• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penggunaan Penginderaan Jauh dan SIG untuk Mengetahui Perubahan Penutupan Lahan dan Kecukupan Ruang Terbuka Hijau sebagai Rosot Karbondioksida (Studi Kasus; Kota Bogor Tahun 1991, 2000, dan 2012)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penggunaan Penginderaan Jauh dan SIG untuk Mengetahui Perubahan Penutupan Lahan dan Kecukupan Ruang Terbuka Hijau sebagai Rosot Karbondioksida (Studi Kasus; Kota Bogor Tahun 1991, 2000, dan 2012)"

Copied!
40
0
0

Teks penuh

(1)

PENGGUNAAN PENGINDERAAN JAUH DAN SIG UNTUK

MENGETAHUI PERUBAHAN PENUTUPAN LAHAN DAN

KECUKUPAN RUANG TERBUKA HIJAU SEBAGAI

ROSOT KARBONDIOKSIDA

(Studi Kasus ; Kota Bogor Tahun 1991, 2000, dan 2012)

KAMALUDIN ASYAEBANI

DEPARTEMEN

KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Penggunaan Penginderaan Jauh dan SIG untuk Mengetahui Perubahan Penutupan Lahan dan Kecukupan Ruang Terbuka Hijau sebagai Rosot Karbondioksida (Studi Kasus; Kota Bogor Tahun 1991, 2000, dan 2012) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Maret 2013

Kamaludin Asyaebani

NIM E34080053

(4)

ABSTRAK

KAMALUDIN ASYAEBANI. Penggunaan Penginderaan Jauh dan SIG Untuk Mengetahui Perubahan Penutupan Lahan dan Kecukupan Ruang Terbuka Hijau Sebagai Rosot Karbondioksida (Studi Kasus ; Kota Bogor Tahun 1991, 2000, dan 2012). Dibimbing oleh LILIK BUDI PRASETYO dan RACHMAD HERMAWAN.

Kota Bogor merupakan kota jasa sekaligus kota pemukiman akan mengalami pengalihfungsian lahan yang semula berupa lahan terbuka alami menjadi terbangun untuk berbagai keperluan pembangunan sarana prasarana publik. Sebagai akibatnya terjadi penambahan polusi udara terutama peningkatan gas CO2 di udara. Salah satu solusi untuk mengurangi tingkat polusi udara yaitu dengan pengembangan ruang terbuka hijau (RTH) dalam perencanaan tata ruang di Kota Bogor. Hasil analisis spasial dan temporal citra landsat wilayah Kota Bogor tahun 1991, 2000, dan 2012 diperoleh kelas penutupan lahan yang mengalami perubahan penurunan selama dua periode adalah lahan pertanian, vegetasi jarang, semak, dan lahan terbuka. Kelas penutupan lahan yang mengalami kenaikan adalah vegetasi rapat dan lahan terbangun. Kebutuhan luasan RTH di Kota Bogor dapat diketahui dengan pendekatan daya serap CO2. Berdasarkan tingkat emisi CO2 di Kota Bogor membutuhkan 29.770,25 Ha RTH, sedangkan luas yang tersedia sebesar 4.040,28 Ha atau 35,13%. Tingkat emisi CO2 yang tinggi menyebabkan wilayah ini membutuhkan penambahan luasan RTH sebesar 25.729,97 Ha. Nilai emisi CO2 pada tahun 2025 sebesar 61.103,38 Gg, sehingga luas RTH yang dibutuhkan adalah 1.048.848,17 Ha dari asumsi luasan keadaaan sebenarnya di lapang menggunakan data citra 2012.

(5)

ABSTRACT

KAMALUDIN ASYAEBANI. The Use Of Remote Sensing And GIS For Land Cover And Change Knowing Adequacy Green Open Space as Sinks Of Carbon Dioxide (Case Study; Bogor City in 1991, 2000, and 2012). Supervised by LILIK BUDI PRASETYO and RACHMAD HERMAWAN.

Bogor city is a residential as well as services city. The city have been experiencing land cover change, from nature to variety of infrastructure purpose. As a result, it will increase the air pollution especially CO2 in the atmosphere. One way that can be used to reduce level of air pollution is development of green open space in spatial planning in the city of Bogor. The results of the analysis of spatial and temporal Landsat imagery Bogor City area in 1991, 2000, and 2012 showed this land cover in general is dominated by sparse vegetation amounted to 3.221,09 hectares or 28,01%, 4.009,90 hectares or 34,86%, 4.114,36 hectares or 27,07%. Land cover changes during the two periods was decrease of agricultural land, sparse vegetation, shrubs, and open land. Meanwhile land cover the increase vegetation. The need for green space in the city of Bogor area could be determined by the approach of CO2 absorption. Based on the level of CO2 emissions in the city of Bogor need 29.770,25 hectares open space, the available open space only 4.040,28 hectares or 35,13%. The Bogor city need addition green open space approximately 25.729,97 hectares. Value of CO2 emissions in 2025 amounted to 61.103,38 Gg, so the vast green space required is 1.048.848,17 hectares of area assuming the actual circumstances in the field using image data 2012.

(6)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan

pada

Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata

PENGGUNAAN PENGINDERAAN JAUH DAN SIG UNTUK

MENGETAHUI PERUBAHAN PENUTUPAN LAHAN DAN

KECUKUPAN RUANG TERBUKA HIJAU SEBAGAI

ROSOT KARBONDIOKSIDA

(Studi Kasus ; Kota Bogor Tahun 1991, 2000, dan 2012)

KAMALUDIN ASYAEBANI

DEPARTEMEN

KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(7)
(8)

Judul Skripsi : Penggunaan Penginderaan Jauh dan SIG untuk Mengetahui Perubahan Penutupan Lahan dan Kecukupan Ruang Terbuka Hijau sebagai Rosot Karbondioksida (Studi Kasus; Kota Bogor Tahun 1991, 2000, dan 2012)

Nama : Kamaludin Asyaebani NIM : E34080053

Disetujui oleh

Prof Dr Ir Lilik Budi Prasetyo, MSc Pembimbing I

Dr Ir Rachmad Hermawan, MSc Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Sambas Basuni, MS Ketua Departemen

(9)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juli sampai Oktober 2012 ini ialah lingkungan, dengan judul Penggunaan Penginderaan Jauh dan SIG untuk Mengetahui Perubahan Penutupan Lahan dan Kecukupan Ruang Terbuka Hijau sebagai Rosot Karbondioksida (Studi Kasus; Kota Bogor Tahun 1991, 2000, dan 2012).

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof Dr Ir Lilik Budi Prasetyo, MSc dan Bapak Dr Ir Rachmad Hermawan, MSc selaku pembimbing, serta Bapak Dr Ir Omo Rusdiana, MSc yang telah banyak memberi saran. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Latif Priyadi dari Badan Pengembangan dan Perencanaan Daerah (BAPPEDA) Kota Bogor, Ibu Leny beserta staf PERTAMINA Unit Pemasaran Wilayah III Jawa Barat, yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya. Keluarga KSHE 45 (EDELWEIS) dan Keluarga besar HIMAKOVA atas motivasi, dukungan, dan kebersamaan kita selama ini dan Seluruh staf pengajar, tata usaha, laboran, mamang bibi, serta keluarga besar Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata dan Fakultas Kehutanan IPB yang telah membantu, memberikan dukungan, serta memberikan ilmu pengetahuan.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Maret 2013

(10)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 1

Manfaat Penelitian 2

METODE 2

Waktu dan Lokasi 2

Alat dan Bahan 2

Metode Pengumpulan Data 3

HASIL DAN PEMBAHASAN 9

Penutupan Lahan Kota Bogor 10

Perubahan Penutupan Lahan Kota Bogor 11

Perubahan RTH Kota Bogor 14

Emisi CO2 di Kota Bogor 14

Kebutuhan RTH di Kota Bogor 16

Berdasarkan Peraturan Perundang-undangan 16

Pengembangan Ruang Terbuka Hijau 19

SIMPULAN DAN SARAN 20

Simpulan 20

Saran 21

DAFTAR PUSTAKA 21

LAMPIRAN 23

(11)

