commit to user
ANALISIS PENDAPATAN USAHA PETERNAKAN SAPI PERAH RAKYAT DI KECAMATAN MUSUK KABUPATEN BOYOLALI
Oleh:
RATNA FIBRI WAHYUNININGSIH H 0506072
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET
commit to user
ii
ANALISIS PENDAPATAN USAHA PETERNAKAN SAPI PERAH RAKYAT DI KECAMATAN MUSUK KABUPATEN BOYOLALI
Skripsi
Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh derajat Sarjana Peternakan
di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret
Oleh: RATNA FIBRI W
H0506072
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
commit to user
iii
ANALISIS PENDAPATAN USAHA PETERNAKAN SAPI PERAH RAKYAT DI KECAMATAN MUSUK KABUPATEN BOYOLALI
Skripsi
yang dipersiapkan dan disusun oleh Ratna Fibri W
H 0506072
telah dipertahankan di depan Dewan Penguji pada tanggal: 19 Juli 2011
dan dinyatakan telah memenuhi syarat
Susunan Tim Penguji
Ketua
Ir. Ginda Sihombing NIP. 19471111 198003 1 001
Anggota I
Shanti Emawati, S.Pt., MP NIP. 19800903 200501 2 001
Anggota II
Ir. Lutojo., MP NIP. 19550912 198703 1 001
Surakarta, Juli 2011 Mengetahui
Universitas Sebelas Maret Fakultas Pertanian
Dekan,
commit to user
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat
dan hidayahNya, sehingga telah menghantarkan saya pada sebuah hasil
perjuangan panjang. Sebuah karya yang tak terlupakan dalam hidupku untuk
mencapai gelar Sarjana Peternakan. Oleh karena itu, tidak lupa kami
sampaikan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Dekan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Ketua Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
3. Ir.Ginda Sihombing sebagai dosen pembimbing utama dan penguji I.
4. Shanti Emawati S.Pt, MP. sebagai dosen pembimbing pendamping dan
penguji II.
5. Ayah dan Ibu yang telah memberikan kasih sayangnya, serta kakakku
yang telah memberi dukungan serta semangatnya.
6. Teman-teman mahasiswa peternakan angkatan 2006 yang banyak
memberi motivasi, doa serta dukunganya.
7. Seluruh pihak yang terkait dalam penelitian, khususnya pemerintahan
Kecamatan Musuk Kabupaten Boyolali.
8. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah
membantu terselesaikannya penulisan skripsi ini
Penulis menyadari dalam penyusunan skripsi ini masih jauh dari
sempurna, karenanya kritik dan saran yang membangun kami butuhkan dan
semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca.
Surakarta, Juli 2011
commit to user
v
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL ... vii
DAFTAR GAMBAR ... viii
DAFTAR LAMPIRAN ... ix
RINGKASAN ... x
SUMMARY ... xi
I. PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 2
C. Tujuan Penelitian ... 3
D. Kegunaan Penelitian ... 3
II. TINJAUAN PUSTAKA ... 4
A. Peternakan Sapi Perah di Indonesia... 4
B. Peran Ternak Sapi Perah dalam Usaha Tani ... 5
C. Pola Usaha Ternak Sapi Perah ... 6
D. Aspek Sosial Ekonomi Ternak Sapi Perah ... 6
E. Analisis Pendapatan ... 7
F. Faktor Produksi Usaha Peternakan ... 8
G. Fungsi Produksi Cobb Douglas ... 9
HIPOTESIS ... 11
III. MATERI DAN METODE PENELITIAN ... 12
A. Lokasi Penelitian ... 12
B. Desain Penelitian... 12
C. Teknik Penentuan Sampel ... 12
commit to user
vi
E. Teknik Pengumpulan Data ... 14
F. Variabel Penelitian ... 15
G. Definisi Operasional Variabel ... 16
H. Metode Analisis Data ... 16
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 20
A. Keadaan Geografis Wilayah ... 20
B. Karakteristik Peternak ... 21
C. Tata Laksana Pemeliharaan Sapi Perah ... 25
D. Analisis Pendapatan (Pengujian Hipotesis I) ... 29
E. Analisis Regresi Linier Berganda (Pengujian Hipotesis II). ... 35
V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 41
A. Kesimpulan ... 43
B. Saran... 43
DAFTAR PUSTAKA ... 44
commit to user
vii
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
1. Tabel 1. Jumlah Populasi Sapi Perah di Kecamatan Musuk Kabupaten
Boyolali tahun 2010 ... 13
2. Tabel 2. Distribusi pengunaan tanah di Kecamatan Musuk Kabupaten Boyolali ... 21
3. Tabel 3. Umur peternak di Kecamatan Musuk Kabupaten Boyolali ... 21
4. Tabel 4. Pendidikan Peternak sapi perah di Kecamatan Musuk Kabupaten Boyolali ... 22
5. Tabel 5. Pengalaman beternak sapi perah di Kecamatan Musuk Kabupaten Boyolali ... 23
6. Tabel 6. Pekerjaan umum peternak sapi perah di Kecamatan Musuk Kabupaten Boyolali ... 24
7. Tabel 7. Rata-rata penggunaan tenaga kerja usaha ternak sapi perah pertahun di Kecamatan Musuk Kabupaten Boyolali ... 25
8. Tabel 8. Rata-rata investasi usaha sapi perah di Kecamatan Musuk dengan kepemilikan induk tiga ekor laktasi ... 30
9. Tabel 9. Rata-rata biaya produksi usaha sapi perah pertahun di Kecamatan Musuk Kabupaten Boyoli ... 31
10. Tabel 10. Rata-rata penerimaan peternak usaha sapi perah pertahun (Rp/th) dengan kepemilikan tiga ekor sapi laktasi. ... 33
11. Tabel 11. Analisis usaha sapi perah di Kecamatan Musuk dengan rata-rata skala kepemilikan tiga ekor sapi laktasi. ... 34
12. Tabel 12. Hasil analisis regresi berganda. ... 35
13. Tabel 13. Nilai koefisien korelasi antara variabel independen. ... 37
commit to user
viii
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
commit to user
ix
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman
1. Lampiran 1. Identitas responden sapi perah di Kecamatan Musuk
Kabupaten Boyolali. ... 48
2. Lampiran 2. Pendapatan usaha peternakan sapi perah di Kecamatan Musuk Kabupaten Boyolali. ... 51
3. Lampiran 3. Biaya tidak tetap usaha peternakan sapi perah di Kecamatan Musuk Kabupaten Boyolali ... 54
4. Lampiran 4. Biaya tetap usaha peternakan sapi perah di Kecamatan Musuk Kabupaten Boyolali ... 57
5. Lampiran 5. Penerimaan peternak sapi perah di Kecamatan Musuk Kabupaten Boyolali. ... 60
6. Lampiran 6. Analisis regresi linear berganda ... 65
7. Lampiran 7. Peta Kabupaten Boyolali. ... 66
8. Lampiran 8. Perijinan Kesbang Pol dan Linmas. ... 67
9. Lampiran 9. Kuisioner penelitian. ... 68
commit to user
x
ANALISIS PENDAPATAN USAHA PETERNAKAN SAPI PERAH RAKYAT DI KECAMATAN MUSUK KABUPATEN BOYOLALI
RATNA FIBRI W H 0506072
RINGKASAN
Kecamatan Musuk Kabupaten Boyolali merupakan salah satu daerah
yang potensial untuk pengembangan sapi perah. Usaha ternak sapi perah di
Kecamatan Musuk Kabupaten Boyolali masih bersifat peternakan rakyat.
Penelitian bertujuan menentukan pendapatan usaha peternakan sapi perah
rakyat di Kecamatan Musuk Kabupaten Boyolali, dan mengetahui pengaruh
faktor produksi terhadap tingkat pendapatan usaha sapi perah rakyat di
Kecamatan Musuk Kabupaten Boyolali. Penelitian dilaksanakan bulan
dilaksanakan mulai bulan Juli sampai Agustus 2010 di Kecamatan Musuk
Kabupaten Boyolali.
Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif dan penentuan
lokasi secara sengaja di tiga desa yaitu Sukorejo, Jemowo, dan Dragan dengan
pertimbangan bahwa di lokasi tersebut memiliki populasi ternak sapi perah
tertinggi, sedang dan rendah. Metode pengambilan sampel mengunakan teknik
“PurposiveSampling” yaitu mengambil responden yang memiliki ternak sapi
perah minimal satu ekor sapi laktasi dan sudah dipelihara selama satu tahun.
