• Tidak ada hasil yang ditemukan

KONDISI WILAYAH PENELITIAN Kondisi Geografis

Topografi

Wilayah penelitian memiliki ketinggian tempat paling rendah 0 m dpal (dari permukaan air laut) di wilayah utara yaitu sekitar pantai tempuran dan tertinggi 217,5 m dpal yang berada di perbukitan wilayah selatan Ciampel. Sebagian besar wilayah (74,8 %) merupakan dataran aluvial yang relatif datar dengan kemiringan lereng antara 0 – 3 %. Sebagian kecil lainnya di wilayah selatan merupakan dataran kaki gunung Gede-Pangrango memiliki topografi berombak seluas 14,3 %, bergelombang seluas 8,4 % dan berbukit seluas 2,4 %. Secara rinci kondisi topografi wilayah penelitian ini dapat disajikan pada Gambar 7 berikut.

Geologi

Berdasarkan data geologi dari Puslitbang Geologi Kementrian ESDM, wilayah penelitian sebagian besar tersusun dari batuan sedimen (clastic, fine, claystone) yang merupakan endapan banjir yang terbentuk pada jaman Holosen. Adapun di sekitar wilayah pantai Tempuran merupakan batuan sedimen (clastic, medium, sands) yang terbentuk dari endapan laut dangkal pada jaman Pleistosen dan batuan sedimen aluvium dari endapan laut dangkal pada jaman Holosen.

Iklim

Wilayah penelitian sebagian besar merupakan dataran rendah, sebagaimana umumnya wilayah di kabupaten Karawang pada bulan Januari sampai dengan April bertiup angin Muson Tenggara, kecepatan angin berkisar antara 30 – 35 km/jam, lamanya tiupan antara 5 – 7 jam. Temperatur udara rata-rata 27 ºC, tekanan udara rata-rata 0,01 milibar, penyinaran matahari 66 % dengan kelembaban nisbi sebesar 80 %. Curah hujan tahunan berkisar antara 1.100 – 3.200 mm/tahun (RPP Kab. Karawang – Dinas Pertanian KP 2009).

Berdasar data curah hujan untuk wilayah penelitian dapat dijelaskan bahwa curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Pebruari, tertinggi terjadi di kecamatan Purwosari sebesar 668 mm/bulan dengan lama hujan 22 hari, sedangkan curah hujan terendah tanpa hari hujan jatuh pada bulan Agustus terjadi di hampir di seluruh wilayah penelitian.Data curah hujan bulanan rata-rata wilayah penelitian selama 5 tahun terakhir dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 6. Data Curah Hujan Bulanan Rata-Rata Tahun 2005 - 2009

CH HH CH HH CH HH CH HH CH HH CH HH CH HH CH HH CH HH CH HH CH HH CH HH 2005 332,0 14,6 263,6 9,5 211,6 9,4 92,5 5,9 67,1 3,6 77,1 4,0 31,9 1,9 22,1 1,1 34,4 1,2 149,5 5,3 284,1 8,1 95,2 5,4 2006 422,6 16,0 248,0 11,1 193,8 8,1 143,2 7,7 88,3 5,2 25,3 1,7 20,4 0,7 1,2 0,2 0,0 0,0 20,0 1,6 69,0 4,9 235,0 10,7 2007 149,4 7,7 445,6 15,3 208,9 11,4 151,5 8,2 45,1 4,8 70,5 4,3 2,4 0,4 11,9 0,4 19,2 1,6 69,9 3,9 123,2 8,2 264,1 12,0 2008 273,1 17,0 472,0 19,0 225,0 12,0 168,0 8,0 20,0 3,0 3,0 1,0 9,0 1,0 - - 31,0 1,0 13,0 3,0 51,0 3,0 252,0 13,0 2009 426,0 14,4 402,5 15,1 212,4 9,0 142,8 7,3 110,0 5,8 74,4 2,9 12,7 0,8 0,4 0,1 44,9 2,8 65,6 4,0 172,8 9,6 173,9 10,0 Jumlah 1.603,0 69,6 1.831,7 70,0 1.051,6 49,9 697,9 37,0 330,4 22,3 250,3 13,8 76,4 4,7 35,6 1,7 129,4 6,5 317,9 17,7 700,1 33,7 1.020,1 51,1 Rata-rata 320,6 13,9 366,3 14,0 210,3 10,0 139,6 7,4 66,1 4,5 50,1 2,8 15,3 0,9 7,1 0,3 25,9 1,3 63,6 3,5 140,0 6,7 204,0 10,2 Keterangan : Sumber : Laporan Tahunan Dinas Pertanian kab. Karawang CH = Curah Hujan (mm)