DAFTAR TABEL

1 Jenis, bentuk, dan sumber data 4

2 Penutupan lahan Kota Bogor tahun 1991, 2000, dan 2012 11 3 Perubahan tipe penutupan lahan Kota Bogor (periode 1991-2000) 12 4 Perubahan tipe penutupan lahan Kota Bogor (periode 2000-2012) 12 5 Kandungan emisi CO2 aktual pada tahun 2011 15

6 Total emisi CO2 yang berasal dari ternak 15

7 Total emisi CO2 yang berasal dari penduduk 16 8 Kebutuhan RTH berdasarkan UU No. 26 Tahun 2007 17

9 Kebutuhan RTH pada masing-masing kecamatan 18

DAFTAR GAMBAR

1 Lokasi Penelitian 2

2 Bagan alir pembuatan peta digital 3

3 Skema tahapan pengolahan citra 9

4 Peta perubahan penutupan lahan Kota Bogor tahun 1991-2000 13 5 Peta perubahan penutupan lahan Kota Bogor tahun 2000-2012 13

DAFTAR LAMPIRAN

1 Hasil Uji Akurasi 24

2 Penentuan luasan RTH 25

3 Penentuan prediksi luas RTH tahun 2025 26

(12)
(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kota Bogor merupakan kota jasa sekaligus kota pemukiman yang

mempunyai visi “Kota Jasa yang Nyaman dengan Masyarakat Madani dan Pemerintahan Amanah”. Tidak dapat dipungkiri bahwa Kota Bogor sejak dahulu

dikenal dengan banyaknya ruang terbuka hijau dengan beraneka ragam flora, sehingga kesejukan udaranya menjadi alasan utama bagi para pendatang untuk tinggal di Kota Bogor (BAPPEDA 2007).

Ruang Terbuka Hijau (RTH) merupakan salah satu bagian penting dari suatu kota. Keberadaan RTH seperti hutan kota, taman kota, dan jalur hijau sangat penting bagi masyarakat kota. Zain (2002) mengidentifikasi bahwa di area Jabodetabek telah terjadi konversi lahan hijau menjadi area terbangun sebesar 23% untuk pembangunan kota dalam jangka waktu 25 tahun. Perubahan fungsi yang semula berupa lahan terbuka alami menjadi terbangun untuk berbagai keperluan pembangunan.

RTH pada wilayah perkotaan paling sedikit 30% dari luas wilayah kota, yang terdiri dari 20% RTH publik dan 10% RTH privat berdasarkan UU No 26 tahun 2007. Pembangunan dan pengembangan kota cenderung mengarah pada alih fungsi lahan untuk memenuhi kebutuhan dan meningkatkan pelayanan pada penduduk kota. Salah satu dampaknya adalah berkurangnya lahan bervegetasi yang dialihfungsikan menjadi kawasan pemukiman, perkantoran, rekreasi juga industri.

Berkurangnya tutupan lahan yang bervegetasi akan mempengaruhi kualitas lingkungan. Sebagaimana diketahui vegetasi dapat melakukan proses fotosintesis, gas CO2 dari buangan kendaraan bermotor dan industri akan dimanfaatkan dalam proses tersebut sehingga menghasilkan O2 dan karbohidrat. Namun, bila vegetasi semakin berkurang, dan disertai dengan peningkatan jumlah CO2 maka dapat menyebabkan efek rumah kaca yang pada akhirnya dapat meningkatkan suhu permukaan bumi.

Salah satu cara yang dapat digunakan untuk mengurangi tingkat polusi udara yaitu dengan pengembangan hutan kota yang tepat. Pengembangan RTH yang dapat memberikan manfaat maksimal perlu perencanaan yang tepat dalam penentuan lokasi, sebaran dan luasannya.

Saat ini, teknologi penginderaan jauh citra satelit mampu menyediakan data dengan cakupan yang luas, secara cepat dan tepat waktu. Dengan didukung sistem informasi geografis, maka perencanaan spasial pembangunan Ruang Terbuka Hijau (RTH) dapat dilakukan dengan lebih mudah dan cepat yang pada akhirnya dapat mendukung pengambilan keputusan dalam kegiatan perencanaan dan pembangunan, sesuai dengan kebijakan pengembangan tata ruang regional untuk menciptakan kota yang serasi, selaras, terpadu dan berkesinambungan.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini memiliki tujuan sebagai berikut :

(14)

2

2. Menentukan kecukupan luas ruang terbuka hijau di Kota Bogor tahun 2012 berdasarkan emisi CO2.

3. Menentukan prediksi kebutuhan luasan RTH sebagai penyerap gas CO2 di Kota Bogor tahun 2025.

Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat dijadikan pertimbangan dalam perencanaan dan pengembangan Ruang Terbuka Hijau dan tata ruang Kota Bogor yang berwawasan lingkungan.

METODE

Waktu dan Lokasi

Penelitian ini dilaksanakan di wilayah Kota Bogor (Gambar 1), pada bulan Juli-Oktober 2012. Pengolahan data dilakukan di Laboratorium Analisis Lingkungan dan Pemodelan Spasial, Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan IPB.

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah seperangkat komputer yang dilengkapi dengan paket Sistem Informasi Geografis (perangkat keras dan lunak) dengan software Erdas Imagine 9.1, ArcGIS 10, Global Mapper, dan Mapsource. Alat yang digunakan di lapangan meliputi Global Positioning System (GPS) Garmin Csx 60, kamera digital dan alat tulis.

(15)

3 Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah data Citra Landsat path/row : 122/065, dengan tanggal akuisisi 28 Juli 1991, 28 Juli 2000, dan 5 Juni 2012, Peta Administrasi Kota Bogor, Peta Digital RTRW tahun 2011 dan Data Statistik Kota Bogor tahun 2011 yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik dan BAPPEDA Kota Bogor.

Metode Pengumpulan Data

Inventarisasi dan pengumpulan data

1) Persiapan peta kerja (pembuatan peta digital)

Proses pemasukan data dilakukan dengan menggunakan seperangkat komputer yang dilengkapi SIG dan software ArcGis dengan cara mendigitasi peta tersebut dengan menggunakan digitizer. Proses digitasi tersebut menghasilkan sebuah layer atau coverage. Data keluaran yang dihasilkan kemudian digunakan sebagai data acuan penentuan wilayah penelitian serta acuan koreksi geometrik pada pengolahan citra. Tahapan pemasukan data dengan SIG dapat diilustrasikan seperti Gambar 2.

2) Studi Pustaka

Studi pustaka berupa pengambilan informasi yang diperlukan mengenai keadaan umum areal, RTH dan rencana pengembangan areal. Informasi tersebut diperoleh dari instansi-instansi yang terkait. Jenis, bentuk, dan sumber data penelitian disajikan pada Tabel 1.

3) Observasi dan Groundcheck

Observasi dilakukan untuk melihat langsung kondisi lapangan mengenai lokasi-lokasi RTH serta dilakukan penentuan koordinat dengan menggunakan GPS pada lokasi tersebut.

Digitasi Peta

Editing Peta

Pemberian Label

Transformasi koordinat Peta Rupa Bumi

Analog

Peta Rupa Bumi Digital

(16)

4

Tabel 1 Jenis, bentuk, dan sumber data

No Jenis Data Bentuk Data Sumber Data Tahun

4. Rencana Tata Ruang Wilayah Deskripsi Bappeda 2012 5. Demografi Penduduk

Kepadatan dan jumlah penduduk

Deskripsi BPS 2012

6. Tingkat Konsumsi Bahan Bakar Bensin, Solar, LPG, Industrial Fuel Oil dan minyak tanah

Deskripsi Pertamina 2012

7. Jumlah dan Jenis Hewan Ternak Deskripsi Dinas Peternakan dan

1) Penentuan luasan RTH berdasarkan UU No. 26 tahun 2007

Analisis kebutuhan luas RTH dilakukan berdasarkan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang pasal 29 ayat 2 menetapkan proporsi RTH pada wilayah kota paling sedikit 30% dari luas wilayah kota dan ayat 3 menetapkan proporsi RTH publik pada wilayah kota paling sedikit 20% dan proporsi RTH privat pada wilayah kota paling sedikit 10% dari luas wilayah kota.