Jumlah sampel yang diambil dalam penelitian ini adalah 60 peternak. Data
primer diperoleh dari responden dengan wawancara dan pengisian kuesioner,
sedangkan data sekunder dari instansi dan lembaga terkait. Metode analisis
data menggunakan analisis pendapatan dan analisis regresi linier berganda
model fungsi produksi Cobb-Douglas.
Berdasarkan hasil analisis regresi linier berganda diperoleh persamaan
ln Y = 1,270 - 0,702 X1 + 0,399 X2 + 0,147 X3 - 0,251 X4 + 0,303 X5 +
1,003X6. Uji asumsi klasik multikolinieritas menunjukkan bahwa nilai
commit to user
xi
tidak terjadi multikolinier, uji asumsi klasik heterokedastisitas hasil
scatterplot tidak terjadi heterokedastisitas. Analisis regresi dengan taraf α =
0,05 diperoleh nilai Fhitung lebih besar dari Ftabel (12,431 > 2,34) artinya semua
variabel independen secara serempak mempengaruhi variabel dependen.
Koefisien determinasi (R2) = 0,584. artinya semua variabel bebas
mempengaruhi variabel terikat terhadap pendapatan sebesar 58,4% sedangkan
sisanya sebesar 41,6% dipengaruhi oleh variabel lain diluar variabel yang
diteliti atau dimasukkan dalam kesalahan pengganggu (disturbance’s error).
Analisis regresi parsial nilai thitung > ttabel (1,895) yang mempengaruhi
pendapatan adalah variabel biaya pakan hijauan (2,542), biaya obat-obatan
(2,019), dan biaya induk laktasi (4,627)
Kesimpulan yang dapat diambil dari hasil penelitian ini adalah rata-rata
pendapatan bersih dari peternak sapi perah rakyat di Kecamatan Musuk
Kabupaten Boyolali sebesar Rp. 8.877.519,52 pertahun dengan rata-rata
kepemilikan tiga ekor sapi laktasi, dan faktor biaya pakan hijauan (X2), biaya
obat-obatan (X3) dan biaya induk laktasi (X6) berpengaruh terhadap
pendapatan peternak sapi perah rakyat di Kecamatan Musuk Kabupaten
Boyolali.
commit to user
xii
INCOME ANALYSIS OF DAIRY FARM PRODUCTION IN MUSUK BOYOLALI
RATNA FIBRI W H 0506072
SUMMARY
Musuk subdistrict of Boyolali is one potential area for dairy farming.
The study aimed to determine the dairy farm business income Musuk
Boyolali, and determined the influence of production factors on the level of
business income of dairy cows Musuk Boyolali. The research was conducted
from July to August 2010 in Musuk Boyolali.
The research method used was descriptive, and three villages
Sukoharjo, Jemowo and Dragan were purposely chosen because those
locations had the high, medium, and low population of dairy cows. Sampling
method that was used in the research was “purposive sampling” by taking a
respondent who had at least one lactating dairy cows which had been kept for
1 year. The number of samples taken in this study were 60 farmers. Primary
data was obtained from respondents by interviewing and filling the
questionnaire, while secondary data was taken from relevant agencies and
institutions. Methods of data analysis used the analysis of income and multiple
linear regression analysis model Cobb-Douglas production function.
Based on the results of multiple linear regression analysis it was
obtained by the equation ln Y = 1.270 - 0.702 X1 + 0.399 X2 + 0.147 X3 -
0.251 X4 + 0.303 X5 + 1.003 X6. Classical assumption of multicollinearity test
showed that the correlation between the independent variable had value of p
less was than 0.85 which indicated it did not show multikolinier, classic
heterokedastisitas assumption test of scatterplot result did not show
heterokedastisitas. Regression analysis with the level of α = 0.05 obtained F
value was greater than F tabel (12.431 > 2.34) indicated that all independent
variables simultaneously influence the dependent variable. The coefficient of
commit to user
xiii
the dependent variable on revenues of 58.4% while the remaining amount of
41.6% was influenced by other variables outside the variables which was
studied or included into disturbance's error. Partial regression analysis of the
value ttest > tTable (1.895) which affected the income were cost variable of
forage feed (2.542), cost of medicines (2.019), and parent fees lactation
(4.627)
The conclusion drawn from the results of this study was that average
net income of dairy farmers in Musuk Boyolali was Rp. 8,877,519.52 per year
with an average ownership of three lactation cows, and forage feed cost
factors (X2), the cost of drugs (X3) and lactation cost of the parent (X6) gave
effect on the income of dairy farmers of Musuk Boyolali.
Key words: Analysis of income, dairy cow, Cobb-Douglas Production
commit to user
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Strategi pembangunan peternakan mempunyai prospek yang baik
dimasa depan, karena permintaan terhadap produk yang berasal dari ternak
akan terus meningkat seiring dengan peningkatan jumlah penduduk,
pendapatan dan kesadaran masyarakat untuk mengkonsumsi pangan bergizi
tinggi sebagai pengaruh dari naiknya tingkat pendidikan rata-rata penduduk.
Pembangunan tersebut utamanya di bidang pertanian yang meliputi
pembangunan peternakan, dimana salah satu usaha peternakan yang banyak
dilakukan oleh masyarakat di pedesaan adalah beternak sapi perah dengan
bentuk usaha peternakan rakyat (Santosa, 1997).
Peternakan sapi perah rakyat merupakan suatu kegiatan usaha tingkat
keluarga yang bersifat statis, dengan skala usaha yang kecil dan tanpa
sepenuhnya mengikuti prinsip-prinsip ekonomi. Jenis usaha peternakan rakyat
sering disebut pula sebagai usaha ternak tradisional yang masih memerlukan
pembinaan, pengembangan dan pengawasan dari pemerintah
(Mukhtar, 2006).
Kecamatan Musuk Kabupaten Boyolali merupakan salah satu daerah
yang potensial, karena daerah tersebut mendukung untuk pengembangan
ternak sapi perah yaitu tersedianya pakan hijauan dan daerahnya cocok untuk
dilakukan pemeliharaan sapi perah. Populasi ternak sapi perah di Kabupaten
Boyolali dari tahun 2005 sampai 2009 mengalami peningkatan 1,52% yaitu
58.792 ekor menjadi 59.687 ekor. Peningkatan produksi susunya 22,07% dari
tahun 2005 sampai 2009 yaitu 26.541.286 ltr/tahun menjadi 32.400.000
ltr/tahun (Dinas Peternakan dan Perikanan Kab. Boyolali, 2009).
Berkaitan dengan hal tersebut, perlu alternatif pola pengembangan
peternakan rakyat yang mampu memberikan kontribusi terhadap pendapatan
usaha yang cukup memadai. Usaha peternakan rakyat kedepannya harus
mengarah menuju pengembangan agrobisnis peternakan, sehingga tidak
commit to user
hanya sebagai usaha sampingan tetapi sudah mengarah pada usaha pokok
dalam perekonomian keluarga.
Usaha peternakan sapi perah dapat dihitung melalui analisis
pendapatan. Analisis pendapatan usaha sapi perah perlu dicermati antara
biaya-biaya yang diperhitungkan dan biaya yang tidak diperhitungkan, antara
lain sebagian besar peternak tidak memperhitungkan tenaga dan pakan yang
diperoleh dari hasil lahan milik sendiri. Pendapatan merupakan selisih antara
penerimaan dengan biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi
(Soekartawi, 2003).
B. Perumusan Masalah
Kecamatan Musuk Kabupaten Boyolali merupakan salah satu daerah
yang potensial karena daerah tersebut mendukung untuk pengembangan
ternak sapi perah yaitu tersedianya pakan hijauan dan daerahnya cocok untuk
dilakukan pemeliharaan sapi perah. Usaha ternak sapi perah rakyat masih
merupakan usaha sambilan sehingga perlu dikembangkan, hal tersebut
disebabkan oleh rendahnya permodalan, kurangnya faktor pengetahuan atau
keterampilan peternak. Hal ini sangat mempengaruhi besarnya pendapatan
masyarakat pada daerah tersebut, sehingga perlu diadakan penelitian untuk
menganalisis faktor – faktor produksi yang mempengaruhi pendapatan usaha
ternak sapi perah rakyat di Kecamatan Musuk.
Berdasarkan penelitian yang akan dilakukan maka dapat disusun suatu
rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana kondisi usaha ternak sapi perah rakyat di Kecamatan Musuk
Kabupaten Boyolali ditinjau dari tingkat pendapatan?
2. Apakah faktor biaya pakan konsentrat, biaya pakan hijauan, biaya
obat-obatan, biaya IB, biaya upah tenaga kerja dan biaya sapi laktasi
mempengaruhi tingkat pendapatan usaha peternakan sapi perah di
commit to user
C. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Menentukan pendapatan usaha peternakan sapi perah rakyat di Kecamatan
Musuk Kabupaten Boyolali.