HH = Hari hujan (hari)

Tanah

Berdasarkan pada Peta Satuan Tanah skala 1 : 50.000 yang dikeluarkan oleh Puslittanak pada tahun 1996, wilayah penelitian mempunyai 6 jenis tanah dalam kategori great group (Soil Taxonomi 1998), yaitu a). Endoaquents, b). Tropofluvents, c). Tropaquepts, d). Eutropepts, e). Dystropepts, dan f). Hapludolls.

Wilayah penelitian yang merupakan wilayah pertanian padi sawah didominasi oleh tanah-tanah Tropaquepts. Wilayah ini umumnya merupakan dataran aluvial/fluvial, solum dalam, endapan liat, bertekstur halus, laju infiltrasi rendah, tidak masam dan bersifat isohipertermik. Tanah-tanah Eutropepts dan Dystropepts umumnya menempati daerah yang lebih tinggi yaitu pada wilayah berombak hingga berbukit, tanah-tanah Tropofluvent dan Endoaquents berada di lembah sempit sekitar sungai, sedangkan tanah-tanah Hapludolls mempunyai penyebaran yang terbatas. Penyebaran jenis tanah di wilayah penelitian dapat dilihat pada Gambar 8.

Kesesuaian Lahan

Berdasarkan data kesesuaian lahan aktual untuk pertanian padi sawah yang diperoleh dari Puslittanak (1995), menunjukkan bahwa di wilayah penelitian tidak dijumpai adanya kelas Sangat Sesuai (S1). Wilayah pertanian padi sawah umumnya mempunyai kelas kesesuaian lahan Cukup Sesuai (S2), dan sebagian lagi mempunyai kelas kesesuaian lahan Sesuai Marginal (S3). Lahan dengan kelas cukup sesuai mempunyai faktor pembatas media perakaran (r), retensi hara (f) dan hara tersedia (n). Kelas kesesuaian lahan sesuai marginal mempunyai pembatas kemudahan pengelolaan tanah (p), media perakaran (r), retensi hara (f), hara tersedia (n) dan keadaan terrain (s). Untuk bagian selatan wilayah penelitian yang mempunyai wilayah pertanian padi sawah yang relatif sempit, serta wilayah di sekitar sempadan sungai di bagian utara mempunyai kelas kesuaian lahan Sesuai Marginal (S3) dan Tidak Sesuai (N). Faktor pembatasanya umumnya berupa bahaya banjir (b), media perakaran (r), retensi hara (f), hara tersedia (n), keadaan terrain (s), tingkat bahaya erosi (e) dan salinitas (c).

Berdasarkan luasannya, wilayah penelitian yang mempunyai kelas kesesuaian lahan S2 seluas 60.701 hektar atau setara dengan 55,8 % dari luas wilayah penelitian, S3 seluas 43.062 hektar atau setara dengan 39,59 % dari luas wilayah, N1 dengan luas 2.623 hektar atau setara dengan 2,41 % dari luas wilayah dan N2 seluas 2.395 hektar atau setara dengan 2,2 % dari luas wilayah. Penyebaran kelas kesesuaian lahan ini dapat dilihat pada gambar berikut.

Arahan Kebijakan

Berkenaan dengan arahan kebijakan pola pemanfaatan ruang terdapat 3 sumber arahan kebijakan yaitu RTRWN, RTRWP Jawa Barat dan RTRWK Karawang. Dari ketiganya mengindikasikan bahwa kabupaten Karawang termasuk wilayah andalan penyangga DKI dan sekitarnya, dengan sektor unggulan pertanian, industri, perikanan, pertambangan dan pariwisata. Kebijakan ini yang memberikan arahan dalam pemanfaatan ruang, pengembangan sistem pusat-pusat permukiman, pengembangan kawasan tertentu dan pengembangan sistem prasarana wilayah.