2) Perhitungan untuk memperkirakan emisi CO2 yang dikeluarkan oleh sumber emisi

Metode yang digunakan untuk memperkirakan total emisi adalah metode yang mengacu kepada Qodriyanti (2010) yang dikeluarkan oleh IPCC tahun 1996. Sumber emisi yang diperhitungkan berasal dari energi (bahan bakar fosil), ternak, sawah, dan penduduk.

a) Energi

Energi dari bahan bakar yang dipergunakan oleh industri, transportasi dan rumah tangga merupakan sumber penghasil emisi CO2 di udara yang dihasilkan dari proses pembakaran. Jumlah konsumsi bahan bakar dapat dicari dengan cara :

C (TJ/tahun) = a (103 ton/tahun) x b (TJ/103 ton)

(17)

5 E (t C/tahun) = C (TJ/tahun) x d (t C/TJ)

Keterangan :

E = Kandungan karbon berdasarkan jenis bahan bakar (t C/tahun) d = faktor emisi karbon berdasarkan jenis bahan bakar (t C/TJ) Emisi karbon aktual yang dihasilkan dari setiap bahan bakar dihitung dengan cara:

G (Gg C/tahun) = E (t C/tahun) x f Keterangan :

G = Emisi karbon aktual berdasarkan jenis bahan bakar (Gg C/tahun)

f = Fraksi CO2, fraksi CO2 untuk bahan bakar minyak adalah 0,99 sedangkan untuk bahan bakar gas adalah 0,995

Sehingga total emisi gas CO2 yang dihasilkan dari bahan bakar minyak dan gas metan dari proses fermentasi diproduksi oleh ternak sebagi produk dari proses pencernaan karbohidrat yang dihancurkan oleh mikroorganisme. Emisi gas metan dari proses fermentasi didapat dari :

C (ton/tahun) = a (ekor) x b (kg/ekor/tahun) Keterangan :

C = Emisi gan metan dari proses fermentasi berdasarkan jenis ternak (ton/tahun)

a = Populasi ternak berdasarkan jenis ternak (ekor)

b = Faktor emisi CH4 dari hasil fermentasi berdasarkan jenis ternak (kg/ekor/tahun)

Emisi gas metan dari proses pengelolaan pupuk diperoleh dari : E (ton/tahun) = a (ekor) x d (kg/ekor/tahun)

Keterangan :

E = Emisi gas metan dari proses pengelolaan pupuk berdasarkan jenis ternak (ton/tahun)

d = Faktor emisi CH4 dari pengelolaan pupuk berdasarkan jenis ternak (kg/ekor/tahun)

F = Total emisi gas metan berdasarkan jenis ternak (Gg/tahun) Sehingga total emisi gas metan yang dihasilkan oleh ternak adalah :

F (Gg CH4/tahun) = C (ton/tahun) + E (ton/tahun)..……[Persamaan 2 (x)] c) Pertanian (areal persawahan)

(18)

6

D (Gg CH4/tahun) = a (m2) x b x c (g/m2) x d (tahun).….[Persamaan 3 (y)] Keterangan :

D = Total emisi gas metan dari areal persawahan (Gg/tahun) a = Luas areal persawahan (m2)

b = Nilai ukur faktor emisi CH4 c = Faktor emisi (18 g/m2)

d = Jumlah masa panen per tahun (tahun) d) Karbon dioksida yang dihasilkan penduduk

Karbon dioksida yang dihasilkan dari aktivitas manusia adalah sama yaitu 0,96 kg/hari (Grey dan Deneke 1978). Rumus perhitungan karbon dioksida yang dihasilkan oleh penduduk di Kota Bogor adalah sebagai berikut :

KKP(t) = (JPT(t).KPt)……….. [Persamaan 4 (z)] Keterangan :

KKP(t) = Karbon dioksida yang dihasilkan penduduk pada tahun ke t (ton CO2/tahun)

JPT(t) = Jumlah penduduk terdaftar pada tahun ke t (jiwa)

Kpt = Jumlah karbon dioksida yang dihasilkan manusia yaitu 0,96 kg CO2/jiwa/hari (0,3456 ton CO2/jiwa/tahun)

3) Penentuan luas RTH berdasarkan fungsi sebagai penyerap CO2

Kebutuhan akan luasan optimum RTH berdasarkan daya serap CO2 dapat diperoleh dari kemampuan RTH dalam menyerap CO2. Pendekatan yang digunakan untuk menentukan luasan tersebut adalah dengan memprediksikan kebutuhan RTH berdasarkan daya serap CO2 serta membandingkannya dengan kondisi RTH sekarang (eksisting). Kebutuhan RTH diperoleh dari jumlah emisi CO2 yang terdapat di Kota Bogor dibagi dengan kemampuan RTH dalam (ton/tahun/ha), menurut (Inverson 1993, diacu dalam Tinambunan 2006)

(19)

7 4) Prediksi Kebutuhan RTH Kota Bogor pada tahun 2025

Penentuan kebutuhan luasan RTH di Kota Bogor didasarkan atas perubahan emisi CO2 yang terdapat di Kota Bogor pada tahun 2012 sampai dengan tahun 2025 sesuai dengan pembangunan kota dalam jangka waktu 25 tahun. Data perkiraan emisi ini diperoleh dari perhitungan sumber emisi yang berasal dari energi (bahan bakar fosil), ternak, sawah dan manusia.

a) Pendugaan Jumlah Konsumsi Bahan Bakar

Data jumlah konsumsi bahan bakar diperoleh dari Pertamina. Perhitungan yang digunakan untuk memperkirakan tingkat konsumsi didasarkan pada perhitungan laju rata-rata pertambahan konsumsi bahan bakar. Maka dengan menggunakan rumus bunga berganda (McCutcheon dan Scoot 2005 diacu dalam Aenni 2011) diperoleh rumus perhitungan jumlah konsumsi bahan bakar :

KT = Ko (1+r)t

r = anti ln ∑

∑ –1………Persamaan 4

Keterangan :

Kt = Tingkat konsumsi bahan bakar pada akhir periode waktu ke t Ko = Tingkat konsumsi bahan bakar pada awal periode waktu ke t r = Rata-rata prosentase pertambahan jumlah konsumsi bahan bakar t = Selisih tahun

b) Pendugaan Luasan Pertanian (areal persawahan)

Data luasan areal persawahan diperoleh dari hasil interpretasi penutupan lahan wilayah Kota Bogor berdasarkan klasifikasi citra Landsat 7 ETM. Nilai luasan sawah dianggap tetap, karena data luasan berdasarkan hasil klasifikasi pada satu tahun penyiaman.

c) Pendugaan Populasi Ternak

Data populasi ternak diperoleh dari Dinas Peternakan dan Perikanan Kota Bogor. Perhitungan yang digunakan untuk memperkirakan populasi ternak pada tahun 2025 didasarkan pada perhitungan laju rata-rata pertambahan populasi ternak. Penentuan tahun perkiraan ditentukan oleh ketersediaan data. Perhitungan populasi tenak untuk tahun-tahun yang akan datang dengan cara :

Pt = Po (1+r)t ………. Persamaan 5 Keterangan :

Pt = Populasi ternak pada akhir periode waktu ke t Po = Populasi ternak pada awal periode waktu ke t r = Rata-rata prosentase pertambahan populasi t = Selisih tahun

d) Pendugaan jumlah penduduk

Data jumlah penduduk diperoleh dari BPS Kota Bogor. Perhitungan yang digunakan untuk memperkirakan jumlah penduduk pada tahun 2025 adalah berdasarkan pada perhitungan laju rata-rata pertumbuhan penduduk. Perhitungan jumlah penduduk untuk tahun yang akan datang dengan cara:

Pt = Po (1+r)t ………. Persamaan 6 Keterangan :

(20)

8 (ton/tahun/ha), menurut (Inverson 1993, diacu dalam Tinambunan 2006) e) Perubahan luasan RTH pada tahun 2025

Perubahan luasan RTH yang terjadi pada tahun 2025 dapat menggunakan data sekunder pada tahun-tahun sebelumnya. Data yang digunakan adalah data jumlah penduduk, konsumsi bahan bakar, populasi ternak, dan luasan areal persawahan. Rumus untuk mengetahui rata-rata perubahan luasan RTH pada periode tertentu adalah sebagai berikut :

MD = ∑ ̅ ………..Persamaan 7 diketahui dengan melihat tren yang terjadi pada tahun-tahun sebelumnya. Faktor yang diperhitungkan adalah perubahan sumber emisi CO2.