2. Mengetahui pengaruh faktor biaya pakan konsentrat, faktor pakan
hijauan, faktor obat-obatan, faktor IB, faktor upah tenaga kerja dan faktor
sapi laktasi terhadap tingkat pendapatan usaha sapi perah rakyat di
Kecamatan Musuk Kabupaten Boyolali.
D. Kegunaan Penelitian
1. Bagi peneliti, menambah wawasan dan pengetahuan terutama yang
berkaitan dengan topik penelitian serta merupakan salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Peternakan di Universitas Sebelas maret
Surakarta.
2. Bagi peternak dapat menjadi acuan dalam menentukan jumlah kepemilikan
ternak untuk mengembangkan usaha ternak sapi perah guna meningkatkan
pendapatan dengan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi.
3. Bagi Instansi yang terkait khususnya, penelitian ini diharapkan dapat
memberikan informasi di masa mendatang, terutama bagi para pengambil
keputusan dan para pembuat kebijakan yang sesuai dengan kondisi daerah
yang bersangkutan dan dapat menjadi acuan dalam rangka pembangunan
usaha ternak sapi perah di daerah tersebut atau daerah lain.
4. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi bagi
commit to user
II.TINJAUAN PUSTAKA
A. Peternakan Sapi Perah di Indonesia
Bangsa sapi perah yang dipelihara di Indonesia antara lain adalah
Friesian Holstein (FH), Peranakan Friesian Holstein (PFH), dan Sapi Grati.
Sapi Peranakan Friesian Holstein (PFH) merupakan hasil persilangan antara
sapi Friesian Holstein (FH) dengan sapi setempat atau sapi lokal yang ada di
Indonesia. Tersebarnya sapi FH dibeberapa daerah di Indonesia khususnya
pulau Jawa menyebabkan terjadinya perkawinan secara tidak terencana antara
sapi FH dengan sapi lokal dan menghasilkan keturunan yang disebut
Peranakan Friesian Holstein (PFH) (Soetarno, 2003).
Ciri-ciri sapi PFH yaitu memiliki kepala agak panjang, mulut lebar,
lubang hidung terbuka luas, ukuran tubuh besar, pinggang sedang, dan telinga
sedang. Sapi PFH terkenal dengan produksi susu yang cukup tinggi tetapi
masih lebih rendah dibandingkan dengan sapi FH (Pane, 1993).
Kemampuan berproduksi susu sapi perah Friesian Holstein dapat
mencapai lebih dari 6.000 kg perlaktasi dengan kadar lemak susu rata-rata
3,6%. Standar bobot betina dewasa berkisar antara 570 - 730 kg, sedangkan
produksi susu sapi PFH sebelum tahun 1979 sekitar 1.800 - 2.000 kg/laktasi
dengan panjang laktasi rata-rata kurang dari 10 bulan (Siregar, 1992).
Pemusatan daerah pemeliharaan sapi-sapi PFH di Jawa dibagi menjadi
dua daerah, yaitu daerah rendah yang mempunyai ketinggian sampai 300 m
diatas permukaan laut (dpl) dengan temperatur harian rata-rata 280C - 350C,
kelembaban relatif 75% dan curah hujan 1800 - 2000 mm. Daerah tinggi
mempunyai ketinggian lebih dari 750 m di atas permukaan laut dengan
temperatur harian rata-rata 160C - 230C, kelembaban relatif 70% dan curah
hujan 1.800 mm (Paggi dan Suharsono, 1978 cit. Hardjosubroto, 1980).
Pola usaha peternakan di Indonesia secara umum dapat
dikelompokkan ke dalam tiga kategori ditinjau dari pelakunya, yaitu: 1)
dikelola oleh petani secara tradisional, 2) diusahakan secara komersial oleh
perusahaan besar, dan 3) diusahakan oleh sistem inti-plasma. Peternakan di
commit to user
Indonesia didominasi oleh usaha rumah tangga yang dikelola secara
tradisional sebesar 99,70% dan sisanya sebesar 0,30% diusahakan oleh
perusahaan berskala besar. Hal tersebut dapat dipertimbangkan dari peran
ternak, tujuan pemeliharaan, produktivitas, efisiensi produksi, serta peran
modal dan investasi dalam usaha ternak (Soedjana, 2005).
B. Peran Ternak Sapi Perah Dalam Usaha Tani
Indonesia merupakan negara agraris dimana mata pencaharian
penduduknya sebagian besar adalah sektor pertanian. Sektor ini menyediakan
bahan pangan bagi sebagian besar penduduknya dan memberikan lapangan
pekerjaan bagi angkatan kerja yang ada, tetapi dengan menyempitnya lahan
pertanian yang digarap oleh petani mendorong para petani untuk berusaha
meningkatkan pendapatan melalui usaha peternakan. Usaha ternak sapi
merupakan salah satu usaha sampingan bagi para petani (Arbi., P. 2009)
Sektor pertanian secara nasional masih merupakan faktor yang
signifikan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat karena mayoritas
penduduk masih memperoleh pendapatan utamanya di sektor ini. Peternakan
merupakan salah satu sub-sektor yang memiliki peranan cukup penting dalam
memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap perekonomian negara ini
(Siregar, 2009).
Usaha peternakan sapi perah di perlukan manajemen dalam
merencanakan, mengorganisasi dan melaksanakan serta mengevaluasi suatu
proses produksi. Proses produksi ini melibatkan sejumlah orang (tenaga
kerja), bagaimana cara mengelola orang-orang tersebut dalam tingkatan atau
dalam tahapan proses produksi. Faktor manajemen ini banyak dipengaruhi
oleh berbagai aspek, antara lain adalah tingkat pendidikan, tingkat
keterampilan, skala usaha, besar kecilnya kredit, dan macam komoditas
commit to user
C. Pola Usaha Ternak Sapi Perah
Usaha peternakan sapi perah di Indonesia didominasi oleh usaha
ternak sapi perah kecil dan menengah. Peternakan sapi perah di Indonesia
dengan kepemilikan sapi perah kurang dari empat ekor mencapai 80%, dan
selebihnya peternak dengan kepemilikan empat sampai tujuh ekor sapi perah
mencapai 17%, dan peternak skala besar dengan pemilikan lebih dari tujuh
ekor sapi perah sebanyak 3%. Tingkat efisiensi usaha yang rendah, maka
skala kepemilikan ternak tersebut dapat ditingkatkan menjadi tujuh ekor
perpeternak, diharapkan dapat meningkatkan efisiensi usaha sekitar 30%
(Mandaka dan Hutagaol, 2005).
Peternakan sapi perah rakyat mampu memberikan kontribusi terhadap
pendapatan keluarga yang cukup memadai. Kedepannya usaha peternakan
rakyat diupayakan mengarah sesuai perkembangan agrobisnis peternakan,
sehingga tidak hanya sebagai usaha sampingan, tetapi sudah mengarah pada
usaha pokok dalam perekonomian keluarga (Siregar, 2009).
Pengembangan usaha ternak sapi menjadi suatu sistem agrobisnis
yang lebih mengutamakan kesejahteraan. Pengembangan agrobisnis
peternakan rakyat yang tidak terlepas dari usaha tani lainnya, maka
peningkatan skala usaha ternak harus dikombinasikan sebagai faktor produksi
yang dimiliki agar hasil yang diperoleh lebih optimal
(Noferdiman dan Novia, 1992).
D. Aspek Sosial Ekonomi Ternak Sapi Perah
Perhitungan modal usaha dibagi menjadi tiga yaitu biaya investasi,
biaya tetap, dan biaya variabel. Biaya investasi adalah biaya-biaya yang
dikeluarkan untuk investasi tetap seperti pembelian sapi, penyusutan
bangunan (kandang), penyusutan peralatan dan sebagainya. Biaya tetap
adalah biaya yang dikeluarkan relatif tetap untuk setiap periodenya, seperti
pajak, tenaga kerja, administrasi, dan lain sebagainya. Biaya variabel adalah
biaya-biaya yang diperlukan untuk pembelian input produksi yang nilainya
commit to user
misalnya biaya pakan konsentrat, biaya pakan hijauan, listrik, tenaga kerja,
IB, kesehatan hewan, peralatan habis pakai dalam jangka kurang dari setahun.
Jumlah seluruh biaya investasi, biaya tetap, dan biaya variabel diperoleh total
biaya secara keseluruhan (Firman A, 2010).
