan curah hujan rataan dibagi menjadi beberapa titik yang mewakili keseluruhan daerah penelitian. Wilayah hulu DAS Ciliwung dan Cisadane yang berada di telaga warna diwakili oleh stasiun yang berada di Bogor, sedangkan untuk wilayah tengah dan hilir diwakili oleh stasiun-stasiun yang berada di daerah Depok, Jakarta dan Tanggerang. Berdasarkan hasil pengamatan rataan curah hujan tahunan dari tahun 1980 hingga tahun 2010 diketahui bahwa terjadi peredaan tingkat curah hujan yang berada di daerah hulu, tengah serta hilir. Pada bagian hulu diketahui bahwa tingkat intensitas hujan sangat tinggi, terbukti dengan banyaknya curah hujan yang terjadi dengan rataan sekitar 2500-3000 mm per tahun. Pada bagian tengah DAS Ciliwung dan Cisadane diketahui bahwa rataan curah hujan tahunan berkisar antara 2000-2500 mm pertahun.

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des

(35)

17

(36)

18

(37)

19

Hidrologi

DAS Ciliwung dan Cisadane merupakan DAS yang memiliki hulu yang sama, yang berlokasi di Gunung Gede Pangrango, tepatnya dari Danau Telaga Warna yang terletak pada ketinggian 1433 mdpl. Kawasan Danau Telaga Warna merupakan sebuah kawasan obyek wisata yang dikelola oleh Kementrian Kehutanan dengan luas danau sekitar 1 ha dan area penyangga sebesar 5 ha.

Sumber : dokumentasi pribadi Gambar 9 Telaga warna

Peningkatan volume serta fluktuasi debit sungai dapat terjadi karena curah hujan yang tinggi pada lokasi penelitian, hal ini merupakan sebuah korelasi yang positif dimana intensitas hujan akan berpengaruh terhadap peningkatan limpasan (run off). Kemampuan daerah tangkapan (catchmant area) untuk menampung aliran air yang masuk akan mempengaruhi fluktuasi aliran sungai tersebut. Aliran tinggi terjadi pada musim penghujan dan menurun pada saat musim kemarau tiba. Debit DAS Ciliwung rata-rata yang teramati pada periode 1989-2001 di Stasiun Katulampa yaitu debit tertinggi terjadi pada bulan Januari sebesar 245 m3/detik, sedangkan debit terendah terjadi pada bulan September sebesar 48 m3/detik (Tim IPB, 2002). Menurut hasil pemantauan kualitas air yang dilakukan pada tahun 2012 oleh Dinas Sumber Daya Air dan Pemukiman Provinsi Banten diketahui bahwa debit rata-rata bulanan DAS Cisadane yang terpantau melalui Stasiun Batu Beulah yaitu 115,315 m3/detik.

(38)

20

Kemiringan Lahan

Kemiringan lereng pada daerah penelitian bervariasi antara bentuk datar, landai, agak curam, curam sampai dengan sangat curam. Kemiringan lereng pada DAS Ciliwung dan Cisadane dapat dilihat pada Gambar 10 dan 11 di bawah ini.

(39)

21

(40)

22

Geologi

Penyusun batuan DAS Ciliwung umumnya merupakan hasil produk gunung api muda dari Gunung Salak dan Gunung Gede-Pangrango yang terdiri atas breksi, lahar, lava dan tufa, produk gunungapi tua dari Gunung Limo, Gunung Kencana, berupa batuan yang sulit untuk dipisahkan seperti breksi dan lava. Selanjutnya Jurusan Tanah IPB (1990) menyatakan bahwa kondisi geologi DAS Ciliwung hulu dapat dibagi atas 4 formasi geologi yaitu:

 Formasi Qvu : berupa endapan lahar, aliran lava, breksi gunung api, batu pasir tufa.

 Formasi Qvba : formasi ini merupakan aliran basal dari Geger Bentang.

 Formasi Qvb : terdiri atas breksi gunung api, lahar

 Formasi Qv : berupa lempeng tufa, pasir tufa, konglomerat, dan endapan lahar.

Kondisi geologi di DAS Cisadane terbentuk oleh batuan sedimen yang berumur Miosen Awal-Plistosen, batuan vulkanik dan endapan permukaan yang berumur sekarang. Formasi geologi yang terdapat di DAS Cisadane terdiri atas Qa, Qav, Tmb, Tpg, Tpss, QTvb, Qv, Qvas yaitu :

 Formasi Qa : berupa lempung pasir, kerikil, krakal dan bongkahan.

 Formasi Qav : endapan berupa tuf halus berlapis, tuf konglomerat berselang-seling dengan tuf pasiran dan batu apung.