5) Asumsi

Emisi CO2 yang dihitung adalah emisi CO2 yang berada di wilayah Kota Bogor, sedangkan emisi CO2 yang berada di luar wilayah Kota Bogor diabaikan, serta serapan CO2 hanya dilakukan oleh pohon-pohonan.

6) Batasan penelitian

Batasan RTH dalam penelitian ini adalah wilayah taman kota, jalur hijau, pemakaman dan vegetasi tinggi (areal yang ditumbuhi oleh pepohonan berkayu). 7) Pengolahan Citra Landsat ETM yang diolah dengan menggunakan software

ERDAS Imagine.

a) Pemulihan citra (Image Restoring)

(21)

9 b) Penajaman citra (Image Enhancement)

Penajaman citra dilakukan agar suatu objek pada citra terlihat lebih tajam dan kontras, sehingga dapat memudahkan interpretasi secara visual untuk tujuan tertentu.

c) Pemotongan (Subset) wilayah kajian

Pemotongan citra dilakukan sesuai dengan lokasi penelitian yang telah ditentukan berdasarkan pada batas administrasi wilayah Kota Bogor. Pemotongan citra dilakukan dengan memotong wilayah yang menjadi objek penelitian. Citra yang terkoreksi dipotong menggunakan Area of Interest (AOI).

d) Survei lapangan

Survei lapangan bertujuan untuk mengetahui kondisi lapangan dan perubahan penutupan lahan. Setiap lokasi survey yang mewakili kelas penutupan lahan, diambil titik koodinatnya dengan menggunakan Global Positioning System

(GPS) untuk diverifikasikan dengan data citra. e) Klasifikasi tutupan lahan

Interpretasi citra Landsat ETM+ dilakukan dengan melihat karakteristik dasar kenampakan masing-masing penggunaan/penutupan lahan pada citra yang dibantu dengan unsur-unsur interpretasi (Lillesand dan Kiefer 1997). Klasifikasi citra diperlukan untuk mengetahui sebaran dan luas tipe penutupan lahan di wilayah studi. Klasifikasi citra yang digunakan menggunakan metode klasifikasi terbimbing (Supervised Classification) yaitu melalui proses pemilihan kategori informasi atau kelas yang diinginkan, yang selanjutnya memilih training area yang mewakili tiap kelas yang dibantu dengan data pengecekan lapang. Tahapan pengolahan citra dapat dilihat pada Gambar 3.

Citra Landsat Tahun

Gambar 3 Skema tahapan pengolahan citra

(22)

10

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penutupan Lahan Kota Bogor

Penutupan lahan merupakan jenis kenampakan yang ada di atas permukaan bumi (Lillesand dan Kiefer 1990). Penutupan lahan di Kota Bogor diklasifikasikan ke dalam tujuh tipe penutupan lahan, yaitu vegetasi rapat, lahan pertanian, lahan terbangun, vegetasi jarang, semak, lahan kosong, dan badan air. Klasifikasi ini disesuaikan dengan kondisi Kota Bogor secara umum ketika dilakukan pengecekan lapang.

Vegetasi rapat merupakan tipe penutupan lahan yang didominasi oleh berbagai jenis tumbuhan hutan yang masih relatif alami dan batang pohonnya dapat menghasilkan kayu dan produksi kayu lainnya serta mempengaruhi iklim atau tata air lokal serta memiliki strata tajuk yang relatif rapat dengan nilai Leaf Area Index (LAI) ≥ 1,29.

Lahan pertanian pada umumnya terbagi dua, yaitu lahan pertanian basah dan kering. Lahan pertanian basah seperti sawah, sedangkan lahan pertanian kering seperti ladang. Kedua jenis lahan pertanian tersebut terdapat di wilayah Kota Bogor sehingga semua lahan yang menghasilkan tanaman pangan dimasukkan ke dalam tipe penutupan lahan pertanian.

Lahan terbangun merupakan daerah yang didominasi oleh lahan yang tertutup oleh struktur bangunan. Lahan terbangun yang terdapat dalam wilayah Kota Bogor yaitu perumahan penduduk, kompleks industri, kompleks perkantoran, serta sarana dan prasarana publik.

Vegetasi jarang merupakan tipe penutupan lahan yang di dominasi oleh perkebunan, tanaman tahunan/kebun buah-buahan, tanaman halaman rumah, pemakaman dan sempadan sungai. Pada vegetasi jarang mempunyai nilai Leaf Area Index (LAI) < 1,29.

Lahan terbuka adalah jenis lahan yang tidak memiliki penutupan berupa vegetasi ataupun lebih pada lahan yang tidak termanfaatkan seperti lapangan merah, tanah gundul, dan tempat-tempat yang direncanakan akan dijadikan lahan pemukiman (berupa lahan pertanian yang sebelumnya lahan tersebut harus diatuskan (dimatangkan) terlebih dahulu selama kurang lebih satu tahun).

Penutupan lahan berupa badan air yang terdapat di Kota Bogor adalah penutupan lahan seperti sungai dan danau. Kelas ini berada di sepanjang sungai besar yaitu Sungai Ciliwung dan Sungai Cisadane. Penutupan lahan berupa semak belukar di Kota Bogor adalah lahan yang didominasi oleh tanaman perdu dan rumput ilalang yang keberadaannya tidak dikelola oleh masyarakat.

Penutupan Lahan Kota Bogor Tahun 1991, 2000, dan 2012

(23)

11 Hasil klasifikasi penutupan lahan di Kota Bogor pada tahun 2000 di dominasi oleh vegetasi, yaitu vegetasi jarang sebesar 4.009,59 Ha atau 34,86% dari seluruh wilayah Kota Bogor, sedangkan penutupan lahan yang paling sedikit adalah lahan terbuka sebesar 257,04 Ha atau 2,23% dari seluruh wilayah Kota Bogor.

Hasil klasifikasi citra landsat tahun 2012 diperoleh nilai uji akurasi (Overall classification accuracy) sebesar 88,24% (Lampiran 1). Penutupan lahan di Kota Bogor pada tahun 2012 di dominasi oleh lahan terbangun sebesar 5.096,52 Ha

atau 44,31% dari seluruh wilayah Kota Bogor, hal ini dikarenakan jumlah penduduk yang semakin bertambah berdampak pada jumlah pemukiman yang semakin meningkat, sedangkan penutupan lahan yang paling sedikit adalah semak sebesar 90,54 Ha atau 0,79% dari seluruh wilayah Kota Bogor. Hasil klasifikasi dari pengolahan citra landsat dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Penutupan lahan Kota Bogor tahun 1991, 2000, dan 2012 No. Penutupan

Lahan

Tahun 1991 Tahun 2000 Tahun 2012

Luas (Ha) (%) Luas (Ha) (%) Luas (Ha) (%)

Perubahan penutupan lahan terbesar dalam kurun waktu 1991-2000 terjadi pada penutupan lahan terbuka (Gambar 4). Perubahan yang terjadi pada lahan terbuka adalah berupa penurunan luas lahan terbuka sebesar 1.330,02 Ha atau berkurang sebesar 11,59% dari tutupan lahan terbuka pada tahun 1991 (Tabel 3). Penurunan luas lahan terbuka tersebut terjadi karena adanya peningkatan luas tipe penutupan lahan lainnya, yaitu lahan pertanian, lahan terbangun, dan vegetasi jarang.

(24)

12

pertanian dan vegetasi jarang secara umum mengalami peningkatan pada periode 1991-2000. Hal ini terjadi karena pada periode tersebut mata pencaharian sebagian besar penduduk Kota Bogor yaitu petani.

Tabel 3 Perubahan tipe penutupan lahan Kota Bogor (periode 1991-2000)

Penutupan

Perubahan penutupan lahan terbesar pada periode 2000-2012 terjadi pada penutupan lahan terbangun (Gambar 5). Perubahan yang terjadi pada lahan terbagun adalah berupa penambahan luas lahan terbangun sebesar 1.901,70 Ha atau bertambah sebesar 16,53% dari tutupan lahan terbangun pada tahun 2000 (Tabel 4). Peningkatan luas lahan terbangun tersebut terjadi karena adanya penurunan luas tipe penutupan lahan lainnya, yaitu lahan pertanian, vegetasi jarang, dan semak menjadi lahan terbangun seiring dengan adanya pertambahan penduduk dan peningkatan sistem ekonomi.