Jika kita mengacu pada Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Karawang 2003 – 2013, arahan pola pemanfaatan ruang untuk kawasan lindung terletak di kawasan gunung Sanggabuana, kawasan konservasi terletak pada kawasan hutan lindung KPH Perhutani di kecamatan Pangkalan dan Telukjambe. Kawasan lindung juga terletak pada sempadan sungai, sempadan pantai, kawasan mata air, danau, dan hutan bakau. Kawasan budidaya terdiri dari kawasan pertanian dan non pertanian. Kawasan pertanian terdiri dari kawasan penyangga, tanaman tahunan untuk lokasi wilayah-wilayah industri, pertanian lahan kering pada komplek ekologi hulu dan tengah bagian hulu, pertanian lahan basah didominasi oleh sawah dengan prasarana irigasi teknis dalam pelayanan Tarum Barat, Tarum Timur, Tarum Utara, saluran bendung Cebeet, bendung Barugbug dan bendung Pucang. Perikanan diarahkan pada ekologi pesisir pantai utara, peternakan di wilayah kecamatan Pangkalan. Kawasan Permukinan umumnya terletak pada kawasan perkotaan yang tumbuh pada koridor jalan antara Jakarta – Purwakarta, sedangkan permukiman perdesaan tersebar pada pedesaan yang terpadu dengan budidaya pertanian.

Sedangkan dari sisi struktur ruang ditandai dengan adanya penataan Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) yang diarahkan di kota Cikampek dan kota Karawang, Pusat Kegiatan Lokal (PKL) diarahkan di kecamatan Rengasdengklok, Lemahabang, Batujaya, Klari, Pangkalan dan Cilamaya. Penataaan ini akan dilengkapi juga dengan pengembangan sarana dan prasarana seperti Pelabuhan Udara Sekunder, Terminal, Rumah Sakit, TPA, Pasar Induk, Perguruan Tinggi maupun Permukiman.

Gambar 10. Arahan Pola Pemanfaatan Ruang Berdasar RTRWK Karawang 2003 -2013

Dalam prasarana jalan diupayakan adanya pembukaan akses antar wilayah di bagian utara dan selatan, yaitu dengan peningkatan status jalan serta pembuatan jalan negara baru. Pembuatan jalan negara baru antara lain jalan lingkar kota Karawang, akses jalan tol Karawang Barat-Telukjambe, jembatan Citarum Utara di Batujaya dan Jembatan Telukjambe yang keduanya mengakses ke Bekasi. Sedangkan peningkatan status jalan kabupaten menjadi jalan provinsi yaitu pada jalan Badami-Pangkalan-Jonggol. Secara detil gambaran Rencana Tata Ruang Wilayah ini dapat dilihat pada gambar berikut.

Penggunaan Lahan

Data penggunaan lahan diperoleh dari hasil penyadapan data dari citra ALOS AVNIR-2 akuisisi 30 Juni 2009. Hasil penyadapan data ini disempurnakan dengan hasil identifikasi lapangan yang dilaksanakan pada bulan April - Juni 2010. Dari hasil penyadapan data ini diketahui bahwa hampir separuh dari wilayah penelitian digunakan untuk lahan sawah. Sawah Irigasi Teknis seluas 50.276 hektar atau 46, 2 % dari luas wilayah penelitian, Sawah Irigasi Semi Teknis seluas 487, 2 hektar atau 0,45 % dari luas wilayah penelitian, Sawah Tadah Hujan seluas 2.320 hektar atau 2,13 % dari luas wilayah penelitian dan Sawah Pasang Surut seluas 1.399 hektar atau 1,29 % dari luas wilayah penelitian. Penggunan lahan lain yang cukup luas antara lain permukiman seluas 17.490 hektar (16,08 %), kebun campuran seluas 11.901 hektar (10,9 %), semak belukar seluas 10.054 hektar (9,2 %), kawasan industri seluas 5.284 hektar (4,86 %) dan ladang/tegalan seluas 3.518 hektar (3,23 %). Adapun penggunaan lahan lainnya mempunyai luasan yang kecil. Secara rinci luas penggunaan lahan wilayah penelitian dapat disajikan pada Tabel 5.

Penggunaan lahan sawah terletak pada wilayah dataran beririgasi teknis yang menempati sebagian besar wilayah utara penelitian. Sedangkan bagian selatan yang bertopografi berombak hingga bergelombang yang tanpa dilengkapi irigasi teknis umumnya merupakan tanaman untuk lahan kering, wilayah industri, semak belukar maupun hutan lindung.

Tabel 7. Luas Penggunaan Lahan Wilayah Penelitian

Seacara spasial kenampakan dan penyebaran penggunaan di wilayah penelitian dapat diperlihatkan pada Gambar 11.