Penerimaan usaha tani ternak adalah pendapatan yang berasal dari
kegiatan usaha setiap tahunnya. Menurut Mahekam dan Malcom (1991) ada
lima sumber umum atau kategori penerimaan usaha tani ternak, diantaranya
adalah:
a) Penjualan produksi tanaman, ternak dan hasil-hasil ternak
b) Produksi-produksi usaha tani ternak yang dikonsumsi oleh keluarga petani
ternak.
c) Sisa hasil usaha (SHU) dari koperasi, kelompok tani dimana petani
tersebut menjadi anggota
d) Pendapatan non uang tunai yang berasal dari perubahan investasi
e) Pekerjaan-pekerjaan di luar usaha tani ternak (seperti bagi hasil, kontrak
atau bekerja sebagai buruh kota).
Penerimaan peternak dari usaha pengembangan sapi perah selama
masa laktasi yaitu berasal dari hasil penjualan susu yang diperoleh dari
perkalian antara jumlah susu selama masa laktasi dengan harga susu.
Penerimaan lainnya diperoleh dari penjualan pedet dan penjualan pupuk
kandang (Nuraeni dan Purwanta, 2006).
E. Analisis Pendapatan
Pendapatan usaha ternak sapi perah merupakan selisih antara
penerimaan dengan biaya yang dikeluarkan dalam usaha peternakan.
Komponen penerimaan dalam usaha ternak sapi perah meliputi penjualan
susu, penjualan pedet, dan penjualan kotoran. Pendapatan dari usaha ternak
sapi perah ditentukan dengan produksi susu sebesar 56,79%, karena susu
merupakan produk utama dari usaha ternak sapi perah. Penerimaan dari hasil
penjualan pedet dan kotoran ternak merupakan penerimaan sampingan yang
commit to user
pakan, biaya penyusutan, biaya obat-obatan, dan biaya IB
(Gayatri et al., 2005).
Faktor yang terkait dengan ekonomi produksi sapi perah yaitu faktor
biaya. Biaya terbagi atas empat bagian yaitu biaya investasi, biaya produksi,
biaya operasional, dan biaya non operasional. Biaya investasi atau biaya tetap
(fixed cost) adalah biaya yang digunakan untuk investasi jangka panjang
untuk pembelian lahan, bangunan, peralatan dan mesin, kendaraan, serta
kegiatan lainya yang sifatnya jangka panjang. Biaya produksi atau biaya
variabel (variable cost) adalah biaya yang digunakan untuk kegiatan produksi
dan sangat tergantung pada jumlah produksi dan harga yang berlaku. Biaya
operasional adalah biaya yang dikeluarkan untuk menunjang kegiatan
produksi, seperti biaya tenaga kerja, listrik, telepon, dan sebagainya. Biaya
non operasional adalah biaya yang dikeluarkan untuk pembayaran pinjaman
termasuk bunganya, depresiasi, serta pajak perusahaan. Total biaya
keseluruhan tersebut disebut dengan total biaya (Firman A, 2010).
Rendahnya tingkat pendapatan peternak disebabkan oleh keterbatasan
modal untuk menambah jumlah ternak. Pemanfaatan fungsi ternak sebagai
tabungan masih dapat menjadi pilihan terbaik berikutnya bagi peternak,
terutama yang dihadapkan kepada keterbatasan tenaga kerja. Memelihara
ternak sebagai tabungan dimotivasi oleh kenyataan bahwa ternak dapat
dikonversikan menjadi uang tunai setiap saat. Peternak cukup puas dan dapat
menerima tingkat pendapatan apa adanya sebagai refleksi dari tingkat
produktivitas yang rendah (Soedjana, 2005).
F. Faktor Produksi Usaha Peternakan
Lipsey et al. (1989) menyatakan bahwa faktor produksi adalah sumber
daya yang digunakan untuk memproduksi barang atau jasa yang dibutuhkan
manusia yang terdiri dari: (1). sumber daya alam seperti tanah atau lahan,
hutan dan barang-barang tambang, (2). sumber daya manusia termasuk
kemampuan berpikir dan fisiknya, dan (3). semua alat-alat buatan manusia
commit to user
Ditambahkan oleh Mahekam dan Malcom (1991) bahwa sumber daya
(faktor-faktor produksi) pada usaha tani ternak terdiri dari lahan, tenaga kerja dan
modal. Sumber daya utama yang biasanya dimiliki petani ternak adalah uang,
tenaga, peralatan, alat-alat usaha tani lainnya dan sebuah rumah atau gudang.
Faktor produksi disebut juga dengan “korbanan produksi,” karena
faktor produksi tersebut “dikorbankan” untuk menghasilkan produksi. Faktor
produksi disebut juga dengan input. Macam faktor produksi atau input ini
berdasarkan jumlah dan kualitasnya perlu diketahui oleh produsen. Suatu
produk yang akan dihasilkan diperlukan pengetahuan antara hubungan antara
faktor produksi (input) dan produksi (output) (Soekartawi, 2003).
Menurut Hernanto (1995) faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam
usaha tani ternak antara lain: pengelola, lahan, tenaga kerja, modal, tingkat
teknologi, kemampuan petani ternak mengalokasikan penerimaan keluarga
dan jumlah anggota keluarga. Faktor penghambat berkembangannya
peternakan pada suatu daerah dapat berasal dari faktor-faktor tofografi, iklim,
keadaan sosial, tersedianya pakan hijauan, dan faktor pengalaman yang
dimiliki peternakan masyarakat sangat menentukan perkembangan
peternakan di daerah itu (Siregar, 2009).
G. Fungsi Produksi Cobb-Douglas
Fungsi Cobb-Douglas adalah suatu fungsi atau persamaan yang
melibatkan dua atau lebih variabel, dimana variabel satu disebut dengan
dependent variabel (Y) dan variabel lain disebut independent variabel (X).
Hubungan antara Y dan X dapat diselesaikan dengan cara regresi dimana
variasi Y akan dipengaruhi variasi X, maka garis regresi berlaku dalam
penyelesaian fungsi Cobb-Douglas (Soekartawi, 2003)
Kelemahan- kelemahan fungsi Cobb Douglas ini, antara lain :
1. Spesifikasi variabel yang keliru dapat menyebabkan nilai elastisitas
produksi yang diperoleh negatif atau nilainya terlalu besar atau kecil.
Spesifikasi ini akan menimbulkan terjadinya multikolinearitas pada
commit to user
2. Kesalahan pengukuran variabel, hal ini terjadi bila data kurang valid
sehingga menyebabkan besaran elastisitas produksi yang terlalu besar atau
kecil.
3. Bias terhadap variabel manajemen. Faktor manajemen merupakan faktor
penting untuk meningkatkan produksi karena berhubungan langsung
dengan variabel terikat seperti manajemen penggunaan faktor produksi
yang akan mendorong besaran elastisitas tehnik dari fungsi produksi ke
arah atas. Manajemen ini berhubungan dengan pengambilan keputusan
dalam pengalokasian variabel input dan kadang sulit diukur dalam
pendugaan fungsi Cobb Douglas.
4. Multikolinearitas, dalam fungsi ini sulit dihindarkan meskipun telah
diusahakan agar besaran korelasi antara variabel indipenden tidak terlalu
tinggi seperti memperbaiki spesifikasi variabel yang dipakai
commit to user HIPOTESIS
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini sebagai berikut:
1. Kondisi usaha sapi perah rakyat di Kecamatan Musuk Kabupaten Boyolali
menguntungkan ditinjau dari tingkat pendapatan peternak.
2. Faktor biaya pakan konsentrat, biaya pakan hijauan, biaya obat-obatan, biaya
IB, biaya upah tenaga kerja dan biaya sapi laktasi berpengaruh terhadap
pendapatan usaha sapi perah rakyat di Kecamatan Musuk Kabupaten Boyolali.
commit to user
III. MATERI DAN METODE
A. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini telah dilaksanakan mulai bulan Juli sampai Agustus 2010 di
Kecamatan Musuk Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah. Pengambilan sampel
penelitian ini ditentukan secara purposive sampling dengan memperhatikan
alasan daerah tersebut memiliki populasi ternak sapi perah yang tinggi.
B. Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif, yaitu memusatkan
perhatian pada pemecahan masalah yang ada pada masa sekarang dan
bertolak dari data yang dikumpulkan, dianalisis dan disimpulkan dalam
konteks teori hasil penelitian terdahulu (Surakhamad, 1994).
Pelaksanaan penelitian menggunakan metode survei terhadap para
peternak yang memiliki minimal satu ekor sapi perah laktasi yang telah
dipelihara minimal satu tahun di Kecamatan Musuk Kabupaten Boyolali.
Penelitian survei merupakan penelitian yang mengambil sampel dari satu
populasi dan menggunakan kuisioner sebagai alat pengumpulan data yang
pokok (Surakhamad, 1994).
Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap yaitu tahap prasurvei dan tahap
survei. Tahap pra survei dilakukan untuk menentukan lokasi penelitian dan
menentukan responden. Tahap survei bertujuan untuk mendapatkan data primer
dan sekunder melalui wawancara langsung dengan responden.
C. Teknik Penentuan Sampel
1. Metode Penentuan Lokasi
Metode penentuan lokasi penelitian ditentukan secara sengaja di
tiga desa yaitu Sukorejo, Jemowo, dan Dragan dengan pertimbangan
bahwa di lokasi tersebut memiliki populasi ternak sapi perah tinggi,
sedang dan rendah. Jumlah populasi Sapi Perah di Kecamatan Musuk
dapat dilihat pada Tabel 1.
commit to user
Sumber : Dinas Peternakan Musuk, 2010
2. Metode Pengambilan Sampel
Metode pengambilan sampel peternak ditentukan secara sengaja
(purposive sampling). Purposive sampling yaitu cara pengambilan sampel
dengan maksud atau tujuan tertentu. Seseorang atau sesuatu diambil
sebagai sampel karena peneliti menganggap bahwa seseorang atau sesuatu
tersebut memiliki informasi yang diperlukan bagi penelitiannya
(Sunyoto, 2009).
Cara pengambilan sampel yaitu dipilih peternak yang memiliki
ternak sapi perah minimal satu ekor sapi laktasi dan sudah dipelihara
selama satu tahun. Jumlah sampel yang diambil dalam penelitian ini
adalah 60 responden dengan pengambilan secara proporsional pada setiap
commit to user
Pengambilan sampel bagi masing-masing desa dilaksanakan secara
proporsional dengan menggunakan rumus:
100
x N Nk Ni=
Dimana:
Ni : Jumlah sampel peternak sapi perah pada desa ke-i.
Nk : Jumlah peternak sapi perah dari masing-masing desa.
N : Jumlah peternak sapi perah dari semua desa.
(Singarimbun dan Effendi, 1995).
D. Jenis dan Sumber Data
1. Data primer, yaitu data yang diperoleh dari wawancara langsung dengan
responden dan menggunakan kuesioner tentang identitas peternak, biaya
faktor-faktor produksi, dan penerimaan usaha peternakan.
2. Data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari kantor, instansi dalam hal ini
adalah Dinas Peternakan Musuk Kabupaten Boyolali.
E. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang dipergunakan dalam penelitian ini
adalah :
1. Wawancara, yaitu mengadakan tatap muka langsung dengan responden
untuk mengumpulkan data yang diperlukan dengan menggunakan
kuesioner.
2. Pencatatan, yaitu metode pengumpulan data dengan mencatat berbagai
commit to user
F. Variabel Penelitian
Variabel dalam penelitian ini meliputi:
1. Tingkat pendapatan (π) merupakan selisih antara penerimaan dengan biaya
input tidak tetap. Pendapatan dihitung antara selisih hasil penjualan
dengan total biaya yang telah dinormalkan dengan tingkat harga output.
2. Biaya pakan konsentrat (X1) merupakan jumlah biaya yang dikeluarkan
guna keperluan pembelian pakan dalam satu masa usaha peternakan sapi
perah yang di normalkan dengan harga output. Biaya pakan konsentrat
yaitu harga pakan konsentrat yang telah dinormalkan dengan harga output.
3. Biaya pakan hijauan (X2) merupakan jumlah biaya yang dikeluarkan guna
keperluan pembelian pakan dalam satu masa usaha peternakan sapi perah
yang dinormalkan dengan harga output. Biaya pakan hijauan yaitu harga
pakan hijauan yang telah dinormalkan dengan harga output.
4. Biaya obat (X3) merupakan jumlah biaya yang dikeluarkan guna keperluan
pembelian obat-obatan dalam satu masa usaha peternakan sapi perah yang
dinormalkan dengan harga output. Biaya obat yaitu harga obat - obatan
yang telah dinormalkan dengan harga output.
5. Biaya IB (X4) merupakan jumlah biaya yang dikeluarkan guna keperluan
mengawinkan ternak secara inseminasi buatan dalam satu masa usaha
peternakan sapi perah yang dinormalkan dengan harga output. Biaya IB
yaitu harga berapa kali ternak dikawinkan dengan IB yang telah
dinormalkan dengan harga output.
6. Biaya tenaga kerja (X5) biaya rata-rata tenaga kerja yang dikeluarkan oleh
peternak yang dinyatakan dalam rupiah per satu masa usaha peternakan
sapi perah dibagi dengan harga output, diukur dalam satuan rupiah. Biaya
tenaga kerja yaitu harga yang dibayar berdasar jumlah tenaga kerja setelah
dinormalkan dengan harga output.
7. Biaya sapi laktasi (X6) merupakan jumlah biaya yang dikeluarkan guna
keperluan sapi laktasi dalam satu masa usaha peternakan sapi perah yang
dinormalkan dengan harga output. Biaya sapi laktasi dihitung setelah
commit to user
G. Definisi Operasional
1. Pendapatan adalah total semua pemasukan dikurangi semua biaya yang
dikeluarkan.
2. Sapi perah adalah ternak sapi yang mempunyai tujuan utama memproduksi
susu.
3. Model regresi linier berganda adalah model regresi yang digunakan untuk
membuat hubungan antara satu variabel terikat dan beberapa variabel
bebas.
4. Analisis pendapatan berguna untuk mengetahui pendapatan yang diperoleh
dalam satu periode tertentu.
5. Investasi merupakan nilai kandang, peralatan, dan nilai ternak.
6. Total penerimaan pada usaha sapi perah meliputi penerimaan dari
penjualan susu, penjualan pedet, dan penjualan pupuk kandang.
7. Total biaya produksi meliputi biaya tetap yaitu biaya penyusutan (kandang
dan peralatan), dan biaya variabel meliputi biaya pakan konsentrat, biaya
pakan hijauan, biaya upah tenaga kerja, biaya obat-obatan, dan biaya
Inseminasi Buatan (IB) dihitung pertahun.
8. Pendapatan bersih usaha ternak sapi merupakan selisih antara penerimaan
usaha ternak pertahun dengan biaya produksi pertahun (Siregar, 2009).
H. Metode Analisis Data
1. Analisis data hipotesis pertama
Data dianalisis dengan menggunakan metode analisis pendapatan.
Pendapatan dapat dihitung dengan rumus:
Keterangan : π = Pendapatan
TR = Total penerimaan
TC = Total biaya (Soekartawi, 2003).
2. Analisis hipotesis kedua
Faktor produksi dianalisis dengan model Pendekatan Teknik
Ekonometri menggunakan analisis regresi linier berganda model fungsi
commit to user
produksi Cobb Douglas (alat bantu Software Eviews 7), dengan model
penduga sebagai berikut:
lnY = β0 + β 1 lnX1 + β 2 lnX2 + β 3 lnX3 + β 4 lnX4 + β 5 lnX5 + β 6 lnX6 + u
Keterangan :
Ln Y = Tingkat pendapatan peternak (Y) dipengaruhi berbagai faktor
produksi dalam memelihara sapi perah.
β0 = Koefisien intercept (konstanta)
X1 = Biaya pakan konsentrat (rupiah)
X2 = Biaya pakan hijauan(rupiah)
X3 = Biaya obat-obatan (rupiah)
X4 = Biaya IB (rupiah)
X5 = Biaya tenaga kerja (rupiah)
X6 = Biaya sapi laktasi (rupiah)
u = Kesalahan (disturbance term)
β 1,β 2,β 3,β 4,β 5,β 6 = Koefisien regresi (Widarjono, 2007).
Koefisien didapatkan dari masing-masing variabel, selanjutnya
dilakukan uji asumsi klasik untuk menguji apakah model penelitian ini
dapat digunakan atau tidak sehingga akan menghasilkan koefisien regresi
yang tidak bias, dan uji statistik yang menentukan tingkat signifikannya.
a. Uji asumsi klasik
Menurut Gujarati (1999), uji asumsi klasik untuk mencari koefisien
regresi dengan metode kuadrat terkecil (OLS = Ordinary least Square)
yang bertujuan untuk melihat apakah regresi bermasalah atau tidak
sehingga akan menghasilkan koefisien regresi yang tidak bias. Perolehan
koefisien regresi linier yang terbaik tidak bias harus dipenuhi beberapa
asumsi klasik. Pelanggaran terhadap asumsi-asumsi klasik tersebut dapat
diketahui melalui pengujian terhadap gejala multikolinieritas dan
heteroskedastisitas.