Tabel 4 Perubahan tipe penutupan lahan Kota Bogor (periode 2000-2012)

Penutupan

(25)

13 yang mengalami penurunan luasan terbesar yaitu lahan pertanian sebesar 1.132,20 Ha atau 9,84%. Perubahan dari tiap-tiap kelas lahan ini dipengaruhi oleh perkembangan Kota Bogor itu sendiri dan kondisi fisik daerah masing-masing. Kondisi ini mengakibatkan berkurangnya luas lahan bervegetasi. Hal ini dapat berdampak negatif bagi keseimbangan lingkungan jika dalam pelaksanaannya tidak dilakukan secara terencana dan bijaksana dengan memperhatikan dan mempertimbangkan aspek-aspek kelestarian lingkungan.

Gambar 4 Peta perubahan penutupan lahan Kota Bogor tahun 1991-2000

(26)

14

Perubahan RTH Kota Bogor

Ruang Terbuka Hijau memiliki fungsi utama yaitu fungsi ekologis, dan fungsi tambahan yaitu fungsi arsitektural, sosial, dan fungsi ekonomi. Hasil pengolahan data spasial secara temporal (1991-2012) diperoleh bahwa proporsi RTH tahun 1991, tahun 2000, dan tahun 2012 sebesar 34,17%, 39,50%, dan 35,13. Proporsi RTH masih lebih dari 30% sesuai kebijakan pemerintah namun dari hasil analisis data diperoleh bahwa kadar polutan udara terus meningkat. Dari hal ini dapat diketahui bahwa green city tidak hanya dilihat dari ketersediaan RTH secara kuantitas, tapi juga kualitas yang dapat mencerminkan kota yang sehat secara fisik dan ekologis (Arifin 2008).

Perubahan penutupan lahan di Kota Bogor dari tahun 1991 sampai dengan 2012 terjadi kenaikan atau penurunan luas pada tiap kelas penutupan lahan. Hal ini memberikan dampak terhadap jumlah, luasan, bentuk, dan penyebaran ruang terbuka hijau yang ada di Kota Bogor. Berdasarkan data yang diperoleh maupun hasil analisis spasial dan temporal citra landsat tahun 1991, 2000, dan 2012 perubahan penutupan lahan ruang terbuka hijau didorong oleh beberapa faktor yaitu pertumbuhan jumlah penduduk, aksesibilitas terhadap sumberdaya, kondisi fisik lahan, ekonomi dan kebijakan daerah.

Emisi CO2 di Kota Bogor

Emisi CO2 yang berasal dari energi

Karbondioksida merupakan gas yang tidak berwarna. Dahlan (2004) menyatakan bahwa kegiatan perkotaan baik bergerak maupun tidak bergerak seperti kendaraan bermotor, rumah tangga, hotel, industri, dan kegiatan lainnya membutuhkan energi penggerak dan pemanas yang diperoleh dari pembakaran bahan bakar fosil proses ini akan menghasilkan gas CO2.

Berdasarkan data yang diperoleh dari Pertamina Unit Pemasaran wilayah Jawa Barat tahun 2012 mengenai jumlah konsumsi bahan bakar berupa premium, pertamax, solar, IFO (Industrial Fuel Oil) merupakan solar yang digunakan industri, dan LPG (Liquid Petroleum Gas). Jenis bahan bakar yang paling banyak dikonsumsi adalah bensin yaitu sebesar 165.813 Kl, sedangkan IFO merupakan bahan bakar minyak yang paling sedikit dikonsumsi yaitu 8.641,28 Kl di tahun 2011. Konsumsi bahan bakar dari rumah tangga berperan dalam peningkatan emisi CO2 di udara. Besarnya konsumsi bahan bakar di Kota Bogor dari sektor rumah tangga berasal dari jenis LPG (Liquid Petroleum Gas) yaitu sebesar 304.954.796 Kg.

(27)

15 Tabel 5 Kandungan emisi CO2 aktual pada tahun 2011

No. Jenis

Total kandungan emisi CO2 1.404,53

Sumber : Pertamina (2012)

Keterangan : Kl = 1000 liter Kg = 1000 gram TJ = Ton Joule Gg C = 109 gram karbon

t C = Ton karbon Gg CO2 = 109 gram karbondioksida

Emisi CO2 yang berasal dari ternak

Gas CH4 dihasilkan oleh hewan herbivora dalam aktivitas dan proses pencernaannya memerlukan bantuan mikroorganisme untuk melakukan pemecahan karbohidrat (IPCC 1996). Data dari Dinas Pertanian (Tabel 6) menunjukan 6 jenis ternak yang terdapat di Kota Bogor. Dari keenam jenis ternak tersebut, unggas merupakan jenis ternak yang paling banyak dipelihara oleh masyarakat yaitu 422.155 ekor sedangkan kerbau jenis merupakan jenis yang paling sedikit dipelihara oleh masyarakat yaitu 45 ekor.

Tabel 6 Total emisi CO2 yang berasal dari ternak

No. Jenis

Total kandungan emisi CO2 dari ternak 0,567

Sumber : Dinas Pertanian Kota Bogor (2011)

Ket : t CH4/thn = Ton metan per tahun Gg = Giga gram Gg CH4 = Giga gram metan

Ternak ruminansia seperti sapi dan domba serta ternak non ruminansia seperti unggas memproduksi CH4. Ruminansia merupakan sumber terbesar penghasil CH4. Jumlah CH4 yang dihasilkan tergantung dari umur ternak, berat badan ternak, kualitas dan kuantitas pakan, serta energi yang dikeluarkan oleh ternak, gas CH4 yang teroksidasi dengan O2 akan menghasilkan CO2 dan air. (IPCC 1996).

Hasil perhitungan emisi CH4, domba menyumbang emisi terbesar yaitu 66,04 t CH4/tahun dari aktivitas pencernaan, dan unggas menghasilkan emisi CH4 terbesar dari aktivitas pengelolaan kotoran yaitu sebesar 66,27 t CH4/tahun.

Untuk total emisi CO2 yang berasal dari ternak, emisi terbesar dari ruminansia dihasilkan oleh domba sebesar 0,19 Gg, sedangkan untuk emisi dari non ruminansia dihasilkan oleh unggas sebesar 0,18 Gg.

Emisi CO2 yang berasal dari areal persawahan

(28)

16

dihasilkan karena terjadinya kondisi anaerob pada lahan sawah akibat penggenangan air yang terlalu lama dan tinggi (IPCC 1996). Senyawa karbon yang ada pada kondisi anaerob kuat mengalami reduksi secara mikrobiologi menjadi metana (CH4). CH4 terbentuk dari reduksi asam asetat dan sebagian terbentuk dari reduksi senyawa CO2. Penggunaan air yang banyak diperlukan untuk melumpurkan tanah dan untuk menggenangi petak pertanaman. Tanah sawah memiliki kondisi reduktif (anaerob) sehingga tanah sawah menjadi salah satu penghasil gas metan.

Areal persawahan menghasilkan gas CH4 sebanyak 0,27 Gg CH4/tahun. Gas CH4 yang teroksidasi akan menghasilkan CO2, sehingga kandungan emisi CO2 yang terdapat pada areal persawahan yang terdapat di Kota Bogor adalah sebesar 0,74 Gg CO2/tahun dari total sawah sebesar 750 Ha.