No. Penggunaan Lahan Luas (ha) %

1 Sawah Irigasi Teknis 50.276,86 46,22

2 Sawah Irigasi Semi Teknis 487,22 0,45

3 Sawah Tadah Hujan 2.320,76 2,13

4 Sawah Pasang Surut 1.399,66 1,29

5 Ladang/Tegalan 3.518,21 3,23

6 Kebun Campuran 11.901,71 10,94

7 Semak_Belukar 10.054,07 9,24

8 Hutan 2.558,50 2,35

9 Taman/Ruang Terbuka 73,18 0,07

10 Lapangan Olah Raga 433,95 0,40

11 Permukiman 17.490,34 16,08 12 Perkantoran 49,36 0,05 13 Perdagangan 77,71 0,07 14 Jasa Lainnya 131,38 0,12 15 Kawasan Industri 5.284,04 4,86 16 Kolam/Empang 250,21 0,23 17 Tambak 715,66 0,66 18 Danau_Rawa 294,18 0,27

19 Saluran Irigasi Primer 323,66 0,30

20 Saluran Irigasi Sc -Tr 95,96 0,09 21 Sungai 781,41 0,72 22 Jalan Tol 81,53 0,07 23 Jalan Arteri 83,42 0,08 24 Jalan Kolektor 99,04 0,09 108.782,00 100,00 J u m l a h

Luasan Kesatuan Hamparan Lahan (LKHL)

Luasan Kesatuan Hamparan Lahanmerupakan sebaran dan luasan hamparan lahan yang menjadi satu kesatuan sistem produksi pertanian padi sawah yang terkait. Data Luasan Kesatuan Hamparan Lahan merupakan turunan dari data penggunaan lahan, di mana hamparan lahan sawah terbagi dalam kesatuan-kesatuan sistem produksi yang dibatasi oleh jaringan jalan atau sistem irigasi. Data ini diperoleh dari citra ALOS AVNIR-2.

Pada penelitian ini LKHL diklasifikasikan menjadi 5 klas, yaitu LKHL Luas dengan kesatuan luasan > 50 hektar, LKHL Agak Luas dengan kesatuan luasan antara 20 – 50 hektar, LKHL Sedang dengan kesatuan luasan antara 10 – 20 hektar, LKHL Agak Sempit dengan kesatuan luasan antara 2 -10 hektar dan LKHL Sempit mempunyai kesatuan luasan < 2 hektar.

Sesuai dengan kondisi topografi wilayah yang sebagian besar datar, dengan kesesuaian lahan aktual cukup sesuai untuk sawah, dengan jenis tanah tropaquept didukung dengan jaringan irigasi dan jalan yang memadai, dimana wilayah demikian sangat cocok untuk penggunaan lahan sawah. Kondisi demikian menyebabkan sebagian besar wilayah penelitian mempunyai Luasan Kesatuan Hamparan Lahan yang luas. Wilayah yang mempunyai LKHL luas menempati sebagian besar (95%) wilayah penelitian.

Wilayah yang mempunyai Luasan Kesatuan Hamparan Lahan yang sempit berada pada wilayah yang bertopografi berombak hingga bergelombang, mempunyai kesesuaian lahan aktual sesuai marginal atau tidak sesuai dengan jenis tanah yang kurang mendukung (Hapludols, Dystropepts) dan tidak dilengkapi dengan jaringan irigasi. Wilayah ini terletak di bagian selatan wilayah penelitian. Wilayah yang mempunyai LKHL Agak Luas meliputi 2,3 % wilayah penelitian, dengan LKHL Sedang meliputi 1,2 % wilayah penelitian, LKHL Agak Sempit meliputi 0,1 % wilayah penelitian dan LKHL meliputi 0,1 % wilayah penelitian. Klasifikasi Luasan Kesatuan Hamparan Lahan wilayah penelitian dapat diperlihatkan pada Gambar 12 berikut.