1) Uji asumsi klasik multikolinieritas
Multilinieritas tidak terjadi jika koefisien korelasi antar
commit to user
gejala multilinieritas, tetapi jika r2< R2 maka model tersebut
mengandung masalah multilinieritas (Widarjono, 2007).
2) Uji asumsi klasik heterokedastisitas
Persamaan regresi berganda perlu diuji mengenai sama atau
tidak varians dari residual dari observasi yang satu dengan observasi
yang lain. Residual yang mempunyai varians yang sama disebut terjadi
homoskedastisitas.
Homoskedastisitas terjadi pada scatterplot titik–titik hasil
pengolahan data menyebar dibawah atau diatas titik origin (angka 0)
pada sumbu Y tidak mempunyai pola yang teratur. Homoskedastisitas
terjadi jika pada scatterplot titik – titiknya mempunyai pola yang
teratur, baik menyempit, melebar maupun bergelombang–gelombang
(Sunyoto, 2009).
b. Uji Statistik
1) Uji F (Fisher test)
Uji F digunakan untuk mengetahui pengaruh independent
variable secara bersama-sama terhadap dependent variable secara
signifikan atau tidak. Prosedurnya sebagai berikut (Gujarati, 1999).
a) Tingkat keyakinan (level of signifinance) a = 0.05
b) Kriteria Pengujian
F tabel = Fa; n-k;k-1
Ho diterima apabila F tabel ≤ Fa;K-1;K (n-1)
Ho ditolak apabila F tabel> Fa;K-1;K (n-1)
c) Menentukan F hitung
Koefisien Determinasi R2 digunakan untuk menunjukkan
sampai seberapa besar variansi independent variable yang dapat
commit to user
R2 Adjusment =
K -N
1 -N ) R -(1
1 2
Keterangan : K = Banyaknya parameter dalam model, termasuk
unsurintersep
N = Banyaknya observasi (Gujarati, 1999).
3) Uji t
Uji t digunakan untuk menguji signifikan pengaruh masing–
masing variabel independen. Langkah-langkah uji t sebagai berbagai
berikut:
a) Ho : bI = 0 (tidak signifikan)
Ha : bi > 0 (signifikan)
b) Nilai t tabel = ta (N – K) 2
a = Derajat signifikan
N = Jumlah data diobservasi
K = Jumlah parameter dalam model termasuk intersep
c) Kesimpulan
t hitung > t tabel maka Ho ditolak atau menerima Ha yang
berarti signifikan.
t hitung < t tabel, maka Ho diterima berarti tidak signifikan
commit to user
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Kondisi Umum Kecamatan Musuk Kab. Boyolali
Wilayah Kabupaten Boyolali sangat potensial untuk usaha dibidang
peternakan terutama ternak sapi perah, karena memiliki populasi yang cukup
tinggi. Kabupaten Boyolali memiliki luas wilayah 101.510.0965 ha atau 4,5
% dari luas Propinsi Jawa Tengah. Wilayah Boyolali terletak antara 1100 22’
BT – 1100 50’ BT dan 70 36’ LS – 70 71’LS dengan ketinggian antara 100 -
1.500 meter dibawah permukaan laut (dpl). Curah hujan rata-rata wilayah
Kabupaten Boyolali sekitar 2000 mm/tahun.
Kecamatan Musuk merupakan salah satu dari 19 Kecamatan yang ada
di Kabupaten Boyolali, dengan batas-batas wilayah sebagai berikut :
- Sebelah utara : Kecamatan Cepogo
- Sebelah timur : Kecamatan Mojosongo
- Sebelah selatan : Kabupaten Klaten
- Sebelah barat : Propinsi D.I. Yogyakarta
(Dinas Peternakan dan Perikanan Kab. Boyolali, 2010).
Letak Kecamatan Musuk dari Kabupaten Boyolali kurang lebih 5 km
ke arah utara. Topografi Kecamatan Musuk merupakan wilayah pegunungan
yaitu terletak pada bagian tengah, tepatnya sebelah timur dari kawasan
Gunung Merapi dan Gunung Merbabu. Lereng bagian atas adalah wilayah
Kecamatan Selo, sedangkan lereng bagian kaki gunung wilayah kecamatan
kota Boyolali. Kecamatan Musuk memiliki ketinggian rata-rata 700 meter
dibawah permukaan laut (dpl), dengan suhu udara antara 180C - 330C, sesuai
untuk pemeliharaan sapi perah yaitu pada suhu 160C-350C
(Paggi dan Suharsono, 1978 cit. Hardjosubroto, 1980).
Luas areal Kecamatan Musuk adalah sebesar 6.504,1391 ha. Distribusi
penggunaan tanah di Kecamatan Musuk dicantumkan pada Tabel 2.
commit to user
Tabel 2. Distribusi penggunaan tanah di Kecamatan Musuk.
No. Jenis penggunaan tanah Luas tanah (ha) Persentase (%)
Sumber :Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Boyolali, 2010
B. Karakteristik Peternak
Setiap rumah tangga peternak memiliki karakteristik berbeda-beda yang
mengambarkan tingkat kemampuan masing-masing rumah tangga peternak.
Unsur-unsur karakteristik yang dikumpulkan dari peternakantara lain umur,
tingkat pendidikan, pengalaman beternak dan pekerjaan utama.
a. Umur peternak
Umur peternak sangat berpengaruh terhadap kinerja suatu
peternakan sapi perah. Karakteristik umur peternak di Kecamatan Musuk
dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3.Umur peternak di Kecamatan Musuk Kabupaten Boyolali.
No. Umur peternak Jumlah (orang) Prosentase (%)
Sumber : Data primer terolah, 2010
Menurut Arsyad (1999) umur produktif adalah umur antara 15 tahun
sampai dengan 64 tahun, sedang umur dibawah 15 dan 64 tahun termasuk
dalam umur non produktif. Hasil penelitian peternak sapi perah paling
banyak umur 36-56 tahun sebanyak 61,67% yang berarti peternak
tergolong dalam umur produktif sehingga masih dapat ditingkatkan
pengetahuan dan keterampilan dengan cara memberi inovasi baru dibidang
peternakan.
Menurut Setiana (2000), pada umur produktif mempunyai kondisi
commit to user
Umur produktif memiliki kondisi emosional relatif stabil sehingga mudah
menerima pengarahan atau inovasi dari pihak-pihak yang lebih menguasai
hal tersebut dan didukung oleh adanya dorongan yang cukup untuk
memperoleh pengalaman pada umur itu.
Umur produktif manusia memiliki kemampuan untuk berpikir kreatif
dan dapat menambah daya kerja dalam meningkatkan produktifitas. Lebih
lanjut dijelaskan dalam kisaran umur bagi seseorang dapat melakukan
segala sesuatu dengan berpikir panjang lebih dahulu dan pada usia yang
masih muda mereka memiliki kondisi fisik yang lebih baik dari pada
golongan tua, sehingga potensi umur dalam hal ini dapat mempengaruhi
kelangsungan usaha.
b. Tingkat pendidikan peternak
Pendidikan mempunyai peranan penting bagi suatu bangsa yang
merupakan sarana untuk meningkatkan kecerdasan dan keterampilan
bangsa. Kualitas sumberdaya manusia sangat tergantung pada kualitas
pendidikan. Menurut Prayitno dan Susanto (1996) menyatakan bahwa
tujuan dari pendidikan adalah untuk mengembangkan sumberdaya
manusia. Pengembangan sumberdaya manusia yang bertumpu pada
pendidikan ini, pada dasarnya untuk meningkatkan kinerja manusia.
Tingkat pendidikan peternak sapi perah dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Pendidikan peternak sapi perahdi Kecamatan Musuk Kabupaten Boyolali.
No Pendidikan peternak Jumlah (orang) Prosentase (%)
1
Sumber : Data primer terolah, 2010
Ditinjau dari segi pendidikan formal yang pernah ditempuh tingkat
pendidikan responden terbanyak 41,66% hanya tamat SD, hal ini
commit to user
diungkapkan oleh peternak tidak melanjutkan sekolah ke jenjang yang
lebih tinggi adalah masalah ekonomi. Tingkat pendidikan berpengaruh
terhadap penyerapan informasi dan pengetahuan serta cara berfikir
peternak. Tingkat pendidikan peternak yang masih rendah kemungkinan
akan mengalami kesulitan dalam mengadopsi inovasi. Melalui pendidikan
peternak mempunyai pengetahuan, ketrampilan dan inovasi baru dalam
melakukan kegiatan usaha sehingga dengan pendidikan yang lebih tinggi
hasil juga akan lebih baik (Mosher 1987 cit. Haryanti 2009).
c. Pengalaman beternak
Tingkat pengalaman beternak berkaitan dengan lamanya melakukan
usaha dibidang peternakan. Mosher (1985) menyatakan bahwa lama usaha
merupakan pengalaman yang dapat diambil manfaatnya sehingga dapat
membantu peternak dalam usahanya, karena semakin lama usahanya
semakin banyak pengalaman yang diperoleh peternak. Hasil penelitian
menunjukan bahwa rata-rata pengalaman beternak di Kecamatan Musuk
Kabupaten Boyolali dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Pengalaman beternak sapi perah di Kecamatan Musuk Kabupaten Boyolali.