 Formasi Tmb : endapan berupa perselingan batu pasir dan batu lempung dengan sisipan batu gamping.

 Formasi Tpg : endapan berupa dari tuf batu apung, batu pasir tufan, breksi, andesit, konglomerat dan sisipan lempung taufan.

 Formasi Tpss : terdiri atas perselingan konglomerat, batu pasir, batu langau, batu lempung dengan sisa tanaman, konglomerat batu apung dan tur batu apung.

 Formasi QTvb : terdiri atas tuf, batu apung, breksi dan batu pasir tufan

 Formasi Qv : terdiri atas breksi, lahar, lava bantal, dan tuf breksi berselingan dengan tuf pasir atau tuf halus.

 Formasi Qvas : terdiri atas Andesit kelabu kehitaman, padat, porfiritik dengan piroksen, hornblenda dan plagioklas.

Jenis Tanah

(41)

23

(42)

24

Gambar 13 Peta Jenis Tanah DAS Cisadane

Pemanfaatan lahan

(43)

25 yang dikelola oleh pemerintah, seperti Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Lahan hak milik merupakan lahan yang dimiliki oleh masyarakat sekitar DAS diluar lahan negara dan hak untuk usaha. Lahan hak miliki digunakan untuk pemukiman, sawah, ladang maupun perkebunan. Tipe penutupan lahan yang berada di wilayah DAS Ciliwung dan Cisadane secara garis besar terbagi menjadi 7 tipe penutupan kelas yaitu :

1. Hutan

Hutan adalah wilayah yang didominasi dengan tumbuhan dengan kerapatan yang tinggi dan menutupi areal yang luas. Umumnya terdapat di bagian hulu DAS. Menurut Undang-Undang No 41 tahun 1999 tentang Kehutanan, mendefinisikan hutan sebagai suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi jenis pepohonan dalam persekutuan dengan lingkungannya, yang satu dengan lain tidak dapat dipisahkan. Hutan berfungsi sebagai penyerap karbon dioksida di udara, habitat hewan, pelestarian air dan tanah, dan sekaligus merupakan aspek biosfer yang penting di muka bumi.

Sumber : Dokumentasi Pribadi Gambar 14 Pemanfaatan lahan sebagai hutan

2. Badan air

(44)

26

Sumber : Dokumentasi Pribadi Gambar 15 Pemanfaatan lahan sebagai badan Air 3. Pemukiman

Berdasarkan Undang-Undang No 4 Tahun 1992 tentang perumahan dan pemukiman, defini dari pemukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik yang berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan. Pemukiman yang berada di sekitar DAS ini termasuk dengan bangunan untuk keperluan industri dan bidang jasa lainnya. Pertumbuhan penduduk yang terus meningkat mempengaruhi perkembangan pembangunan yang kian merapat.

Sumber : Dokumentasi Pribadi Gambar 16 Pemanfaatan lahan sebagai pemukiman 4. Sawah

(45)

27 tengah mulai terancam keberadaannya akibat adanya pembangunan yang kian meningkat.

Sumber : Dokumentasi Pribadi Gambar 17 Pemanfaatan lahan sebagai sawah 5. Semak

Semak merupakan tumbuhan berkayu yang memiliki banyak ranting dan percabangan pendek, tinggi semak lebih rendah dari pohon. Semak yang berada di daerah penelitian didominasi oleh ilalang, tanaman liar atau tumbuhan paku-pakuan yang memenuhi sebuah tempat tertentu.

Sumber : Dokumentasi Pribadi Gambar 18 Pemanfaatan lahan sebagai semak

6. Lahan Kosong

(46)

28

Sumber : Dokumentasi Pribadi Gambar 19 Pemanfaatan lahan sebagai lahan kosong 7. Ladang atau Perkebunan

Ladang adalah lahan yang digunakan untuk pemanfaatan produksi. Umumnya ladang berada di daerah yang cukup tinggi. Komoditas yang biasanya ditanam yaitu singkong, ubi jalar, teh, kedelai, jagung atau tanaman sayuran lainnya. Pemanfaatan lahan untuk ladang pada lokasi penelitian banyak terdapat di sekitar wilayah hulu atau dapat juga terdapat di daerah yan dekat dengan pemukiman warga.