Emisi CO2 yang berasal dari penduduk

Setiap mahluk hidup akan mengalami proses respirasi setiap saat salah satunya manusia, respirasi merupakan proses menghirup oksigen (O2) dan mengeluarkan CO2. Tubuh manusia memerlukan oksigen untuk proses pembakaran zat-zat makanan (metabolisme) di dalam tubuh manusia dengan bantuan oksigen untuk menghasilkan karbon dioksida, uap air, dan energi. Menurut White, Handler dan Smith 1959 diacu dalam Muis (2005), manusia mengoksidasi 3000 kalori per hari dari makanannya dan menggunakan sekitar 600 liter O2 dam memproduksi sekitar 480 liter CO2. Pertambahan jumlah penduduk akan meningkatkan jumlah emisi CO2 di udara, sehingga konsentrasi gas rumah kaca akan bertambah. Karbon dioksida yang dihasilkan dari aktivitas manusia sebesar 0,96 kg/hari (Grey dan Deneke 1978). Data mengenai total emisi CO2 yang dihasilkan oleh penduduk di Kota Bogor dari tahun 1990, 2000, dan 2010 dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7 Total emisi CO2 yang berasal dari penduduk

No. Tahun Jumlah Penduduk (jiwa)* Total Emisi CO2 (Gg CO2) menghasilkan tutupan lahan untuk ruang terbuka hijau (RTH) yaitu berupa vegetasi rapat dan vegetasi jarang dengan luasan tutupan lahan secara berturut-turut sebesar 925,92 Ha, dan 3.114,36 Ha. Berdasarkan perhitungan total luas RTH sebesar 4.040,28 Ha atau 35,13%, lahan terbangun sebesar 5096,52 Ha atau 44,31%, areal pertanian seperti sawah dan semak sebesar 1.606,95 Ha atau 13,97% dan untuk penggunaan lahan lainnya seperti badan air dan lahan terbuka memiliki luasan sebesar 757,98 atau 6,59%.

(29)

17 yang harus dijadikan RTH adalah sebesar 3.450,52 Ha. Berdasarkan data yang diperoleh, luasan RTH sebesar 4.040,28 Ha atau 35,13% dari luasan keseluruhan wilayah Kota Bogor, sehingga Kota Bogor dengan luasan RTH lebih dari 30% dikategorikan telah memenuhi UU No. 26 tahun 2007.

Keberadaan RTH pada masing-masing kecamatan di Kota Bogor berbeda satu sama lain. Kebutuhan RTH dengan standar UU No. 26 tahun 2007 untuk masing-masing kecamatan disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8 Kebutuhan RTH berdasarkan UU No. 26 Tahun 2007

No. Kecamatan Luas Kecamatan (Ha)

Total 11.501,73 4.040,28 3.450,52 1.032,42

Keterangan: * jumlah kekurangan luas RTH

Berdasarkan data citra yang diperoleh, Kecamatan Bogor Selatan merupakan kecamatan terbesar yang terdapat di wilayah Kota Bogor dengan luas wilayah 3.361,14 Ha, kecamatan ini memiliki RTH terluas dibandingkan dengan kecamatan yang lain yaitu sebesar 1.832,31 Ha atau 54,51% dari luas wilayah kecamatan, kecamatan Bogor Selatan memiliki luas RTH lebih dari 30%. Terdapat lima kecamatan yang memiliki luasan RTH kurang dari 30% dari total luas wilayahnya yaitu Kecamatan Bogor Barat, Bogor Timur, Bogor Utara, Bogor Tengah dan Tanah Sareal dengan masing-masing luasan yaitu sebesar 683,46 Ha (28,44%), 323,01 Ha (29,56%), 432,36 Ha (26,82%), 179,64 Ha (22,16%), dan 615,15 Ha (26,05%).

Berdasarkan Emisi CO2

Menurunnya kualitas lingkungan hidup berkaitan langsung dengan kegiatan masyarakat perkotaan yang akhirnya dapat menurunkan kesejahteraan mereka. Terlihat dari adanya kecenderungan sikap masyarakat meminimalkan areal RTH (areal bervegetasi) menjadi areal terbangun atau areal penggunanan lain yang bersifat buatan, menurut Dahlan (2007) penggunaan bahan bakar akan menghasilkan gas CO2 di Kota Bogor pada tahun 2010 sebanyak 600,22 ton hal ini berdampak pada tingginya konsentrasi CO2 di udara. Penambahan emisi gas CO2 dapat mengakibatkan meningkatnya konsentrasi ambien gas CO2.

(30)

18

Serapan CO2 berguna untuk mengetahui kemampuan RTH dalam menyerap CO2 yang terdapat di Kota Bogor. Pendekatan yang dilakukan untuk penghitugan serapan CO2 dilakukan dengan cara menentukan luasan penutupan lahan daerah-daerah bervegatasi rapat dan vegetasi jarang. Luas RTH yang dimiliki Kota Bogor sebesar 4.040,28 Ha sehingga emisi CO2 yang dapat diserap oleh RTH sebesar 235,37 Gg CO2/tahun.

Jumlah emisi CO2 yang telah dihitung, serapannya diasumsikan dengan nilai serapan CO2 oleh RTH (vegetasi pohon) yaitu sekitar 58,25 ton/tahun/Ha. Berdasarkan jumlah emisi CO2, secara keseluruhan Kota Bogor membutuhkan RTH sekitar 29.770,25 Ha (Lampiran 2).

Berdasarkan Kondisi Tahun 2012

Saat ini kondisi RTH di Kota Bogor tidak mencukupi untuk menyerap emisi karbondioksida. RTH yang harus disediakan oleh Kota Bogor sebesar 29.770,25 Ha sedangkan keadaan luas RTH di lapang yang tersedia 4.040,28 Ha (Tabel 9). Tingginya tingkat emisi CO2 yang tedapat di Kota Bogor menyebabkan wilayah perkotaan ini membutuhkan penambahan luasan RTH sebesar 25.729,97 Ha.

Tabel 9 Kebutuhan RTH pada masing-masing kecamatan

No. Kecamatan Luas

Jumlah 11.501,73 1.734,34 29.770,25 4.040,28 25.729,97

Kebutuhan RTH untuk masing-masing kecamatan dapat diketahui dengan menggunakan asumsi yaitu total emisi CO2 tersebar merata berdasarkan luas kecamatan. Kecamatan Bogor Selatan merupakan kecamatan yang paling besar membutuhkan RTH sebesar 8.699,73 Ha dengan total emisi CO2 sebesar 506,82 Gg/tahun.

Prediksi Kebutuhan RTH Kota Bogor Tahun 2025

(31)

19 Persamaan eksponensial untuk tiga variabel peubah tersebut masing-masing yaitu:

Kesesuaian dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Bogor

Perencanaan dalam sebuah pembangunan kota memerlukan suatu pertimbangan dalam aspek keruangan karena semua kegiatan yang berlangsung di perkotaan memerlukan ruang sebagai tempat aktivitas suatu kegiatan. Rencana pemanfaatan ruang yang disusun untuk menjaga keserasian pembangunan antar sektor dalam rangka menyusun dan mengendalikan pembangunan kota dalam jangka panjang tertuang dalam sebuah RTRW.

Salah satu rencana yang terdapat di RTRW Kota Bogor periode 2011-2031 adalah rencana penggunaan lahan dimana telah ditetapkan luas Kota Bogor 11.850 Ha (Lampiran 4). Berdasarkan data yang tercantum pada RTRW Kota Bogor untuk RTH sebesar 2.065,93 Ha atau 17,43% dan untuk luasan Kawasan budidaya areal pertanian 600 Ha atau 5,06% dan untuk areal terbangun sebesar 7.350 Ha atau 62,03%. Besarnya persentase untuk areal terbangun menyebabkan terjadinya ketimpangan antara RTH yang direncanakan hanya sebesar 2.065,93 Ha atau 17,425% dari luas kota keseluruhan. Perencanaan RTRW tersebut tidak sesuai dengan analisis standar kecukupan luasan RTH yaitu Undang-Undang No.26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang yang menyatakan bahwa proporsi RTH pada wilayah kota minimal 30% dari luas kota.

Pada pembahasan sebelumnya diketahui bahwa kebutuhan RTH berdasarkan emisi karbon CO2 tidak mungkin terpenuhi, sebab luas yang dibutuhkan jauh melampaui luas wilayah Kota Bogor. Berdasarkan hal tersebut, maka arahan pengembangan RTH akan lebih difokuskan pada pemenuhan luas kebutuhan RTH maksimum yang mungkin dicapai berdasarkan kondisi sekarang

(eksisting) dan luas wilayah pada masing-masing kecamatan.

Standar perhitungan menurut UU No. 26/2007 menetapkan RTH berkisar 30%. Penambahan luas RTH dapat dilakukan dengan meningkatkan fungsi sempadan sungai, sempadan situ, jalur hijau jalan, menambah taman lingkungan, penghijaun di lahan kosong, serta upaya melalui peraturan daerah agar ruang-ruang pemukiman, komersil dan industri menyediakan RTH. Luas RTH Kota Bogor berdasarkan kondisi sekarang (eksisting) sudah mecukupi sebesar 4.040,28 Ha (35,13%).

