• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jenis sapi perah yang dipelihara oleh peternak responden adalah

Peranakan Friesian Holstein (PFH). Umumnya sistem pemeliharaan sapi

di Kecamatan Musuk sudah bersifat intensif dimana ternak tidak lagi digembalakan. Sesuai pendapat Siregar (1995), menyatakan bahwa hampir seluruh hidupnya sapi perah berada dalam kandang, hanya kadang-kadang saja sapi perah dibawa keluar kandang.

Lokasi kandang ternak pada umumnya berada dibelakang rumah pemilik ternak, sehingga memudahkan peternak mengontrol ternaknya. Tipe kandang pada umumnya adalah tipe kandang tunggal (single stall). Atap kandang yang digunakan peternak responden pada umumnya adalah genting dan asbes gelombang. Bahan-bahan untuk atap yang digunakan

commit to user

peternak telah sesuai karena mempunyai sifat mudah menyerap panas sehingga suhu kandang pada siang hari tidak terlalu panas. Lantai kandang pada umumnya terbuat dari semen dan ada beberapa yang dilapisi karet, sesuai pendapat Mulyana (1992) yang menyatakan bahwa lantai kandang yang terbuat dari semen berguna agar alas kandang tetap kering dan tidak menyebabkan sapi mudah terserang penyakit. Tempat pakan dan minum umumnya terbuat dari bahan semen dan ember yang diletakkan di depan ternak sehingga memudahkan ternak dalam mengkonsumsi. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan peternak sapi perah yang terdapat didaerah penelitian adalah sebagai berikut:

a. Pemberian pakan dan minum

Pemberian pakan dan minum ternak didaerah penelitian dilakukan oleh peternak sendiri. Pakan yang diberikan peternak untuk sapinya ada dua macam yaitu hijauan dan konsentrat. Umumnya responden memberikan pakan hijauan yang berupa rumput-rumputan yang telah dicacah dengan alat sederhana (arit). Pakan hijauan yang diberikan

berupa rumput gajah (Pennisetum Purpureum), rumput benggala, rumput

lapangan dan terkadang jagung yang didapat dari ladang peternak. Pemberian pakan hijauan biasanya diberikan dua kali sehari yaitu pagi dan sore. Pemberian pakan hijauan dalam sehari kurang lebih 40 kg untuk satu ekor ternak laktasi, dan pemberian pada pedet kurang lebih 4 kg . Pakan konsentrat diberikan dua kali sehari pagi setelah pemerahan dan sore setelah pemerahan. Jenis pakan konsentrat yaitu bren, bekatul, ampas tahu dan pakan tambahan (singkong).

Pemberian air minum dilakukan secara adlibitum. Menurut

Soetarno (2003) menyatakan jumlah air yang dibutuhkan oleh sapi perah bervariasi. Beberapa faktor yang mempengaruhi konsumsi air bagi sapi adalah umur, berat badan, produksi susu, panas dan kelembaban udara, dan jenis ransum pakan.

commit to user

b. Pemerahan

Pemerahan dilakukan dua kali sehari yaitu pagi sekitar pukul 04.00 WIB dan siang hari sekitar pukul 13.00 WIB. Sebelum dilakukan pemerahan peternak membersihkan daerah ambingnya dengan air agar susu tidak tercemar kotoran yang ada di bagian ambing. Produksi susu rata-rata perharinya 8 liter/ekor, untuk pemerahaan pagi hari kurang lebih 5 liter dan pemerahan sore 3 liter. Harga susu per liter dari peternak ditentukan oleh koperasi dengan menggunakan standart dari tingginya kadar lemak dan berat jenis susu yang disetor dengan harga rata-rata Rp. 2.750,00

c. Pembersihan kandang

Kandang adalah tempat tinggal ternak sehingga kandang menjadi salah satu faktor penting dalam beternak, dimana kebersihan kandang dapat menghindarkan ternak dari serangan penyakit. Kandang sangat berpengaruh terhadap kesehatan sapi terutama faktor kelembaban, kebecekan, dan sarang lalat yang dapat mengganggu kenyamanan serta keleluasaan sapi. Letak kandang harus terpisah dari rumah, tetapi pada kenyataannya didaerah penelitian masih ada beberapa peternak yang membuat kandangnya menyatu dengan rumah.