Sumber : Dokumentasi Pribadi Gambar 20 Pemanfaatan lahan sebagai ladang

Penutupan Lahan Dua periode

(47)

29 pixel dari suatu citra yang mempunyai penampakan spektral yang sama akan diidentifikasikan. Klasifikasi terbimbing (supervised classification) merupakan metoda klasifikasi yang memberikan bimbingan kepada komputer dalam proses klasifikasinya. Klasifikasi terbimbing membutuhkan suatu luasan areal yang merupakan perwakilan kelas-kelas yang ditentukan. Klasifikasi pada penelitian ini dibagi menjadi delapan kelas diantaranya adalah hutan, badan air, pemukiman, sawah, ladang, semak, lahan kosong, dan awan. Kelas awan tidak mengandung informasi mengenai penutupan lahan, namun tetap dilakukan karena akan berpengaruh pada proses hasil klasifikasi. Pemilihan training area didasarkan pada pengenalan dan pengetahuan dari analis/interpreter mengenai kenampakan data dalam mewakili informasi permukaan bumi dalam citra Landsat. Tahapan pemilihan sampel kelas sebanyak lima belas sampel sehingga total dari keseluruhan sampel training area adalah 120 sampel. Pemilihan sampel berdasarkan warna dan tekstur yang menjadi ciri khas pada masing-masing kelas tersebut. Setelah pengelompokkan kelas selanjutanya dilakukan tahap evaluasi, evaluasi yang dilakukan pada klasifikasi terbimbing yaitu evaluasi separabilitas atau nilai keterpisahan. Analisis separabilitas adalah analisis kuantitatif yang memberikan informasi tentang keterpisahan area kelas contoh, dan mengetahui kombinasi band mana yang memberikan informasi keterpisahan terbaik untuk dilakukan tahap klasifikasi. Evaluasi separabilitas digunakan untuk menunjukan keterpisahan masing-masing kelas (Hermawan 2008). Tiap nilai keterpisahan memiliki makna tersendiri. Berikut adalah tingkat nilai keterpisahan:

2000 : (Sempurna/Excellent) 1900-2000 : (Sangat baik/ Good) 1800-1900 : (Baik/ Fair)

1600-1800 : (Kurang/ Poor)

1600 : (Tidak terpisahkan/ inseparable)

Analisis Penutupan dan Penggunaan Lahan Tahun 1978

(48)

30

Tabel 5. Matrik nilai keterpisahan antar kelas penutupan lahan tahun 1978 Penutupan

Berdasarkan tabel hasil klasifikasi penutupan lahan DAS Ciliwung dan Cisadane tahun 1978 (Tabel 6) diketahui bahwa penutupan lahan dengan luasan terbesar adalah semak. Luasan penutupan semak pada masing-masing DAS sebesar 15.200,45 ha (39,48%) dan 64.154,43 ha (42,34%). Demikian pula penutupan lahan terkecil pada DAS Ciliwung dan Cisadane adalah sawah. Luasan penutupan sawah pada masing-masing DAS tersebut sebesar 541,61 ha (1,41%) dan 1.258,66 ha (0,83%). Besarnya luas penutupan lahan yang terdapat pada kedua DAS ini dapat terjadi karena pada tahun 1978 kebijakan pemerintah dalam program kerja lima tahunan (PELITA) kedua menitikberatkan kepada pangan, sandang dan perumahan. Pada masa ini Indonesia sedang mempersiapkan diri untuk swasembada pangan (BPPI, 2005). Hal yang dilakukan untuk keberhasilan program swasembada yang akan ditargetkan oleh pemerintah tahun 1980 adalah dengan membuka luas areal persawahan sebanyak-banyaknya. Pembukaan areal sawah atau yang dikenal dengan pembukaan satu juta hektar tanah terjadi hampir di seluruh wilayah Indonesia. Pembukaan lahan untuk menjadi kelas penutupan lahan sawah terjadi secara besar-besaran dan memerlukan proses waktu yang cukup lama sebelum akhirnya lahan-lahan tersebut diolah menjadi area sawah. Jangka waktu yang cukup lama dari pembukaan lahan menjadi kelas penutupan sawah menyebabkan lahan-lahan tersebut ditumbuhi oleh semak-semak belukar, hal inilah yang menyebabkan pada tahun 1978 diketahui bahwa jumlah semak pada DAS Ciliwung dan Cisadane merupakan kelas penutupan lahan yang paling tinggi. Gambaran penutupan lahan DAS Ciliwung dan Cisadane tahun 1978 tersedia pada Gambar 21 dan 22.

