3. Penanganan Konseling Lintas Budaya Suami-Istri di Jemaat GKI Lachai Roi Wamena.
3.2. Tindakan Konseling Lintas Budaya
3.2.3. Konseling antara Konselor (Ko) dengan Ibu A (Ki1) dan Bapak A (Ki2) bertempat di rumah Ki1, waktu sore hingga malam har
1. Ki1 : (mungkin telah melihat Ko dari jendela kaca rumah, keluar dan menyambut kedatangan Ko ke rumah mereka, ia tersenyum lebar seakan berkata terima kasih kepada Tuhan ... berjabatan tangan dengan Ko lalu merangkul dan membawa Ko ke dalam rumah). Selamat sore nona pendeta, datang sendiri kah ? sudah tahu jalan eh. 2. Ko : ia mama saya jalan sendiri. Kan dekat saja mo.
3. Ki1 : bapa, nona pendeta sudah datang ini.
4. Ki2 : sudah berada ditengan ruang tamu, berdiri tegar dan berwibwa mengucapkan selamat sora, inilah rumah kami, inilah tempat kami
71 membangun keluarga kami, yang hari ini kita mau membicarakannya lagi.
5. Ki1: silahkan duduk nona, saya ambil minum dulu. 6. Ko : tidak usah repot mama, mari kita duduk dulu.
7. Ki1 : (mama kembali membawa minum dan kue lalu meletakannya di atas meja)
8. Ki2 : mari silahkan minum.
9. Ki1 : bapak, lebih baik nona berdoa supaya kita minum dan bicara. 10.Ki2 : ya ... (suasana tegang tahap pertama mulai terasa)
11.Ko : bapa dan mama, marilah kita berdoa : Ya Tuhan Allah, Bapa dalam nama Yesus, kami bersyukur masih hidup dan bernafas hingga saat sore hari ini. Kami mau makan dan milik lalu lanjytkan percakapan kami, kiranya Tuhan menolong kami dengn kuasa Roh Kudus-Mu, supaya apa yang kami bicarakan sesuiai kehendak-Mu. Berkati kakanan dan minuman kami. Dalam nama Tuhan Yesus Kristus, kami berdoa. Amin.
12.Ki1 : mari silahkan minum tehnya, hanya kue saja ini. 13.Ko : mama yang bikin kue kah
14.Ki2 : mama ini suka buat kue. Kuenya bagus-bagus dan enak.
15.Ko : itu yang bapa pendeta dan mama pendeta bilang, mama ini memang luar biasa. (kita bertiga tertawa ...). Bapa dengan mama, kemarin saya sudah dengar tentang faktor penyebab konflik dalam rumah tangga menurut mama maupun menurut bapa, bapa dan mama juga sudah bilang sama saya bahwa konflik macam ini ni sudah lama sampai macam bapa dan mama merasa hal itu sudah menjadi
72 kebiasaan hidup. Apalagi yang buat saya tidak habis pikir sejak kemarin itu, tidak ada kunjungan konseling pastoral terhadap masalah ini dari pendeta jemaat.
16.Ki2 : Sebenarnya kita ini mau supaya tujuan hidup kita, yaitu mengalami damai sejahtera, itu bahasa gereja kah, bisa tercapai, tetapi ya begitu sudah.
17.Ki1 : Saya itu pasrah sudah. Kitong bicara, tidak bicara, melayani, tidak melayani, ya sama saja.
18.Ki2 : Mama tidak boleh pasrah begitu ketika kita berhadapan dengan masalah. Kita harus bersyukur bahwa masih ada orang seperti nona pendeta yang mau mendengar keluhan kami, lalu mau datang untuk menolong kami. Ini sebuah permulaan baru yang baik bagi eluarga kami.
19.Ki1 : Saya harap bapa bicara yang benar. Jangan bicara sekarang baik, nanti besok ulangi lagi kesalahan. Ini bapa punya satu sifat yang saya tidak suka. Stop sudah.
20.Ki2 : Mama, saya punya maksud ini baik. Kan selama ini kapan pendeta kita mau datang menolong kita ? Kunjungan pastoral saja kamu tidak laksanakan ? Bagaimana kamu mau tahu bahwa jemaat ada susakah ? 21.Ki1 : Betul bapa, tetapi kan bapa tidak boleh bicara seperti itu. Sekarang ini
kan, nona ada datang ke rumah kita. Sama saja Tuhan utusan nona ini untuk menolong kita. Pa pendeta sudah izinkan dia untuk menolong kita dua. Memang dia masih mudah, tetapi Tuhan sudah siapkan dia untuk menjadi hamba-Nya. Betul toh nona pendeta ?
