• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II DAFTAR PUSTAKA

C. KONFLIK INTERPERSONAL

Konflik dapat dialami oleh siapa saja, dimana saja dan kapan saja. Konflik juga dibagi dalam beberapa kategori salah satunya adalah konflik interpersonal. Konflik interpersonal merupakan suatu pertentangan yang diekspresikan oleh dua pihak atau lebih yang saling berkaitan dan memiliki perbedaan tujuan, sumber daya terbatas, dan adanya pihak lain yang ingin ikut campur dalam konflik yang terjadi (Beebe dan Redmond, 2004).

Konflik interpersonal merupakan salah satu konsekuensi dari kehidupan sosial yang memerlukan interaksi dengan orang lain. Interaksi tersebut dapat menimbulkan perbedaan pendapat, perbedaan tujuan atau persaingan yang memicu konflik interpersonal. Jenis konflik ini bersifat antarpribadi yang biasa terkait dengan sejumlah keterampilan hubungan

22

sosial yang dimiliki masing-masing orang. Semakin seseorang memiliki keterampilan dalam menjalin hubungan sosial (penyesuaian diri yang buruk, komunikasi tidak lancar, kepekaan kurang memadai) (Johnson, 1981, dalam Supratiknya, 1995).

Konflik interpersonal adalah suatu masalah yang serius yang dapat dihadapi oleh semua orang sebab konflik tersebut dapat berpengaruh cukup mendalam terhadap emosi seseorang. Emosi yang timbul dari dua orang yang saling berselisih berkembang sehingga mengakibatkan rusaknya hubungan komunikasi (Astuti, 2003).

Menurut Winardi (1994) konflik interpersonal dapat terjadi pada dua individu atau lebih yang sifatnya kadang-kadang adalah substantif atau emosional, yakni:

a. Konflik yang sifatnya substantif (substantive conflict) meliputi ketidaksesuaian paham tentang hal-hal seperti tujuan, alokasi sumber daya, distribusi imbalan, kebijaksanaan, prosedur, serta penugasan pekerjaan.

b. Konflik yang sifatnya emosional (emosional conflict) timbul karena rasa perasaan marah, ketidakpercayaan, ketidaksenangan, takut, dan sikap menentang.

Menurut Pickering (2000, dalam Wahyuningsih, 2008) mengatakan bahwa setiap orang mempunyai empat kebutuhan dasar psikologis, yakni:

23

a. Keinginan untuk dihargai dan diperlakukan sebagai manusia

Setiap orang ingin diakui keberadaannya dan dihargai. Penghargaan merupakan hal yang dapat dijadikan sebagai motivasi bagi seseorang.

b. Keinginan untuk memegang kendali

Orang yang memiliki keinginan untuk memegang kendali pada dasarnya tidak memiliki rasa percaya diri. semakin besar rasa percaya diri, maka semakin kecil keinginan untuk mengendalikan orang lain. c. Keinginan memiliki harga diri tinggi

Rasa harga diri yang tinggi merupakan landasan yang kokoh untuk menghadapi berbagai macam jenis situasi dan memecahkan masalah.

Mardianto (1990) mengemukakan bahwa penyebab terjadinya konflik bersumber dari individu sebagai bagian dari kelompok yang dibedakan menjadi tiga, yaitu:

a. Karakteristik individu, yaitu nilai, sikap dan keyakinan, kebutuhan dan kepribadian, serta persepsi

b. Kondisi situasional yang dapat mendorong timbulnya konflik, yaitu keadaan saling bergantung, kebutuhan untuk saling berinteraksi, perbedaan status, komunikasi, tanggung jawab, dan adanya peraturan yang ambigu.

c. Kondisi yang kompleks dalam kelompok juga dapat menimbulkan konflik, yakni adanya spesialisasi dan differenisiasi kerja, tugas saling

24

bergantung, tujuan utama yang ingin dicapai, keputusan, dan peraturan-peraturan.