Tabel 6 Luas hasil klasifikasi penutupan lahan 1978

Penutupan Lahan DAS Ciliwung DAS Cisadane

(49)

31

(50)

32

(51)

33

Analisis Penutupan dan Penggunaan Lahan Tahun 1995

Penutupan dan penggunaan lahan yang terdeksi pada tahun 1995 dengan SIG menggunakan citra Landsat yang diperoleh pada tanggal 8 Agustus 1995. Hasil citra satelit tersebut diunduh dari website earthexplorer.usgs.gov. Saluran yang digunakan pada citra Landsat ini yaitu Saluran-3, Saluran-4 dan Saluran-5. Dimana masing-masing saluran memiliki fungsi tersendiri. Saluran-3 (merah) berguna untuk membedakan tipe tanaman, Saluran-4 (reflected-IR) berguna untuk meneliti biomassa tanaman, dan membedakan batas tanah-tanaman dan daratan-air, Saluran-5 (reflected-IR) menunjukan kandungan air tanaman dan tanah, berguna untuk menentukan tipe tanaman dan kesehatan tanaman, dapat digunakan pula untuk membedakan awan, salju, dan es. Pada peta penutupan lahan tahun 1995 diperoleh nilai rata-rata keterpisahan sebesar 1933,63. Hal ini menunjukan bahwa semua kelas penutupan dan penggunaan lahan memiliki kriteria tingkat keterpisahan sangat baik. Pada nilai keterpisahan peta tahun 1995 diketahui bahwa nilai keterpisahan terendah terdapat pada ladang dan semak dengan nilai keterpisahan sebesar 1326,73. Hal ini dapat dikarenakan intrepetasi user saat klasifikasi dua penutupan lahan ini kurang baik sehingga sulit membedakan penggunaan lahan antara satu dengan lainnya. Nilai keterpisahan tertinggi terdapat pada klasifikasi sawah, hutan dan pemukiman. Nilai keterpisahan tinggi tersebut dikarenakan perbedaan warna dan tekstur masing-masing kelas sehingga pembuatan training area klasifikasi menjadi sangat baik.

Tabel 7 Matrik nilai keterpisahan antar kelas penutupan lahan tahun 1995 Penutupan

Tabel 8 Luas hasil klasifikasi penutupan lahan 1995

Penutupan Lahan DAS Ciliwung DAS Cisadane

(52)

34

Kelas penutupan semak tahun 1995 (Tabel 5) adalah kelas penutupan lahan terbesar yang terdapat pada DAS Ciliwung dan Cisadane. Pada tahun ini terdapat 13.173,39 ha (34,22%) di DAS Ciliwung dan 47.747,43 ha (31,51%) di DAS Cisadane. Sedangkan badan air memiliki luasan terendah yaitu 339,57 ha (0,88%) di DAS Ciliwung dan 5.024,43 ha (3,32%) di DAS Cisadane.

Tahun 1995 merupakan tahun keenam program PELITA yang menitkberatkan kepada pembangunan industri (Rohmah, 2013). Industri dipandang sebagai salah satu solusi untuk memajukan bangsa dibanding dengan optimalisasi produk pertanian, sehingga mulai dibangun berbagai infrastruktur yang diperlukan dalam kemajuan industri. Hal ini yang menyebabkan berbagai alih fungsi lahan. Pengalihfungsian kelas penutupan lahan menjadi kawasan industri diawali dengan pembukaan lahan dari berbagai kelas penutupan dan penggunaan lahan yang lain. Pembebasan lahan ini dilakukan sebagai langkah awal dari pembangunan infrastruktur. Pembukaan lahan ini menyebabkan luas kelas penutupan semak meningkat. Gambaran penutupan lahan DAS Ciliwung dan Cisadane tahun 1995 tersedia pada Gambar 23 dan 24.

Analisis Penutupan dan Penggunaan Lahan Tahun 2012

Saluran yang digunakan pada citra Landsat ke-7 yang diambil pada Agustus 2012 yaitu Saluran-3, Saluran-4 dan Saluran-5. Fungsi dari masing-masing saluran yaitu Saluran-3 (merah) berguna untuk membedakan tipe tanaman; Saluran-4 (reflected-IR) berguna untuk meneliti biomassa tanaman, dan membedakan batas tanah-tanaman dan daratan-air; Saluran-5 (reflected-IR) menunjukan kandungan air tanaman dan tanah, berguna untuk menentukan tipe tanaman dan kesehatan tanaman, dapat digunakan pula untuk membedakan awan, salju, dan es. Berdasarkan evaluasi nilai keterpisahan peta penutupan lahan tahun 2012 diketahui bahwa nilai rata-rata keterpisahan sebesar 1988,27. Hal ini mengindikasikan bahwa klasifikasi dengan pembuatan Training area dilakukan dengan sangat baik. Penutupan lahan dengan nilai keterpisahan terendah yaitu lahan kosong dan sawah sebesar 1778,93. Sedangkan untuk nilai keterpisahan terbesar terdapat pada penutupan hutan dan badan air. Berikut adalah tabel evaluasi nilai keterpisahan penutupan lahan tahun 2012.