Kebersihan kandang di daerah penelitian dilakukan setiap hari dua kali di pagi hari sebelum pemerahan dan sore hari sebelum pemerahan dengan menyapu dan membersihkan kotoran ternak. Kotoran dibersihkan dengan menggunakan sekop yang kemudian diangkat dengan mengunakan gerobak. Kotoran tersebut dikumpulkan dilubang sementara biasanya berada dibelakang kandang. Setelah dikumpulkan beberapa saat kotoran dibawa keladang untuk pupuk tanaman pertaniannya. Hasil kotoran atau pupuk tidak dijual namun dipakai sendiri karena sebagian besar masyarakat bermata pencaharian sebagai petani.

d. Pembersihan ternak sapi perah

Tujuan pembersihan ternak sapi adalah untuk mencegah timbulnya berbagai macam penyakit dari parasit yang dapat membuat

commit to user

produktivitas ternak menurun. Pembersihan ternak di daerah penelitian dilakukan dengan memandikan ternak. Kegiatan ini dilakukan apabila ternak sudah kelihatan kotor. Tidak semua peternak yang ada di daerah penelitian memandikan ternaknya.

e. Pengendalian penyakit

Serangan penyakit dapat menimbulkan masalah yang

berkepanjangan, seperti menghambat pertumbuhan ternak sehingga dapat mengurangi keuntungan peternak. Penyakit yang menyerang ternak di daerah penelitian adalah cacingan, lumpuh dan mastitis, tetapi yang sering diderita sapi laktasi yaitu mastitis. Penyakit mastitis sering juga disebut dengan radang ambing yang disebabkan oleh bakteri yang masuk melalui lubang ambing. Susu yang yang diproduksi menjadi abnormal, yaitu bila dilakukan uji mastitis terjadi perubahan pada susu tersebut.

Biasanya apabila ternak sakit hal yang pertama kali dilakukan adalah pengobatan secara tradisional dengan ramuan alami. Peternak akan memanggil petugas dari Dinas Peternakan atau mantri yang bertugas di desanya apabila ternak sakit dan tidak bisa ditangani peternak sendiri. Petugas kesehatan disini biasanya diwakili oleh petugas IB (inseminasi buatan) untuk memeriksa ternak yang sakit.

f. Kinerja reproduksi

Peternak responden di daerah penelitian dalam mengawinkan ternaknya memilih cara kawin suntik atau IB (Inseminasi Buatan). Menurut Toelihere (1981), bagi peternak-peternak kecil yang ada di Indonesia, penggunaan inseminasi buatan sangat menghemat biaya, disamping dapat menghindari bahaya dan menghemat tenaga pemeliharaan pejantan yang belum tentu merupakan pejantan terbaik untuk diternakkan. Alasan yang dikemukakan responden lebih memilih kawin IB karena kualitas bibit unggul, efisien, dan anjuran dari dinas. Biaya sekali IB berkisar Rp. 25.000,00 sampai Rp. 30.000,00.

Tingkat keberhasilan IB sangat dipengaruhi oleh empat faktor yang saling berhubungan dan tidak dapat dipisahkan satu dengan yang

commit to user

lainnya yaitu pemilihan sapi aseptor, pengujian kualitas semen, ketrampilan inseminator dan akurasi deteksi birahi oleh para peternak yang merupakan ujung tombak pelaksanaan IB sekaligus sebagai pihak yang bertanggung jawab terhadap berhasil atau tidaknya program IB (Hastuti, 2000).

Jumlah pelayanan inseminasi buatan yang dibutuhkan oleh ternak untuk menghasilkan satu kali kebuntingan atau service per conception

berpengaruh terhadap calving interval. Kisaran S/C dari penelitian yang dilakukan yaitu sebesar 2 kali. S/C pada sapi perah yang ada dilapangan sudah cukup baik. Nilai S/C yang baik, berkisar antara 1,6 sampai 2,0. Makin rendah nilai S/C makin tinggi nilai kesuburan hewan-hewan betina dalam kelompok tersebut. Sebaliknya makin tinggi nilai S/C, makin rendah nilai kesuburan kelompok betina tersebut (Toelihere,1981). Kawin pertama setelah melahirkan atau disebut post partum mating (PPM) pada sapi perah di daerah penelitian rata-rata 63 hari. Menurut Djanuar (1985), bagi sapi yang habis beranak, baru bisa dikawinkan kembali minimal 60 hari sesudah melahirkan. Sebab pada saat itu jaringan alat reproduksi yang rusak akibat melahirkan telah pulih kembali.

Menurut Soetarno (2003), peternak dapat mengatur sapi perah beranak pertama umur sekitar 2-3 tahun, jarak beranak (calving interval) 12 bulan, dengan masa kering 2 bulan dan lama laktasi (pemerahan) 10 bulan. Hasil penelitian didapatkan bahwa calving interval yang ada di tingkat peternak sudah cukup baik.

Dokumen terkait