Dalam menyelesaikan konflik ada strategi yang dapat dilakukan. Strategi tersebut merupakan hasil belajar yang biasanya dimulai dari masa kanak-kanak. Bila seseorang terlibat dengan orang lain dalam suatu konflik, ada dua hal yang harus dipertimbangkan, yakni (Johnson, 1981, dalam Supratiknya, 1995):

a. Tujuan-tujuan atau kepentingan pribadi kita. Tujuan-tujuan pribadi tersebut dapat dirasakan sebagai hal yang sangat penting sehingga harus diselesaikan atau tidak terlalu penting sehingga dapat kita korbankan b. Hubungan baik dengan pihak lain, seperti tujuan pribadi, hubungan dengan

pihak lain (dengan siapa kita berkonflik ini juga dapat kita rasakan) apakah merupakan hal yang penting atau sama sekali tidak penting

Bertingkah laku dalam saat menghadapi konflik dengan orang lain akan ditentukan oleh seberapa penting tujuan pribadi dan hubungan dengan pihak lain kita rasakan. Berdasarkan dua pertimbangan tersebut, dapat dipertimbangkan lima gaya mengelola konflik interpersonal, yaitu:

a. Gaya kura-kura

Kura-kura dianggap lebih senang menarik diri dengan bersembuyi di balik tempurung untuk menghindari konflik. Mereka cenderung untuk menghindar dari sumber masalah dan orang-orang yang dapat menimbulkan konflik. Kura-kura percaya bahwa setiap usaha yang

25

dilakukan untuk memecahkan konflik akan sia-sia. Lebih baik memilih untuk menarik diri atau menghidar secara fisik maupun psikologis dari konflik daripada menghadapinya. Dalam tokoh pewayangan, sikap semacam ini kiranya dapat ditemukan dalam figur Baladewa.

b. Gaya ikan hiu

Ikan hiu senang untuk mengalahkan lawannya dengan memaksanya menerima solusi konflik yang ia sodorkan. Menurutnya, mencapai tujuan pribadi adalah hal utama, sedangkan hubungan dengan pihak lain tidak terlalu penting. Konflik harus diselesaikan dengan cara salah satu pihak menang dan pihak lainnya kalah.Watak ikan hiu adalah selalu mencari kemenangan dengan cara menyerang, mengungguli, dan mengancam ikan-ikan lain. Dalam tokoh pewayangan, sikap ini dapat ditemukan dalam tokoh Duryudana. c. Gaya kancil

Kancil sangat peduli dengan hubungan dengan orang lain dan kurang mengutamakan tujuan pribadinya. Ia ingin diterima dan disukai oleh binatang lain. Kancil memiliki keyakinan, yakni konflik harus dihindari demi kerukunan. Setiap konflik tidak mungkin dipecahkan tanpa merusak hubungan. Konflik harus didamaikan, bukan dipecahkan agar hubungan tidak menjadi rusak. Dalam tokoh pewayangan, ditemukan dalam diri tokoh Puntadewa.

26 d. Gaya rubah

Rubah dikenal sebagai binatang yang suka untuk berkompromi. Baginya, mencapai tujuan pribadi dan menjalin hubungan baik dengan pihak lain merupakan hal yang penting. Ia mau mengorbankan sedikit tujuan-tujuannya dan hubungan baik dengan pihak lain demi tercapainya kepentingan dan kebaikan bersama.

e. Gaya burung hantu

Burung hantu sangat mengutamakan tujuan pribadinya sekaligus hubungan dengan pihak lain. Menurut burung hantu, konflik merupakan sesuatu hal yang harus dicari pemecahannya dan pemecahannya harus sejalan dengan tujuan pribadi maupun tujuan lawannya. Bagi burung hantu, konflik bermanfaat meningkatkan hubungan dengan cara mengurangi ketegangan yang terjadi antara dua pihak yang berhubungan. Ketika menghadapi konflik, burung hantu akan selalu mencari penyelesaian yang memuaskan kedua belah pihak dan yang mampu menghilangkan ketegangan, serta perasaan negatif lain yang mungkin muncul di dalam diri kedua pihak akibat konflik. Dalam dunia pewayangan, dikenal dengan nama Kresna.

27

D. KONFLIK INTERPERSONAL WANITA LAJANG YANG

Dokumen terkait