No. Pengalamana beternak Jumlah (orang) Prosentase (%)
1. 1 – 5 th
Sumber : Data primer terolah, 2010
Hasil penelitian paling banyak peternak beternak selama 11 tahun
lebih, hal tersebut menggambarkan bahwa peternak sudah cukup lama
dalam mengembangkan usaha sapi perah. Pengalaman beternak yang
dimiliki akan menjadikan peternak lebih mandiri dan terampil dalam
pengelolaan usaha ternaknya.
Menurut Fauzia dan Tampubolon (1991) bahwa pengalaman
seseorang dalam beternak sapi perah berpengaruh terhadap penerimaan
inovasi dari luar. Pengalaman diukur dari lamanya peternak itu aktif secara
commit to user
diadakan penelitian. Faktor penghambat berkembangnya peternakan pada
suatu daerah dapat berasal dari faktor topografi, iklim, keadaan sosial,
tersedianya bahan pakan hijauan atau penguat, disamping itu faktor
pengalaman yang dimiliki peternak sangat menentukan perkembangan
peternakan didaerah tersebut.
d. Pekerjaan utama
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pekerjaan utama peternak sapi
perah di Kecamatan Musuk Kabupaten Boyolali dapat dilihat pada Tabel6.
Tabel 6. Pekerjaan utama peternak sapi perah di Kecamatan Musuk Kabupaten Boyolali.
Pekerjaan utama Jumlah (orang) Prosentase (%)
a. PNS
Sumber : Data primer terolah, 2010
Hasil penelitian menunjukan bahwa pekerjaan utama dari responden
adalah sebagai petani sebanyak 80%. Besarnya jumlah responden yang
bermata pencaharian sebagai petani karena di Kecamatan Musuk
mempunyai sumber daya alam yang pokok yaitu tegalan. Beternak hanya
merupakan pekerjaan sampingan, hanya 2 responden yang menjadikan
usaha ternak sapi perah sebagai mata pencaharian utama. Sesuai dengan
pendapat Sabrani (1989) bahwa untuk menghadapi resiko usaha seperti
kegagalan produksi, peternak melakukan usaha sambilan sebagai salah
satu sumber pendapatan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangganya.
Menurut Hermanto (1980) bahwa pertanian dan peternakan saling mengisi
dan berkaitan, peternak dapat memanfaatkan hasil pertanian sebagai
makanan ternak dan dapat memberikan sumbangan pupuk bagi tanaman
pertaniannya.
e. Penggunaan tenaga kerja
Penggunaan tenaga kerja dinyatakan oleh besarnya curahan tenaga
commit to user
efektif yang dipakai. Skala usaha akan mempengaruhi besar kecilnya
berapa tenaga kerja yang dibutuhkan dan menentukan macam tenaga
kerja yang diperlukan (Soekartawi, 1987).
Tabel 7. Rata-rata pengunaan tenaga kerja usaha ternak sapi perah pertahun di Kecamatan Musuk Kabupaten Boyolali.
No Penggunaan Tenaga Kerja JOK Rupiah
1. Mencari pakan 1,19 1.359.244,79
2. Pemeliharaan 3,09 3.526.432,29
Total 4,28 6.564.935,81
Sumber :Data primer terolah, 2010
Rata-rata penggunaan tenaga kerja total dalam usaha ternak sapi
perah adalah 4,28 JKO/th dalam rupiah sebesar 6.564.935,81. Hasil
perhitungan jenis pekerjaan yang paling banyak digunakan adalah untuk
pemeliharaan (memberi pakan, memandikan, membersihkan kandang,
dan memerah) sebesar Rp. 3.526.432,29 (3,09 JKO/th). Penggunaan
tenaga kerja untuk mencari pakan adalah kegiatan mencari pakan hijauan
yaitu sebesar Rp. 1.359.244,79 (1,19 JKO/th). Rata-rata tenaga kerja
yang dibutuhkan untuk mencari pakan relatif kecil karena mudah mencari
rumput dan tersedia di ladang para peternak.
C. Tata Laksana Pemeliharaan Sapi Perah
Jenis sapi perah yang dipelihara oleh peternak responden adalah
Peranakan Friesian Holstein (PFH). Umumnya sistem pemeliharaan sapi
di Kecamatan Musuk sudah bersifat intensif dimana ternak tidak lagi
digembalakan. Sesuai pendapat Siregar (1995), menyatakan bahwa
hampir seluruh hidupnya sapi perah berada dalam kandang, hanya
kadang-kadang saja sapi perah dibawa keluar kandang.
Lokasi kandang ternak pada umumnya berada dibelakang rumah
pemilik ternak, sehingga memudahkan peternak mengontrol ternaknya.
Tipe kandang pada umumnya adalah tipe kandang tunggal (single stall).
Atap kandang yang digunakan peternak responden pada umumnya adalah
commit to user
peternak telah sesuai karena mempunyai sifat mudah menyerap panas
sehingga suhu kandang pada siang hari tidak terlalu panas. Lantai
kandang pada umumnya terbuat dari semen dan ada beberapa yang
dilapisi karet, sesuai pendapat Mulyana (1992) yang menyatakan bahwa
lantai kandang yang terbuat dari semen berguna agar alas kandang tetap
kering dan tidak menyebabkan sapi mudah terserang penyakit. Tempat
pakan dan minum umumnya terbuat dari bahan semen dan ember yang
diletakkan di depan ternak sehingga memudahkan ternak dalam
mengkonsumsi. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan peternak sapi perah
yang terdapat didaerah penelitian adalah sebagai berikut:
a. Pemberian pakan dan minum
Pemberian pakan dan minum ternak didaerah penelitian dilakukan
oleh peternak sendiri. Pakan yang diberikan peternak untuk sapinya ada
dua macam yaitu hijauan dan konsentrat. Umumnya responden
memberikan pakan hijauan yang berupa rumput-rumputan yang telah
dicacah dengan alat sederhana (arit). Pakan hijauan yang diberikan
berupa rumput gajah (Pennisetum Purpureum), rumput benggala, rumput
lapangan dan terkadang jagung yang didapat dari ladang peternak.
Pemberian pakan hijauan biasanya diberikan dua kali sehari yaitu pagi
dan sore. Pemberian pakan hijauan dalam sehari kurang lebih 40 kg
untuk satu ekor ternak laktasi, dan pemberian pada pedet kurang lebih 4
kg . Pakan konsentrat diberikan dua kali sehari pagi setelah pemerahan
dan sore setelah pemerahan. Jenis pakan konsentrat yaitu bren, bekatul,
ampas tahu dan pakan tambahan (singkong).
Pemberian air minum dilakukan secara adlibitum. Menurut
Soetarno (2003) menyatakan jumlah air yang dibutuhkan oleh sapi perah
bervariasi. Beberapa faktor yang mempengaruhi konsumsi air bagi sapi
adalah umur, berat badan, produksi susu, panas dan kelembaban udara,
commit to user
b. Pemerahan
Pemerahan dilakukan dua kali sehari yaitu pagi sekitar pukul
04.00 WIB dan siang hari sekitar pukul 13.00 WIB. Sebelum dilakukan
pemerahan peternak membersihkan daerah ambingnya dengan air agar
susu tidak tercemar kotoran yang ada di bagian ambing. Produksi susu
rata-rata perharinya 8 liter/ekor, untuk pemerahaan pagi hari kurang lebih
5 liter dan pemerahan sore 3 liter. Harga susu per liter dari peternak
ditentukan oleh koperasi dengan menggunakan standart dari tingginya
kadar lemak dan berat jenis susu yang disetor dengan harga rata-rata
Rp. 2.750,00
c. Pembersihan kandang
Kandang adalah tempat tinggal ternak sehingga kandang menjadi
salah satu faktor penting dalam beternak, dimana kebersihan kandang
dapat menghindarkan ternak dari serangan penyakit. Kandang sangat
berpengaruh terhadap kesehatan sapi terutama faktor kelembaban,
kebecekan, dan sarang lalat yang dapat mengganggu kenyamanan serta
keleluasaan sapi. Letak kandang harus terpisah dari rumah, tetapi pada
kenyataannya didaerah penelitian masih ada beberapa peternak yang
membuat kandangnya menyatu dengan rumah.