Kondisi Infrastruktur Sistem Jaringan Transportasi Wilayah

Sesuai dengan Undang-Undang nomor 38 tahun 2004 tentang Jalan, di wilayah penelitian terdapat dua klas fungsi jalan yang menghubungkan Karawang dengan wilayah lainnya. Pertama, Jalan Tol Jakarta – Cikampek dan Jalan Tol Cipularang, dengan akses tol di Karawang Barat, Karawang Timur, Dawuan dan Cikampek. Kedua, Jalan Arteri yang merupakan jalan lintas Jakarta – Pantura, Purwakarta dan Subang. Pada lintas ini terdapat 3 buah terminal, yaitu terminal Karawang, Terminal Klari dan Terminal Cikampek. Selain itu akses penghubung Karawang dengan daerah lain adalah jaringan rel Kereta Api. Dalam jaringan transportasi Kereta Api ini terdapat beberapa stasiun yang disinggahi kereta-kereta ekonomi ke arah Semarang, Yogyakarta dan Surabaya, KRD Purwakarta dan Kereta Api Bisnis jurusan Bandung. Stasiun tersebut adalah Karawang, Klari dan Cikampek.

Jalan yang menghubungkan antar Pusat Kegiatan Lolak (PKL) satu dengan Pusat Kegiatan Lokal lainnya berupa Jalan Kolektor. Beberapa dari jalan ini juga menghubungkan kota PKL dengan kabupaten lainnya, seperti Bogor Purwakarta dan Subang. Kota PKL dengan kota-kota kecamatan sekitarnya dihubungkan dengan Jalan Lokal (Lingkungan), sedangkan antara kota kecamatan dengan desa- desa sekitarnya dihubungkan dengan Jalan Lingkungan dan Jalan Lainnya.

Aksessibilitas antar wilayah di wilayah penelitian cukup baik, baik antara kota Karawang atau Cikampek yang mempunyai status PKW dengan kota-kota PKL di bawahnya, antara PKL dengan kota kecamatan atau desa-desa yang secara struktur berada di bawahnya. Begitu juga antara kota kecamatan atau desa dengan wilayah pertanian padi sawah di pedesaan umumnya telah mempunyai aksessibilyas yang baik. Kondisi sistem jaringan transportasi wilayah penelitian dapat dilihat pada gambar berikut.

Sebaran Status Irigasi

Pada wilayah penelitian mengalir beberapa sungai yang cukup besar diantaranya Citarum, Cibeet, Ci Geuntis, Ci Talahap, Ci Patunjang, Ci Bulan- Bulan dan Ci Wadas. Sungai-sungai ini mempunyai pengaruh langsung maupun tidak langsung terhadap sistem irigasi di wilayah penelitian. Adapun sebaran sistem irigasi yang ada di wilayah penelitian berupa Irigasi Teknis, Irigasi Semi Teknis, Irigasi Sederhana/Tadah Hujan dan Irigasi yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut.

Sawah dengan prasarana irigasi teknis mendapat pelayanan Saluran Induk Tarum Barat dan Tarum Timur yang berasal dari Bendungan Curug, Tarum Utara yang mendapat sumber air dari Bendungan Walahar, serta Saluran Induk dari bendung Cibeet. Sawah yang mendapatkan pengairan dari irigasi teknis ini mencapai 92,34 %. Sawah yang mendapatkan pelayanan irigasi semi teknis berada di bagian selatan (kecamatan Pangkalan). Wilayah ini merupakan Daerah Irigasi Bendung Waru yang saat ini tidak berfungsi karena mengalami kerusakan (jebol). Irigasi Sederhana/Tadah Hujan meliputi wilayah bagian selatan yang mempunyai topografi berombak tanpa prasarana jaringan irigasi. Wilayah ini mendapatkan air dari hujan, atau dengan cara pompanisasi dari air sungai yang berada di bawahnya atau sumur-sumur yang telah dibuat. Sedangkan di bagian utara wilayah penelitian (sekitar pantai Tempuran) merupakan daerah yang mendapat pengaruh pasang surut air laut.

Selain itu terdapat anomali dalam sistem irigasi di beberapa wilayah penelitian. Di babakan Tamiang desa Lemahmulya kecamatan Majalaya merupakan wilayah yang berada di samping Saluran Induk Tarum Utara merupakan sawah tadah hujan dikarenakan mempunyai ketinggian tempat lebih tinggi dari saluran irigasi. Di kampung Tamelang desa Bengle kecamatan Majalaya dan desa Lemahduku kecamatan Tempuran yang merupakan wilayah irigasi teknis ternyata mempunyai sawah tadah hujan, oleh karena sesuatu hal air tidak dapat mecapai wilayah ini. Anomali lain adalah adanya daerah-daerah yang merupakan langganan banjir di musim hujan. Wilayah yang merupakan langganan banjir adalah wilayah yang berada di sekitar aliran sungai besar, wilayah hilir

(outlet) dari sistem irigasi atau daerah cekungan. Wilayah ini antara lain berada di kecamatan Telukjambe Barat, Pedes dan Cilebar.

