• Tidak ada hasil yang ditemukan

Konflik adalah segala macam interaksi pertentangan atau antagonistik antara dua atau lebih pihak (Handoko, 2003). Konflik kerja adalah ketidaksesuaian antara dua atau lebih anggota-anggota atau kelompok (dalam suatu organisasi/perusahaan) yang harus membagi sumber daya yang terbatas atau kegiatan-kegiatan kerja dan atau karena kenyataan bahwa mereka mempunyai perbedaan status, tujuan, nilai atau persepsi (Rivai, 2004).

Penyebab-penyebab konflik adalah (Handoko, 2003): a. Komunikasi

Salah pengertian yang berkenaan dengan kalimat bahasa yang sulit dimengerti, atau informasi yang mendua dan tidak lengkap, serta gaya individu manajer yang tidak konsisten.

b. Struktur

Pertarungan kekuasaan antar departemen dengan kepentingan-kepentingan atau sistem penilaian yang bertentangan, persaingan untuk memperebutkan sumber daya-sumber daya yang terbatas, atau saling ketergantungan dua atau lebih kelompok-kelompok kegiatan kerja untuk mencapai tujuan mereka.

c. Pribadi

Ketidaksesuaian tujuan atau nilai-nilai sosial pribadi karyawan dengan perilaku yang diperankan pada jabatan mereka, dan perbedaan dalam nilai-nilai atau persepsi.

Penyebab konflik (Rivai, 2004): a. Saling ketergantungan tugas

Ketergantungan tugas terjadi jika dua atau lebih kelompok tergantung satu sama lainnya dalam menyelesaikan tugasnya. Potensi meningkatnya konflik tergantung pada sejauhmana kadar dari saling ketergantungan tersebut. Semakin tinggi saling ketergantungan antara satu kelompok dengan kelompok yang lain,

semakin tinggi kemungkinan timbulnya konflik. Ada tiga jenis ketergantungan yang diidentifikasi:

b. Ketergantungan yang dikelompokkan

Ketergantungan yang dikelompokkan terjadi jika masing-masing kelompok dalam melakukan aktivitasnya tidak tergantung antara kelompok yang satu dengan yang lainnya, akan tetapi prestasi yang dikelompokkan akan menentukan prestasi organisasi secara keseluruhan. Potensi timbulnya konflik dengan adanya ketergantungan yang dikelompokkan relatif rendah.

c. Ketergantungan berurutan

Ketergantungan berurutan terjadi jika suatu kelompok baru dapat memulai tugasnya jika kelompok yang lainnya telah menyelesaikan tugasnya. Ketergantungan seperti ini sangat potensial menimbulkan adanya konflik. Dalam perusahaan karoseri misalnya, bagian pengecatan baru dapat dilakukan jika bagian pengelasan telah selesai melakukan tugasnya.

d. Ketergantungan timbal balik

Ketergantungan timbal balik terjadi jika prestasi kelompok saling tergantung antara kelompok yang satu dengan yang lainnya. Saling ketergantungan timbal balik terjadi pada berbagai organisasi, seperti berbagai unit dalam lembaga rumah sakit: bagian rontgen, bagian laboratorium, bagian kebidanan, dan bagian

anastesia semuanya tergantung pada keahlian satu sama lain dalam menyembuhkan pasien.

e. Perbedaan tujuan dan prioritas

Perbedaan orientasi dari masing-masing subunit atau kelompok mempengaruhi cara dari masing-masing subunit atau kelompok tersebut dalam mengejar tujuannya. Dan seringkali tujuan dari masing-masing subunit atau kelompok saling bertentangan.

f. Faktor birokratik (Lini-staff)

Jenis konflik birokratik yang bersifat klasik adalah konflik antara fungsi atau wewenang garis dan staf. Fungsi atau wewenang garis adalah terlibat secara langsung dalam menghasilkan keluaran perusahaan. Manajer lini atau garis mempunyai wewenang dalam proses pengambilan keputusan dalam lingkup bidang fungsionalnya. Sedangkan staf adalah memberikan rekomendasi atau saran dan tidak berhak mengambil suatu keputusan.