73 bapa dan mama punya masalah yang menjadi penyebab konflik. Saya juga sudah dengar bahwa tidak ada pelayanan konseling pastoral dari pendeta untuk menolong bapa dengan mama. Karena itu saya minta maaf lebih dahulu untuk bapa dan mama.
23.Ki2: Kami senang karena ada hamba Tuhan yang memperhatikan kehidupan kami. Saya rasa ada banyak keluarga dalam jemaat yang menantikan apa yang kita buat sejak kemarin hingga saat ini. Mereka rindu dipedulikan oleh pendeta. Memang bapa ini hanya satu masalah saja, selingkuh.
24.Ki1 : Bapa dan mama ini baku sayang (bapa tertawa, mama tersenyum lebar, lalu sayapun ikut tersenyum...)
25.Ko : memang bapa dan mama ini, tra kosong ...
26.Ki1 : ya nona, itu yang mama bilang to. Bapa dan mama ini saling mencintai, cinta mati. Ingat to bapa, waktu kita mulai pacaran sampai mau menikah, siapapun tidak bisa lepaskan cinta kita. Tetapi bapa ini susah. Mungkin nyong Timor kah Kupang biasa begitu. Mata tra sadap kalau tidak ganggu atau basengaja cewe-cewe.
27.Ki2 : mama bukan begitu. Kita ini kan laki-laki, punya mata untuk melihat ...
28.Ki1: trus punya hati untuk memikat dan punya mulut untuk merayu ... begitu.. ?
29.Ki2 : Bah...mama coba tenang, dengar dulu baru bicara. Sekarang kita dua ini mau dengar nona pendeta nasihati kita. Jangan lagi kita saling mempersalahkan. Silahkan nona pendeta ...
74 nanti saya bicarakan dengan bapa dan mama menyinggung perasaan. 31.Ki2 : Ah .... tidak, kami memang mau dengar ...
32.Ko : Jadi bapa dan mama, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi bukan terjadi secara kebetulan, tetapi Tuhan ikut serta dalam kemajuan itu. Kenapa ? Karena Tuhan mau menggunakan ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi untuk menolong dan menyelamatkan hidup manusia. Salah satu perkembangan ilmu psikologi dan konseling pastoral adalah konseling lintas budaya. Suatu pengetahuan tentang pelayanan konseling pastoral yang melibatkan dan menghargai manusia secara utuh sebagai ciptaan Allah. Artinya dalam konseling pastoral, manusia harus dilihat secara utuh, terutama dari sudut budaya.
33.Ki2 : Maaf saya potong, itu berarti menghargai juga budaya saya sebagai orang Kupang dan budaya mama sebagai orang Papua atau Raja Ampat.
34.Ko : yo .... itu sudah, bapak pasti tahu karena bapa juga guru jadi. Bapa dan mama, betul, kita harus melihat jemaat sebagai manusia yang dihargai dan dihormati, juga budayanya, pendidiknnya, karakteristik hidupnya, status sosialnya dan seterusnya. Pelayan gereja harus memahami sifat dan sikap khas budaya ras dan etniknya. Sehingga menolong keluarga yang satu ras dan daerah, umpamanya keluarga orang Papua, suami orang Raja Ampat dan istri orang orang Raja Ampat akan berbeda ketika menolong keluarga yaang suaminya orang Wamena sedangkan istrinya orang Paniai. Dalam kasus seperti bapa dan mama, ini namanya keluarga beda budaya atau bahasa keilmuannya disebut
75 keluarga multibudaya. Seorang pendeta harus menghargai budaya suami maupun istri, pendeta harus mengetahui kebiasaan budaya universal dan maupun budaya individual, barulah ia dapat menolong keluarga tersebut.
35.Ki1 : berarti kita ini keluarga beda budaya ?
36.Ki2 : betul mama, kita ini keluarga beda budaya. bapa dari Kupang di Indonesia Tengah, sedangkan mama dong berasal dari Raja Ampat Papua di Indonesia Timur. Beda waktu dan beda pulau, beda bahasa, beda tradisi dan cara hidup. Pokoknya kita ini beda. Tetapi kita membentuk keluarga supaya kita saling kenal.
37.Ki1: Bapak ko stop sudah. Ko pu begini yang kita dua lupa lalu ribut terus. Jangan ko potong-potong pembicaraan.