(32)

20

lapangan bermain. Selain berfungsi sebagai penyangga ekologis, fungsi yang diutamakan untuk kecamatan Bogor Selatan adalah fungsi estetika dan sosial perlu sehingga kebutuhan reakreasi penduduk juga terpenuhi.

Kecamatan Bogor Tengah memiliki luas RTH eksisting 179,64 Ha atau 22,16% dari luasan wilayah kecamatan. Kecamatan ini merupakan kecamatan terkecil luasannya di Kota Bogor. Penambahan RTH di kecamatan ini cukup sulit dilakukan, dikarenakan daerah ini berada ditengah-tengah pusat Kota Bogor, dan di dominasi oleh areal terbangun sebagai pusat perdagangan. Penambahan yang dapat dilakukan antara lain menambah jalur hijau di tepi jalan, jalur hijau sempadan sungai, serta menambah RTH pekarangan dengan cara kebun atap (roof garden). Peningkatan kualitas RTH di kecamatan ini ditujukan untuk meningkatkan kualitas ekologi sekaligus memperindah lingkungan.

Pengembangan tersebut dapat dilakukan sendiri oleh pemerintah maupun dengan cara melibatkan masyarakat umum. Keterlibatan masyarakat antara lain diakukan dengan kewajiban menanam minimal satu pohon pada setiap rumah, atau melibatkan pihak pengembang properti atau pemilik lokasi pabrik untuk menyediakan minimal 10% lahan mereka untuk dijadikan RTH. Sistem Koefesien Dasar Hijau (KDH) 30% perlu diterapkan pada lahan-lahan yang potensial dijadikan perumahan atau properti lainnya agar laju pertumbuhan ruang terbangun dapat terkendali.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

1. Hasil analisis spasial dan temporal citra landsat wilayah Kota Bogor tahun 1991, 2000, dan 2012 diperoleh penutupan lahan secara umum masih didominasi oleh vegetasi jarang masing-masing sebesar 3.221,09 Ha atau 28,01%, 4.009,59 Ha atau 34,86%, 4.114,36 Ha atau 27,07%. Tipe penutupan lahan yang mengalami perubahan penurunan selama dua periode adalah lahan pertanian, vegetasi jarang, semak, dan lahan terbuka. Tipe penutupan lahan yang mengalami kenaikan adalah vegetasi rapat dan lahan terbangun. Disamping itu terjadi perubahan dinamis pada tipe penutupan lahan lainnya seperti badan air.

2. Luas RTH di Kota Bogor berdasarkan proses klasifikasi lahan pada 2012 adalah 4.040,28 Ha atau 35,13% dari luas total wilayah Kota Bogor. Luasan RTH yang harus disediakan oleh Kota Bogor sebesar 29.770,25 Ha. Tingkat emisi CO2 yang tinggi di Kota Bogor menyebabkan wilayah ini membutuhkan penambahan luasan RTH sebesar 25.729,97 Ha.

(33)

21

Saran

1. Keberadaan RTH sebesar 35,13% harus dipertahankan untuk dapat menciptakan kondisi yang ideal akan lebih baik dengan substansi yang ekologis dan distribusi RTH yang merata serta dapat memenuhi visi Kota Bogor“ Kota Jasa yang Nyaman dengan Masyarakat Madani dan Pemerintahan yang

Amanah” serta sesuai dengan moto Kota Bogor “BERIMAN” (Bersih, Indah

dan Nyaman).

2. Analisis perubahan penutupan lahan di wilayah Kota Bogor perlu dilakukan secara periodik agar perubahan yang terjadi dapat diantisipasi dan dikelola, terutama pada pengembangan RTH di kecamatan-kecamatan yang belum mampu menyerap emisi CO2.

3. Penelitian untuk mengetahui daya serap karbon (CO2) berdasarkan nilai kerapatan tajuk/LAI (Leaf Area Index) pada tipe RTH perlu dilakukan, sehingga diketahui tipe RTH yang mimiliki daya serap karbon tertinggi.

DAFTAR PUSTAKA

Aenni N. 2011. Aplikasi SIG dan Penginderaan Jauh Dalam Penentuan Kecukupan dan Prediksi Luasan Ruang Terbuka Hijau Sebagai Rosot CO2 di Kabupaten Kudus, Jawa Tengah [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Kehutanan. IPB. Bogor.

Arifin HS. 2008. Pembangunan Potensial Mendorong Terjadinya Kerusakan Sumber Daya Alam. http://www.d-infokom-jatim.go.id [20 Juli 2012]. [BPS] Badan Pusat Statistika. 2011. Kota Bogor dalam Angka 2010-2011. Bogor

(ID): Badan Pusat Statistika.

[Bappeda] Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah. 2007. Data Dasar Masterplan Ruang Terbuka Hijau Kota Bogor 2007. Pemerintah Kota Bogor. http://www.kotabogor.go.id/ [30 januari 2012]

[Bappeda] Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah. 2011. Data Pokok Pembangunan Kota Bogor. Bogor (ID): Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah

Dahlan EN. 2004. Membangun Kota Kebun (Garden City). Bogor (ID): IPB Press. Dahlan EN. 2007. Analisis Kebutuhan Luasan Hutan Kota Sebagai Sink Gas CO2

Antropogenik dari Bahan Bakar Minyak dan Gas di Kota Bogor dengan Pendekatan Sistem Dinamik [Disertasi]. Bogor (ID): Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Dinas Pertanian Kota Bogor. 2011. Laporan Tahunan.

Grey GW. dan Deneke FJ. 1978. Urban Forestry. New York (US): John Wiley and Sons.

[IPCC] Intergovernmental Panel on Climate Change. 1996. Revised 1996 IPCC Guidelines for National Greenhouse Gas Inventories Workbook (Volume 6).http://www.ipcc-nggip.iges.or.jp/public/gl/invs5.html.

(34)

22

Muis BA. 2005. Analisis Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau Berdasarkan Kebutuhan Oksigen dan Air Di Kota Depok Provinsi Jawa Barat [Tesis]. Bogor (ID): Sekolah Pasca Sarjana. IPB.

PT Pertamina Unit III. 2012. Lampiran Penggunaan Bahan Bakar Minyak dan Gas Kota Bogor Tahun 2011-2012. Jakarta (ID): PT. PERTAMINA. Qodriyanti N. 2010. Analisis Distribusi dan Kecukupan Luasan Hutan Kota

sebagai Rosot Karbon dioksida dengan Aplikasi Sistem Informasi Geografi dan Penginderaan Jauh di Kota Pematangsiantar, Sumatera Utara [skripsi]. Bogor (ID): Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata. Fakultas Kehutanan. Institut PertanianBogor.

Tinambunan RS. 2006. Analisis Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau di Kota Pekanbaru [tesis]. Bogor (ID): Sekolah Pasca Sarjana. IPB.

Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang. 2007.

(35)

23

(36)

24

Lampiran 1 Hasil Uji Akurasi

CLASSIFICATION ACCURACY ASSESSMENT REPORT

---

Image File : d:/kamal project/data penelitian/nyoba!!/recode2012.img User Name : Kamalasyaebani

Date : Mon Dec 17 11:52:48 2012

ERROR MATRIX ---

Reference Data ---

Classified Data vegetasi rapat lahan pertanian lahan terbangun

0 1 0

vegetasi rapat 10 3 1

lahan pertanian 0 20 1

lahan terbangun 0 0 58

vegetasi jarang 0 4 1

semak 0 0 0

lahan terbuka 0 0 0

badan air 0 0 1

Column Total 0 28 62

Reference Data --- Classified Data vegetasi jarang semak lahan terbuka badan air 0 0 1 0

vegetasi rapat 2 0 0 0

lahan pertanian 1 0 1 0

lahan terbangun 1 0 2 0

vegetasi jarang 61 1 0 0

semak 0 0 0 0

lahan terbuka 0 0 4 0

badan air 0 0 1 12

(37)

25 Lampiran 2 Penentuan luasan RTH

Total Emisi CO2 dari Energi (Gg/tahun) = 1.404,53227 Gg CO2/tahun Total Emisi CO2 dari Ternak (Gg/tahun) = 0.56702 Gg CO2/tahun