Sebaran sawah berdasarkan sistem irigasinya dapat diperlihatkan pada gambar berikut :

Gambar 14. Sebaran Status Irigasi Sawah

Sumber Peta : Dinas Bina Marga dan Pengairan; Dinas Pertanian, Kehutanan dan Perkebunan Kab. Karawang, dilengkapi dengan survei lapangan tahun 2010.

Kelayakan Secara Ekonomi

Kelayakan Secara Ekonomi diketahui dari analisis usaha pertanian padi sawah. Kelayakan secara ekonomi ini diukur dari cost dari produksi dan benefit

yang diperoleh dari volume produksi lahan. Data yang digunakan untuk analisis diperoleh dari hasil wawancara di lapangan. Data yang digunakan untuk menghitung cost dan benefit dari pengusahaan lahan untuk padi sawah, sebagaimana tabel berikut :

Tabel 8. Data Lapangan Yang Digunakan Untuk Menghitung BCR

Berdasar atas data lapangan yang diperoleh memperlihatkan bahwa pada hampir seluruh wilayah sampel sebagian besar mempunyai irigasi teknis, pola penanaman berupa padi-padi-bera atau dengan indeks penanaman rata-rata 200 dan bibit yang ditanam adalah varietas Ciherang. Produktifitas padi sawah

I KARAKTERISTIK SAWAH 1 Status/kondisi Irigasi

2 Pola penanaman sawah dalam 1 tahun 3 Indeks Penanaman Padi

4 Jenis bibit yang ditanam 5 Produktivitas perhektar perpanen II BIAYA PRODUKSI

1 Kebutuhan Benih Padi 2 Kebutuhan Pupuk a. Kimia b. Kandang (Hijau) c. Pestisida 3 Biaya Pengolahan a. Pengolahan Tanah b. Persemaian

c. Plastik Buat Persemaian d. Bambu/ajir e. Tanam f. Pemupukan g. Penyemprotan h. Penyiangan i. Pembersihan Pematang

j. Biaya Panen (Bawon) = 1/6 x 6 ton 4 Biaya Pemeliharaan

a. Alat pertanian

b. Sewa hewan untuk Pengolahan Tanah c. Biaya Pengangkutan

d. Sewa Lahan 5 Biaya Lainnya

a. Pengairan (IPAIR, P3A) b. PBB

c. IRTD/Rutin Desa d. Lainnya

III PENDAPATAN PANEN PADI SAWAH IV LABA BERSIH PERHEKTAR PERPANEN

wilayah penelitian dapat disajikan pada tabel terlampir. Untuk sistem usaha tani di wilayah penelitian rata-rata hampir sama. Biaya produksi didominasi dengan biaya pengolahan lahan yang diikuti dengan biaya pemeliharaan serta kebutuhan pupuk dan obat hama, sedangkan biaya bibit dan biaya lainnya boleh dikatakan seragam. Biaya pengolahan lahan pada wilayah sekitar perkotaan lebih tinggi dibanding wilayah pertanian di perdesaan. Biaya pengolahan lahan umumnya mencapai 50 % dari biaya produksi. Sedangkan biaya pemupukan dan pengobatan tergantung pada potensi teknis lahan (kesesuaian) dan daerah endemi hama. Pada wilayah yang mempunyai daya dukung rendah umumnya memerlukan pemupukan lebih dari wilayah lainnya, begitu juga dengan wilayah yang menjadi endemi hama akan memerlukan biaya pengobatan lebih dari wilayah lainnya. Biaya pemeliharaan juga cukup besar, sekitar 20 % dari biaya produksi. Adapun biaya lainnya cukup kecil sekitar 2 % dari biaya produksi, kecuali pada wilayah sawah tadah hujan yang menggunakan pompa untuk irigasi, atau daerah yang dikenakan iuran rutin desa cukup besar. Faktor-faktor ini yang mempengaruhi tinggi-rendahnya Benefit Cost Ratio (BCR). Kondisi wilayah beserta BCR wilayah penelitian dapat disajikan seperti pada Tabel 9 berikut.

Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa sebagian besar wilayah (72,5 %) mempunyai nilai BCR antara 1,5 – 2, wilayah yang mempunyai nilai BCR di atas 2 sebesar 22,5 % dan di bawah 1,5 masing-masing 5 %. Bila diambil angka produktivitas rata-rata 6,12 ton/ha dan BCR = 1,791, maka para petani di wilayah penelitian akan mendapat penghasilan rata-rata Rp. 1.793.970,-/bulan. Dengan angka produktivitas demikian, discount factor 12 %, BCR > 1 dan nilai NPV > 0, menunjukkan bahwa usaha tani di wilayah penelitian dapat dilanjutkan, jika penghasilan rata-rata petani di wilayah penelitian dibandingkan kebutuhan hidup minimum menurut Soyogo (1988), dimana kebutuhan per-KK/tahun adalah sebesar Rp. 9.375.000,- , atau Kebutuhan Hidup Minimum (KHM) Jawa Barat sebesar Rp. 1.000.000,- per bulan (2008) atau kebutuhan hidup minimum menurut tanggapan para petani sebesar Rp. 1.500.000,-/bulan, maka pendapatan petani dengan luas lahan 1 hektar di wilayah penelitan masih dianggap cukup layak. Sesuai dengan perhitungan tersebut di atas maka Break Event Point (BEP) dari kelayakan secara ekonomi adalah BCR = 1,497.

Tabel 9. Lokasi Survei, Potensi Lahan dan BCR

No Kelas Fungsi Prod.