g. Kriteria penilaian prestasi yang saling bertentangan

Kadang kala konflik antar-subunit atau kelompok dalam perusahaan tidak disebabkan oleh karena tujuan yang saling bertentangan, tetapi karena cara organisasi dalam menilai prestasi yang dikaitkan dengan perolehan imbalan membawanya ke dalam konflik.

h. Persaingan terhadap sumber daya yang langka

Persaingan dalam memperebutkan sumber daya tidak akan menimbulkan konflik manakala sumber daya yang tersedia secara berlimpah sehingga masing-masing subunit dapat memanfaatkannya sesuai dengan kebutuhannya. Akan tetapi ketika sumber daya yang ada tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan diri masing-masing subunit atau kelompok, maka masing-masing subunit atau kelompok berupaya mendapatkan porsi sumber daya yang langka tersebut lebih besar dari yang lain, maka di sini konflik mulai muncul.

i. Sikap mengalah

Jika dua kelompok berinteraksi dalam persaingan kalah menang, maka dengan mudah bisa dipahami mengapa konflik itu terjadi. Dalam kondisi seperti itu maka ada kelompok yang menang dan ada kelompok yang kalah. Ada sejumlah kondisi yang memungkinkan terjadinya sikap mengalah:

1. Jika satu kelompok mengejar kepentingannya saja.

2. Jika kelompok tertentu mencoba untuk meningkatkan kekuasaan posisinya.

3. Jika kelompok tertentu menggunakan ancaman untuk mencapai tujuannya.

4. Jika kelompok tertentu selalu berusaha untuk mengeksploitasi kelompok yang lainnya.

5. Jika kelompok tertentu berusaha mengisolasi kelompok yang lainnya.

Konflik dapat dikategorikan menjadi tiga kelompok (Rivai, 2004), yaitu:

a. Berdasarkan pelakunya

Konflik dapat bersifat internal atau eksternal bagi individu yang mengalaminya.

b. Berdasarkan penyebabnya

Konflik disebabkan karena mereka yang bertikai ingin memperoleh keuntungan sendiri atau karena timbulnya perbedaan pendapat, penilaian dan norma.

c. Berdasarkan akibatnya

Konflik dapat bersifat baik atau buruk.

Bentuk konflik dalam batasan pengaruhnya terhadap perusahaan (Rivai, 2004):

a. Konflik fungsional

Konfrontasi di antara kelompok yang menambah keuntungan kinerja perusahaan.

b. Konflik disfungsional

Setiap atau interaksi diantara kelompok yang tidak menambah keuntungan kinerja perusahaan.

c. Konflik dan kinerja perusahaan

Konflik dapat mempunyai dampak positif atau negatif terhadap kinerja perusahaan, tergantung pada sifat konflik dan bagaimana konflik itu dikelola.

Jenis-jenis konflik (Rivai, 2004): a. Konflik dalam diri seseorang

Seseorang dapat mengalami konflik internal dalam dirinya karena ia harus memilih tujuan yang saling bertentangan. Ia merasa bimbang mana yang harus dipilih atau dilakukan. Konflik dalam diri seseorang juga dapat terjadi karena tuntutan tugas yang melebihi kemampuannya.

b. Konflik antar individu

Konflik antar individu seringkali disebabkan oleh adanya perbedaan tentang isu tertentu, tindakan, dan tujuan dimana hasil bersama sangat menentukan

c. Konflik antar-anggota kelompok

Suatu kelompok dapat mengalami konflik substantif atau

konflik afektif. Konflik substantif ialah konflik yang terjadi karena

latar belakang keahlian yang berbeda. Jika anggota dari suatu komite menghasilkan kesimpulan yang berbeda atas data yang sama, dikatakan kelompok tersebut mengalami konflik substantif.