Kebersihan kandang di daerah penelitian dilakukan setiap hari
dua kali di pagi hari sebelum pemerahan dan sore hari sebelum
pemerahan dengan menyapu dan membersihkan kotoran ternak. Kotoran
dibersihkan dengan menggunakan sekop yang kemudian diangkat dengan
mengunakan gerobak. Kotoran tersebut dikumpulkan dilubang sementara
biasanya berada dibelakang kandang. Setelah dikumpulkan beberapa saat
kotoran dibawa keladang untuk pupuk tanaman pertaniannya. Hasil
kotoran atau pupuk tidak dijual namun dipakai sendiri karena sebagian
besar masyarakat bermata pencaharian sebagai petani.
d. Pembersihan ternak sapi perah
Tujuan pembersihan ternak sapi adalah untuk mencegah
commit to user
produktivitas ternak menurun. Pembersihan ternak di daerah penelitian
dilakukan dengan memandikan ternak. Kegiatan ini dilakukan apabila
ternak sudah kelihatan kotor. Tidak semua peternak yang ada di daerah
penelitian memandikan ternaknya.
e. Pengendalian penyakit
Serangan penyakit dapat menimbulkan masalah yang
berkepanjangan, seperti menghambat pertumbuhan ternak sehingga dapat
mengurangi keuntungan peternak. Penyakit yang menyerang ternak di
daerah penelitian adalah cacingan, lumpuh dan mastitis, tetapi yang
sering diderita sapi laktasi yaitu mastitis. Penyakit mastitis sering juga
disebut dengan radang ambing yang disebabkan oleh bakteri yang masuk
melalui lubang ambing. Susu yang yang diproduksi menjadi abnormal,
yaitu bila dilakukan uji mastitis terjadi perubahan pada susu tersebut.
Biasanya apabila ternak sakit hal yang pertama kali dilakukan
adalah pengobatan secara tradisional dengan ramuan alami. Peternak
akan memanggil petugas dari Dinas Peternakan atau mantri yang
bertugas di desanya apabila ternak sakit dan tidak bisa ditangani peternak
sendiri. Petugas kesehatan disini biasanya diwakili oleh petugas IB
(inseminasi buatan) untuk memeriksa ternak yang sakit.
f. Kinerja reproduksi
Peternak responden di daerah penelitian dalam mengawinkan
ternaknya memilih cara kawin suntik atau IB (Inseminasi Buatan).
Menurut Toelihere (1981), bagi peternak-peternak kecil yang ada di
Indonesia, penggunaan inseminasi buatan sangat menghemat biaya,
disamping dapat menghindari bahaya dan menghemat tenaga
pemeliharaan pejantan yang belum tentu merupakan pejantan terbaik
untuk diternakkan. Alasan yang dikemukakan responden lebih memilih
kawin IB karena kualitas bibit unggul, efisien, dan anjuran dari dinas.
Biaya sekali IB berkisar Rp. 25.000,00 sampai Rp. 30.000,00.
Tingkat keberhasilan IB sangat dipengaruhi oleh empat faktor
commit to user
lainnya yaitu pemilihan sapi aseptor, pengujian kualitas semen,
ketrampilan inseminator dan akurasi deteksi birahi oleh para peternak
yang merupakan ujung tombak pelaksanaan IB sekaligus sebagai pihak
yang bertanggung jawab terhadap berhasil atau tidaknya program IB
(Hastuti, 2000).
Jumlah pelayanan inseminasi buatan yang dibutuhkan oleh ternak
untuk menghasilkan satu kali kebuntingan atau service per conception
berpengaruh terhadap calving interval. Kisaran S/C dari penelitian yang
dilakukan yaitu sebesar 2 kali. S/C pada sapi perah yang ada dilapangan
sudah cukup baik. Nilai S/C yang baik, berkisar antara 1,6 sampai 2,0.
Makin rendah nilai S/C makin tinggi nilai kesuburan hewan-hewan
betina dalam kelompok tersebut. Sebaliknya makin tinggi nilai S/C,
makin rendah nilai kesuburan kelompok betina tersebut (Toelihere,1981).
Kawin pertama setelah melahirkan atau disebut post partum
mating (PPM) pada sapi perah di daerah penelitian rata-rata 63 hari.
Menurut Djanuar (1985), bagi sapi yang habis beranak, baru bisa
dikawinkan kembali minimal 60 hari sesudah melahirkan. Sebab pada
saat itu jaringan alat reproduksi yang rusak akibat melahirkan telah pulih
kembali.
Menurut Soetarno (2003), peternak dapat mengatur sapi perah
beranak pertama umur sekitar 2-3 tahun, jarak beranak (calving interval)
12 bulan, dengan masa kering 2 bulan dan lama laktasi (pemerahan) 10
bulan. Hasil penelitian didapatkan bahwa calving interval yang ada di
tingkat peternak sudah cukup baik.
D. Analisis Pendapatan (Pengujian Hipotesis I)
a. Investasi
Investasi pada usaha peternakan sapi perah meliputi ternak,
kandang, dan peralatan. Besarnya rata-rata investasi usaha peternakan
commit to user
Tabel 8. Rata-rata investasi usaha sapi perah di Kecamatan Musuk dengan pemilikan induk 3 ekor laktasi
No. Investasi Usaha Jumlah (Rp)
Sumber : Data primer terolah, 2010
Menurut Teken dan Asnawawi (1977), investasi adalah modal
yang tidak habis pakai dalam satu periode produksi sehingga
memerlukan perawatan agar dapat berdaya guna dalam jangka waktu
yang lama. Investasi paling besar untuk pembelian ternak sapi yang
masih produktif atau sedang laktasi yaitu rata-rata sebesar Rp.
22.633.333,33. Investasi untuk kandang merupakan nilai awal untuk
pembangunan kandang yaitu sebesar 10.733.333,33. Peralatan yang
digunakan dalam usaha sapi perah juga merupakan nilai investasi
karena dibeli di awal usaha tersebut berdiri. Besarnya rata–rata investasi
untuk peralatan yaitu Rp. 89.833,33.
b. Biaya produksi
Biaya produksi dibagi menjadi dua yaitu biaya tetap (fixed cost)
dan biaya tidak tetap (variable cost). Biaya tetap adalah biaya yang
relatif tetap jumlahnya dan terus dikeluarkan walaupun produksi yang
dihasilkan banyak atau sedikit. Jadi besarnya biaya tetap tidak
tergantung pada besar kecilnya produksi yang diperoleh. Biaya tidak
tetap adalah biaya yang besar kecilnya dipengaruhi oleh produksi yang
diperoleh yaitu biaya untuk sarana produksi (pakan, obat, IB, biaya
tenaga kerja dan biaya air). Biaya produksi ternak sapi perah meliputi
biaya tetap yakni biaya penyusutan (kandang dan peralatan) dan biaya
tidak tetap meliputi biaya bahan pakan, biaya tenaga kerja, obat-obatan,
commit to user
Tabel 9. Rata-rata biaya produksi usaha sapi perah pertahun di Kecamatan Musuk
Kriteria Biaya Jumlah (Rp)
a. Biaya tetap
Sumber : Data primer terolah, 2010
Biaya penyusutan kandang dihitung berdasarkan nilai kandang
ternak sapi perah bervariasi tergantung pada bahan yang digunakan
dan ukuran kandangnya. Bahan yang digunakan untuk pembuatan
kandang sapi pada usaha ternak sapi perah adalah beton, papan kayu
atau bambu dan tembok untuk bagian dinding, seng dan genting untuk
bagian atap, dan pada lantai ada yang menggunakan semen dan ada
juga langsung ketanah. Peternak lebih banyak mendapatkan bahan–
bahan dari alam sekitar. Ini mengakibatkan biaya kandang dapat
ditekan lebih murah. Biaya penyusutan kandang sapi per unit yang
dimiliki peternak dengan rata–rata sebesar Rp. 156.759,55. Biaya
penyusutan kandang yang dikeluarkan ditentukan oleh luas kandang
yang dimiliki peternak dan juga umur teknis atau masa pakai kandang
tersebut.
Peralatan yang digunakan pada usaha ternak sapi responden
meliputi ember, serok dan milkcan. Harga ember antara Rp. 5.000,00
sampai Rp. 7.500,00 sedangkan harga serok antara Rp. 5.000 sampai
Rp. 8.000,00 dan harga milkcan rata-rata Rp. 135.000,00. Biaya
penyusutan peralatan yang dikeluarkan ditentukan oleh banyaknya