Tabel 9 Matrik nilai keterpisahan antar kelas penutupan lahan tahun 2012

(53)

35 Berdasarkan hasil klasifikasi penutupan lahan DAS Ciliwung dan Cisadane tahun 2012 (Tabel 10) terdapat penurunan jumlah luasan badan air. Luasan badan air pada masing-masing DAS yaitu 275,22 ha (0,71%) dan 4.206,60 ha (2,78%). Berkurangnya luas tutupan hutan berpengaruh terhadap penurunan luasan badan air, hal ini dapat disebabkan karena hutan memiliki koefisien nilai air limpasan yang kecil antara 0,01-0,1. Sedangkan untuk luasan terbangun yang memiliki luasan terbesar pada tahun ini memiliki koefisien air limpasan sebesar 0,70- 0,85 (Rusdiana, 2001). Limpasan air yang besar salah satu penyebab erosi, banjir dan sedimentasi pada bagian tengah dan hilir. Perubahan tata guna lahan inilah yang menyebabkan hujan langsung kontak dengan tanah sehingga energi kinetik yang diakibatkan hujan memecah partikel tanah, hal ini dapat menyebabkan erosi percik yang dapat menutup pori-pori tanah. Pori-pori tanah yang tertutup tidak bisa melakukan proses infiltrasi secara maksimal sehingga akan terjadi perkolasi dan sub surface run off. Air hujan akan mengalir ke permukaan tanah menjadi surface run off yang terkumpul di sungai menjadi debit air.

Luas penutupan dan penggunaan lahan yang dominan adalah area pemukiman. Pada DAS Ciliwung luas kelas penutupan dan penggunaan lahan pemukiman hampir mendominasi di seluruh DAS sebesar 51,07%, sedangkan pada DAS Cisadane luasnya sebesar 25,51%. Area pemukiman pada DAS Ciliwung dan Cisadane mendominasi di bagian tengah hingga hilir. Area tengah dan hilir merupakan wilayah yang sangat strategis dan paling ideal untuk dijadikan pemukiman. Dikarenakan dekat dengan berbagai pusat pemerintahan sehingga segala kebutuhan dapat terpenuhi dengan mudah, selain itu wilayah tengah dan hilir memiliki kemiringan yang datar sehingga cocok.

Tabel 10 Luas hasil klasifikasi penutupan lahan tahun 2012

Penutupan Lahan DAS Ciliwung DAS Cisadane

Luas (ha) % Luas (ha) %

(54)

36

Tabel 11 Pendugaan akurasi dari penggunaan dan penutupan lahan tahun 2012

Kelas

Kosong; UA = User’s Accuracy; PA = Producer’s Accuracy

Melalui matriks kesalahan ini, kesalahan atau penyimpangan klasifikasi diinformasikan. Kesalahan atau penyimpangan klasifikasi berupa kelebihan (omission) dan kekurangan (Commission) jumlah piksel dari setiap kelas penutupan lahan. Kesalahan kelebihan piksel (omission eror) disebut juga dengan istilah akurasi pembuat (producer’s accuracy). Akurasi pembuat adalah akurasi yang diperoleh dengan membagi jumlah total piksel dari data acuan per kelas.

Pada tabel pendugaan akurasi diatas diketahui bahwa akurasi pembuat tertinggi terdapat pada kelas penutupan badan air dan pemukiman sebesar 100%, sedangkan untuk akurasi pembuat terendah terdapat pada penutupan lahan kosong sebesar 57,14%. Selain akurasi pembuat juga terdapat akurasi pengguna atau dikenal sebagai user’s accuracy. Akurasi pengguna adalah akurasi yang diperoleh melalui pembagian antara jumlah piksel yang benar dengan total keseluruhan piksel setiap kelas, akurasi ini disebut dengan istilah kesalahan komisi (Commission eror). Pada tabel diketahui bahwa nilai akurasi tertinggi terdapat pada kelas penutupan lahan hutan, badan air dan ladang dengan nilai sebesar 100%. Nilai akurasi pengguna terendah terdapat pada kelas penutupan lahan kosong dengan nilai sebesar 66,67%.