Sedangkan konflik afektif adalah konflik yang terjadi didasarkan

d. Konflik antarkelompok

Konflik antarkelompok terjadi karena masing-masing kelompok ingin mengejar kepentingan atau tujuan kelompoknya masing-masing. Misalnya konflik yang mungkin terjadi antara bagian produksi dengan bagian pemasaran. Bagian produksi, misalanya menginginkan adanya jadwal produksi yang tetap dan standar sehingga pengawasan dapat dilakukan dengan lebih mudah. Sedangkan bagian pemasaran menginginkan adanya jadwal produksi yang fleksibel, sehingga mampu mengikuti fluktuasi permintaan pasar.

e. Konflik intraperusahaan

Konflik intraperusahaan meliputi empat subjenis, yaitu konflik vertikal, horizontal, lini-staff, dan konflik peran. Konflik vertikal terejadi antara manajer dengan bawahan yang tidak sependapat tentang cara terbaik untuk menyelesaikan suatu tugas. Konflik horizontal terjadi antara karyawan atau departemen yang memiliki hierarki yang sama dalam organisasi. Konflik lini-staff yang sering terjadi karena adanya perbedaan persepsi tentang keterlibatan staff (staf ahli) dalam proses pengambilan keputusan

oleh manajer lini. Akhirnya konflik peran dapat terjadi karena sesorang memiliki lebih dari satu peran yang saling bertentangan. Misalnya saja seseorang disatu sisi ia menjabat sebagai kepala

subbagian proses produksi dan di pihaklain ia menjabat sebagai kepala serikat pekerja. Suatu saat karyawan menuntut adanya kenaikan upah yang disebabkan kenaikan biaya hidup yang semakin meningkat, sementara itu di lain pihak kondisi perusahaan tidak memungkinkan untuk memenuhi tuntutan tersebut karena perusahaan sedang dilanda kesulitan finansial. Kondisi seperti itu dapat menyebabkan konflik yang dialami oleh kepala subbagian produksi, karena sebagai kepala serikat pekerja merasa mempunyai kewajiban moral untuk memperjuangkan kesejahteraan karyawan, tetapi sebagai unsur pimpinan dalam perusahaan ia memiliki kewajiban menjaga kelangsungan hidup dan perkembangan perusahaan.

f. Konflik antarperusahaan

Konflik juga bisa terjadi antarorganisasi karena mereka memiliki saling ketergantungan satu sama lain terhadap pemasok, pelanggan, maupun distributor. Seberapa jauh konflik terjadi tergantung kepada seberapa besar tindakan suatu organisasi menyebabkan adanya dampak negatif terhadap perusahaan yang lainnya, atau mencoba mengendalikan sumber-sumber vital perusahaan.

Metode pengelolaan konflik (Handoko, 2003) a. Stimulasi konflik

Konflik dapat menimbulkan dinamika dan pencapaian cara-cara yang lebih baik dalam pelaksanaan kegiatan kerja suatu kelompok. Situasi dimana konflik terlalu rendah akan menyebabkan para karyawan takut berinisiatif dan menjadi pasif. Kejadian-kejadian, perilaku dan informasi yang dapat mengarahkan orang-orang bekerja lebih baik diabaikan, para anggota kelompok saling bertoleransi terhadap kelemahan dan kejelekan pelakasanaan kerja. Manajer dari kelompok seperti ini perlu merangsang timbulnya persaingan dan konflik yang dapat mempunyai efek penggemblengan.

Metode stimulasi konflik meliputi (Handoko, 2003):

1. Pemasukan atau penempatan orang luar ke dalam kelompok 2. Penyusunan kembali organisasi

3. Penawaran bonus, pembayaran insentif dan penghargaan untuk mendorong persaingan.

4. Pemilihan manajer-manajer yang tepat 5. Perlakuan yang berbeda dengan kebiasaan b. Pengurangan konflik

Manajer biasanya lebih terlibat dengan pengurangan konflik daripada stimulasi konflik. Metoda pengurangan konflik menekan terjadinya antogonisme yang ditimbulkan oleh konflik. Jadi,

metoda ini mengelola tingkat konflik melalui “pendinginan suasana” tetapi tidak menangani masalah-masalah yang semula menimbulkan konflik.