Spl Kes. Lahan Jalan Bibit Pupuk Olah Pelihara Lainnya (ton/ha) 1 Kp. Parungpung, Parungsari, Telukjambe Barat S2fn Lainnya Irigasi Teknis 1,00 23,07 56,12 16,65 3,16 6,39 1,59 2 Kp. Pasirjengkol, Karangmulya, Telukjambe Barat S2fn Kolektor Irigasi Teknis 1,68 23,74 53,20 19,95 1,44 6,70 1,61 3 Kp. Jatimulya, Wanakerta, Telukjambe Barat S2fn Lainnya Irigasi Teknis 1,68 10,67 55,92 28,07 3,65 6,19 2,09 4 Babakan Toge, Tanjungmekar, Karawang Barat S2fn Arteri Irigasi Teknis 1,30 26,54 49,03 21,70 1,43 6,11 1,59 5 Kp. Buher, Karangpawitan, Karawang Barat S2fn Lokal Irigasi Teknis 1,09 27,16 47,48 22,69 1,53 5,92 1,61 6 Kp. Kaceot, Tunggakjati, Karawang Barat S2fn Kolektor Tadah Hujan 1,10 19,43 49,63 23,02 6,81 6,04 1,67 7 Kp. Cilele, Sekarwangi, Rawamerta S2fn Lokal Irigasi Teknis 1,21 13,72 57,01 25,23 2,83 6,37 1,93 8 Kp. Krajan, Pasirkaliki, Rawamerta S2fn Lainnya Irigasi Teknis 1,26 12,38 57,19 26,23 2,94 6,51 2,05 9 Kp. Kamurangjati, Panyingkiran, Rawamerta S2fn Kolektor Irigasi Teknis 1,28 11,23 57,75 26,74 2,99 6,53 2,09 10 Kp. Krajan 1, Sukamerta, Rawamerta S2fn Kolektor Irigasi Teknis 0,27 20,94 54,04 22,71 2,04 6,56 1,79 11 Kp. Ciluwo, Cadaskertajaya, Talagasari S3n Lainnya Irigasi Teknis 1,32 24,76 49,48 21,93 2,50 6,01 1,58 12 Kp. Sindangpalay, Pasirmukti, Talagasari S2fn Lokal Irigasi Teknis 1,21 29,47 47,24 20,12 1,92 5,81 1,40 13 Kp. Tamelang, Bengle, Majalaya S2fn Lainnya Tadah Hujan 2,57 14,28 56,15 21,39 5,61 6,97 2,24 14 Babakan Tamiang, Lemahmulya, Majalaya S2fn Lainnya Tadah Hujan 1,00 19,74 48,14 20,93 10,19 6,40 1,61 15 Karangmulya 1, Lemahmulya, Majalaya S3n Lokal Irigasi Teknis 1,49 17,84 54,08 24,85 1,74 6,15 1,84 16 Kp. Jati 2, Jatilaksana, Pangkalan S2rfns Kolektor Ir. Semi Teknis 1,04 20,74 51,28 21,73 5,21 6,60 1,72 17 Kp. Kereteg, Tamansari, Pangkalan S3rn Kolektor Tadah Hujan 1,01 11,37 62,28 21,04 4,29 6,73 1,70 18 Kp. Nambolamping, Mulyasari, Pangkalan S2fn Lokal Tadah Hujan 0,95 6,16 45,63 9,74 27,52 6,35 1,69 19 Kp. Tegalluhur, Sukamakmur, Telukjambe Timur S3n Lainnya Irigasi Teknis 1,48 15,48 53,72 24,64 4,68 6,33 1,87 20 Kp. Kaum, Mulyasari, Ciampel S2fn Lokal Irigasi Teknis 1,16 17,17 55,30 24,26 2,10 6,41 1,87 21 Kp. Kedungwaru, Kutapohaci, Ciampel S2fn Lokal Irigasi Teknis 0,61 13,87 57,92 25,40 2,20 6,10 1,86 22 Kp. Tanjung, Plawad, Karawang Timur S3n Lainnya Irigasi Teknis 1,10 14,64 58,60 23,07 2,58 6,59 1,82 23 Kp. Jarakah, lemahduku, Tempuran S2fn Lainnya Irigasi Teknis 1,17 17,38 51,66 24,41 5,37 6,36 1,86 24 Kp. Wagirkumbang, Purwajaya, Tempuran S3rns Kolektor Irigasi Teknis 1,68 17,95 50,14 28,05 2,17 6,17 2,60 25 Kp. Sumurgede, Muarajaya, Tempuran S2fn Lokal Pasangsurut 2,28 14,60 54,05 18,97 10,10 2,50 1,42 26 Kp. Cikuntul Timur, Cikuntul, Tempuran S2fn Lokal Irigasi Teknis 1,54 11,47 71,13 12,82 3,04 6,51 2,50 27 Kp. Babaway, lemahmukti, Lemahabang S2fn Kolektor Irigasi Teknis 1,72 16,30 51,55 28,70 1,72 6,03 2,08 28 Kp. Kedaung, Karangtanjung, Lemahabang S2rfn Kolektor Irigasi Teknis 1,20 11,04 61,47 24,99 1,30 6,35 1,90 29 Babakan Wadas, Parakan, Tirtamulya S2fn Kolektor Irigasi Teknis 1,45 8,96 57,51 30,27 1,82 6,40 2,33 30 Kp. Koja, Mulyasejati, Ciampel S3rns Lainnya Tadah Hujan 1,27 28,09 44,88 21,12 4,65 4,00 1,27 31 Bedahmenggala, Ciluwo, Telagasari S2rfn Lainnya Irigasi Teknis 1,07 21,37 52,39 22,39 2,78 6,49 1,74 32 Kp. Tangkil, Citarik, Tirtamulya S2rfn Lainnya Irigasi Teknis 1,16 18,53 54,22 24,25 1,84 6,05 1,76 33 Telukmungkal, Tanjungmekar, Karawang Barat S2fn Arteri Irigasi Teknis 1,10 15,47 55,10 22,96 5,37 6,34 1,66 34 Bakandukuh, Sukasari, Purwasari S2fn Lainnya Irigasi Teknis 1,10 17,53 57,16 23,05 1,15 6,02 1,66 35 Darawolong, Purwasari S2fn Lokal Irigasi Teknis 1,21 17,95 54,33 25,15 1,36 5,98 1,81 36 Sindangkarya, Kutawaluya S3n Kolektor Irigasi Teknis 1,75 20,51 51,51 24,30 1,94 5,62 1,64 37 Kelapadua, Jatimulya, Pedes S3n Lokal Irigasi Teknis 1,74 19,52 43,96 28,99 5,80 5,71 1,66 38 Kp. Cikande, Cikande, Cilebar S2fn Lainnya Irigasi Teknis 1,14 24,03 48,80 22,88 3,15 6,19 1,41 39 Kp. Cikangkung, Ciptamargi, Cilebar S2fn Lainnya Irigasi Teknis 1,04 20,11 47,67 30,34 0,85 6,13 1,59 40 Sukaratu, Cilebar S3n Lokal Irigasi Teknis 1,24 23,11 46,18 24,74 4,74 6,20 1,53 244,82 71,64

6,12 1,791 Sistem Irigasi Struktur Biaya Produksi (%)

Lokasi BCR

Jumlah Rata - rata

Dokumen terkait