(55)

37

(56)

38

(57)

39

(58)

40

(59)

41

Perbandingan Luas Penutupan dan Penggunaan Lahan Selama Dua periode

Perbandingan luas penutupan lahan dilakukan antara penutupan lahan tahun 1978 dengan tahun 1995 dan penutupan lahan tahun 1995 dengan tahun 2012 yang dihasilkan melalui proses klasifikasi dengan metode terbimbing. Peta penutupan lahan tersebut berasal dari citra Landsat yang masing-masing memiliki resolusi sebesar 30 x 30 meter. Perbandingan yang dilakukan setiap satu periode dimaksudkan untuk mengetahui gambaran perubahan setiap kelas-kelas penutupan lahan yang telah berlangsung selama dua periode. Perbandingan luas penutupan lahan tahun 1978 dengan tahun 1995 disajikan melalui Tabel berikut (Tabel 12 ). Tabel 12 Perbandingan luas dan laju peningkatan tahun 1978 dan tahun 1995

Penutupan Clw : Ciliwung, Csd : Cisadane

Berdasarkan hasil perbandingan antara penutupan lahan tahun 1978 dan tahun 1995 diketahui bahwa semua kelas penutupan lahan mengalami perubahan. Beberapa perubahan mengalami peningkatan dan yang lainnya mengalami penurunan yang sangat drastis. Pada DAS Ciliwung diketahui bahwa kelas-kelas penutupan lahan yang mengalami peningkatan luas antara lain pemukiman , sawah dan lahan kosong. Pemukiman merupakan kelas penutupan lahan yang mengalami kenaikan paling tinggi dari 3.498,52 ha berubah menjadi 11.216,11 ha dengan peningkatan luas sebesar 7.717,55 ha. hal ini dapat disebabkan karena mulai meningkatnya jumlah penduduk di wilayah Jawa barat, terlebih lagi pada DAS Ciliwung bagian hulu dan tengah. Sedangkan kelas penutupan lahan yang mengalami penurunan paling tinggi yaitu hutan. Luas kelas penutupan lahan hutan pada DAS Ciliwung bermula 12.654,85 ha kemudian mengalami penurunan sebesar 24,10% atau mengalami penurunan luas sebesar 9.187,43 ha dalam kurun waktu 1978 hingga tahun 1995. Seperti yang kita ketahui bahwa pada tahun-tahun tersebut Indonesia mengalami perkembanan yang cukup signifikan, ditambah dengan dukungan pemerintah dengan gerakan-gerakan yang menitikberatkan kepada kesejahteraan masyarakat menyebakan banyaknya alih fungsi lahan terutama pada kelas penutupan hutan.

(60)

42

berkurang. Perubahan baik penurunan maupun peningkatan jumlah luasan setiap kelas penutupan lahan dapat terjadi karena beberapa hal, salah satunya adalah meningkatnya jumlah penduduk yang menyebabkan peningkatan pembangunan dan industri sehingga kelas penutupan lahan meningkat.

Tabel 13 Perbandingan luas dan laju peningkatan tahun 1995 dan tahun 2012

Penutupan Clw : Ciliwung, Csd : Cisadane

Kesadaran akan kerusakan lingkungan yang terjadi dan dampak yang mulai dirasakan oleh masyarakat dapat menjadi salah satu alasan peningkatan luas kelas penutupan lahan hutan pada DAS Ciliwung sebesar 1,67% atau sekitar 607,68 ha dari luas sebelumnya yang hanya sekitar 3.467,43 ha. Hal ini juga dapat disebabkan karena penambahan luas Taman Nasional Gunung Gede Pangrango yang menyebabkan area hutan di wilayah sekitar gunung meningkat. Sedangkan untuk kelas penutupan semak mengalami penurunan sebesar 21,90% dari luas 13.173,39 ha menjadi 5.196,06 ha. Penurunan kelas penutupan semak dapat dikarenakan pengalihan menjadi fungsi kelas yang lain. kelas penutupan yang mengalami peningkatan paling besar di DAS Ciliwung adalah ladang dengan laju pertumbuhan sebesar 3,56% pertahun.

(61)

43

Gambar 27 Perbandingan laju perubahan DAS Ciliwung (%)

Gambar 28 Perbandingan laju perubahan DAS Cisadane (%)

Perubahan Penutupan dan Penggunaan Lahan Selama Dua periode

Perubahan penutupan lahan selama dua periode dapat dilihat dengan menggunakan metode Post comparison classification, pada metode ini diperoleh nilai-nilai yang mengandung informasi mengenai perubahan penutupan lahan yang terjadi selama dua periode yang disajikan pada tabel ( Tabel 14 - 17) di bawah ini

-30

HUTAN BADAN AIR PEMUKIMAN SAWAH SEMAK LADANG LAHAN

KOSONG

HUTAN BADAN AIR PEMUKIMAN SAWAH SEMAK LADANG LAHAN

KOSONG Persentase Perubahan Luas Lahan DAS Cisadane

(62)

44

Tabel 14 Nilai penutupan dan penggunaan lahan yang tetap/tidak berubah Tahun 1978 dan 1995