Total Emisi CO2 dari Persawahan (Gg/tahun)= 0,7425 Gg CO2/tahun Total Emisi CO2 dari Penduduk (Gg/tahun) = 328,44 Gg CO2/tahun

Kemampuan Hutan (pohon) dalam menyerap CO2 = 58,2576 ton/tahun/ha Kebutuhan Luasan Ruang Terbuka Hijau dalam menyerap CO2

= (1.404,53227 +0.56702 +0,748 +328,44) Gg CO2/tahun

58,2576 ton/tahun/ha

= 1.734,343545 Gg CO2/tahun 0,0582576 Gg CO2/tahun/Ha

= 29.770,25 ha  Luas RTH yang dibutuhkan

Penambahan Luas RTH = Luas RTH yang dibutuhkan – Luas RTH dilapang Luas RTH hasil klasifikasi citra penyiaman 5 Juni 2012 = 4.040,48 ha

Penambahan Luas RTH = 29.770,25 ha – 4.040,48 ha

= 25.729,97 ha

Total Emisi CO2 dari Energi (Gg/tahun) = Emisi CO2 aktual dari bensin (407,715 Gg CO2/tahun) + Emisi CO2 aktual dari Solar (69,515 Gg CO2/tahun) + Emisi CO2 aktual dari IFO (21,963 Gg CO2/tahun) + Emisi CO2 aktual dari LPG (905,33927 Gg CO2/tahun)

Kebutuhan Luasan Ruang Terbuka Hijau (ha) = Total Emisi CO2 dari Energi (1.404,53227 Gg CO2/tahun) + Total Emisi CO2 dari Ternak (0.44702 Gg CO2/tahun) + Total Emisi CO2 dari Persawahan (0,748 Gg CO2/tahun) + Total Emisi CO2 dari Penduduk (328,44 Gg CO2/tahun)

(38)

26

Lampiran 3 Penentuan prediksi luas RTH tahun 2025 Diketahui :

Kemampuan pohon dalam menyerap CO2 = 58,2576 ton/tahun/ha

Variabel tetap (emisi sawah) = 1.501 Gg CO2

Variabel peubah (emisi ternak, penduduk dan energi) = …… Gg CO2 X Energi = 905,97 (1+ 0,35)Z

X penduduk = 950.334 (1+0,043)Z X ternak = 0,67334 (1+0,16)Z Z(selisih tahun) = 14

Ditanya : Emisi CO2 pada tahun 2025 = …….. Gg CO2 ? Jawab :

(a) X Energi = 905,97 (1+ 0,35)Z X 2025 = 905,97 (1+ 0,35)14

X 2025 = 60.504,35 Gg CO2

(b) X penduduk = 950.334 (1+0,043)Z X 2025 = 950.334 (1+0,043)14 X 2025 = 592,1480 Gg CO2

(c) X ternak = 0,67334 (1+0,16)Z X 2025 = 0,67334 (1+0,16)14 X 2025 = 5,3782 Gg CO2

(d) X sawah = 1,501 Gg CO2

Emisi CO2 pada tahun 2025 = X Energi + X penduduk + X ternak + X sawah

= 60.504,35 GgCO2 + 592,1480 GgCO2 + 5,3782 GgCO2 + 1,501 GgCO2 = 61.103,3772 Gg CO2

Kebutuhan RTH dalam menyerap CO2 = 61.103,3772 Gg CO2

(39)

27 Lampiran 4 Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Bogor 2011-2031

No. Penggunaan Lahan Luas (Ha) %

A. Kawasan Lindung

1. Sempadan Sungai 276.00 2.329

2. Sempadan Danau/Situ 20.14 0.170

3. Kawasan Pelestarian Alam - Hutan Kota 103.55 0.874 4. Kawasan Perlindungan Plasma Nutfah Eks-Situ (Kebun Raya

Bogor)

72.12 0.609

5. RTH Lereng > 40% 340.80 2.876

B. Kawasan Budidaya

1. Perumahan 5400.00 45.570

2. Industri 200.00 1.688

3. Perdagangan dan Jasa 920.00 7.764

4. Militer 94.00 0.793

5. Pemerintahan 145.00 1.224

6. Pertanian 370.00 3.122

7. Pertanian Penelitian 230.00 1.941

8. Fasilitas Sosial dan Umum 450.00 3.797

9. Tempat Pemakamam Umum (TPU) 187.90 1.586

10. Fasilitas Olahraga (lapangan Olahraga) 141.00 1.190

11. Taman Kota 153.14 1.292

12. Taman WP, Kec, Kel, Lingkungan 384.25 3.243

13. RTH - Kebun Penelitian 84.88 0.716

14. RTH Infrastruktur

a. Sempadan SUTET, Kereta Api 178.84 1.509

b. Sempadan Jalan Tol 154.31 1.302

c. Sempadan Jalan 110.00 0.928

Total 10015.93 84.523

Jalan, Sungai, Situ 1834.07 15.477

Luas Kota 11.850 100.000

(40)

28

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 3 Desember 1990. Penulis merupakan Putra kedua dari tiga bersaudara pasangan Bapak Asep Sape’i dan Ibu Idah Fitnurillah. Pendidikan formal di tempuh di SD Negeri Cilendek Tengah Bogor, SMP Negeri 4 Bogor, dan SMA Negeri 5 Bogor. Pada tahun 2008 penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Mahasiswa IPB) dan tahun 2009 penulis tercatat sebagai mahasiswa Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan IPB. Selama menempuh pendidikan di IPB, penulis aktif sebagai pengurus dalam Himpunan Mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (HIMAKOVA) dan anggota Kelompok Pemerhati Herpetofauna Himakova periode 2009-2011.

Kegiatan-kegiatan yang pernah penulis ikuti selama berada di IPB diantaranya Eksplorasi Fauna, Flora dan Ekowisata Indonesia (RAFFLESIA) di Cagar Alam Gunung Burangrang, Jawa Barat (2010), Praktik Pengenalan Ekosistem Hutan (P2EH) di Cagar Alam Sancang-Papandayan (2010), Praktik Pengelolaan Hutan (P2H) di Hutan Pendidikan Gunung Walat, Taman Nasional Gunung Halimun Salak, dan KPH Cianjur (2011), ekspedisi Studi Konservasi Lingkungan (SURILI) di Taman Nasional Kerinci Seblat, Jambi (2011), dan Praktik Kerja Lapang Profesi (PKLP) di Taman Nasional Komodo, NTT (2012). Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan, penulis

Gambar

Gambar 1 Lokasi Penelitian
Tabel  1 Jenis, bentuk, dan sumber data
Tabel  2 Penutupan lahan Kota Bogor tahun 1991, 2000, dan 2012
Tabel  4 Perubahan tipe penutupan lahan Kota Bogor (periode 2000-2012)
+3

Referensi

Dokumen terkait

Hasil yang diperoleh untuk keefektifan pembelajaran berbasis proyek terhadap kreativitas siswa adalah 62% berada pada kategori efektif.. Berdasarkan hasil tersebut

Tergantung dari keyakinannya terhadap Dhamma, kalau umat Buddha memiliki keyakinan Dhamma yang kuat, orang tersebut akan memiliki daya tarik terhadap Dhamma, karena keyakinan

[r]

Dari tabel diatas terlihat bahwa dalam masyarakat Gunuang Malintang khususnya dari Tradisi Alek Bakajang ini bisa tercipta hubungan yang harmonis antar masyarakat. Bentuk

Dengan mengamati gambar gerakan berkebun, siswa dapatmenirukan gerakan berkebun melalui gerak anggota tubuhdengan menggunakan tempo sedang sesuai dinamikagerak dengan percaya

2016/17/UMK/FKP/LP37 IJAZAH SARJANA MUDA KEUSAHAWANAN (LOGISTIK &amp; PERNIAGAAN PENGEDARAN) DENGAN KEPUJIAN4. 2016/17/UMK/FHPK/LP38 IJAZAH SARJANA MUDA KEUSAHAWANAN

Hasil yang diperoleh dari respon siswa kelompok kecil terhadap media pembelajaran lectora inspire 17 adalah sebesar 381 dengan persentase 88,9% yang termasuk kategori “sangat

Dengan mengacu pada ketentuan umum yang dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 28, Pasal 1 Ayat (1) tahun 2007 menyebutkan bahwa pajak merupakan kontribusi wajib kepada