Dua metoda dapat digunakan untuk mengurangi konflik, pendekatan efektif pertama adalah mengganti tujuan yang menimbulkan persaingan dengan tujuan yang lebih bisa diterima kedua kelompok. Metoda efektif kedua adalah mempersatukan

kedua kelompok yang bertentangan untuk menghadapi “ancaman” atau “musuh” yang sama.

c. Penyelesaian konflik

Ada tiga metoda penyelesaian konflik yang sering digunakan (Handoko, 2003):

1. Dominasi dan Penekanan

Dominasi dan penekanan dapat dilakukan dengen beberapa cara, yaitu:

a. Kekerasan (forcing), yang bersifat penekanan otokratik

b. Penenangan (smoothing), merupakan cara yang lebih diplomatis

c. Penghindaran (avoidance), di mana manajer menghindar untuk mengambil posisi yang tegas

d. Aturan mayoritas (majority rule), mencoba untuk menyelesaikan konflik antarkelompok dengan melakukan pemungutan suara (voting) melalui prosedur yang adil

2. Kompromi

Melalui kompromi, manajer mencoba menyelesaikan konflik melalui pencarian jalan tengah yang dapat diterima oleh pihak-pihak yang bersangkutan. Bentuk-bentuk kompromi berupa:

a. Pemisahan (separation), dimana pihak-pihak yang sedang bertentangan dipisahkan sampai mereka mencapai persetujuan

b. Arbitrasi, di mana pihak ketiga (biasanya manajer) diminta memberi pendapat, kembali ke peraturan-peraturan yang berlaku, dimana kemacetan dikembalikan pada ketentuan-ketentuan tertulis yang berlaku dan menyetujui bahwa peraturan-peraturan yang memutuskan penyelesaian konflik

c. Penyuapan (bribing), di mana salah satu pihak menerima kompensasi dalam pertukaran untuk tercapainya penyelesaian konflik.

3. Pemecahan masalah integratif

Dengan metoda ini, konflik antar kelompok diubah menjadi situasi pemecahan masalah bersama yang dapat diselesaikan melalui teknik-teknik pemecahan masalah. Dalam hal ini, manajer perlu mendorong bawahannya bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama, melakukan pertukaran gagasan secara bebas, dan menekankan usaha-usaha pencarian

penyelesaian yang optimum, agar tercapai penyelesaian

integratif. Ada tiga jenis metode penyelesaian konflik integratif (Handoko, 2003):

a. Konsensus, dimana pihak-pihak yang sedang

bertentangan bertemu bersama untuk

mencaripenyelesaian terbaik masalah mereka, dan bukan mencari kemenangan suatu pihak.

b. Konfrontasi, dimana pihka-pihak yang saling berhadapan menyatakan pendapatnya secara langsung satu sama lain, dan dengan kepemimpinan yang terampil dan kesediaan untuk menerima penyelesaian, suatu penyelesaian konflik yang rasional sering dapat diketemukan.

c. Penggunaan tujuan-tujuan yang lebih tinggi (superordinate goals), dapat juga menjadi metoda

penyelesaian konflik bila tujuan tersebut disetujui bersama.

Dari teori konflik diatas, maka penulis menggunakan teori penyebab konflik menurut Handoko karena dianggap mewakili keadaan PT. CIPTALIFT SEJAHTERA.

5. Kinerja

Istilah kinerja mengandung berbagai macam pengertian. Kinerja dapat

ditafsirkan sebagai “hasil akhir kegiatan” (Robbins dan Coulter, 2002). Kinerja adalah gabungan perilaku dengan prestasi dari apa yang diharapkan dan pilihannya atau bagian syarat-syarat tugas yang ada pada masing-masing individu dalam organisasi (Waldman dalam Koesmono, 2005). Kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dapat dicapai oleh seseorang pegawai dalam melaksanakan tugas sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya (Mangkunegara dalam Koesmono, 2005).