Tabel 15 Nilai penutupan dan penggunaan lahan yang mengalami perubahan Tahun 1978 dan 1995 17 Hutan Ke Lahan Kosong 117 Ladang Ke Pemukiman 33 Badan Air Ke Hutan 135 Ladang Ke Semak 39 Badan Air Ke Pemukiman 144 Ladang Ke Sawah

42 Badan Air Ke Ladang 153 Ladang Ke Lahan Kosong 45 Badan Air Ke Semak 110 Semak Ke Hutan

48 Badan Air Ke Sawah 120 Semak Ke Badan Air 51 Badan Air Ke Lahan Kosong 130 Semak Ke Pemukiman 55 Pemukiman Ke Hutan 140 Semak Ke Ladang 60 Pemukiman Ke Badan Air 160 Semak Ke Sawah

70 Pemukiman Ke Ladang 170 Semak Ke Lahan Kosong 75 Pemukiman Ke Semak 121 Lahan Kosong Ke Hutan 80 Pemukiman Ke Sawah 132 Lahan Kosong Ke Badan Air 85 Pemukiman Ke Lahan Kosong 143 Lahan Kosong Ke Pemukiman

77 Sawah Ke Hutan 154 Lahan Kosong Ke Ladang

(63)

45 Tabel 16 Nilai penutupan dan penggunaan lahan yang tetap/tidak berubah Tahun

1995 dan 2012

Tabel 17 Nilai penutupan dan penggunaan lahan yang mengalami perubahan Tahun 1995 dan 2012

17 Hutan Ke Lahan Kosong 117 Semak Ke Pemukiman 33 Badan Air Ke Hutan 126 Semak Ke Ladang 39 Badan Air Ke Pemukiman 144 Semak Ke Sawah

42 Badan Air Ke Ladang 153 Semak Ke Lahan Kosong 45 Badan Air Ke Semak 110 Sawah Ke Hutan

48 Badan Air Ke Sawah 120 Sawah Ke Badan Air 51 Badan Air Ke Lahan Kosong 130 Sawah Ke Pemukiman 55 Pemukiman Ke Hutan 140 Sawah Ke Ladang 60 Pemukiman Ke Badan Air 150 Sawah Ke Semak

70 Pemukiman Ke Ladang 170 Sawah Ke Lahan Kosong 75 Pemukiman Ke Semak 121 Lahan Kosong Ke Hutan 80 Pemukiman Ke Sawah 132 Lahan Kosong Ke Badan Air 85 Pemukiman Ke Lahan Kosong 143 Lahan Kosong Ke Pemukiman 77 Ladang Ke Hutan 154 Lahan Kosong Ke Ladang 84 Ladang Ke Badan Air 165 Lahan Kosong Ke Semak 95 Ladang Ke Pemukiman 176 Lahan Kosong Ke Sawah

(64)

46

sebanyak 35,98% merupakan luasan penutupan lahan yang tetap atau tidak mengalami perubahan. Penjelasan mengenai luasan penutupan lahan yang berubah dan tidak berubah dijelaskan pada tabel (Tabel 18) dan gambar (Gambar 29 dan 30) di bawah ini.

Tabel 18 Perubahan lahan yang tetap dan berubah tahun 1978-1995

Perubahan DAS Ciliwung DAS Cisadane

Luas (ha) % Luas (ha) %

Tetap/ Tidak Berubah 12969,63 35,17 52745,67 35,98

Berubah 23903,82 64,83 93832,02 64,02

TOTAL 36.873,45 100,00 146.577,69 100,00

Penutupan Lahan yang Berubah

Beberapa kelas penutupan lahan yang memiliki perubahan paling besar pada DAS Ciliwung diantaranya adalah semak, sawah dan ladang. Persentase perubahan masing-masing kelas tersebut adalah 34,43%, 15,71%, dan 15,31%. Sedangkan pada DAS Cisadane kelas penutupan lahan yang mengalami perubahan paling besar diantaranya adalah semak, hutan dan sawah. Persentase perubahan kelas penutupan lahan pada DAS Cisadane sebesar 41,36%, 14,13% dan 11,28%. Beberapa kelas mengalami perubahan dapat dikarenakan terus berkembangnya jumlah penduduk yang menuntut perluasan jumlah pemukiman dan meningkatnya semua kebutuhan hidup.

(65)

47

(66)

48

(67)

49

(68)

50

(69)

51

Berikut adalah tabel perubahan setiap masing-masing kelas tahun 1978 hingga tahun 1995 dengan total luasan serta persentase dari keseluruhan total luasan (Tabel 19).

Tabel 19 Perubahan kelas penutupan lahan tahun 1978- 1995

Perubahan DAS Ciliwung DAS Cisadane Perubahan DAS Ciliwung DAS Cisadane

Keterangan : BA : Badan Air; Pmk : Pemukiman; LK : Lahan Kosong.