38.Ko : Masalah bapa dan mama hanyalah masalah diskomunikasi budaya, artinya bapa tidak kenal mama punya budaya, sebaliknya mama tidak kenal bapa punya budaya. Akibatnya terjadi pemaksaan kehendak dari dua pihak. Yang bapa dan mama pakai untuk ukur setiap masalah adalah budaya universal, yaitu budaya yang umum dipakai dalam masyarakat majemuk. Jika hal itu terjadi maka masing-masing akan merasa ia tidak dihargai dan dihormati. Lahirlah konflik. Ada dua hal besar yang menjadi alasan konflik, yaitu pemahaman budaya yang tidak ada dalam diri bapa dan mama; dan pemahaman dosa dalam diri bapa. Begini, di satu pihak untuk Bapa, ia seorang yang membutuhkan kasih sayang. Sejak umur lima belas tahun, bapa sudah terpisah dari orang tua di Kupang hingga berkeluarga. Bapak punya pengalaman lain di Jayapura. Karena itu yang bapa butuhkan adalah kasih sayang.
76 Seorang suami selingkuh, itu karena ia di satu pihak punya sifat mengganti pasangan, tetapi di pihak lain ia kehilangan kasih sayang di rumahnya. Mungkin ibu terlalu sibuk dengan anak-anak, mengasihi anak-anak lebih dari suami, maka suami akan mencari kasih sayang itu di luar rumah. Tetapi yang kedua, bapa adalah tipe orang yang tidak takut Tuhan, karena itu selingguh adalah pelanggaran terhadap hukum Tuhan yang ke-tujuh dan ke-sepuluh, dianggap sepeleh dan biasa saja. Ini karakter orang munafik. Di depan umum mereka berlagak alim dan beiman, tetapi perbuatannya jahat di mata Tuhan.
Bapak dan mama saya mau baca kitab Mazmur 1:1-6 (dibacakan) Mazmur 1 ini bicara tentang jalan orang benar dan jalan orang fasik. Ada orang fasik, ada orang berdosa, ada kumpulan pencemoh. Jalan orang fasik menuju kebinasaan tetapi jalan orang benar menuju keselamatan. Mau pilih yang mana ? Jalan orang fasik atau jalan orang benar.
Akibatnya bapa lebih fokus pada pekerjaan yang telah diraih dengan susah paya. Sedangkan mama memiliki masa lalu dalam keluarga yang baik dan tidak kurang. Mama merasa segala sesuatu beres. Berharap pada orang tua dan keluarga. Menjadi kakak yang harus ditaati dan didengar. Budaya ini terbawa hingga dalam keluarga. Mama seolah pasrah dan tergantung pada gereja untuk menyelesaikan masalah keluarga. Mama melihat bapa sebagai seorang Papua dengan budaya yang sama dengan mama. Mama melihat diri mama sebagai ibu rumah tanggga ketimbang sebagai istri bagi suami. Jika hal-hal ini bisa dipahami, kemudian dibicarakan bersama, lalu kita berkomitmen
77 untuk saling menerima dan menghargai setiap budaya dan perbedaan itu, menerima yang perlu dan menolak yang merusak keluarga kita. Kita berkomitmen untuk menjalani kehidupan dalam iman kepada Tuhan Yesus Kristus. Untuk hal ini saya tidak memasuki lagi proses selnjutntya. Saya akan menyampaikan hasil pertemuan kita kepada bapa pendeta dan ibu, lalu merekalah yang akan melakukan konseling Fase ketiga untuk penangnanan masalah keluarga ini. Saya rasa itu yang bisa saya katakan pada bapa dan mama. Kiranya hal ini bisa menolong kehidupan bapa dan mama. Ya mama juga saya mau katakan pada mama bahwa, ungkapan pasrah sesungguhnya adalah usaha menyembunyikan masalah. Itu tidak boleh. Jangan pasrah pada kenyataan. Harus pasrah kepada Tuhan dan berusaha untuk keluar dari masalah ini.
39. Ki1 : Trima kasih nona, Tuhan memberkati nona dalam studi lanjut. Salam untuk bapa dan mama pendeta di Jayapura. Mama berdoa supaya nona dapat teman yang setia dan hidup saling mengerti seorang akan yang lain. Jangan seperti kita orang tua ini.
40. Ki2 : Bapa juga mengucapkan terima kasih untuk pertemuan dan pertolongan ini. Kami berdoa supaya nona sukses dalam studi dan sukses dalam pelayanan. (kami berjabatan tangan seorang akan yang lain, kemudian bapa dan mama saling memberi isyarat untuk memanggil anak-anaksupaya kita berdoa bersama...)
41. Ko : Baik bapa, mama dan adik-adik, marilah kita berdoa : ...
78
3.2.4. Konseling dalam rangka membangun komitmen untuk hidup secara