Terdapat enam kriteria yang digunakan untuk mengukur sejauh mana kinerja karyawan secara individu, yaitu kualitas, kuantitas, ketepatan waktu, efektifitas, kemandirian dan komitmen kerja (Bernardin dan Russel dalam Husnawati, 2006).

Banyak fakor yang dapat mempengaruhi kinerja, tetapi terdapat tiga faktor utama yang mempengaruhi kinerja individual yaitu, kemampuan individual untuk melakukan pekerjaan tersebut, tingkat usaha yang dicurahkan, dan dukungan organisasi (Mathis dan Jackson, 2006). Kinerja seorang pegawai akan baik, jika pegawai mempunyai keahlian yang tinggi,

kesediaan untuk bekerja, adanya imbalan/upah yang layak dan mempunyai harapan masa depan (Prawirosentono dalam Cokroaminoto.wordpress.com). Kinerja individu ditingkatkan sampai tingkat di mana ketiga komponen tersebut ada dalam diri karyawan.

Akan tetapi, kinerja berkurang apabila salah satu faktor ini dikurangi atau tidak ada. Sebagai contoh, anggap saja beberapa pekerja memiliki kemampuan untuk melakukan pekerjaannya dan bekerja keras, tetapi organisasi memberikan peralatan yang kuno atau gaya manajemen supervisor menimbulkan reaksi negatif dari pekerja. Sebagian unit SDM dalam organisasi ada untuk menganalisis dan menyampaikan bidang ini.

Peran yang sebenarnya dari unit SDM dalam organisasi “seharusnya”

tergantung pada apa yang diharapkan oleh manajemen atas. Sehubungan dengan fungsi manajemen mana pun, aktivitas manajemen SDM harus dikembangkan, dievaluasi, dan diubah bila perlu sehingga mereka dapat memberikan kontribusi pada kinerja kompetitif organisasi dan individu di tempat kerja. Kinerja cenderung tinggi ketika tujuan yang menantang hadir, moderator (kemampuan, komitmen tujuan, umpan balik, dan kompleksitas tugas) yang hadir, dan mediator (arah, usaha, ketekunan, dan strategi tugas) beroperasi.

a. Tujuan dan Manfaat Penilaian Kinerja

Penilaian kinerja sangat bermanfaat bagi dinamika pertumbuhan organisasi secara keseluruhan. Melalui penilaian tersebut, maka dapat

diketahui bagaimana kondisi riil pegawai dilihat dari kinerja dan dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan.

Adapun tujuan penilaian adalah (Werther dan Davis dalam ekonomimanajemen.blogspot.com):

1)Performance Improvement.

Yaitu memungkinkan pegawai dan manajer untuk mengambil tindakan yang berhubungan dengan peningkatan kinerja

2)Compensation Adjusment.

Membantu para pengambil keputusan untuk menentukan siapa saja yang berhak menerima kenaikan gaji atau sebaliknya.

3)Plecement Decicions.

Menentukan posisi, transfer, dan demosi. 4)Training and Development needs.

Mengevaluasi kebutuhan pelatihan dan pengembangan bagi pegawai agar kinerja mereka lebih optimal.

5)Career Planning and Developmen.

Memandu untuk menentukan jenis karir dan potensi karir yang dapat dicapai.

6)Staffing Process Deficiencies.

Mempengaruhi prosedur perekrutan pegawai 7)Informational Inaccuracies and Job Design Errors.

Membantu menjelaskan apa saja kesalahan yang telah terjadi dalam manajemen sumber daya manusia terutama di bidang informasi

job-analysis, job design, dan sistem informasi manajemen sumber daya

manusia.

8)Equal Employment Opportunity.