(70)

52

(71)

53

(72)

54

Pada peta penutupan lahan tahun 1995 hingga tahun 2012, diketahui bahwa perbandingan antara jumlah luasan yang berubah dan tidak berubah sangatlah besar. Penutupan lahan yang tidak berubah memiliki luasan sebesar 45,42% di DAS Ciliwung dan 36,95% di DAS Cisadane sedangkan sisanya adalah penutupan lahan yang mengalami perubahan dengan luasan sebesar 54,58% di DAS Ciliwung dan 63,05% di DAS Cisadane. Perbandingan jumlah luasan antara tutupan lahan yang berubah dan tidak berubah dijelaskan pada tabel dan gambar (Gambar 35 dan 36) di bawah ini (Tabel 20).

Tabel 20 Penutupan lahan yang tetap dan berubah tahun 1995-2012

Perubahan DAS Ciliwung DAS Cisadane

Luas (Ha) % Luas (Ha) %

Tetap/ Tidak Berubah 16587.90 45.42 51598.53 36.95

Berubah 19929.33 54.58 88028.82 63.05

TOTAL 36517.23 100.00 139627.35 100.00

Penutupan Lahan yang Berubah

Hutan 1896.93 9.87 24534.72 27.87

Beberapa kelas penutupan lahan yang memiliki perubahan paling besar pada DAS Ciliwung diantaranya adalah semak, sawah dan lahan kosong. Persentase perubahan masing-masing kelas tersebut adalah 50,88%, 13,05%, dan 10,41%. Sedangkan pada DAS Cisadane kelas penutupan lahan yang mengalami perubahan paling besar diantaranya adalah semak, sawah dan ladang. Persentase perubahan kelas penutupan lahan pada DAS Cisadane sebesar 29,65%, 13,44% dan 11,21%. Kelas-kelas penutupan dan penggunaan lahan yang mengalami sedikit perubahan pada DAS Ciliwung dan Cisadane yaitu hutan, badan air dan sawah.

(73)

55

(74)

56

(75)

57

(76)

58

(77)

59 Berikut adalah tabel perubahan setiap masing-masing kelas tahun 1995 hingga tahun 2012 dengan total luasan serta persentase dari keseluruhan total luasan (Tabel 21).

Tabel 21 Perubahan kelas penutupan lahan tahun 1995-2012

Perubahan DAS Ciliwung DAS Cisadane

Perubahan DAS Keterangan : BA : Badan Air; Pmk : Pemukiman; LK : Lahan Kosong.

(78)

60

(79)

61

Gambar 40 Peta perubahan penutupan lahan DAS Cisadane

Analisis Faktor Pendorong Perubahan Selama Dua periode

Gambar

Gambar 5 Peta kecamatan DAS Cisadane
gambar grafik curah hujan dari tahun 1983 hingga 2012 (Gambar 6).
Gambar 7 Peta rata-rata curah hujan tahunan periode 1981-2010 DAS Ciliwung
Gambar 8 Peta rata-rata curah hujan tahunan periode 1981-2010 DAS
+7

Referensi

Dokumen terkait

Adanya hubungan yang konsisten (ajeg, taat asas) antara kompetensi dasar, indikator, materi pokok/ pembelajaran, kegiatan pembelajaran, sumber belajar, dan

Tujuan pembelajaran umum : Mahasiswa dapat menjelaskan konsep dasar simptomatologi dan kepentingannya dalam kajian psikiatri serta memahami istilah-istilah yang berhubungan

Peran guru dalam kegiatan berrnain dalarn tatanan sekolah atau kelas

Selain itu pengaruh kebijakan dan strategi organisasi adalah faktor – faktor lingkungan baik didalam maupun diluar organisasi mengakibatkan ketidakpastian lingkungan

Judul Skripsi : Upaya Meningkatkan Kemampuan Membaca Permulaan Melalui Media Flip Chart pada Anak Kelompok A di TK Islam Insan Fathonah Wonorejo Karanganyar

Dampak dari regulasi emosi yang buruk pada atlet sebelum menghadapi pertandingan adalah atlet tidak dapat menunjukkan penampilan sesuai yang diharapkan, karena

SOCIAL RELATION AND STRATIFICATION REFLECTED IN ANTON CHECKOV’S UNCLE VANYA DRAMA: A MARXIST PERSPECTIVE. MUHAMMADIYAH UNIVERSITY

Perkembangan ekspor ini diharapkan nantinya semakin cerah mengingat kondisi Indonesia merupakan negara agraris, sehingga sangat mendukung budidaya pengembangan komoditi