Menunjukan bahwaplacement decicionstidak diskriminatif.

9)External Challenges.

Kadang-kadang kinerja pegawai dipengaruhi faktor eksternal seperti keluarga, keuangan pribadai, kesehatan, dan lain-lainnya. Biasanya faktor ini tidak terlalu kelihatan, namun dengan penilaian kinerja, faktor-faktor eksternal ini akan kelihatan sehingga membantu departemen sumber daya manusia untuk memberikan bantuan bagi peningkatan kinerja pegawai.

10)Feedback.

Memberikan umpan balikbagi urusan kepegawaian maupun bagi pegawai itu sendiri.

Hakekat penilaian kinerja individu adalah hasil kerja yang optimal. Penilaian kinerja tersebut mencakup (Robbins dan Coulter, 2002):

a) Kemampuan bekerjasama b) Kualitas pekerjaan c) Kemampuan teknis d) Inisiatif e) Semangat f) Daya tahan/kehandalan g) Kuantitas pekerjaan

Secara terperinci manfaat penilaian kinerja bagi organisasi, adalah (Werther dan Davis dalam ekonomimanajemen.blogspot.com):

1) Memberikanfeedbackbagi pegawai dan urusan kepegawaian

2) Dipergunakan sebagai pertimbangan penentuan sistem reward

(imbalan)

3) Dipergunakan sebagai pertimbangan promosi dan rotasi pegawai 4) Dipergunakan sebagai sumber informasi tentang kebutuhan pelatihan

dan pengembangan pegawai. b. Tolak ukur kinerja

Mutu kerja karyawan secara langsung mempengaruhi kinerja perusahaan. Guna mendapatkan kontribusi karyawan yang optimal, manjemen harus memahami secara mendalam strategi untuk mengelola, mengukur dan meningkatkan kinerja, yang dimulai dengan terlebih dahulu menentukan tolak ukur kinerja.

Ada beberapa syarat tolak ukur kinerja yang baik, yaitu (Bestira, 1998):

1) Tolak ukur yang baik haruslah mampu diukur dengan cara yang dapat dipercaya. Konsep keandalan pengukuran mempunya dua komponen, yaitu stabilitas dan konsistensi. Stabilitas menyiratkan bahwa pengukuran kriteria yang dilaksanakan dengan menggunakan metode yang berbeda atau orang yang berbeda haruslah mencapai hasil yang kira-kira sama.

2) Tolak ukur yang baik harus mampu membedakan individu-individu sesuai dengan kinerja mereka. Salah satu tujuan penilaian kinerja adalah mengevaluasi kinerja anggota organisasi. Jika tolak ukur yang digunakan memberikan hasil yang identik pada semua orang, maka kriteria tersebut tidak berguna bagi distribusi pengupahan untuk kinerja, merekomendasikan kandidat untuk promosi ataupun menilai kebutuhan-kebutuhan latihan pengembangan.

3) Tolak ukur yang baik harus sensitif terhadap masukan dan tindakan-tindakan dari pemegang jabatan. Karena tujuan penilaian kinerja adalah untuk menilai efektivitas indivdu-individu anggota organisasi, kriteria efektivitas yang dipakai harus dapat digunakan semua individu di dalam organisasi. Apabila tidak tepat, maka pembuat tolak ukur harus peka terhadap masukan yang diberikan.

4) Tolak ukur yang baik harus dapat diterima oleh individu yang mengetahui kinerjanya sedang dinilai. Sangat penting untuk diperhatikan bahwa orang-orang yang kinerjanya sedang diukur merasa bahwa tolak ukur yang digunakan memberi petunjuk yang akurat dan adil mengenai kinerja mereka.

Menurut teori-teori kinerja diatas, maka penulis memutuskan untuk meneliti menggunakan teori yang mempengaruhi kinerja menurut Robbins dan Coulter karena dirasa tepat untuk PT. CIPTALIFT SEJAHTERA.

Dokumen terkait